ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK (RHD)
Dosen Pembimbing :
Aida Novitasari S,Kep., Ns., M.Kep
Disusun oleh :
Firli Ramadhana P27820116048
Firdaus Ali Syahbana P27820116057
Elina Indriyani P27820116075
A. Defenisi
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik
(DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat
menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus
grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab
penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis,
Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney,
2002).
Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung
dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A
(Sunoto Pratanu, 2000).
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi
kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
dari Demam Rematik (DR).
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung
rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang
menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan
dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman
ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup
jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga
3
d. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demamreumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini
paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan padaanak antara umur 3-5
tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atausetelah 20
tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens
infeksistreptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwapenderita infeksi streptococcus adalah mereka yang
berumur 2-6 tahun.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakahmerupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam reumatik.
f. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding selstreptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein
dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan
valvulitis pada reumatik fever.
2. Faktor-faktor lingkungan :
a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisiuntuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam
reumatik di negara-negara yangsudah maju, jelas menurun sebelum era
antibiotik termasuk dalam keadaan sosialekonomi yang buruk, sanitasi
lingkungan yang buruk, rumah-rumah denganpenghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera
mengobatianak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang
rendah sehingga biayauntuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya
demam reumatik.
5
C. Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena
terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh
manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh
Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera
terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama
maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam
hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap
jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak.
Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah
stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus
grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard. Beberapa di
antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat
dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin
akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal
terutama Ig G dan A.
D. Klasifikasi
6
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala
sisa katup dan tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita
penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase
ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
E. Manifestasi Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan
atas manifestasi mayor dan minor.
1. Manifestasi Mayor
1) Karditis.
Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai
endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa
lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi,
disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang
makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda
perikarditis.
2) Artritis.
Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik,
berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi
muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
3) Eritema marginatum.
Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak
gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit
yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai
proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
4) Nodulus subkutan.
8
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi
penurunan hemoglobin.
2. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada
jantung.
3. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi .
4. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
5. Hapusan tenggorokan
Ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
9
G. Diagnosis
Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang
telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada
diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik
dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua
kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika
didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
H. Komplikasi
1. Dekompensasi
CordisPeristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan
terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi
keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena
kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak
diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan
pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling
penting mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari
reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum
pericard.
I. Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-
hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada
radang tersebut. Ini dapat berupa :
1. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
10
A. Anamnesa
1. Informasi umum pasien
a. Identitas Pasien
Di Amerika Serikat penyakit ini lebih sering terjadi pada anak
usia sekolah antara 5 dan 15 tahun di area yang menjadi tempat
prevalensi faringitis streptokokus, terutama selama bulan-bulan di
musim dingin.
Pada tahap identitas pasien, perlu diketahui nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama, suku/bangsa, status perkawinan,
pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan, dan penanggung
jawab.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling banyak dirasakan penderita PJR pada waktu
datang kerumah sakit dan pada saat pengkajian
1) Sesak napas
2) Nyeti dada
3) Cyanosis
4) Gagal jantung
c. Keluhan tambahan
Keluhan lainnya yang dirasakan pasien. Biasanya keluhan tambahan
pada pasien demam rematik yaitu sakit waktu menelan, demam,
lemas, lesu, tidak nafsu makan, batuk, muntah, diare, sendi terasa
sakit, nyeri pada bagian dada.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan perubahan EKG.
e. Riwayat Kesehatan Lalu
Riwayat kesehatan pasien dahulu yang berhubungan dengan penyakit
pasien saat ini. Fonsilitis, faringitis, autitis media.
12
3) Pola eleminasi
Tanyakan apakah pasien pernah mengalami gangguan berkemih dan
BAB saat ini atau sebelum MRS, BAK lebih dari 3x dalam sehari,
BAB lebih dari 3x sehari atau tidak mengalami keinginan untuk BAB
atau BAK selama beberapa waktu. Kaji karakteristik urine dan feses,
warna dan jumlah, kaji adanya gangguan eleminasi, nyeri panggul, rasa
terbakar saat miksi, feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau
darah, nyeri tekan abdominal, lesi/abses rektal, perianal.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemah
Suhu : 38 – 390
Nadi : cepat dan lemah
BB : turun
TD : sistol, diastole
2. Pengkajian Fisik (Head to toe)
a. Pemeriksaan Kepala
1) Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
2) Wajah
nspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
3) Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva,
warna mukosa sclera
4) Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
Dipalpasi : nyeri tekan pada hidung
5) Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
6) Leher :
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
17
7) Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal
fremitus, nyeri tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas.
8) Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya
pnimbunan cairan diperut
10) Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna
rambut kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
11) Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
12) Ekstremitas
- Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
- Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
C. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat
terjadi penurunan hemoglobin.
2. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada
jantung.
3. Pemeriksaan Echokardiogram
19
D. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan
oksigen menuju paru-paru ditandai dengan perubahan kedalaman
pernafasan, bradipnea, dispnea, ortopnea, takipnea, peningkatan diameter
anterior posterior, pernafasan cuping hidung, fase ekspirasi memanjang,
pernafasan bibir mencucu, dan penggunaan otot aksesorius untuk
bernafas.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat inflamasi ditandai dengan
perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, kelembapan, kuku,
sensasi suhu), perubahan tekanan darah di ekstremitas, penurnan nadi,
edema, warna tidak kembali ke tungkai saat tungka diturunkan, warna
kulit pucat saat elevasi, parestesia, dan penurunan nadi.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium
atau perubahan kontraktilitas jantung ditandai dengan aritmia, bradikardi,
palpitasi, takikardia, edema, keletihan, murmur, distensi vena jugularis,
dispnea, penurunan nadi perifer, oliguria, pengisian ulang kapiler
memanjang, perubahan warna kulit, ortopnea, ansietas, dan gelisah.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan pasien menyatakan merasa
letih, lemah, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah
beraktivitas, respom tekanan darah dan frekuensi jantung abnormal
terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia atau
iskemia.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penimbunan asam
laktat pada sendi, pergesekan daerah sekitar sendi dan peradangan pada
daerah sendi) ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal,
20
Kolaborasi Kolaborasi
- Bantu dalam - Reekspansi paru
22
(100-140)mmHg dipertimbangkan
menggunakan obat
dalam jumlah paling
sedikit dan dosis paling
rendah
Kolaborasi Kolaborasi
- Berikan pembatasan - Pembatasan ini dapat
cairan dan diet menangani retensi
natrium sesuai cairan dengan respon
indikasi hipertensif, dengan
demikian menurunkan
beban gagal jantung.
3. - Gangguan perfusi Setelah Mandiri Mandiri
jaringan diberikan askep - Selidiki perubahan - Perfusi serebral secara
berhubungan dengan selama tiba-tiba atau langsung sehubungan
gangguan aliran 3x24 jam gangguan mental dengan curah jantung
darah sekunder diharapkan kontinyu, contoh: dan juga dipengaruhi
akibat inflamasi tidak ada cemas, bingung, oleh elektrolit atau
gangguan letargi, pingsan. variasi asam basa,
perfusi jaringan hipoksia, atau emboli
dengan kriteria sistemik.
hasil :
Pasien tidak - Lihat pucat, - Vasokontriksi sistemik
merasa nyeri sianosis, belang, diakibatkan oleh
Tidak ada kulit dingin atau penurunan curah
sianosis lembab. Catat jantung mungkin
edema
- Kaji tanda edema. - Indikator trombosis vena
dalam.
Kolaborasi Kolaborasi
- Pantau data - Indikator perfusi atau
laboratorium, contoh: fungsi organ.
GDA, BUN,
creatinin, dan
elektrolit.
4. - Hypertermi Setelah Mandiri Mandiri
berhubungan dengan diberikan askep - Pantau suhu pasien - Suhu 38,9o – 41,1oC
kerusakan kontrol selama 1x24 (derajat dan pola) menunjukan proses
suhu sekunder akibat jam diharapkan perhatikan menggigil penyakit infeksius akut.
infeksi penyakit suhu tubuh atau diaforesis. Pola demam dapat
kembali normal membantu dalam
dengan out diagnosis ; misal kurva
come : demam lanjut berakhir
Suhu tubuh lebih dari 24 jam
pasien normal menunjukkan
(36,8 -37,2 ) °C pneumonia
Pasien tidak pnuemokokal, demam
menggigil scarlet atau tifoit ;
demam remiten
(bervariasi hanya
beberapa derajat pada
arah tertentu)
menunjukan infeksi paru
; kurva intermiten atau
demam yang kembali
normal sekali dalam
periode 24 jam
menunjukan episode
26
septic, endokarditis
septic, atau TB.
Menggigil sering
mendahului puncak
suhu. Catatan :
penggunaan antipirektik
mengubah pola demam
dan dapat dibatasi
sampai diagnosis dibuat
atau bila demam tetap
lebih besar dari 38,9o C.
Kolaborasi Kolaborasi
- Berikan antipiretik, - Digunakan untuk
misalnya : ASA mengurangi demam
(aspirin), dengan aksi sentralnya
asetaminofen pada hipotalamus,
(Tylenol). meskipun demam
mungkin dapat berguna
dalam membatasi
pertumbuhan organisme,
dan meningkatkan
outodestruksi dari sel-sel
yang terinfeksi.
5. - Gangguan rasa Setelah Mandiri Mandiri
nyaman (nyeri) diberikan askep - Ketahui adanya - Dengan mengetahui
27
- Ajarkan strategi
relaksasi khusus
- Strategi relaksasi dapat
(missal: bernafas
perlahan, teratur meningkatkan rasa
atau nafas dalam – nyaman
kepalkan tinju –
menguap).
Kolaborasi Kolaborasi
- Implementasikan - Peningkatan bertahap
program rehabilitasi pada aktivitas
jantung/aktifitas. menghindari kerja
jantung/konsumsi
oksigen berlebihan.
Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung
dibawah stres, bila
disfungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.
F. EVALUASI
No. Hari/Tanggal
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx Jam
1. Pola nafas tidak efektif - S : Pasien mengatakan
berhubungan dengan tidak sesak nafas lagi
ketidakadekuatan oksigen
- O : Frekuensi pernapasan
menuju paru-paru.
normal ( 16-20 kali
permenit)
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi
pasien.
2. Penurunan curah jantung -S :Pasien mengatakan
berhubungan dengan sudah tidak mudah lelah dan
disfungsi miokardium. tidak sesak napas
-O :
Tekanan darah normal yaitu
110/60-140/90mmHg
Nadi normal (60-100 kali
permenit)
Tidak ada sianosis
Tidak ada edema
- A : Tujuan tercapai.
30
- P : Pertahankan kondisi
pasien.
3. Gangguan perfusi jaringan - S :Pasien mengatakan
berhubungan dengan sudah tidak merasa nyeri
gangguan aliran darah -O :
sekunder akibat inflamasi. Tidak ada sianosis
Pasien tidak pucat
Tidak ada edema
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi
pasien.
4. Hypertermi berhubungan - S : pasien mengatakan panas
dengan kerusakan kontrol badan pasien sudah menurun
suhu sekunder akibat infeksi
dan tidak merasa gelisah lagi
penyakit.
- O:
Suhu tubuh pasien normal
(36,8-37,2°C)
Pasien tidak menggigil
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi
pasien.
5. Gangguan rasa nyaman - S :Pasien sudah merasa
(nyeri) berhubungan dengan tidak ada nyeri
penimbunan asam laktat - O :Pasien tidak meringis
pada sendi. kesakitan
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi
pasien.
6. Intoleransi aktivitas -S:
berhubungan dengan Pasien mengatakan sudah
metabolisme basal tidak mudah lelah
terganggu. Pasien mengatakan tidak
merasa nyeri
-O:
31
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
A. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama : An. K
No. Registrasi : 12.22.33.XX
Umur : 10 tahun 11 bulan 3 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Karang Menjangan Surabaya
Tanggal MRS : 10 April 2018
Diagnosa Medis : RHD
C. Pola Gordon
1. Pola persepsi –managemen kesehatan
35
C. Pemeriksaan Fisik
1. TTV:
Keadaan umum : sakit ringan-sedang
Kesadaran : composmentis
TD : 130/60mmHg
N : 143x/menit
RR : 43x/menit
S : 36,90C
Pengukuran skala nyeri wong baker :
- Ekspresi wajah 6 : sangat nyeri luar biasa sehingga penderita
menangis
- Skala angka nyeri 0-10 : didapatkan skala 7
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Kepala
37
2) 27 April 2018
Kesimpulan: MR, AR, TR, ec PJR
7. Diagnosa
A. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan
oksigen menuju paru-paru ditandai dengan perubahan kedalaman
pernafasan, takipnea.
Hari
Diagnosa Tujuan / kriteria
No Tgl/ Intervensi Rasional
keperawatan hasil
Waktu
1. - Ketidakefektifan pola Setelah Mandiri Mandiri
nafas tidak diberikan askep - Evaluasi frekuensi - Respon pasien
berhubungan dengan selama pernapasan dan bervariasi. Kecepatan
ketidakadekuatan 2x24 jam kedalaman. Catat dan upaya mungkin
oksigen menuju paru- diharapkan pola upaya pernapasan, meningkat karena nyeri,
paru nafas efektif contoh adanya takut, demam,
dengan kriteria dispnea, penurunan volume
hasil : penggunaan otot sirkulasi (kehilangan
Pasien tidak bantu pernapasan, darah atau cairan),
sesak nafas pelebaran nasal. akumulasi secret,
Frekuensi hipoksia atau distensi
pernapasan gaster. Penekanan
normal (16-24 pernapasan (penurunan
kali permenit) kecepatan) dapat terjadi
dari penggunaan
analgesic berlebihan.
Pengenalan dini dan
pengobatan ventilasi
abnormal dapat
mencegah komplikasi.
tambahan, contoh
krekels atau ronki
Kolaborasi Kolaborasi
- Bantu dalam - Reekspansi paru
pemasangan dengan pelepasan
kembali selang dada akumulasi darah atau
atau torakosentesis udara dari tekanan
bila diindikasikan negative pleural.
C. Nyeri akut b.d nyeri tekan sendi, inflamasi, nyeri dada, dispnea.
Batasan - DS :
Karakteristik pasien mengeluh pada sendi dan berpindah-pindah
(DS&DO) - DO:
43
8. Implementasi
A. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan
oksigen menuju paru-paru ditandai dengan perubahan kedalaman
pernafasan, takipnea.
45
Hari Tgl/
No Implementasi
Waktu
1. 10 April 2018, 1. Memberikan O2 8lpm
08.00WIB
9. Evaluasi
A. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan
oksigen menuju paru-paru ditandai dengan perubahan kedalaman
pernafasan, takipnea.
Evaluasi
- S : Pasien mengatakan tidak
sesak nafas lagi
- O : Frekuensi pernapasan normal
( 16-20 kali permenit)
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
47
DAFTAR PUSTAKA