Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Anatomi Dan Fisiologi Ginjal


1. Struktur ginjal (histogi)
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari
jaringan jaringan ikat kolagen padat tidak beraturan. Kadang ada fibroblast dan pembuluh
darah. Lapisan luar terdiri dari lapisan korteks (subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah
dalam bagian medulla (subtansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid.
Korteks:
a. tubulus proksimal ( epitel selapis kubis warna merah dengan brush border)
b. tubulus distal (epitel selapis kubis pucat tanpa brush border)
c. macula densa, masih berhubungan dengan sel juktaglomerulus
d. tubulus koligentes
e. pars rekta tubulus proksimal
f. segmen tebal asendes ansa henle
g. pembuluh darah
Ada kapsul bowman (ingat polus tuberalis: yang bersinggungan dengan tubulus
proksimal dan polus vaskularis: tempat masuk keluar arteriol aferen dan eferen)
Medula:
a. segmen tebal desendes ansa henle (sel mirip tubulus proksimal)
b. segmen tipis ansa henle (apitel selapis gepeng)
c. segmen tebal asendes ansa henle (sel mirip tubulus distal)
d. apeks papilla renal (ada area kribosa (yg berlubang-lubang), ada duktus papilla
bellini menyalurkan urin ke ureter)
Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis. Masing-masing piramid dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah renalis 15-16
buah. Garis-garis yang terlihat di piramid disebut tubulus nefron yang merupakan bagian
terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti satu),
ansa henle, tubulus distal (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri). Pada
setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170
liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang terdapat
pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dari kapiler satu badan malfigi yang
disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena
renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.

2. Peredaran darah ginjal


Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteri arteri renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang
menjadi arteria segmental, terus ke arteri interlobus nanti cabang lagi jadi arteri arkuata.
Arteri ini terhubung ke arteri interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi
kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini
dikelilingi oleh alat yang disebut kapsula bowman. Di dalam kapsula bowman lewat
afferent arteriol lalu ke kapiler glomerulus lalu ke efferent arteriol setelah disaring. Dari
sini darah ke kapiler peritubular yang berjalan di sekitar tubulus, nanti lewat vena
interlobularis ke vena arcuata lalu ke vena interlobus kemudian menjadi vena renalis
masuk ke vena kava inferior.

1.2 Fungsi Ginjal Dalam Homeostatis


Ginjal berperan dalam homeostatis secara lebih ekstensif dibandingkan dengan organ
–organ lain. Ginjal mengatur komposisi elektrolit, volume dan pH lingkungan internal dan
mengeliminasi semua zat sisa metabolism tubuh, kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh system
pernapasan. Ginjal melaksanakan fungsi pengaturan ini dengan mengeliminasi zat-zat yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh melalui urin, misalnya zat sisa metabolism dan kelebihan
garam/air, sementara menahan zat yang bermanfaat bagi tubuh. Organ ini juga mampu
mempertahankan konstituen – konstituen plasma yang konsentrasinya dijaga dalam rentang
sempit agar tidak megganggu kehidupan walaupun pemasukan dan pengeluaran konstituen –
konstituen tersebut dari jalan lain sangat bervariasi. Berikut ini adalah cara – cara spesifik
yang dilakukan ginjal untuk membantu homeostasis :
1. Fungsi Regulasi
a. Ginjal mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar elektolit CES ( Cairan
Ekstrasel ), termasuk elektolit-elektolit yang penting untuk mengatur
eksitabilitas neuromuskulus.
b. Ginjal berperan mempertahankan pH yang sesuai dengan mengeliminasi
kelebihan H+ ( asam ) / HCO3 ( basa ) dalam urin.
c. Ginjal membantu mempertahankan volume plasma yang sesuai untuk
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri dengan mengontrol
keseimbangan garam dalam tubuh
d. Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh yang penting untuk
mempertahankan osmolitas ( konsentrasi zat terlarut ) CES yang sesuai.

2. Fungsi Eksresi
Ginjal mengeksresikan produk – produk akhir, metabolisme dalam urin. Zat –
zat sisa ini bersifat toksik bagi tubuh apabila tertimbun. Ginjal juga mengeksresikan
banyak senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh.

3. Fungsi Hormonal
Ginjal mensekresikan eritropoiein, hormon yang merangsang produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang. Fungsi ini berperan dalam homeostasis dengan
membantu mempertahankan kandungan O2 yang optimal di dalam darah lebih dari 98
% O2dalam darah terikat ke hemoglobin di dalam sel darah merah. Ginjal juga
mensekresikan renin, hormon yang mengawali jalur renin angiotensin-oldosteron
untuk mengontrol reabsorpsi Na+ oleh tubulus yang penting dalam pemeliharaan
jangka panjang volume plasma dan tekanan darah arteri

4. Fungsi Metabolisme
Ginjal membantu mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Vitamin D
penting penyerapan Ca ++ dari saluran pencernaan, kalsium, sebaliknya memiliki

banyak fungsi homeostatik.

1.3 Filtrasi glomerulus


Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang
lebih besar dan permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil sepeti elektrolit, asam
amino, glukosa dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah 90 mmHg.
Kenaikan ini terjadi karena anteriole aferen yang mengarah ke glomerulus mempunyai
diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan dari kapiler yang lain. Darah
didorong ke dalam ruangan yang lebih kecil, sehingga darah mending air dan partikel yang
terlarutdalam plasma masuk ke dalam kapsula bowman. Tekanan darah terhadap dinding
pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuknya ke dalam kapsula
bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus.

Tiga faktor pada proses filtrasi dalam kapsula bowman menggambarkan integrasi
ketiga faktor tersebut yaitu:
a. Tekanan osmitik (TO). Tekanan yang dikeluarkan oleh air (sebagai pelarut) pada
membrane semipermeabel sebagai usaha untuk menembus membrane
semipermeabel ke dalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang dapat
melewati membrane semipermeabel. Pori-pori dalam kapiler glomerulus membuat
membrane semipermeabel memungkinkan untuk melewati yang lebih kecil dari air
tetapi mencegah molekul yang lebih besar misalnya protein dan plasma.
b. Tekanan hidroststik (TH). Sekitar 15 mmHg dihasilkan oleh adanya filtrasi dalam
kapsula dan berlawanan dengan tekanan hidrostatik darah. Filtrasi juga
mengeluarkan tekanan osmitik 1-3 mmHg yang berlawanan dengan osmitik darah.
c. Perbedaan tekanan osmitik plasma dengan cairan dalam kapsula bowman
mencerminkan perbedaan kosentrasi protein, perbedaan ini menimbulkan pori-pori
kapiler mencegah protein plasma untuk difiltrasi.
Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmitik filtrat kapsula bowman bekerja sama
untuk meningkatkan gerakan air dan molekul permeabel, molekul permeabel kecil dari
plasma masuk ke dalam kapsula bowman.
1.4 Keseimbangan Asam Basa
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan
tubuh lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH:
1. pH 7,0 adalah netral
2. pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)
3. pH dibawah 7,0 adalah asam.
Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa
kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki ph antara 7,35-7,45.
Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang
sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa
darah:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang
dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu
larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan
karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke
dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih
sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah,
maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari
metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah
membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut
dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah
karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah
menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar
karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur
kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru
mampu mengatur pH darah menit demi menit.
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bisa
menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis
atau alkalosis.
1. Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam
(atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH
darah.
2. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa
(atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya
pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu
akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting
dari adanya masalah metabolisme yang serius. Asidosis dan alkalosis dikelompokkan
menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab utamanya. Asidosis
metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan
dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik
terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
1. Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru
yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan
mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika
terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Penyebab: Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat
mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-
penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
a. Emfisema
b. Bronkitis kronis
c. Pneumonia berat
d. Edema pulmoner
e. Asma.
Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf
atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu,
seseorang daplat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur
yang kuat, yang menekan pernafasan.

2. Asidosis Metabolik
a. Defenisi :
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan
keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi
lasam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam
ldan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam
darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal
juga beruslaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan
lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa
terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam,
sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.

b. Penyebab :
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu
asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar
bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayul) dan zat anti beku (etilen
glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis
metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan
sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu di antaranya
adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan
baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok
stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah
asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak
lberfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA),
yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan
yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.

Penyebab utama dari asidois metabolik:


a. Gagal ginjal
b. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
c. Ketoasidosis diabetikum
d. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
e. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
f. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.

3. Alkalosis Respiratorik
a. Defenisi :
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa
karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar
karbondioksida dalam darah menjadi rendah.

b. Penyebab :
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari
aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah
kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
1. Rasa nyeri
2. Sirosis hati
3. Kadar oksigen darah yang rendah
4. Demam
5. Overdosis aspirin.
c. Pengobatan :
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat
pernafasan.

Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan


penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu
meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali
karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita
untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan
menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu
rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala
hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan
menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

4. Alkalosis Metabolik
a. Defenisi :
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.

b. Penyebab :
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode
muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang
lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama
setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik
terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-
bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila
kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
c. Penyebab utama akalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).

1.5 Anatomi Dan Fisiologi Ureter


Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari :
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan
peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan
dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter
berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai
saraf sensorik.

1.6 Anatomi Dan Fisiologi Vesika Urinaria


Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang
dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat
duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam). Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan
merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250
cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek
kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus,
diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara
volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan
otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial
dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan
kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan
ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior
berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung
kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

1.7 Anatomi Dan Fisiologi Uretra


Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis).
Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini
hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria.
Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar
urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.

Urin (Air Kemih)


Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)
cairan dan faktor lainnya.
2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis 1,015-1,020.
6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:


1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
1.8 Proses Berkemih (Mikturisi)
Mikturisi atau biasa disebut kencing. Dalam mekanisme mikturisi sistem yang
dilibatkan adalah organ ginjal dan saluran kemih, yang terdiri dari ginjal, ureter, vesica
urinaria (kandung kemih) dan uretra. Masing-masing dari organ ini memiliki peran yang akan
dibahas satu per satu.
1. Peran Vesica Uriniaria
Vesica urinaria atau kandung kemih dapat mengakomodir fluktuasi sejumlah
besar dari volume urin. Dindingnya tersusun atas otot polos visera. Otot polosnya
bersifat plastis, artinya meskipun teregang tidak akan terjadi peningkatan tekanan
(berbeda dengan elastic). Permukaan epitelnya dapat meningkat dan berkurang
dengan proses recycling dari penuh-kosongnya kandung kemih. Otot polos kandung
kemih dipersarafi oleh serat parasimpatis, di mana rangsangnya akan menyebabkan
kontraksi kandung kemih. Jika jalan dari uretra menuju keluar terbuka, kontraksi
kandung kemih akan menyebabkan pengosongan kandung kemih. Keluarnya kandung
kemih, sayangnya, dijaga oleh dua sfingter. Sfingter uretral internal dan external.

2. Peran Sfingter Uretra


Sfingter merupakan cincin otot yang ketika berkontraksi, menutup
pembukaan. Sfinter uretra internal merupakan otot polos, berada di bawah Kontrol
involunter. Ketika kandung kemih berelaksasi, susunan anatomi dari sfingter ini
menutup kandung kemih. Di bawahnya lagi, uretra dikelilingi oleh otot rangka,
sfingter ureter eksternal. Diperkuat oleh diafragma pelvis, suatu otot polos yang
membentuk lantai pelvis. Neuron motor yang mempersarafi sfingter ini dan diafragma
pelvis secara terus menerus memberikan rangsangan kecuali mereka dihambat,
sehingga urin dapat keluar melewati uretra.

3. Refleks Mikturisi
Mikturisi, atau kencing (urinasi), adalah proses pengosongan kandung kemih.
Dikontrol oleh dua mekanisme, reflex mikturisi dan kontrol volunteer. Refleks
mikturisi dimulai ketika reseptor regang dari dinding kandung kemih terangsang.
Kandung kemih pada orang dewasa dapat mengakomodir 250 sampai 400 ml urin
sebelum tegangan (tension) dari dindingnya mulai naik untuk mengaktifkan reseptor
regang. Semakin besar regangan di luar ini, semakin besar pula teraktifnya reseptor
regang. Serat afferent dari reseptor regang membawa impuls ke medulla spinalis dan
lewat interneuron menstimulasi saraf parasimpatis dan menghambat neuron yang
mempersarafi sfingter enernal. Karena neuron motornya terhambat, sfingter eksternal
akan berelaksasi, dan akhirnya urin dikeluarkan dari uretra.
Selain reflex mikturisi, terisinya kandung kemih juga menaikkan keinginan
untuk kencing. Persepsi bahwa kandung kemih terisi muncul sebelum sfingter
eksternal berelaksasi, memperingatkan bahwa mikturisi akan terjadi. Terjadilah
control volunteer dari mikturisi, yang didapat saat toilet training semasa kecil, hingga
mengalahkan refleks mikturisi sehingga pengeluaran urin terjadi karena keinginan
orang yang bersangkutan. Jadi, jika orang tersebut menilai belum pantas untuk
kencing, bisa ditahan dengan menekan sfingter eksternal dan diafragma pelvis.
Sayangnya, tidak selamanya urin bisa ditahan. Suatu saat, akan terjadi input reflex
yang sangat besar dari reseptor regang sehingga akhirnya sangat kuat inhibisi sfingter
eskternalnya sampai akhirnya tidak bisa ditahan lagi. Mikturisi juga bisa ditimbulkan
meski kandung kemih tidak menggembung, dengan relaksasi secara sadar dari sfingter
eksternal dan diafragma pelvis. Mengebawahkan lantai pelvis menyebabkan kandung
kemih untuk turun ke bawah, yang menyebabkan terbukanya sfingter uretra internal
dan meregangkan dinding kandung kemih. Akhirnya menyebabkan reseptor regang
aktif, dan keluarlah urin. Tekanan dinding abdomen dan diafragma nafas juga bisa
meremas kandung kemih untuk mengeluarkan urin.

Anda mungkin juga menyukai