Kebijakan Publik Global
Kebijakan Publik Global
NAMA KELOMPOK :
Sejarah Terbentuknya
Sejak tahun 1990, epidemi tembakau menjadi suatu masalah kesehatan publik yang
mengakibatkan hampir 5 juta orang yang meninggal setiap tahunnya.1 Jika kondisi ini
menetap, diperkirakan 10 juta orang meninggal pada tahun 2030 dimana 70%nya terjadi di
negara berkembang.2 Penyebaran epidemi tembakau ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
lintas batas negara termasuk liberalisasi perdagangan dan investasi asing. Selain itu, faktor
lain seperti pemasaran global, pengiklanan lintas negara dan penyelundupan rokok ilegal juga
ikut berkonstribusi terhadap peningkatan konsumsi tembakau (rokok).3 Semua faktor itu kini
tengah berlangsung di negara-negara berkembang karena aturan pengendalian tembakau
masih sangat longgar.
1
Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Paparan asap rokok yang terus
menerus pada orang dewasa yang sehat dapat menambah resiko terkena penyakit jantung dan paru paru sebesar
20 – 30 persen. Selain itu lingkungan asap rokok dapat memperburuk kondisi seseorang yang mengidap
penyakit asma, menyebabkan bronkitis dan pneumonia.
2
World Health Organiation, WHO report on the Global Tobacco Epidemic, (The MPOWER package:
Geneva, 2008), hlm. 2
3
Kementrian Keesehatan RI, Pentingnya Aksesi Kovensi Kerangka Kerja Pengendaliaan Tembakaau
(FCTC) bagi Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia), hlm. 1
4
Adanya kesadaran yang timbul di tiap negara khususnya negara-negara maju untuk menyadari efek
yang terjadi dari konsumsi tembakau terhadap kesehatan, belanja kesehatan, serta investasi sumber daya
manusia di masa yang akan datang dan pada akhirnya memang telah terbukti bahwa dengan upaya kebijakan
negara-negara maju yang komprehensif berhasil menurunkan prevalensi perokoknya.
Dalam pasal ini diartikan bahwa para pihak konvensi memberlakukan konvensi FCTC
sebagai payung hukum untuk melidungi dari penyebab rusaknnya kesehatan warga negaranya
di masa sekarang maupun yang akan datang. Penyusunan FCTC dilakukan selama 4 (empat)
tahun sejak tahun 1999 melalui proses negosiasi yang intensif dari negara-negara anggota
WHO, dan disepakati dalam sidang Kesehatan Sedunia ke-56 pada tanggal 21 Mei 2003 di
Jenewa. FCTC memasuki fase tanda tangan di Jenewa mulai tanggal 16-22 Juni 2004.
Sampai batas waktu yang telah ditentukan, pada tanggal 27 Februari 2005 sudah terdapat 177
negara yang menandatangani konvensi tersebut.
Negara yang menandatangani FCTC dapat meratifikasi dan menjadi party (negara
para pihak) dari konvensi. Negara-negara yang tidak menandatangani sampai tanggal 29 Juni
2004, hanya membutuhkan satu langkah untuk menjadi party yaitu dengan aksesi atau
meratifikasi. FCTC menjadi instrumen hukum internasional yang diprakarsai oleh Badan
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sejak tanggal 27 Februari 2005 yaitu 90
hari setelah 40 negara menandatangani dan kemudian meratifikasinya.
Deskripsi FCTC
5
“WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC)”, daikses pada 25 Februari 2018
melalui http://www.who.int/tobacco/framework/WHO_FCTC_english.pdf,
6
“Parties to the WHO Frame Work Convention on Tobacco Control”, diakses pada 25 Februari 2018
melalui http://www.who.int/fctc/signatories_parties/en/
7
“WHO Member States that are NOT parties to the WHO Fraamework Convention on Tobacco
Control”, diakses pada 25 Februari 2018 melalui http://www.who.int/tobacco/framework/non_parties/en/
8
FCTC merupakan suatu produk hukum internasional yang bersifat mengikat (intetnationally legally
binding instrument) bagi negara-negara yang meratifikasinya.
saat ini dan yang akan datang dari efek merusak konsumsi tembakau pada kesehatan, sosial,
lingkungan, dan ekonomi dan membatasi penggunaannya dalam bentuk apapun di seluruh
dunia. Perjanjian ini mengikat pengaturan produksi, penjualan, distribusi, periklanan, dan
perpajakan tembakau
FCTC merupakan suatu konvensi yang berbeda dengan traktat pengendalian obat
masa lalu, baik dalam hal mengembangkan strategi maupun mengendalikan dan mengatasi
zat adiktif. Pasal-pasal dalam FCTC menegaskan pentingnya strategi pengurangan
permintaan terhadap produk tembakau. Hal itu karena fokus FCTC adalah mencegah orang
merokok daripada mengobati kecanduan. FCTC diadopsi oleh Majelis Kesehatan Dunia pada
21 Mei 2003, konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama yang dinegosiasikan
oleh 192 negara. FCTC berada di bawah naungan WHO mengatur hak setiap orang untuk
mendapatkan standar yang tinggi terhadap kesehatan. FCTC ini mulai berlaku secara
internasional pada 27 Februari 2005, yaitu 90 hari setelah disetujui, ratifikasi, diterima, atau
disetujui oleh 40 negara.1 Saat ini FCTC sudah menjadi hukum internasional karena sudah
diratifikasi oleh lebih dari 40 negara. Dari data terakhir yang di keluarkan oleh FCTC (pada
28 Januari 2014), dari 193 negara yang menjadi anggota WHO, terdapat 185 (seratus delapan
puluh lima) negara yang telah melakukan ratifikasi (merepresentasikan 95,6 % dari total
negara di dunia) yang menjadi anggota WHO dan terdapat 8 (delapan) negara yang tidak
melakukan ratifikasi FCTC.
FCTC atau Framework Convention on Tobacco Control merupakan perjanjian
internasional tentang kesehatan masyarakat yang dibahas dan disepakati oleh Negara-
negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Bertujuan untuk melindungi generasi
masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap rokok. FCTC
diinisiasi oleh Negara-negara berkembang, seperti Amerika Latin, India, Thailand hingga
Indonesia. Karena konsumsi rokok menjadi masalah global dan jika tidak diatasi,
diperkirakan 1 Milyar penduduk dunia akan meninggal pada akhir abad 21 dengan 70% di
antaranya terjadi di negara berkembang Setelah 4 tahun dibahas intensif oleh seluruh Negara-
negara anggota WHO, akhirnya FCTC disepakati dalam sidang kesehatan sedunia pada
FCTC terdiri dari 11 bab dan 38 pasal yang mengatur tentang pengendalian permintaan
konsumsi rokok dan pengendalian pasokan rokok. Di dalamnya juga mengatur tentang
paparan asap rokok orang lain, iklan promosi dan sponsor rokok, harga dan cukai rokok,
kemasan dan pelabelan, kandungan produk tembakau, edukasi dan kesadaran publik, berhenti
merokok, perdagangan illegal rokok hingga penjualan rokok pada anak di bawah umur.
Sampai Januari 2015, sudah 187 negara yag menandatangani FCTC dan menyisakan 9 negara
yang belum, yaitu Andora, Eriteria, Liechtenstein, Malawi, Monako, Somalia, Republik
Dominika, Sudan Selatan dan satu-satunya negara dari Asia yaitu Indonesia.
Thailand sebagai salah satu negara yang meratifikasi FCTC pada 8 November 2004 telah
meratifikasi FCTC adalah angka kematian penduduk akibat tembakau yang tidak sedikit.
Data pada Agustus 2017, sekitar 106.000 orang meninggal di Thailand setiap tahun akibat
penyakit terkait rokok dan hampir 24% kematian laki-laki dan 10% kematian perempuan
disebabkan oleh merokok. Sebanyak 20,7% populasi orang dewasa (usia 15+) merokok
tembakau (laki-laki 40,5%; perempuan 2,2%). 3.3% populasi orang dewasa menggunakan
tembakau tanpa asap (laki-laki 2,5%; perempuan 3,9%). Di antara pemuda (usia 13-15):
15,0% saat ini menggunakan produk tembakau (anak laki-laki 21,8%; perempuan 8,1%).
14% merokok (anak laki-laki 20,7%; anak perempuan 7,1%). 2,7% menggunakan tembakau
India sebagai salah satu pemrakarsa FCTC pun memiliki permasalahan terhadap industri
tembakau dalam negeri. Menurut Dr. Rajiv Chopra, yang mengkhususkan diri dalam merawat
pasien kanker mulut, sekitar 2.000 orang meninggal setiap hari di India akibat penyakit
terkait tembakau. Penyakit tidak menular atau Non-Communicable Diseases (NCD) seperti
penyakit jantung iskemik, kanker, diabetes, penyakit pernafasan kronis adalah penyebab
utama kematian secara global dan terkait dengan penggunaan tembakau. Menurut statistik
WHO untuk tahun 2010 di India, jumlah kematian akibat NCD diperkirakan mencapai 53%
dari total angka kematian. Angka yang sangat besar ini dapat dikaitkan dengan meningkatnya
penggunaan tembakau. Tembakau merupakan faktor risiko utama untuk sejumlah penyakit
yang mempengaruhi semua kelompok usia. Data WHO menunjukkan bahwa penggunaan
tembakau membunuh hampir enam juta orang dalam setahun. Sekitar lima juta dari kematian
tersebut adalah hasil penggunaan tembakau langsung sementara lebih dari 600.000 adalah
hasil dari perokok non-perokok yang terpapar asap rokok bekas. Satu orang meninggal setiap
enam detik karena tembakau. Sampai setengah dari pengguna saat ini akhirnya akan
Situasinya sama buruknya di India dengan perkiraan jumlah pengguna tembakau menjadi
274,9 juta di mana 163,7 merupakan pengguna tembakau tanpa asap, 68,9 juta adalah
perokok dan 42,3 juta lainnya menggunakan rokok dan tembakau tanpa asap sesuai dengan
Global Adult Tobacco Survey India (GATS). Ini berarti sekitar 35% orang dewasa (47,9%
laki-laki dan 20,3% perempuan) di India menggunakan tembakau dalam beberapa bentuk
atau yang lain. Penggunaan tembakau tanpa asap lebih banyak terjadi di India (21%) Harga
produk tembakau yang sangat rendah di India membuat penyebaran tembakau semakin luas
Dengan harapan untuk menangani masalah ini, pada 12 September, sebuah konferensi
internasional tentang tembakau diadakan di New Delhi yang disebut Konferensi Internasional
mengenai Prioritas Kesehatan Masyarakat di abad ke-21: Endgame untuk Tembakau. Panelis
larangan merokok di tempat umum di India tidak komprehensif dan tidak diberlakukan secara
rutin.
FCTC adalah salah satu instrumen internasional yang disusun oleh negara-negara
anggota WHO dalam upaya mengendalikan tembakau, yang berisi kesepahaman bersama
oleh negara -negara di dunia apabila tidak ada aturan yang mengendalikan tembakau maka,
akan menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat dunia.indonesia termasuk negara
yang belum meratifikasi peraturan ini.
Namun di sisi lain, pemerintah Indonesia terus menerus mendapat tekanan dan
desakan dari WHO untuk segera meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco
Protocol). Padahal dengan diratifikasinya aturan oleh pemeritah tersebut akan beakibat secara
luas terhadap industri rokok dan tembakau Indonesia.
Rokok merupakan salah satu budaya asli nusantara. secara historis sejak masa
kolonial sudah menjadi simbol produk pengusaha bumiputera, hingga saat ini, keadaan
industri rokok di Indonesia terus mengalami dinamika pasang surut. Dari posisi terjatuh
hingga bangkit dan menjadi salah satu sektor bisnis idola para pengusaha. Rokok kretek
adalah salah satu jenis rokok khas indonesia yang terdiri dari campuran tembakau dan cukai.
Setelah sempat berjaya, kini perusahaan nasional yang memproduksi rokok kretek telah jatuh
ke tangan pemodal asing, seperti Sampoerna yang diambil alih Philip Morris dan Bentoel
yang diakuisisi British American Tobacco
Kontribusi cukai rokok terhadap perekonomian Indonesia tidak pernah turun hingga
saat ini. Tahun 2013 mencapai Rp. 95,7 triliun. Tahun 2014 pendapatan negara dari cukai
rokok 116,28 triliun. Tahun 2015 pemerintah menargetkan sekurang-kurangnya Rp. 120
triliun. Bahkan setelah ada perubahan APBN 2015, target dinaikkan menjadi Rp. 145 triliun.
Disisi lain produksi rokok tidak berdiri sendiri tetapi bertalian dengan beberapa jaringan
masyarakat, seperti petani tembakau, cengkeh, distributor, mediator, pekerja di bidang
perekonomian, dan buruh rokok yang berjumlah Rp. 30,5 juta orang se-Indonesia. Terdapat
ketergantungan ekonomi lebih dari 6 juta penduduk keluarga petani cengkeh dan tembakau di
eks Karesidenan Kedu, Banyumas, Temanggung, bahkan luar jawa
Di sisi lain pemerintah juga terus didesak agar segera meratifikasi FCTC, selain alasan
komitmen atas kesehatan masyarakatnya, Indonesia juga adalah satu-satunya negara di Asia
yang belum meratifikasi konvensi tersebut.
FCTC yang menciptakan standarisasi atas kesehatan manusia terkait dampak dari
tembakau. Namun, dalam praktiknya FCTC bukan hanya digunakan untuk standarisasi
kesehatan, tetapi juga dipergunakan oleh negara-negara maju sebagai hambatan perdagangan
terkait impor rokok dari luar dengan alasan kesehatan.
Beberapa pasal dalam FCTC juga membawa implikasi yang sangat luas bagi industri
rokok nasional, utamanya rokok kretek. Pasal 6-7 FCTC yang mengatur tentang kebijakan
pajak dan harga, serta non-harga untuk mengurangi permintaan terhadap tembakau akan
berbentuk kebijakan kenaikan pajak, kenaikan cukai sebagai cara meningkatkan harga
rokok.Kebijakan kenaikan pajak atau cukai tembakau tentu akan berimplikasi langsung
terhadap kebangkrutan industri kecil. Cukai tembakau merupakan komponen biaya terbesar
dalam industri tembakau yang harus dibayarkan sebelum berproduksi.
Pasal 17 FCTC tentang pengendalikan sisi suplai tembakau melalui kegiatan ekonomi
alternatif.akibat dari pasal ini maka otomatis para petani akan kehilangan sumber utama
pendapatannya. Tidak adanya pasokan tembakau dari petani dalam menghasilkan kretek
maka jelas akan membuka keran impor.
Petani tembakau Indonesia telah secara tegas menolak usulan Badan Kesehatan Dunia
(WHO) tentang Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC). Penolakan ini dibuktikan dalam peluncuran Kampanye “Save Our
Farm” dalam Forum Tembakau Asia ke-3 di Manila. Para petani tembakau di Asia
mendukung peluncuran “Save Our Farm”, sebuah kampanye untuk menentang pedoman baru
yang akan menghancurkan mata pencaharian jutaan petani tembakau di Asia.
untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali untuk meratifikasi aturan ini.
karena akan merugikan petani indoanesia sendiri.karena masih banyak petani yang
bergantung dengan tanaman tembakau. disisi lain cukai tembakau juga sebagai pendapatan
negara juga dapat berkurang yang berakibat berkurangnya sumber APBN negara.
Kesimpulan
Luasnya ruang lingkup masalah yang diatur dalam FCTC memang membuka peluang
terjadi overlapping pengaturan dan berpotensi berbenturan dengan masalah-masalah
perdagangan internasional serta perekonomian Negara dan rakyat.
Pengaturan yang sangat ketat ke dalam khususnya yang berkaitan dengan pertanian
dan industri akan memberatkan pelaku ekonomi nasional pada satu sisi, sementara pada sisi
lain akan menguntungkan modal asing yang memang menaruh minat yang besar terhadap
pasar tembakau dan pasar rokok Indonesia.
Untuk itu, dalam rangka merespon masalah kesehatan publik dan tuntutan sebagian
kalangan masyarakat, maka pemerintah dapat membatasi diri dengan fokus menciptakan
aturan yang baik dalam bidang kesehatan berkaitan dengan kebiasaan atau kegemaran
merokok, tanpa mengganggu ekonomi tembakau.
Sementara keberadaan rezim internasional FCTC dapat dijadikan sebagai acuan yang
bersifat umum semata, sebagai bagian dari keikutsertaan kita dalam pergaulan internasional.
Sementara dalam praktek bernegara dan berbangsa, seluruh peraturan perundangan mutlak
harus mengacu pada konstitusi, kepentingan nasional dan rakyat Indonesia.
Mengingat Indonesia saat ini termasuk salah satu negara yang paling aktif dalam
melakukan gugatan kepada negara lain yang melakukan pembatasan perdagangan tembakau
dan produk tembakau. Sisi lain Indonesia juga termasuk negara yang cukup banyak digugat
dalam kaitan dengan perdagangan bebas
Cakupan Kegiatan Edukasi, Informasi dan Kesadaran masyarakat terbatas pada kawasan
tanpa rokok serta penyebar luasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan
penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Negara berkembang dan negara dalam transisi ekonomi, atas permintaan Sekretariat
dapat memberikan saran sumber dana yang dapat dimobilisasi setelah terlebih dahulu
melakukan telaah dan mengajukannya ke COP (Konperensi Negara Anggota yang telah
Meratifikasi). COP akan menentukan apakah akan menambah anggaran dengan
meningkatkan mekanisme yang sudah ada atau merintis “voluntary global funds” atau
mekanisme penyaluran dana lain.
Website :
1. https://www.kompasiana.com/dicoretpebri.blogspot.com/kajian-atas-framework-
convention-on-tobacco-control-dalam-persepektif-studi-hukum-
kritis_559a93a6e422bd8b0db7374a&ei=cCtfc0cp&lc=id-
ID&s=1&m=528&host=www.google.co.id&ts=1519549961&sig=AOyes_TsOF7Xs0
jM DJ4j9PmKuVbS4VjLfQ
2. https://membunuhindonesia.net/2013/08/aksesi-fctc-sama-saja-bunuh-
diri/&ei=mX1xY94Y&lc=id-
ID&s=1&m=528&host=www.google.co.id&ts=1519549961&sig=AOyes_QHzTPGz
5ZB w9PL4KSTshkEE07H-Q
3.2009 www.fctc.orghttp://www.who.int/fctc/reporting/Thailand_annex2_tobacco_co
ntrol_in_Thailand.pdf?ua=1http://www.fctcuntukindonesia.org/master_content/detail/
apaifctchttp://www.who.int/fctc/reporting/Thailand_annex2_tobacco_control_in_Thai
land.pdf?ua=1https://thediplomat.com/2013/09/india-needs-to-get-serious-about-its-
tobacco-problem/https://www.tobaccofreekids.org/problem/toll-global/asia/thailand
http://www.kominfo.go.id/kebijakan_file/UU_PENYIARAN.pdf
http://www.asil.org/insights/insigh100.htm