Anda di halaman 1dari 3

Analisis :

1. Laporan Laba Rugi Fiskal


a. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh bahwa biaya yang secara langsung atau
tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dapat dibebankan atau di kurangkan dari
penghasilan bruto termasuk di dalamnya biaya gaji dan tunjangan. Dalam soal biaya gaji
dan tunjangan yang dapat dibebankan hanya 88% dari gaji dan tunjangan.
Pengeluaran‐pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Sedangkan 12% berupa
tunjangan tidak dapat dikurangkan karena sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh
bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tidak dapat dibebankan dari penghasilan bruto.
Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya
fasilitas menempati rumah dengan cuma‐cuma, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan
penghasilan. Sehingga menimbulkan koreksi fiskal positif sebesar 12% dari biaya gaji
dan tunjangan yaitu Rp. 12.000.000.
b. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan dianggap bukan merupakan objek pajak. Selaras dengan hal
tersebut, dalam ketentuan ini penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan
merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun,
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan
berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan
penghasilan pegawai yang menerimanya:
1. penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil;
2. pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta penginapan untuk
awak kapal dan yang sejenisnya; dan
3. pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Dalam soal biaya rekreasi karyawan termasuk ke dalam imbalan dalam bentuk
kenikmatan yang dianggap bukan objek pajak sehingga harus dikoreksi fiskal.
c. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh bahwa biaya yang secara langsung atau
tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dapat dibebankan atau di kurangkan dari
penghasilan bruto termasuk di dalamnya biaya perjalanan dinas. Dalam soal biaya
perjalanan dinas yang dapat dibebankan hanya 80% dari biaya perjalanan dinas.
Sedangkan 20% berupa perjalanan dinas untuk keluarga direksi sesuai dengan Pasal 9 ayat
(1) huruf e UU PPh bahwa tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan adalah biaya‐biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan
untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan
rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh
perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.
Sehingga menimbulkan koreksi fiskal positif sebesar 20% dari biaya gaji dan tunjangan
yaitu Rp. 8.000.000.
d. Pajak penghasilan Pasal 25 pada fiskal harus di nol kan , beban pajak penghasilan menjadi
nol, sehingga laba meningkat. Laba meningkat berarti koreksi fiskal positif
e. Dalam keadaan tertentu, pengakuan pendapatan menurut pajak dapat berbeda dengan
pengakuan pendapatan menurut akuntansi. Keuntungan dari penjualan aktiva tetap,
menurut akuntansi, keuntungan ini harus diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya
penjualan. Untuk tujuan pajak, keuntungan dari penjualan aktiva tetap tidak boleh diakui
sekaligus pada saat terjadinya penjualan, melainkan harus diakui secara bertahap dalam
beberapa periode melalui pengurangan terhadap penyusutan. Sehingga dividen harus
dikoreksi fiskal negatif dikarenakan termasuk ke dalam Penghasilan yang dikenakan
Penghasilan yang bukan termasuk objek pajak.
f. Menerima bantuan perlu dikoreksi negatif dikarenakan termasuk ke dalam Penghasilan
yang dikenakan Penghasilan yang bukan termasuk objek pajak.
g. Pendapatan sewa perlu dikoreksi negatif dikarenakan termasuk ke dalam Penghasilan
yang dikenakan PPh Final.
h. Bunga deposito perlu dikoreksi negatif dikarenakan termasuk ke dalam Penghasilan yang
dikenakan PPh Final.

2. Formulir 1771-IV
a. Berdasarkan Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP 131 Thn 2000 jo KMK 51/KOM.04/2001 tarif
bunga deposito dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto,
terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. Berdasarkan Pasal 4 (1) d UU PPh jo PP no. 71 thn 2008 besarnya Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5%
(lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah
bruto nilai pengalihan. Sesuai informasi bahwa Pajak yang dibayar sebesar Rp.
80.000.000 , untuk mencari dasar pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut Rp.
80.000.000 / 5% = Rp. 160.000.000.
c. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Thn 1996 jo PP No.05 thn 2002 besarnya
Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan
tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final.
3. Formulir 1771-III Kredit Pajak Dalam Negeri

1. Salah satu bendahara dan badan-badan yang memungut PPh pasal 22 adalah bank devisa
dengan tarif 1,5% dari pembelian. Sehinngga termasuk ke dalam kredit pajak dalam
negeri dan dimasukkan ke dalam Formulir SPT Tahunan Lampiran III.
2. Kolom (2) : diisi dengan Nama Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh Pasal 22
dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama Bank tempat pembayaran.
Kolom (6) : diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut
Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom (6) diisi dengan kata SSP atau SSPCP.

4. Lampiran Khusus Formulir 7A

 Menghitung penghasilan neto luar negeri di negara Italia


Sejak 1 Januari 2017, otoritas pajak Italia menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan
dari 27,5% menjadi 24%. Jadi perhitungannya adalah sebagai berikut :
Rp. 24.000.000 / 24% = Rp. 100.000.000 (penghasilan neto luar negeri)

Perhitungan PPh Pasal 24 :

1. Menghitung total penghasilan pajak


Penghasilan neto dalam negeri Rp. 4.283.000.000
Penghasilan neto luar negeri Rp. 100.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp. 4.383.000.000

2. Menghitung total PPh terutang


Pajak terutang 25% x Rp. 4.383.000.000 = Rp. 1.095.750.000

3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan


(100.000.000 : 4.383.000.000) x 1.095.750.000 = Rp. 25.000.000

Dari perhitungan di atas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebesar Rp
24.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri. Jumlah ini diperoleh
dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh
yang terutang atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih jumlah yang terendah.

Anda mungkin juga menyukai