Pendahuluan
I. Latar Belakang
IV. Manfaat
Mempercepat perkembangan IPTEK di Indonesia sehingga Indonesia menjadi
Negara yang maju dalam dunia IPTEK.
BAB 2
Pembahasan
Seorang pekerja ilmiah yang harus melaporkan hasil temuannya dalam suatu
cabang ilmu akan menghadapi beberapa masalah. Masalah yang utama adalah
bagaimana konsep-konsep yang diperoleh dari penyeledikan dan kajian
keilmuannya itu harus diungkapkan dan bagaimana ekspresi keilmuan itu harus
dirangkai-rangkaikan dalam bahasa Indonesia. Persoalan ini sebenarnya persoalan
yang universal, tidak hanya dihadapi oleh orang Indonesia yang berbahasa
Indonesia, namun juga dihadapi oleh bangsa lain yang sudah maju bahasanya.
Sebagai sarana berpikir ilmiah dan sarana komunikasi ilmiah, seorang ilmuwan
harus menggunakan bahasa keilmuan. Jujun S. Suriasumantri (1995: 183-185)
memberikan ciri-ciri bahasa keilmuan yang dapat mewadahi perkembangan iptek,
yaitu: (1) bersifat reproduktif, (2) langsung ke sasaran (straitforward), (3) gaya
berbahasa lugas, (4) tidak bersifat emotif, (5) tidak bersifat afektif, (6)
menggunakan istilah keilmuan yang sah berdasarkan bidang ilmunya, dan (7)
menggunakan penalaran yang logis dan runtut.
Sifat reproduktif menyebabkan uraian tidak bermakna ganda dan tidak
menimbulkan salah penafsiran. Yang dikemukakan adalah isi ilmuanya dan bukan
keelokan bahasanya (seperti dalam karya sastra). Karena itu, penulis karya
keilmuan harus berusaha berbahasa sejelas dan sesederhana mungkin.
Sifat langsung ke sasaran harus diusahakan oleh penulis karya iptek. Penulis
harus menyadari bahwa setelah dibaca orang lain, tulisannya sering sulit dipahami
maknanya. Karena itu, penulis harus mampu menyatakan apa yang seharusnya
dinyatakan. Tidak dibenarkan menyatakan sesuatu dengan berputar-putar atau
memberikan sindiran. Menguraikan sesuatu dengan sindiran dan uraian
berkepanjangan menyalahi kaidah komunikasi keilmuan.
Kedua cirri tersebut berkaitan dengan cirri ketiga, yakni bergaya bahasa lugas.
Pemakaian gaya bahasa dan keindahan bahasa diusahakan sekecil mungkin karena
dapat menimbulkan kesan kurang serius dan dapat menimbulkan makna ganda.
Karena itu, sering dijumpai komunikasi ilmiah dengan bahasa “kering” (tidak indah
seperti dalam karya sastra). Seorang pembaca naskah iptek sudah barang tentu telah
siap menghadapi gaya berbahasa demikian.
Sifat emotif dan afektif sering dijumpai dalam penggunaan bahasa melalui
komunikasi tidak resmi (santai dan akrab). Kedua sifat itu harus dihindari, karena
bahasa iptek harus bersifat lebih rasional dan menunjukkan pemikiran apa
adanya (das sein).Tulisan emotif dan afektif menimbulkan kesan ketidakpastian,
sehingga karya iptek menjadi tidak meyakinkan pembacanya.
Istilah-istilah bidang keilmuan tertentu memiliki karakteristik tersendiri dalam
hal pembakuan aspek semantiknya. Seorang ilmuwan yang memasuki bidang ilmu
tertentu akan memahami istilah keilmuan bidang ilmunya itu dan sanggup
menggunakannya dalam komunikasi ilmiah sesuai dengan makna yang diacunya.
Ini merupakan salah satu bukti kekayaan keilmuwanan yang dimilikinya.
Komunikasi iptek juga mensyaratkan penerapan logika yang mapan dalam
berbahasa. Karya ilmiah dalam komunikasi iptek harus menunjukkan alur
pemikiran mengikuti logika tertentu yang dipilih seorang penulis. Penulisannya
harus menggunakan epistemologi keilmuan dan tidak sebebas seperti dalam
komunikasi lainnya.
Johanes (dalam Herman J. Waluyo, 1991:5) mengemukakan 8 syarat gaya
pengungkapan tulisan sebagai komunikasi iptek, yaitu: (1) nada tulisan
iptek/keilmuan bersifat formal dan objektif, (2) titikpandang baku (grammatical
point of view) dan harus taat azas, (3) tingkat bahasa yang dipakai dalam tulisan
iptek adalah tingkat bahasa resmi dan bukan bahasa harian (colloquial), (4) bentuk
wacana paparan (exposition) lebih banyak dipakai daripada bentuk argumentasi,
deskripsi, dan narasi, (5) komunikasi gagasan dalam karya iptek harus jelas,
lengkap, dan ringkas, serta dapat meyakinkan secara tepat, (6) sejauh mungkin
dihindari istilah ekstrem, berlebihan, dan haru (emosional), (7) menghindari kata-
kata mubazir, dan (8) bahasa keilmuan lebih berkomunikasi dengan pikiran
daripada dengan perasaan.
Di samping itu, sebagai bahasa iptek bahasa Indonesia juga harus dapat
menjalankan 4 fungsi bahasa iptek, yaitu: (1) fungsi referensial, (2) fungsi direktif,
(3) fungsi metalingual, dan (4) fungsi fatis (Zuchridin Suryawinata, 1995: 64-
73).Menurut Anton M. Moeliono (1991:114-126; 1993:6-7), pengembangan bahasa
Indonesia agar menjadi bahasa yang modern, dalam arti dapat mewadahi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta relevan dengan
perkembangan peradaban dunia, harus bertopang pada 3 kegiatan, yaitu: (1)
pengembangan kecendekiaan bahasa, (2) pemekaran kosa kata, dan (3)
pengembangan laras bahasa.
3. Kegiatan-Kegiatan lain.
Strategi lain yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan bahasa Indonesia
iptek di perguruan tinggi adalah dengan memanfaatkan kegiatan-kegiatan dan
sarana yang beraneka ragam. Sarana yang mungkin dapat dipergunakan misalnya
melalui penataran/ ceramah/ seminar, lomba penulisan karya ilmiah, penerbitan
artikel-artikel tentang bahasa Indonesia iptek pada jurnal-jurnal atau buletin-buletin
yang ada, dan sebagainya. Meskipun tidak dikhususkan sebagai sarana
pengembangan bahasa Indonesia iptek, sarana-sarana tersebut dipandang sangat
efektif dan efisien dalam mengemban misi itu.
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Untuk menyelaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat, bahasa Indonesia harus dikembangkan agar relevan
dengan perkembangan iptek tersebut. Dalam rangka itu, lembaga pendidikan tinggi
dipandang sebagai tempat yang strategis untuk mengembangkan bahasa Indonesia
iptek itu. Hal ini dimungkinkan karena perguruan tinggi memiliki kesempatan yang
lebih besar dalam mengkaji, merekayasa, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibandingkan dengan lingkungan yang lain.
Pada satu sisi, program pengembangan bahasa Indonesia iptek akan sangat
menguntungkan bagi kalangan perguruan tinggii, karena berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan akan media ekspresi keilmuan yang beraneka ragam
macamnya. Pada sisi yang lain, pelaksanaan program ini dipandang sebagai salah
satu bentuk kepedulian dan partisipasi perguruan tinggi dalam ikut serta
memikirkan masalah-masalah nasional.
Untuk mewujudkan tujuan itu, perlu disusun strategi yang cocok, sistematis,
dan diusahakan tidak memerlukan biaya yang besar. Keberhasilan pelaksanaan
strategi yang dimaksud ditentukan oleh 3 hal, yaitu faktor perencanaan program,
pelaksana program, dan faktor pelaksanaannya.
Program yang disusun hendaknya dirancang secara sistematis dengan
mempertimbangkan faktor kemungkinannya untuk diterapkan serta memanfaatkan
fasilitas-fasilitas yang sudah tersedia. Program itu juga harus merupakan bagian
yang takterpisahkan dari rencana induk pengembangan perguruan tinggi secara
keseluruhan.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan bahasa Indonesia iptek dapat
mempergunakan sarana-sarana pengembangan yang tersedia, yaitu melalui proses
belajar mengajar, penerjemahan dan pembentukan istilah keilmuan, lomba
penulisan karya ilmiah, penerbitan artikel-artikel yang relevan, seminar, penataran,
dan kegiatan-kegiatan khusus lainnya. Khusus dalam proses belajar mengajar,
pelaksanaan program ini dapat diimplementasikan melalui proses perkuliahan
secara rutin pada semua fakultas/program studi, melalui MKDU Bahasa Indonesia,
dan melalui proses belajar mengajar pada Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia (jika ada). Pelaksana program yang dibutuhkan dapat berasal dari unsur
dosen, karyawan, maupun dari unsur mahasiswa, yang pemilihannya ditentukan
berdasarkan sikap dan komitmen mereka terhadap program pengembangan bahasa
Indonesia iptek. Program-program tersebut harus dilaksanakan dengan
menggunakan prinsip integral, terpadu, dan kontinu.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, faktor-faktor yang dimungkinkan dapat
menghambat pelaksanaan program harus diantisipasi dan dikendalikan sejak diini.
Kendala-kendala yang muncul, misalnya dapat berbentuk lingkungan yang tidak
mendukung, sikap objek sasaran program yang kurang posisitf, fasilitas yang tidak
memadai, kualitas pelaksana program yang rendah, dan sebagainya.
2. Saran
Bahasa Indonesia IPTEK merupakan suatu jalan untuk membuat Indonesia
maju dalam hal sumberdaya manusia dan IPTEK. Dalam hal ini perguruan tinggi
merupakan sarana yang baik karena perguruan tinggi merupakan pendidikan yang
paling tinggi dimana para mahasiswa telah memiliki pemikiran-pemikiran yang
lebih dalam karya-karyanya untuk memajukan bangsa Indonesia. Bangsa yang
besar adalah bangsa yang menghargai bahasa bangsanya. Maka, kita harus
menggunakan bahsa Indonesia yang baik dan benar serta mengembangkannya
menjadi bahasa IPTEK agar lebih mudah dalam menyebarkan pendidikan IPTEK
di Indonesia.
Daftar Pustaka
Amran Halim (ed). 1989. Politik Bahasa Nasional I. Jakarta: Pusbinbangsa.
Bandung: Ganaco.