Nama NPM
Mila Tri Cahyani 260110140088
Siti Rositah 260110140089
Adam Renaldi 260110140090
Hotma Gurning W 260110140091
Bela Anisa F 260110140092
Arsyi Nurrahmah 260110140093
Syifa Khairunnisa 260110140094
Fami Fatwa 260110140095
Nadia Wirvani 260110140096
Destiana Purnama 260110140097
LABORATORIUM BIOFARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
PREPARASI MEMBRAN USUS DAN KULIT TIKUS UNTUK STUDI
ABSORPSI OBAT SECARA IN VITRO
I. Tujuan Percobaan
Mempersiapkan sampel usus dan kulit untuk uji absorpsi in vitro dan
absorpsi perkutan
II. Prinsip Percobaan
2.1. Uji Absorbsi In Vitro
Percobaan absorpsi obat secara in vitro melalui usus halus didasarkan atas
penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus setelah larutan obat
dengan kadar tertentu dilewatkan melalui lumen usus halus secara perfusi dengan
kecepatan tertentu (Nurahmanto, 2014).
2.3. Kulit
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar,
baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia (Aiache, 1993).
2.4. Usus
Salah satu bagian penyusun saluran pencernaan adalah usus yang terdiri dari usus
halus dan usus besar. Pada lapisan terluar usus terdapat epitelium yang berperan
dalam mengendalikan keluar dan masuknya bahan nutrisi dan obat-obatan (Eric
Le Ferrec, 1999).
V. Prosedur Percobaan
5.1 Pembuatan kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat larutan stok sebanyak 100 ppm.
Larutan stok yang dibuat kemudian diencerkan menjadi beberapa varian
konsentrasi yakni 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Kemudian, varian konsentrasi
tersebut diukur secara spektrofotometri untuk mengetahui kadarnya. Setelah
didapat data, kemudian kurva kalibrasi dibuat dengan membandingkan data yang
ada.
5.2 Persiapan organ sampel
Hewan percobaan dipuasakan selama 20-24 jam, tetapi tetap diberi minum.
Lalu tikus dibunuh dengan eter dan perutnya dibuka. Usus tikus lalu diambil dan
bagian usus sepanjang 15 cm dibawah pylorus dibuang dan 20 cm dibawahnya
dipotong untuk percobaan. Usus dibagi dua bagian sama panjang, kemudian
dibersihkan. Salah satu bagian ujung usus diikat dengan benang, kemudian
dengan menggunakan batang gelas yang berdiameter 2 mm usus tersebut dibalik,
sehingga bagian mukosa terletak di luar. Lalu usus tikus dimasukan ke dalam
cairan NaCl fisiologis lalu disimpan di lemari pendingin.
Kulit tikus lalu dipisahkan dari badannya. Lalu rambut-rambut pada tikus
dipotong dan kulit bagian dorsal dari tubuh tikus dipisahkan dengan menggunakan
scalpel. Kulit tikus yang sudah bersih lalu dimasukkan ke dalam cairan NaCl
fisiologis lalu disimpan pada lemari pendingin.
No Perlakuan Hasil
8 Usus ditandai bagian anus dan bagian atasnya Diperoleh usus yang sudah
ditandai
11 Kulit mencit yang didapat kemudian dicukur Diperoleh kulit mencit yang
bulunya bersih dari bulu
12 Kulit mencit yang telah bersih disimpan Kulit siap digunakan untuk
didalam larutan NaCl fisiologis dan pengujian
diletakkan didalam freezer
N1 . V1 = N2 . V2
100 ppm . x = 5 ppm . 10 ml
x = 0,5 ml larutan stok yang dibutuhkan
N1 . V1 = N2 . V2
100 ppm . x = 10 ppm . 10 ml
x = 1 ml larutan stok yang dibutuhkan
N1 . V1 = N2 . V2
100 ppm . x = 15 ppm . 10 ml
x = 1,5 ml larutan stok yang dibutuhkan
N1 . V1 = N2 . V2
100 ppm . x = 20 ppm . 10 ml
x = 2 ml larutan stok yang dibutuhkan
N1 . V1 = N2 . V2
100 ppm . x = 25 ppm . 10 ml
x = 2,5 ml larutan stok yang dibutuhkan
Absorbansi
Konsentrasi Rata-rata
1 2 3
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi
a. Pembuatan Larutan Stok Asam Salisilat 100 ppm dalam 100 ml HCl 0,1 N
10 mg
100 ppm =
100 ml
10 mg x
=
100 ml 100 ml
x = 10 mg
Kurva Baku 2
Suasana Asam
0.8
0.7 y = 0.1027x + 0.1509
0.6 R² = 0.913
Absoorbansi
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi
VII. Pembahasan
Dalam pembuatan kurva kalibrasi, media yang dibuat terdiri dari dua
kondisi yaitu kondisi asam dan kondisi basa. Hal ini dilakukan karena menyesuaikan
dengan kondisi dimana obat asam salisilat akan diabsorbsi yaituu di dalam lambung
(keadaan asam) dan dalam usus (keadaan basa). Asam salisilat merupakan obat yang
bersifat asam lemah sehingga absorbsinya akan lebih banyak di lambung yaitu di pH
asam dibandingkan dengan pH basa. Oleh karena untuk mengetahui absorbsinya di
usus (pH basa) maka dibuat kondisi pH 7,4 dengan mencampurkan larutan NaH2PO4
dan Na2HPO4.
Panjang gelombang yang digunakan saat melihat absorbansi pada
spektrofotometer adalah 303 nm (keadaan asam) dan 294 nm (keadaan basa). Hal ini
dikarenakan pada panjang gelombang 303 nm dan 294 nm, absorbansi yang
dihasilkan adalah maksimum. Artinya ketika ditembakkan suatu energy dengan
panjang gelombang 303 nm dan 294 nm, molekul-molekul asam salisilat bisa
menyerap energy tersebut hamper semuanya diserap sehingga dihasilkan absorbansi
yang maksimum.
VIII. Simpulan
Preparasi sampel untuk pengujian studi absorpsi obat secara in vitro dan
perkutan dilakukan dengan melakukan pembedahan pada tikus uji dan penyiapan
kurva baku dari asam salisilat sebagai larutan uji dengan suasan asam dan dapar
fosfat pH 7,4 sebagai larutan uji dengan suasana basa.
Daftar Pustaka
Abrams, A. C. 2005. Clinical Drug Therapy. US: Wolters Kluwer Health, Lippincott
Williams Wilkins.
Aiache. 1993. Farmasetika 2: Biofarmasetika terjemahan Widji Soeratri. Surabaya:
Airlangga University Press.
Banker, G.S. dan Rhodes, C.T. 2002. Modern Pharmaceutics 4th Edition. New York:
Marcel Dekker Inc.
Chien, Y.W., 1987. Novel Drug Delivery. New York: Marcel Dekker Inc.
Erric Le Ferrec. 1999. In Vitro Models of Intestinal Barrier. The Report and
Recommendations of EVCAM Workshop 461, 21ECVAM-The European Centre
for Validation of Alternative Methode.
Leeson, C.R., T.S. Lesson, dan A.A. Paparo. 1990. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Nurahmanto, D., Irawan, E.D., Oktora, L., dan Winarti, L. 2014. Biofarmasetika.
Tersedia online di http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23281 [Diakses
pada 19 Maret 2017]