Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di Indonesia, keturunan Han (suku mayoritas di Tiongkok) yang leluhurnya datang
pada waktu dan zaman yang berbeda-beda dari Tiongkok Tenggara hampir seluruhnya telah
menjadi warga negara Republik Indonesia walaupun unsur-unsur kebudayaan Tiongkok
sedikit atau banyak masih dipertahankan. Mereka adalah kelompok yang kedua orangtuanya
masih tergolong orang Han maupun keturunan perkawinan pria Han dengan perempuan salah
satu suku di Indonesia (yang dulu disebut Tionghoa-Peranakan).
Debat akan perlunya langgam arsitektiur pada rancangan bangunan modern muncul
pada 1980-an, khususnya pada kongres Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) yang kedua di
Jogjakarta. Diskusi para arsitek di kongres ini berkisar pada masalah arsitektur yang
beridentitas Indonesia dan mereka mengkritik bangunan-bangunan baru milik OKB (Orang
kaya baru) yang secara eklektis menggunakan ornamen arsitektur Yunani secara murahan,
misalnya dengan pre-fabrikasi kolom dan teralis. Kongres ini banyak mengetahkan berbagai
macam arsitektur tradisional yang ditemui di Nusantara. Sayangnya tak satupun arsitek yang
mengetengahkan arsitektur Tionghoa di Indonesia sebab mereka berpikir, pada waktu itu,
arsitektur ini bukanlah milik bangsanya.
Seperti halnya karya tulis dikongres Ikatan Arsitek Indonesia, walaupun karya para
arsitek ini sangat mengesankan, tetapi tak satupun di antaranya yang membicarakan arsitektur
tradisional Tionghoa di Indonesia sehingga arsitektur tradisional yang ini tetap di dalam
kegelapan, padahal bagaimanapun juga arsitektur Tionghoa di Indonesia ada dan memberi
karakter pada wajah kotanya. Untuk itulah studi tentang arsitektur Tionghoa di Indonesia
menarik untuk diungkap kepermukaan. Terlebih-lebih di zaman reformasi ini posisi orang
Tionghoa sebagai warga negara telah diakui sebagai bangsa Indonesia tanpa pembedaan. Di
zaman baru, membicarakan arsitektur tradisional Tionghoa di Indonesia sama dengan
arsitektur tradisional lainnya di tanah air.
Sekarang orang Tionghoa tidak hanya sebuah kelompok tapi merupakan etnitas budaya
terbesar yang tersebar di seluruh dunia. Aspek kebudayaan Tionghoa yang paling
membedakannya dengan kebudayaan modern saat ini ialah sifatnya yang melingkupi semua
hal. Mereka menekankan keadilan dan integritas moral, hubungan manusia, kekuatan musik
dan ritual untuk memelihara hati manusia, selanjutnya adalah kebijaksanaan merekayasa
penemuan dan perubahan secara dinamis dan yang terakhir adalah kecerdikan yang selalu
maju dan mencerahkan.

1
Masyarakat keturunan Tionghoa yang menetap di Kota Makassar sebagian besar telah
menjadi WNI (Warga Negara Indonesia) sebelum kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Ada
yang menikah dengan masyarakat asli Kota Makassar namun, ada pula yang menikah dengan
sesama keturunan etnis Tionghoa. Seiring dengan bertambahnya waktu, dari tahun ke tahun
masyarakat etnis Tionghoa yang menetap di Kota Makassar menyebabkan terjadinya
percampuran budaya. Ditemui beberapa corak atau langgam khas budaya Tionghoa seperti
bentuk atap dan kaligrafi huruf Tionghoa hingga tempat peribadatan etnis Tionghoa di Kota
Makassar.
Etnis Tionghoa merupakan etnis yang gemar berpindah-pindah ke daerah lain baik di
Asia bahkan hingga ke Eropa. Saat ini pada kota-kota besar banyak ditemukan permukiman
Tionghoa biasa dinamakan Pecinan atau China Town. Namun khususnya di wilayah Kota
Makassar eksistensi Budaya Tionghoa sudah memudar. Beberapa karakter budaya Tionghoa
yang menonjol ialah pada pemeilihan lokasi tempat tinggal dan arsitektur bangunannya.
Pemahaman terhadap karakteristik arsitektur tradisional Tionghoa menjadi sangat penting
dalam memahami perkembangan budayanya dan pengaruhnya dalam desain rumah
tinggalnya.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa, Energi Chi (Cosmic Energy) yang bergerak di
permukaan bumi mengalir dan terdistribusi ke ruang-ruang eksterior maupun interior sebuah
bangunan. Chi dipercaya mampu memengaruhi keberuntungan seseorang. Namun di lain hal,
Chi juga bisa merusak dan berubah menjadi energi buruk. Saat Chi berubah menjadi buruk,
energi terbagi menjadi dua macam yaitu Sha Qi (energi mematikan) dan Si Qi (energi
menghancurkan).
Saat hendak membangun sebuah rumah, bangunan tersebutnya sebaiknya ditata dengan
memperhatikan setiap unsur-unsur yang ada di dalamnya. Sebab, meskipun bangunan tersebut
sudah dibangun menurut kaidah tetapi jika unsur-unsur negatif ada di dalamnya, hal tersebut
dapat merusak energi Chi.

B. Rumusan Masalah
Saat ini pada kota-kota besar banyak ditemukan kawasan Pecinan atau China Town.
Dari beberapa karakter budaya Tionghoa yang paling menonjol ialah pada bagian pemilihan
lokasi tapak atau tempat tinggal dan arsitektur bangunannya. Seperti yang kita ketahui
bersama bahwa pemilihan lokasi dan arah hadap rumah masyarakat keturunan Tionghoa
didasarkan pada dua aspek Chi (Energi Kosmik), ialah Qi (nafas kehidupan) dan Sha (uap

2
beracun). Jika salah menempatkan arah dan tata letak bangunan diyakini bangunan serta
penghuni yang tinggal di dalamnya akan mendapatkan kesialan.
Melihat permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang didapati ialah sebagai
berikut:
1. Bagaimana mengidentifikasi salah satu ataupun beberapa rumah masyarakat keturunan
Tionghoa di Makassar sesuai dengan kaidah-kaidah membangun dan karakteristik
rumah tradisional Tionghoa tersebut?
2. Bagaimana pola aktivitas pelaku di dalam rumah masyarakat keturunan Tionghoa?
3. Bagaimana pengaruh masyarakat keturunan Tionghoa terhadap lingkungan sekitar
tempat yang didiami khususnya di Kota Makassar?

C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif-kualitatif.
Pada penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data dalam bentuk observasi, wawancara,
studi pustaka dan dokumentasi maka untuk selanjutnya data tersebut akan dianalisis lebih
mendalam lagi sehingga membentuk kesimpulan ilmiah yang dapat diterima oleh berbagai
kalangan, terutama dalam hal ini adalah masyarakat keturunan Tionghoa Kota Makassar.
1. Metode penelitian, meliputi :
a. Observasi/survey lapangan, merupakan pengamatan langsung lokasi dan objek
penelitian melalui rekaman gambar dan suara. Observasi ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi fisik bangunan serta keadaan lingkungan disekitarnya.
b. Interview/wawancara, merupakan interaksi langsung dengan narasumber untuk
mengetahui informasi yang lebih terperinci terhadap bahan penelitian.
c. Studi pustaka, merupakan teknik pengumpulan data yang sifatnya mengkaji literatur
yang mendukung proses penelitan. Studi pustaka dalam hal ini digunakan sebagai
tolak ukur proses pengambian data lapangan yang sesuai dengan batasan penelitian.
d. Dokumentasi, dengan merekam gambar yang dibutuhkan dalam penelitian dan
mengumpulkan data hasil publikasi

2. Instrumen Penelitian, meliputi :


a. Pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan yang dijadikan pedoman dalam
melakukan wawancara kepada sumber data yang terpilih.
b. Quesioner atau daftar pertanyaan untuk memperoleh informasi yang bersifat relevan
dengan tujuan penelitian.

3
c. Gambar dan foto sebagai bahan pelengkap data dan analisis.
d. Penelusuran Media Publikasi (Browsing Internet)

3. Lokasi Penelitian
Pecinan Kota Makassar merupakan salah satu daerah ekslusif di kawasan kota lama
Makassar yang terletak di Kecamatan Wajo, Kelurahan Pattunuang, Kelurahan Melayu
Baru, Kelurahan Ende, Kota Makassar.

Adapun alasan memilih metode ini yaitu, pertama, metode ini lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan jamak (heterogen). Kedua, metode ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Dan yang ketiga, metode ini lebih
peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Metode ini juga dapat menggambarkan abstraksi dari berbagai macam alternatif
pengembangan secara teoritis - kritis dan obyektif. Alasan lain dipilihnya metode ini
dikarenakan pemahaman seseorang terhadap sebuah permasalahan lebih bersifat kualitatif
yang didasarkan pada persepsi, eksplorasi pemikiran, penjelasan dan pengembangan konsep.

D. Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Membuka wawasan masyarakat etnis Tionghoa di Kota Makassar maupun masyarakat


umum dalam memberi pemahaman akan karakteristik rumah etnis Tionghoa dari sudut
pandang penataan kawasan dan arsitektural bangunan secara lebih spesifik.

2. Mendapatkan pola aktivitas pelaku masyarakat keturunan Tionghoa secara lebih


terperinci dari berbagai aspek.

3. Menjadi rujukan bacaan sebelum membangun rumah bagi masyarakat etnis Tionghoa di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai