Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang
Otonomi daerah menjadikan adanya pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan
daerah namun pemerintah daerah tetap harus menyinkronkan kebijakan yang diambil dengan
kebijakan yang pemerintah pusat ambil. Sinkronisasi kebijakan ini menjadikan adanya keselarasan
program-program prioritas yang dialokasikan dalam anggaran pemerintah pusat dan daerah. Saat
ini, pemerintah pusat memprioritaskan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastuktur. Prioritas
pembangunan infrastruktur ini dapat dilihat dari besarnya dan kenaikan belanja modal pemerintah
daerah mengalokasikan dana yang besar untuk belanja modal.
Bank dunia pada akhir tahun 2011 mengingatkan kepada pemerintah indonesia bahwa
belanja modal dapat berpengaruh terhadap kinerja berbagai badan pemerintah karena apabila
pemerintah indonesia mampu untuk melakukan belanja modal secara bijaksana, maka diharapkan
akan mampu memberikan multiplier effect dalam perekonomian nasional. Berdasarkan laporan
terbaru bank dunia, tahun 2015 pemerintah indonesia meningkatkan belanja modal dalam jumlah
yang signifikan sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan dapat
mempercepat pertumbuhan pada tahun 2016 apabila realisasi belanja modal terus diperbaiki karena
pada saat ini penyerapan belanja modal oleh pemerintah masih rendah. Berikut ini data belanja
pemerintah daerah menurut jenisnya yang menunjukkan alokasi belanja modal dibandingkan
belanja lainnya.
Tabel 18.1 belanja provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia tahun 2011-2015 menurut
jenisnya

Jenis belanja 2011 2012 2013 2014 2015


Belanja pegawai 203.385.614 232.053.775 261.370.372 290.684.918 317.084.580
(tidak langsung)
Belanja pegawai 25.691.748 29.303.767 35.447.541 36.185.725 34.963.833
(langsung)
Belanja bunga 188.988 213.593 360.898 264.045 289.682
Belanja subsidi 707.420 492.364 656.026 603.021 679.338
Belanja hibah 16.086.968 37.921.238 49.058.976 47.014.834 49.803.640
Belanja bantuan 12.027.604 6.501.328 7.916.385 7.577.227 5.706.422
social
Belanja tidak 1.660.071 2.601.944 2.822.033 2.881.655 2.174.331
terduga
Belanja barang 104.216.610 122.422.030 148.171.386 183.471.831 182.003.903
dan jasa
Belanja modal 113.622.351 137.525.403 175.807.553 214.214.498 193.773.054

Dari tabel 18.1 terlihat bahwa alokasi belanja modal mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Namun bila dibandingkan dengan belanja pegawai, jumlah belanja pegawai jauh lebih besar
dibandingkan belanja modal. Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa saat ini pemerintah tidak
lagi mementingkan pemenuhan kebutuhan publik, melainkan hanya melakukan solusi jangka
pendek atas permasalahan penyerapan tenaga kerja dengan cara menambah jumlah pegawai negeri
atau memperbaiki struktur penghasilannya.
Berdasarkan agency theory disektor publik, kinerja pemerintah dinilai melalui anggaran
yang dibuatnya, sehingga diharapkan pengeluaran pemerintah yang menyentuh pada fungsi
pelayanan pada masyarakat, yang berwujud dalam belanja modal, harus mendapatkan porsi yang
relatif besar. Namun, apabila kita lihat dari sudut pandang manajemen keuangan, seorang manajer
di sebuah pemerintah daerah, contohnya adalah seorang kepala daerah, ternyata menghadapi
kondisi yang cukup berat dalam mengelola sebuah belanja modal dari sisi pendanaannya maupun
dalam pengalokasiannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan belanja daerah ?
2. Apa permasalahan dan solusi kegiatan belanja modal ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Belanja Daerah
Apabila ingin mengetahui pengertian belanja daerah maka ada beberapa peraturan
perundang-undangan yang diacu, yaitu undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang
keuangan negara; peraturan pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan
daerah; dan peraturan Menteri dalam negeri (permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah. Permandagri Nomor 59 Tahun 2007 dan yang terbaru adalah
permendagri Nomor 21 Tahun 2011. Dari ketiga peraturan perundang-undamgan tersebut dapat
ditarik pengertian mengenai belanja daerah yaitu kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan pengertian belanja daerah menurut halim (2002)
adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran.
Dalam penggunaanya, belanja derah di prioritaskan untuk melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan
wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundangan. Apabila berbicara
mengenai klasifikasi belanja daerah menurut kelompok belanja, maka permendagri Nomor 13 tahun
2006 membaginya dalam kelompok berikut :
Belanja tidak langsung Belanja langsung
Belanja pegawai Belanja pegawai
Belanja bunga Belanja barang dan jasa
Belanja subsidi Belanja modal
Belanja hibah
Belanja bantuan social
Belanja bagi hasil
Bantuan keuangan
Belanja tak terduga

 Belanja pegawai
Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat
negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang
belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh Belanja Pegawai adalah gaji
dan tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi sosial dan lain-lain yang berhubungan
dengan pegawai.
 Belanja Bunga
Belanja Bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) yang dihitung berdasarkan
posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.
 Belanja subsidi
Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.
Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui
BUMN/BUMD dan perusahaan swasta. Jadi, Belanja Subsidi adalah pengeluaran
pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk
membantu biaya produksi agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh
masyarakat.
 Belanja hibah
Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada
pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib
dan tidak mengikat serta tidak secara terus menerus.
 Belanja bantuan social
Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna
melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung
diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk di
dalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan. Jadi
Belanja Bantuan Sosial adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa
kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang
sifatnya tidak terus-menerus dan selektif.
 Belanja bagi hasil
Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari
pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada
pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah
lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
 Bantuan keuangan
Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum
atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah
daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah
daerah lainnya dalam rangka pemerataan atau peningkatan kemampuan keuangan daerah
 Belanja tak terduga
Belanja tidak terduga merupakan tindakan belanja untuk kegiatan yang bersifat tidak biasa
atau tidak diharapkan akan terjadi seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial
yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan
daerah tahun sebelumnya, yang telah ditutup
 Belanja barang dan jasa
Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk
membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti alat
tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain
pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non-fisik dan secara langsung
menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang
nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang diatur oleh pemerintah
pusat/daerah dan pengeluaran jasa non-fisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan
penelitian.
 Belanja modal
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang menfaatnya melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan
menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan.

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh ada
tidaknya program dan kegiatan SKPD, sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang
dipengaruhi secara langsung oleh adanya program dan kegiatan SKPD yang kontribusinya terhadap
pencapaian prestasi kerja dapat diukur.
Belanja modal dibagi menjadi beberapa jenis belanja berdasarkan peraturan pemerintah No. 71
Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan antara lain:
 Belanja modal tanah : seluruh pengeluaran untuk perolehan hak atas tanah.
 Belanja modal peralatan dan mesin : seluruh pengeluaran untuk membeli alat alat dan mesin
yang nantinya digunakan untuk kegiatan.
 Belanja modal gedung dan bangunan : seluruh biaya untuk pembangunan gedung dan
bangunan
 Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan : seluruh pengeluaran untuk pembangunan sarana
dan prasarana jaringan pengairan, jaringan instalasi distribusi listrik dan jaringan pengairan,
jaringan instalasi distribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain yang
berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik distribusi instalasi.
 Belanja modal fisik lainnya : seluruh biaya dalam rangka pengadaan/pembangunan belanja
fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam belanja modal tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, dan irigasi) dan belanja modal non fisik.
Contoh belanja modal fisik lainnya antara lain kontrak sewa beli, pengadaan/pembelian
barang-barang kesenian, pembelian hewan ternak, dan pengadaan buku-buku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2015
tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah Tahun anggaran 2016,
pemerintah daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal untuk pembangunan dan
pengembangan sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan peningkatan pelayanan dasar
kepada masyarakat dalam APBD Tahun Anggaran 2016. Sedangkan alokasi anggaran untuk
barang milik daerah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keuangan daerah.
Belanja modal merupakan belanja yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara riil.
Infrastruktur yang dibiayai dengan belanja modal nantinya akan mempercepat roda
perekonomian sehingga kegiatan perekonomian dapat berjalan dengan lancar dikarenakan
distribusi barang dan jasa dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Namun pada
kenyataannya realisasi belanja modal pada akhir tahun sering kali tidak mencapai target yang
dianggarkan. Ini menunjukkan pada akhir tahun anggaran, pemerintah daerah lebih
memprioritaskan untuk memenuhi target belanja melalui peningkatan belanja pegawaidaripada
memenuhi target belanja modal
Belanja modal bersifat investasi dikarenakan manfaat yang diberikan dari belanja modal
bersifat jangka panjang sehingga pemerintah harus lebih memprioritaskan belanja modal
terutama untuk pembangunan infrastruktur ketimbang belanja yang bersifat kosumtif. Belanja
yang bersifat konsumtif memang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi namun dalam
jangka pendek sedangkan belanja untuk pembangunan infrastruktur akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

B. Permasalahan dan solusi kegiatan belanja modal


Kegiatan dalam rangka penganggaran dan realisasi belanja modal bukan suatu pekerjaan
yang mudah, segenap persoalan seringkali muncul disetiap tahap kegiatan. Adapaun kegiatan yang
dimaksud terbagi menjadi 3 tahap yaitu

1. Tahap perencanaan
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap penatausahaan

Masalah yang muncul pada tahap perencanaan dan solusinya

Permasalahan dalam kegiatan belanja modal yang sering muncul pada tahap perencanaan antara
lain adalah sebagai berikut :

a. Masalah penetapan alokasi anggaran


Secara umum proporsi untuk belanja modal daerah sebelum tahun 2015 di Indonesia
memiliki kecenderungan yang makin turun dari total belanjanya, sebaliknya untuk belanja
pegawai yang tetap memiliki kecenderungan yang makin naik. Hal-hal seperti inilah yang
harus mulai dipikirkan oleh seorang manajer di daerah, mengingat belanja modal sendiri
tidak saja diasumsikan, namun telah didukung oleh banyak hasil penelitian yang
menunjukkan adanya kaitan langsung pada pertumbuhan ekonomi di daerah. Solusi yang
harus diambil seorang manajer di daerah dalam penyusunan anggaran adalah dengan melihat
aspirasi dan kebutuhan public secara nyata, serta melakukan moratorium penerimaan
pegawai di pemerintah daerah untuk sementara waktu agar belanja yang sebelumnya
dialokasikan untuk belanja pegawai dapat dialokasikan untuk belanja yang lebih
memberikan efek jangka panjang yaitu belanja modal.
b. Masalah penetapan mata anggaran
Dalam kegaitan penganggaran sering timbul masalah dalam penetapan mata anggaran.
Banyak kegiatan yang seharusnya masuk kedalam mata anggaran belanja modal
dimasukkan ke anggaran belanja barang atau sebaliknya. Contoh kasus ada di salah satu
kabupaten di jawa tengah untuk tahun anggaran 2010, saat perencanaan hibah dalam bentuk
sapi ke pokmas dialokasikan menggunakan dana belanja modal dan bukan menggunakan
mata anggaran belanja barang sehingga harus dilakukan koreksi oleh BPK. Solusi yang
perlu diambil adalah dilakukan pemilihan personel yang memang paham terhadap proses
penganggaran, paham terhadap masalah akuntansi pemerintah, dan paham terhadap sifat
barang yang akan di beli serta filosofi transaksinya agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengklasifikasi belanja daerah.
c. Adanya intervensi dari pihak legislative
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses penyusunan anggaran sering kali pihak
eksekutif tidak dapat lepas dari pengaruh atau putusan dari legislatif karena mekanisme
penyusunan dan penetapan anggaran berdasarkan undang-undang memang melibatkan pihak
eksekutif dan legislatif. Namun yang menjadi masalah adalah apabila legislatif melakukan
intervensi yang mengindikasikan adanya pelanggaran hukum dan kepentingan pribadi (vest
interest). Intervensi ini akan berdampak pada kerugian bagi kepentingan public. Sebagai
contoh adalah kasus buku di kab. Sleman pada tahun 2004-2005 yaitu adanya mark-up
harga buku serta ketidaksesuaian fisik yang melibatkan mantan bupati dan ketua DPRD
kabupaten sleman. Solusi satu-satunya yang perlu diambil oleh seorang manajer
dipemerintah daerah terkait adanya intervensi dari pihak legislatif tersebut adalah berupa
keberanian untuk menolak intervensi apabila terdapat indikasi pelanggaran hukum dan
kerugian Negara.
d. Kesalahan penetapan mekanisme pengadaan
Seringkali dalam pembuatan rencana umum pengadaan, tidak jarang pihak panitia anggaran
kurang memahami karakteristik barang yang akan dibeli, mekanisme proses pengadaan
barang/jasa pemerintah, dan ketidakmampuan menghadapi kebijaksanaan hukum, hal
tersebut akan berakibat pada timbulnya ketidakefektifan dan efisiensi dalam pengadaan
belanja modal. Sebagai contoh dari kondisi tersebut adalah pada pengadaan obat di sebuah
RSUD, saat obat yang akan diadakan walaupun termasuk dalam SK Menkes namun tetap
dilakukan pelelangan meskipun dimungkinkan untuk dilakukan penunjukan langsung
sehingga menjadi tidak efisien. Contoh lainnya adalah adanya kegiatan pengadaan yang
ditetapkan dengan penunjukan langsung walaupun criteria, justifikasi, dan aspek legal dari
sebuah menunjukkan langsung walaupun criteria penunjukan langsung tidak dipenuhi.
Solusi yang harus dimiliki oleh manajer di pemerintahan daerah adalah :
 selektif dalam pemilihan personel yang akan duduk dalam panitia anggaran, yaitu
personel yang paham dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, paham
terhadap proses bisnis dari entitas pemerintah yang akan diadakan, serta paham
terhadap sifat barang yang akan dibeli serta peraturan perundang-undangan yang
menaunginya
 keberanian untuk menolak intervensi berbagai pihak yang dimiliki indikasi
pelanggaran hukum dan merugikan Negara.
e. Ketidakpatuhan terhadap arahan dan kebijakan umum belanja modal
Seperti yang telah dipelajari bersama, bahwa dalam permendagri Nomor 13 Tahun 2006
telah mengklasifikasikan belanja daerah menurut arusan pemerintahan, yang dibedakan
menjadi dua urusan, yaitu urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib inilah yang
seharusnya mendapatkan prioritas dari daerah untuk masuk ke dalam arahan umum
kebijakan belanja, yang salah satunya adalah belanja modal yang setiap tahun dijabarkan
dalam APBD. Namun pada kenyataanya, dalam penyusunan anggaran di suatu entitas
pemerintahan masih sering mengabaikan masalah urusan wajib di atas, dan beralih kepada
kegiatan lain yang kurang mengarah kepada kepentingan public.
f. Kelemahan dalam studi kelayakan
Hal yang cukup penting dalam sebuah penganggaran belanja modal adalah mengenai studi
kelayakannya. Banyak sekali realisasi belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah
ternyata tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan public dan menimbulkan kerugian
Negara. Solusi yang perlu diambil oleh seorang manajer di pemerintahan daerah sebelum
menyusun dan menetapkan sebuah anggaran belanja modal adalah dengan meliti secara
detail dan secara ahli mengenai studi kelayakan yang dihasilkan oleh pihak independen dan
professional. Selain itu, rapat anggaran dihasilkan oleh pihak independen dan profesioanal.
Selain itu, rapat anggaran eksekutif (gabungan intansi teknis) tidak hanya bekerja secara
formalitas.

Masalah yang muncul pada tahap pelaksanaan dan solusinya


Permasalahan dalam kegiatan belanja modal yang sering muncul pada tahap pelaksanaan
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Masalah kebenaran formal kegiatan pengadaan
Dalam sebuah kegiatan belanja modal sering dijumpai adanya kondisi misalnya bukti
penerimaan hasil pekerjaan hanya dibuat secara formalitas antara panitia penerima
barang dan pihak rekanan. Hal ini biasanya terjadi pada akhir tahun anggaran. Saat bukti
yang dibuat hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban pertanggungjawaban kegiatan
secara formal tanpa melihat dan menguji hasil pekerjaan yang diserahkan oleh rekanan
apakah sesuai dengan spesifikasi pekerjaan yang telah ditetapkan di kontrak awal.
Perlakuan yang mengarah pada aspek formalitas ini ditunjukan agar dana yang sudah
dianggarakan tidak hangus, dan rekanan dapat segera dibayarkan, solusi dari
permasalahan diatas adalah dengan memberikan kewenangan kepada bagian keuangan
pemda untuk melakukan verifikasi kebenaran substansional apabula dirasakan memang
diperlukan sebelum melakukan pembayaran. Di samping itu, inspektorat pemerintah
daerah harus mulai difungsikan secara optimal dalam proses pelaksanaan pengadaan
belanja modal sebagai langkah preventif agar kualitas keluaran dari proses belanja
modal dapat sesuai dengan yang direncanakan.
b. Adanya korupsi dalam pengadaan belanja modal
Korupsi merupakan masalah utama dalam proses pengadaan belanja modal di Indonesia.
Hamper 80 % dari seluruh kasus yang ditangani oleh KPK bersumber dari
penyimpangan yang muncul dalam kegiatan belanja modal, berupa pengadaan
barang/jasa pemerintah. Banyak sekali contoh-contoh kasus korupsi dalam pengadaan
barang dan jasa di Indonesia. Selain salah satunya adalah kasus pengadaan buku ajar di
kabupaten sleman. Korupsi di Indonesia merupakan fenomena gunung es, dengan sedikit
penampakan di permukaan namun sangat besar sekali kasus korupsi yang terjadi namun
tidak terdeteksi.
Solusi yang harus ditempuh oleh seorang manajer di pemerintahan daerah untuk
mengatasi masalah tersebut dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Memberikan honorarium yang wajar kepada panitia pengadaan
2. Menerapkan reformasi birokrasi dengan cara memberlakukan system reward dan
punishment secara nyata dan tegas.
3. Mengopimalkan peranan inspektorat pemerintah daerah dalam melakukan kegiatan
represif maupun preventif dalam mengawasi kegiatan pengadaan belanja modal.
4. Membuka kontrak pengaduan kepada masyarakat apabila timbul indikasi adanya
tindak pidana korupsi di dalam kegaiatan pengadaan belanja modal.
c. Masalah penyerapan anggaran
Rendahnya realisasi belanja modal di daerah salah satunya dikarenakan ketidakpastian
transfer dana dari pemerintah pusat serta keterlambatan penetapan petunjuk teknis. Selain
itu, keterlambatan penetapan peraturan daerah (Perda) menjadikan pemerintah daerah
menunda untuk membelanjakan belanja modal sehingga realisasi belanja modal pada akhir
tahun anggaran lebih rendah daripada yang dianggarkan. Keterbatasan untuk penyerapan
anggaran dikarenakan terlambatnya penetapan perda dan petunjuk teknis menjadikan
keterlambatan dimulainya proyek dan penyelesaian proyek. Namun, realisasi belanja modal
yang lebih rendah daripada anggaran bias dikarenakan adanya efisiensi dalam menggunakan
anggaran belanja modal.
Masalah penyerapan anggaran menjadi topic yang menarik untuk dibahas di setiap
akhir tahun anggaran, tidak terkecuali terjadi pula untuk kegiatan pengadaan belanja modal.
Pada awal tahun anggaran sampai dengan akhir semester pertama, persentase
penyerapannya sangat kecil yaitu di bawah 50 %, namun pada 2 bulan menjelang akhir
tahun anggaran semua instansi pemerintah seperti berpacu untuk menyerap atau
menghabiskan seluruh anggaran yang tersedia, dengan melakukan kegiatan yang sedikit
“dipaksakan” seolah-olah apabila anggaran diserap semua. Maka kinerja seorang pimpinan
instansi dinilai bagus. Berdasarkan fenomena penyerapan anggaran itu, tersapat beberapa
kondisi yang menyebabkan anggaran tidak dapat diserap seluruhnya, yaitu :
1. Adanya rasa ketakutsn dari para pelaku pengadaan belanja modal terhadap aspek hukum
dari jenis pengadaan yang dasar hukumnya belum jelas atau memiliki multitafsir
2. Adanya perasaan dari para pelaku pengadaan bahwa pendapatan yang diterima dengan
resiko yang di tanggung di dalam proses pengadaan belanja modal tidak seimbang,
3. Banyak pelaku pengadaan yang belum memiliki sertifikat keahlian untuk pengadaan
barang dan jasa pemerintah
4. Anggaran disusun secara tidak realistis (asal jadi)
5. Kegagalan pelelangan belanja modal
6. Keterbatasan rekanan yang mampu mengerjakan proyek di suatu wilayah dengan syarat
target waktu penyelesaian yang hamper bersamaan.

Solusi yang perlu dipertimbangkan oleh seorang manajer pemerintahan daerah dalam
mengatasi penyebab di atas antara lain dengan cara berikut ini.
1. Penyeleksian secara ketat terhadap personel yang akan duduk di dalam panitia
anggaran.
2. Pengiriman sebanyak-banyaknya personel untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
pengadaan barang/jasa pemerintah, dengan harapan agar makin banyak personel
yang mampu dan memiliki sertifikat keahlian untuk duduk di dalam kepanitiaan
pengadaan barang/jasa pemerintah.
3. Pengarahan kepada pejabat pembuat komitmen agar membuat harga perhitungan
sendiri (HPS) secara benar sesuai dengan keahliannya.
4. Penganggaran pemberian honor yang memadai kepada para panitia pengadaan yang
mempertimbangkan resiko yang dihadapi.
5. Pemerintah pusat harus mempercepat kepastian transfer kepada daerah sehingga
pemerintah daerah dapat mempercepat belanja modal, misalnya mempercepat
dimulainya proses lelang. Selain itu, kementerian teknis sebaiknya tidak terlalu ketat
dalam menyusun petunjuk teknis dan lebih baik berlaku dalam jangka waktu lebih
dari 1 tahun dikarenakan jangka waktu pelaksanaan proyek yang lama.

Masalah yang mucul pada tahap penatausahaan dan solusinya


Masalah terakhir yang sering muncul dalam realisasi anggaran suatu anggaran, termasuk
belanja modal, adalah pada penatausahaan atas transaksi yang ditimbulkan, atau secara spesifik
menyangkut masalah perlakuan akuntansi (accounting treatment) yang sering mendapatkan koreksi
dari badan pemeriksa keuangan. Jenis kesalahan pada accounting treatment yang biasanya terjadi
adalah pada penetapan mata anggarannya. Misalnya ada belanja modal yang seharusnya di danai
dengan menggunakan dana belanja modal ternyata didanai dari belanja barang atau sebalinya.
Sedangkan permasalahan yang lain juga sering muncul adalah pada ketersediaan bukti kepemilikan
suatu asset, misalnya sertifikat tanah yang sering belum lengkap. Hal itulah yang menyebabkan
pemda sulit memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangannya dari
badan pemeriksa keuangan. Solusi yang perlu diambil oleh manajer di pemerintah daerah untuk
mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara sebagai berikut :
a. Penyusunan suatu system penatausahaan pengadaan belanja modal yang mewajibkan
adanya prosedur verifikasi dari pihak yang memiliki kewenangan sebelum memasukkan
data di system akuntansi pemda.
b. Adanya pendidikan dan penelitian secara memadai dan berkelanjutan kepada para operator
system akuntansi pemda.
c. Pembenahan system pengarsipan dan pemenuhan infrastruktur penyimpanan terhadap
dokumen pengadaan belanja modal, agar selalu dapat disimpan dan di administrasikan
dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN

Belanja modal di daerah, yang merupakan salah satu kelompok belanja daerah berdasarkan
jenisnya, memegang peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah
karena dengan melakukan kegiatan belanja modal diasumsikan akan membawa multiolier effect
bagi perekonomian suatu masyarakat dengan cara membangun jalan, jembatan, pabrik, dan
sebagainya.
Namun dalam menjalankan kegaiatan belanja modal di suatu daerah ternyata bukan
merupakan suatu hal yang mudah. Para manajer di pemerintahan daerah harus paham betul
mengenai ilmu manajemen keuangan daerah, agar kegiatan belanja seperti belanja modal benar-
benar dapat membawa manfaat bagi kepentingan public sesuai amanah yang diterima dari
masyarakat.
Permasalahan yang sering terjadi pada kegiatan belanja modal sering muncul pada berbagai
tahap, yaitu pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan pada tahap penatausahaan. Setiap
permasalahan yang muncul pada setiap tahapan tersebut harus dapat diselesaikan oleh seorang
menajer di pemerintahan daerah dengan menggunakan ilmu dan strategi yang dimilikinya.
Beberapa solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh seorang manajer di pemerintahan daerah
untuk setiap tahapan telah dipetakan. Namun apabila ternyata solusi yang ada tersebut dirasakan
belum memadai, maka manajer di pemerintahan daerah dapat meminta pertimbangan dari lembaga
lain di luar pemerintahan daerah yang lebih berkompetensi sesuai bidangnya, antara lain kepada
lembaga pengkajian kebijakan pengadaan barang jasa pemerintah (LKPP), BPK RI, BPKP,
kejaksaan maupun Polri, agar dapat mendapatkan kepastian hukum sebelum melakukan eksekusi
sebuah anggaran belanja modal.

Anda mungkin juga menyukai