Anda di halaman 1dari 8

A.

KONSEP DASAR TEORI

1. PENGERTIAN
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko
untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari 370C
(peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-
faktor eksternal (Linda Juall Corpenito)
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (NANDA
International 2009-2011).
Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu . zat yang dapat menyebabkan efek
perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut
pirogen . zat pirogen ini dapat berupa protein , pecahan protein , dan zat lain .
terutama toksin polisakarida , yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang
dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan
sakit

Mekanise kehilangan panas:

1. Radiasi

a) Mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gel. Panas inframerah


(panjang gelombang 5 – 20 mm), tanpa adanya kontak langsung
b) Mekanisme kehilangan panas paling besar pada kulit (60% )
c) Sebagian besar energi pada gerakan ini dapat dipindahkan ke udara bila suhu
udara lebih dingin dari kulit

2. Konduksi

a) Perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda – benda yg


ada disekitar tubuh
b) Proses kehilangan panas dengan mekanisme konduksi sangat kecil à sifat
isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat terjadi
secara efektif terus menerus
c) Perpindahan langsung dari badan ke obyek tanpa gerakan : kompres
3. Evaporasi

a) Perpindahan panas dengan penguapan (cairan à gas)


b) Selama suhu kulit >> tinggi suhu lingkungan à panas hilang melalui radiasi &
konduksi, tetapi ketika suhu lingkungan >> tinggi suhu kulit , tubuh
melepaskan panas dengan evaporasi
c) @ 1 gram air yg mengalami evaporasi à kehilangan panas tubuh sebesar 0,58
kilo kalori
d) Kondisi tidak berkeringat, evaporasi berlangsung 450 – 600 ml/hari à
kehilangan panas terus menerus dgn kec. 12 – 16 kalori/jam
e) Evaporasi tidak dapat dikendalikan o/k terjadi akibat difusi molekul air secara
terus menerus melalui kulit & sistem pernafasan (IWL)

4. Konveksi

a) Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan.


b) Kehilangan panas melalui konveksi sekitar 15%
c) Melalui sirkulasi : kipas angin

2. ETIOLOGI

1) Dehidrasi
2) Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan
trauma lahir dan obat-obatan
3) Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa.
4) Peradangan
5) Ketidak efektifan suhu sekunder pada usia lanjut
6) Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat
peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu febris.

3. MANIFESTASI KLINIS

a) Suhu tinggi 37.80C (1000F) peroral atau 38.80C (1010F)


b) Taki kardia
c) Kulit kemerahan
d) Hangat pada sentuhan
e) Menggigil
f) Dehidrasi
g) Kehilangan nafsu makan

Proses Terjadi :

Fase I: awal (awitan dingin atau menggigil)

1. Peningkatan denyut jantung


2. Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan
3. Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot
4. Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi
5. Merasakan sensasi dingin
6. Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
7. Rambut kulit berdiri
8. Pengeluaran keringat berlebihan
9. Peningkatan suhu tubuh

Fase II: proses demam

1. Proses menggigil lenyap


2. Kulit terasa hangat / panas
3. Merasa tidak panas atau dingin
4. Peningkatan nadi dan laju pernafasan
5. Peningkatan rasa haus
6. Dehidrasi ringan hingga berat
7. Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf
8. Lesi mulut herpetik
9. Kehilangan nafsu makan ( jika demam memanjang )
10. Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein

Fase III: pemulihan

1. Kulit tampak merah dan hangat


2. Berkeringat
3. Menggigil ringanKemungkinan mengalami dehidrasi
Pada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri manusia
bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan interleukin-1 yang
akan mengaktifkan sel T. suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan
(kerja) sel T dan B terhadap organisme pathogen. Namun konsekuensi demam secara
umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan
anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan
keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa
metabolisme. Selain itu, pada keadaan tertentu demam dapat mengaktifkan kejang.

4. KOMPLIKASI
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah meningkatkan
permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit
dalam terjadinya edema serebral (Ginsberg, et al, 1998). Selain itu hipertermia
meningkatkan metabolisme sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat
kematian neuron (neuronal injury) dan menambah adanya edema serebral (Reith, et
al, 1996). Edema serebral (ADO Regional kurang dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini
mempengaruhi tekanan perfusi otak dan menghambat reperfusi adekuat dari otak,
dimana kita ketahui edema serebral memperbesar volume otak dan meningkatkan
resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran darah otak akan
menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila edema serebral dapat diberantas
dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah
otak dapat bertambah (Hucke, et al, 1991).
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat sirkulasi
kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan mengalir secara pasif ke tempat
iskemik oleh karena terdapatnya pembuluh darah yang berada dalam keadaan
vasoparalisis. Melalui mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin
nekrotik (daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga lesi vaskuler dapat
diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja yang tidak dapat diselamatkan
lagi/nekrotik (Hucke, et al, 1991).
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong daerah
perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas,
sehingga lesi irreversible mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja
yang tentunya berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, sehingga dengan
mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut stroke berarti kita dapat
mengurangi ukuran infark dan edema serebral yang berarti kita dapat memperbaiki
kesembuhan fungsional (Hucke, et al, 1991).

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan Laboratorium

6. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu:

1) Beri obat penurun panas seperti paracetamol, asetaminofen.

b. Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu:

1) Beri pasien banyak minum. pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada
waktu menderita panas. Minum air membuat mereka merasa lebih baik
dan mencegah dehidrasi.
2) Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang diproduksi tubuh
seminimal mungkin.
3) Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan
paha, leher belakang.

7. KONSEP DASAR ASKEP HIPERTERMI


a. Pengkajian
1. Data Subyektif

Pasien mengatakan badannya panas

b. Data Obyektif

 Suhu tubuh pasien meningkat


 Pasien terlihat lemas
 Mukosa tampak kering
c. Diagnosa Keperawatan

Hipertermi berhubunga dengan proses penyakit

d. Perencanaan / Intervensi

Rencana Tujuan

Setelah diberikan ASKEP selama 3×24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi
dengan kriteria hasil:

– Suhu tubuh pasien turun

– Suhu 36-37,5℃

– Mukosa bibir pasien tidak kering lagi

– Kulit pasien tidak hangat bila disentuh

– Pasien tidak lemas

Rencana Tindakan

1) Observasi TTV pasien


2) Observasi KU pasien
3) Berikan kompres hangat
4) Berikan minum air putih yang banyak
5) Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis dan menyerap keringat
6) Kolaborasi pemberian obat antipiretikUntuk mengetahui perkembangan pasien
7) Untuk mengetahui perkembangan pasien
8) Kompres hangat mampu menurunkan suhu tubuh pasien agar kembali normal
9) Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang
akibat hipertermi
10) Untuk mempercepat proses penguapan panas
11) Dengan pemberian obat tersebut dapat menetralkan panas tubuh dan membantu
antibody melawan infeksi
e. Evaluasi
1) Suhu tubuh pasien turun
2) Suhu 36-37,5℃
3) Mukosa bibir pasien tidak kering lagi
4) Kulit pasien tidak hangat pada sentuhan
5) Pasien tidak lemas
DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall Corpenito.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek


Klinis.Jakarta.EGC

Doenges M.E.1999.Rencana Keperawatan Edisi 3. Jakarta.EGC

Nanda International.2009-2011.Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai