Virus bukanlah kelompok kingdom hewan (Animalia), tumbuhan (Plantae), maupun makhluk hidup
bersel satu. Virus digolongkan dalam kelompok tersendiri sebab virus memiliki sifat dan karakteristik
yang sangat berbeda dari organisme yang lain, bahkan penggolongan virus sebagai makhluk hidup
sampai sekarang masih diperdebatkan. Salah satu karakteristik yang menonjol adalah, virus tidak
dapat hidup mandiri. Artinya virus membutuhkan makhluk hidup lain untuk dapat melakukan
metabolisme dan berkembang biak. [3] Lalu, apa sajakah ciri-ciri dan karakteristik virus?
Virus berukuran ultra mikroskopis dengan kisaran ukuran 20-300 nanometer atau sekitar 50 kali
lebih kecil dibanding bakteri. Karena ukurannya sangat kecil, virus tak dapat dilihat dengan
mikroskop cahaya seperti yang biasa kita gunakan dalam laboratorium melainkan menggunakan
mikroskop elektron. Ukurannya yang sangat kecil inilah yang memungkinkan virus mampu hidup dan
berkembang bahkan didalam sel yang paling kecil sekalipun. Virus bahkan dapat hidup dan
menempel pada hewan uniseluler, seperti bakteri misalnya.
Disebut parasit obligat, sebab virus tak dapat hidup maupun berkembang tanpa adanya organisme
lain. [4] Dengan kata lain virus melanjutkan lingkaran kehidupannya dengan cara mengeksploitasi
makhluk hidup yang ditumpanginya. Daur hidup virus sangat bervariasi antar spesies, namun secara
umum terdapat lima tahap utama dalam daur hidup virus, yaitu: tahap penempelan, tahap injeksi,
tahap sintesis, tahap perakitan, dan tahap lisis.
Beberapa bentuk virus diantaranya adalah berbentuk helikal (seperti kumparan atau spiral),
ikosahedral (dibentuk dari 20 segitiga sama sisi yang membentuk suatu ruangan), berbentuk bola
yang terselubung membran, serta berbentuk kompleks.
Selain itu, virus bisa dikelompokkan sebagai benda mati sebab virus tidak memiliki protoplasma
serta bisa dikristalisasikan, juga bisa diklasifikasikan sebagai makhluk hidup sebab dapat
bereproduksi, melakukan metabolisme dan memiliki susunan asam nukleat di dalam tubuhnya.
Dengan keunikannya ini, virus disebut sebagai benda peralihan (antara hidup dan mati) yang ketika
berada diluar organisme akan terkristalisasi, namun akan hidup kembali saat menemukan organisme
yang bisa ditinggalinya.
1. Karakteristik Umum
Karakteristik umum dari virus terdiri dari karakteristik ukuran, struktur dan tata nama.
Virus memiliki ukuran yang sangat kecil ultra mikroskopis lebih kecil daripada bakteri dengan ukuran
sekitar 20-300 nanometer. Dengan ukurannya yang sangat kecil, hal ini memungkinkan virus untuk
hidup dan berkembang di dalam sel yang terkecil bahkan ia dapat hidup dan menempel pada
bakteri. Karena ukurannya yang sangat kecil itulah maka diperlukan mikroskop elektron untuk
mengamatinya.
Jika dilihat di bawah mikroskop elektron, virus memiliki kapsid atau mantel protein pelindung
sebagai penutup terluar pembungkus protein dan genom. Susunan protein dalam kapsid inilah yang
menentukan bentuk virus tersebut. Beberapa bentuk dari kapsid virus antara lain :
1) Bentuk Selubung
Pada virus yang berbentuk selubung, kapsid-nya dilapisi oleh membran lipid atau selubung virus.
Selubung ini berfungsi untuk menghindarkan virus dari sistem kekebalan tubuh inangnya. Contoh
virus berbentuk selubung yakni virus influenza dan HIV.
2) Bentuk Kompleks
Virus berbentuk kompleks tersusun dari berbagai protein berbeda yang berfungsi untuk
melindungi genom. Contoh virus berbentuk kompleks yakni virus bakteriofage.
Virus berbentuk helikal memiliki struktur seperti untaian benang karena genom asam nukleat-nya
melilit di dalam kapsid protein berbentuk tabung. Contoh virus dengan bentuk helikal yakni
virus mosaik tembakau.
4) Bentuk Ikosahedral
Virus dengan kapsid ikosahedral memiliki bentuk simetris tiga dimensi dan memiliki 20 sisi. Contoh
virus ikosahedral antara lain virus demam berdarah dengue.
5) Bentuk Prolat
Kapsid virus prolat memiliki bentuk menyerupai ikosahedral tetapi memiliki sumbu yang
memanjang. Contoh virus berbentuk prolat antara lain virus penyerang bakteri (bakteriofage).
Adenovirus memiliki kapsid berbentuk ikosahedral , Tobacco Mosaic Virus memiliki kapsid berbentuk
heliks, Virus Heparitis C memiliki selubung fosfolipid bilayer (beramplop), Bakteriofag (virus yang
menginfeksi bakteri), virus yang berbentuk kompleks
Virus diklasifikasikan berdasarkan asam nukleat genom pada virus yang berupa RNA(asam
ribonukleat) atau DNA (asam deoksiribonukleat). Berdasarkan asam nukleat genom inilah virus dapat
dibedakan menjadi virus RNA untai ganda atau RNA untai tunggal serta DNA untai ganda
atau DNA untai tunggal.
2. Karakteristik Eksistensial
Virus dikenal memiliki karakteristik eksistensial berupa karakteristik makhluk hidup dan makhluk
tidak hidup.
Virus sebagai makhluk hidup memiliki kemampuan bereproduksi dan bermutasi di dalam tubuh
inang mereka.
Virus sebagai makhluk tidak hidup, tidak bisa hidup maupun berkembang secara mandiri. Dengan
kata lain virus membutuhkan sel inang atau organisme lain untuk berkembang biak.
Virus juga bukan termasuk sel karena tidak memiliki sitoplasma dan organel sel. Selain itu, virus juga
dapat dikristalkan dan kemudian dicairkan kembali.
3. Karakteristik Reproduksi
Metode reproduksi virus tergolong unik karena virus hanya bisa bereproduksi setelah menginfeksi
inangnya. Secara umum terdapat lima fase siklus hidup virus yakni : fase penempelan, fase injeksi,
fase sintesis, fase perakitan dan fase lisis.
4. Karakteristik Infektif
Virus mampu menginfeksi manusia, tumbuhan, hewan dan mikroba lainnya. Virus disebut juga
sebagai parasit sejati (parasit obligat) karena dia melanjutkan siklus hidupnya dengan cara
mengekploitasi makhluk yang ditumpanginya.
Walaupun dianggap sebagai makhluk yang berbahaya dan merugikan, virus juga memberikan
manfaat yang penting bagi kehidupan manusia. Virus bisa digunakan untuk membuat antitoksin,
memproduksi vaksin, menyerang patogen dan melemahkan bakteri.
Virus tidak memiliki sistem penyintesis protein sendiri (tidak memiliki ribosom);
Apabila berada di luar sel maka virus hanya berbentuk seperti senyawa kimia biasa;
Virus tidak memiliki sitoskeleton atau cara-cara untuk bergerak selain difusi.
Virus tidak “tumbuh” dalam pengertian klasik, yaitu pertambahan massa; dengan kata
lain, begitu virus terbentuk ukurannya tidak bertambah.
Dapat dikristalkan
Aktivitasnya dapat dihilangkan oleh sinar ultra ungu dan sinar X; Sinar UV sangat efektif
membunuh mikroorganisme seperti virus dan juga bakteri dengan cara menembus
membran sel dan menghancurkan DNA, sehingga kemampuan virus dan bakteri untuk
bereproduksi dan berkembang biak bisa dihentikan.
Adenovirus 70 – 90 Adenovirus
2.2 Klasifikasi Virus berdasarkan jenis asam nukleat (DNA atau RNA)
1. Virus RNA
a. Famili : Picornaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui
pembentukan RNA komplementer yang bertindak sebagai cetakan
sintesis RNA genom.
Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas empat jenis protein
utama. Diameter virion 28-30 nm.
b. Famili : Calicivirdae
Sifat penting :
Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas tiga jenis protein
utama. Diameter virion 35-45 nm.
c. Famili : Togaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui
pembentukan RNA komplementer, yang bertindak sebagai cetakan RNA
genom.
d. Famili : Flaviviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui
RNA komplementer yang kemudian bertindak sebagai cetakan bagi
sintesis RNA genom.
Virion : berselubung, simetri nukleokapsid belum jelas, tersusun atas empat jenis
protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Diameter virion 40-50 nm.
e. Famili : Bunyaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari tiga segmen. Pada proses
replikasinya, RNA virion disalin menjadi mRNA dengan bantuan
transkriptasa virion. Dengan bantuan produk translasi mRNA
selanjutnya disintesis RNA komplementer. Tiap segmen RNA
komplementer kemudian menjadi cetakan bagi RNA genom.
f. Famili : Arenaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari dua segmen. Prinsip replikasi
RNAnya sama dengan Bunyaviridae.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein utama. Bentuk
virion pleomorfik. Diameter virion 50-300 nm (rata-rata 110-130 nm).
g. Famili : Coronaviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, terdiri dari satu segmen. Replikasi RNA genom melalui
pembentukan rantai RNA negatif yang kemudian bertindak sebagai
cetakan bagi RNA genom. Sintesis RNA negatif disertai sintesis enam
jenis mRNA.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein utama. Bentuk
pleomorfik. Diameter virion 80-160 nm.
h. Famili : Rhabdoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, satu segmen. Prinsip replikasi RNAnya
sama dengan Bunyaviridae.
i. Famili : Filoviridae
Sifat penting :
Replikasi di sitoplasma.
j. Famili : Paramyxoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan sintesis
mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan produk
protein mRNA dibuat RNA cetakan RNA genom.
k. Famili : Orthomyxoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, segmen berganda (7 untuk influenza C dan 8 untuk influenza
A dan B), polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan sintesis
mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan protein
produk mRNA, RNa komplementer dibuat dan dijadikan cetakan
pembuatan RNA genom. Sifat segmentasi genom virus memudahkan
terjadinya virus mutan.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 7-9 protein utama. Bentuk
pleomorfik. Selubung beraktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 90-
120 nm. Pada filamentosa panjangnya mencapai beberapa mikrometer.
Replikasi RNA di inti dan sitoplasma dan morfogenesis melalui proses budding di
membran plasma.
l. Famili : Reoviridae
Sifat penting :
RNA : rantai ganda, segmen ganda (10 untuk reovirus dan obvirus, 11 untuk
rotavirus, 12 untuk Colorado tick fever virus. Setiap mRNA berasal dari
satu segmen genom. Sebagian mRNA dipakai untuk sintesis protein dan
sebagian lagi dipakai sebagai cetakan untuk pembuatan rantai RNA
pasangannya.
Virion : tak berselubung, kapsidnya dua lapis dan bersimetri ikosahedral. Diameter
virion 60-80 nm.
m. Famili : Retroviridae
Sifat penting :
RNA : rantai tunggal, terdiri dari dua molekul polaritas negatif yang identik.
Replikasi dimulai dengan pemisahan kedua molekul RNA dan
pembuatan rantai DNA dengan cetakan RNA tersebutdengan bantuan
reverse transcriptase virion. Setelah molekul RNA-DNA terpisah,
dibuat rantai DNA komplementer terhadap pasangan DNA yang sudah
ada. DNA serat ganda kemudian mengalami sirkularisasi dan
berintegrasi dengan kromosom hospes. Selanjutnya RNA genom dibuat
dengan cetakan DNa yang sudah terintegrasi pada kromosom hospes.
2. Virus DNA
a. Famili : Adenoviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA dan translasinya menjadi
protein komplek.
Virion : tak berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Diameter virion 70-90 nm.
Virion tersusun atas paling tidak 10 protein.
b. Famili : Herpesviridae
Sifat penting :
c. Famili : Hepadnaviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda (bagian terbesar) dan rantai tunggal (bagian kecil, di ujung
molekul DNA), segmen tunggal. Pada replikasi genom, bagian rantai
tunggalnya harus dibuat rantai ganda. Transkripsi DNA menghasilkan
mRNA untuk sintesis protein dan RNA lain sebagai cetakan bagi
pembuatan DNA oleh reverse transcriptase.
d. Famili : Papovaviridae
Sifat penting :
DNA : rantai ganda, segmen tunggal sirkuler. Replikasi DNA komplek dan selama
replikasi bentuknya tetap sirkuler. Siklus replikasi DNA dapat
melibatkan DNA genom yang episomal maupun yang berintegrasi
dengan kromosom sel.
Sifat penting :
Replikasi dan morfogenesis di inti sel dan memerlukan bantuan sel hospes.
f. Famili : Poxviridae
Sifat penting :
Virion : berselubung, berbentuk seperti batu bata dan merupakan virus dengan
dimensi terbesar. Tersusun atas lebih dari seratus jenis protein. Selubung
mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Setiap makhluk hidup pada dasarnya tersusun oleh komponen-komponen kimiawi yang akan
membantu kelangsungan hidupnya. Virus memliki komponen kimia berups protein,
karbohidrat, dan lipid. Komponen kimis yang akan kita bahas hanya komponen protein saja.
Protein dalam virus terdapat dalam bentuk asam nukleat, kapsid, enzim, dan protein lainnya.
Asam Nukleat
Virus hanya mengandung DNA atau RNA saja. Hal ini menjadi ciri khas virus
dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Virus hanya memiliki satu asam
nukleat, jadi berdasarkan hal ini, virus dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis asam
nukleat yang mungkin dimiliki, yaitu:
Pada virus tumbuhan baru dapat ditemukan RNA berutasan tunggal dan ganda serta DNA
berutasan tunggal saja. Sedangkan pada hewan, keempat jenis asam nukleat telah
ditemukan.Berdasarkan jenis asam nukleat yang terkandung dalam virus, kita dapat
menggolongkan virus menjadi 3 yaitu virus RNA, virus DNA, dan virus yang tidak
diklasifikasi.
o Piconarviridae
o Caliciviridae
o Togaviridae (penyakit cikungunya, rubella)
o Flaviviridae (virus demam kuning)
o Bunyaviridae (virus demam berdarah korea)
o Arenaviridae (virus lassa)
o Coronaviridae (coronavirus)
o Rhabdoviridae (virus rabies, virus mokola)
o Filoviridae (virus ebola, virus marburg)
o Paramixoviridae (virus paroritis, virus morbili)
o Orthomixoviridae (virus influenza)
o Reoviridae (virus kemorovo, rotavirus manusia)
o Retroviridae
o Verus hepatitis C
o Atrovirus
Pengertian tentang asam nukleat virus mempunyai arti penting untuk memahami proses
perkembangbiakan virus, sifat biologik, dan sebagainya. Misalnya:
Kapsid
Protein lain
o Pada adenovirus dan papovirus terdapat protein haemaglutinin yang dapat
menggumpalkan sel darah merah berbagai spesies binatang.
Enzim
Banyak virus telah diketahui mengandung enzim-enzim yang berfungsi dalam
replikasi komponen-komponen asam nukleatnya. Beberapa virion dapat mengandung
suatu enzim khusus yang mengandung RNA virus model untuk mensintesis utasan
RNA kedua yang dapat mengarahkan sel-sel inang untuk membuat virus. Virus tumor
RNA mengandung suatu enzim yang mengsintesis utasan DNA dengan menggunakan
genom RNA virus sebagai acuan.
Beberapa virion juga mengandung enzim yang bekerja pada asam nukleat. Adenovirus,
poxvirus,, dan retrovirus misalnya mengandung enzim nuklease.
D. KLASIFIKASI VIRUS
Sebenarnya banyak sistem klasifikasi virus yang telah diajukan oleh ahli, namun kami hanya akan
membahas 3 diantaranya, yaitu :
Famili
Genus
Spesies
Contoh : Virus Ebola : Ordo = Mononegavirales à Famili = Filoviridae à Genus = Filovirus àSpesies =
Ebola Virus Zaire.
Ribovirus, yaitu virus yang bahan inti (asam nukleat)nya berupa RNA. Contoh aggota ribovirus
adalah Rhabdo virus (penyebab rabies).
Deoksiribovirus, yaitu virus yang bahan inti (asam nukleat)nya berupa DNA. Contohnya adalah pox
virus (penyebab cacar).
Bakteriovage, yaitu virus yang sel inangnya bakteri. Virus ini biasanya memiliki bahan inti
berupa DNA Contohnya adalah t4 virus yang menyerang bakteri E.Coli .
Virus Tumbuhan, yaitu virus yang sel inangnya merupakan tumbuhan. Kebanyakan memiliki
bahan inti berupa RNA. Contohnya adalah tobacco mosaic virus, yaitu virus yang menyerang
tembakau.
Virus Hewan, yaitu virus yang sel inangnya adalah sel hewan atau sel manusia. Virus hewan
dapat memiliki bahan inti DNA atau RNA. Contohnya adalah Rhabdo virus (rabies) pada
anjing yang juga dapat menyerang manusia.
bereproduksi. Proses reproduksi yang biasa disebut replikasi virus ini hanya dapat dilakukan
di dalam tubuh makhluk hidup lain. Untuk menjalankan proses replikasi, virus membutuhkan
RNA atau DNA makhluk hidup lain atau inangnya. Terdapat 2 jenis proses replikasi yang
dapat terjadi pada virus, yaitu Siklus Litik dan Siklus Lisogenik. Berikut penjelasannya :
REPRODUKSI (REPLIKASI) VIRUS
1. Siklus Litik
Siklus litik terjadi ketika pertahanan tubuh sel inang mampu kalah dengan penyerangan virus.
Dalam siklus ini virus mampu dengan cepat mengambil alih sel inang sehingga replikasinya
lancar tanpa proses menunggu. Berikut adalah tahapan-tahapan pada siklus litik :
terinfeksi. Bagian tersebut akan menempel pada dinding sel yang memiliki reseptor protein
tertentu sehingga dapat mengenali virus. Mekanisme ini didasarkan atas prinsip Lock and
Key,yaitu kecocokan antar sel inang dengan virus. Setelah menempel, virus akan
nukleat) nya yang berupa RNA atau DNA memasuki sitoplasma sel inang. Pergerakan bahan
inti ini didorong oleh kontraksi dari kapsid virus, artinya kapsid virus tidak ikut masuk ke
kekuatan penyerangan virus lebih kuat dari pertahanan sel inang, maka DNA virus mampu
menghancurkan DNA sel inang. Enzim penghancur dari virus akan menghancurkan
komponen DNA sel inang sehingga proses sintesis DNA sel inang akan terhenti. Kemudian
bahan inti (asam nukleat) dari virus yang masuk akan menggantikan posisi DNA sel inang
yang sudah tidak berdaya. Dengan demikian DNA virus dapat mengendalikan aktivitas sel
tersebut, pada tahap ini virus akan terus bereplikasi mengendalikan sintesis asam nukleat dan
d. Tahap Pematangan
Hasil sintesis yang berupa asam nukleat dan protein terpisah tadi kemudian dirakit untuk menjadi
virion-virion baru yang matang dan utuh.
Virus baru yang terbentuk akan menghasilkan enzim lisozim sehingga membuat dinding sel tersebut
hancur. Kemudian virus baru (virion) keluar dari sel inang tadi dan menginfeksi sel-sel disekitarnya.
Sel yang ditinggalkan kondisinya sudah rusak dan mati sehingga tidak berguna lagi.
2. Siklus Lisogenik
Siklus Lisogenik terjadi ketika sistem pertahanan sel inang lebih kuat dari penyerangan virus
sehingga sel inang mampu mempertahankan kesehatannya. Nah dalam kondisi ini sel virus tidak
mati atau keluar dari sel inang tersebut, ia akan menunggu hingga sistem pertahanannya lemah
kemudian kembali menyerang sesuai dengan tahapan siklus litik. Selama proses menunggu ini,
komponen virus yang masuk ke dalam sel menempel pada kromosom sel inang sehingga apabila sel
inang membelah diri, maka keturunannya juga akan memiliki komponen tersebut. Berikut adalah
tahapan-tahapan pada siklus lisogenik :
Setelah membran sel inang yang terinfeksi hancur, virus akan menyuntikkan bahan inti (asam
nukleat) nya yang berupa RNA atau DNA memasuki sitoplasma sel inang. Pergerakan bahan inti ini
didorong oleh kontraksi dari kapsid virus, artinya kapsid virus tidak ikut masuk ke dalam sel
melainkan akan terus berada di luar sel.
c. Tahap Penggabungan
Pada fase ini terjadi penggabungan bahan inti (asam nukleat) dari virus dengan komponen DNA pada
kromosom sel inang. Karena kekuatan pertahanan sel inang lebih kuat dari penyerangan virus maka
virus tidak dapat langsung menghancurkan sel inang tersebut. DNA virus yang menyatu dengan DNA
sel inang disebut profage.
Saat sel inang membelah diri, maka komponen virus yang telah menyatu dengan komponen DNA sel
inang juga akan ikut membelah sehingga proses pembelahan juga menghasilkan sel baru
dengan profage didalamnya. Proses pembelahan sel dapat berlangsung beberapa generasi dan terus
menghasilkan sel baru dengan profage.
Siklus Lisogenik secara klinis hanya sampai pada tahap Cleaveage. Ketika pertahanan sel inang
melemah maka virus akan masuk ke siklus siklik dan dengan cepat menghancurkan sel inang tadi.
An HPV infection is caused by human papillomavirus, a DNA virus from the papillomavirus family, of
which over 170 types are known.[7] More than 40 types are transmitted through sexual contact and
infect the anus and genitals.[3] Risk factors for persistent HPV infections include early age of
first sexual intercourse, multiple partners, smoking, and poor immune function.[1]HPV is typically
spread by sustained direct skin-to-skin contact with vaginal and anal sex being the most common
methods.[3]Occasionally, it can spread from a mother to her baby during pregnancy.[8] It does not
spread via common items like toilet seats.[8] People can become infected with more than one type of
HPV.[8] HPV only affects humans.[4][9]
They have a broad range of vertebrate hosts; in humans, more than 50 distinct
adenoviral serotypes have been found to cause a wide range of illnesses, from mild respiratory
infections in young children (known as the common cold) to life-threatening multi-organ disease in
people with a weakened immune system.
Virology[edit]
Taxonomy[edit]
Group: dsDNA
Order: Unassigned[show]
[2]
Classification[edit]
Diversity[edit]
In humans, there are 57 accepted human adenovirus types (HAdV-1 to 57) in seven species (Human
adenovirus A to G):[3]
A: 12, 18, 31
C: 1, 2, 5, 6, 57[4]
D: 8, 9, 10, 13, 15, 17, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 36, 37, 38, 39, 42, 43,
44, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 53, 54, 56[5]
E: 4
F: 40, 41
G: 52[6]
obesity or adipogenesis (HAdV-A type 31, HAdV-C type 5, HAdV-D types 9, 36, 37) [7]
When not restricting the subject to human viruses, Adenoviridae can be divided into five
genera: Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, Siadenovirus, and Ichtadenovirus.[3]
Structure[edit]
Adenoviruses represent the largest nonenveloped viruses. They are able to be transported through
the endosome (i.e., envelope fusion is not necessary). The virion also has a unique "spike"
or fiber associated with each penton base of the capsid (see picture below) that aids in attachment
to the host cell via the receptor on the surface of the host cell. (See Replication Section below for
discussion of diverse receptors.)
In 2010, scientists announced that they had solved the structure of the human adenovirus at the
atomic level, making the largest high-resolution model ever. The virus is composed of around 1
million amino acid residues and weighs around 150 MDa.
Human herpes virus 1 (HHV1) is also known as herpes simplex virus 1 (HSV1). It is typically the cause
of cold sores around the mouth. HHV1 can also lead to infection in the genital area causing genital
herpes usually through oral-genital contact, such as during oral sex. HHV1 infections are contagious
and are usually spread from skin-to-skin contact with an infected person through small breaks in the
skin or mucous membrane. The HHV1 virus is more likely to be spread through things like sharing
eating utensils, razors, and towels from a person who has an active lesion.
Human herpes virus 2 (HHV2) is also called herpes simplex virus 2 (HSV2). It typically causes genital
herpes, a sexually transmitted infection. However, it can also cause cold sores in the facial area. Like
HHV1, the HHV2 infection is contagious and is spread by skin-to-skin contact. The main route of
transmission is through sexual contact, as the virus does not survive very long outside the body.
Human herpes virus 3 (HHV3) is also called varicella-zoster virus. HHV3 causes chickenpox. It can
also cause a recurrent virus infection of the skin, which is called herpes zoster or shingles. Shingles
occurs when dormant varicella-zoster virus from an initial bout of chickenpox becomes reactivated.
Like its close relative, HHV1, herpes zoster likes to infect skin cells and nerve cells. This virus may also
recur along nerve fibre pathways, causing multiple sores where nerve fibres end on skin cells.
Because an entire group of nerve cells is often affected, shingles is generally much more severe than
a recurrence of herpes simplex. The lesions generally appear in a band-like or belt-like pattern
occurring on one side of the body and are often accompanied by itching, tingling, or even severe
pain. Healing usually occurs in 2 to 4 weeks, and scars may remain. Postherpetic neuralgia is a
complication of shingles where the pain associated with the infection can persist for months and
even years. Most people who experience shingles once do not experience it again.
Human herpes virus 4 (HHV4) is also known as the Epstein-Barr virus. It is the major cause of
infectious mononucleosis, or "mono" - the "kissing disease." It is a contagious infection and is
transmitted through saliva. Coughing, sneezing, or sharing eating utensils with an infected person
can pass the virus from one person to another.
Human herpes virus 5 (HHV5) is the official name of cytomegalovirus (CMV). CMV is also a cause of
mononucleosis. In people with healthy immune systems, the virus may not even cause any
symptoms. It can be sexually transmitted, can cause problems to newborns, and can cause hepatitis.
CMV can be transmitted through sexual contact, breast-feeding, blood transfusions, and organ
transplants. CMV infection is one of the most difficult complications of AIDS. It may lead to diarrhea,
severe vision problems including blindness, infections of the stomach and intestines, and even
death. For a virus that barely causes a problem in most people with healthy immune systems, it can
be amazingly nasty in people with damaged immune systems, such as people with AIDS.
Human herpes virus 6 (HHV6) is a recently observed agent found in the blood cells of a few patients
with a variety of diseases. It causes roseola (a viral disease causing high fever and a skin rash in small
children) and a variety of other illnesses associated with fever in that age group. This infection
accounts for many of the cases of convulsions associated with fever in infancy (febrile seizures).
Human herpes virus 7 (HHV7) is even more recently observed and is closely related to HHV6. Like
other human herpes viruses, HHV6 and HHV7 are so common that most of humankind has been
infected at some point, usually early in life. HHV7 can also cause roseola, but it is not clear what
other clinical effects that this virus causes.
Human herpes virus 8 (HHV8) was recently discovered in the tumours called Kaposi's Sarcoma (KS).
These tumours are found in people with AIDS and are otherwise very rare. KS forms purplish
tumours in the skin and other tissues of some people with AIDS. It is very difficult to treat with
medication. HHV8 may also cause other cancers, including certain lymphomas (lymph node cancers)
associated with AIDS. The fact that these cancers are caused by a virus may explain why they tend to
occur in people with AIDS when their immune systems begin to fail. The discovery also provides new
hope that specific treatments for these tumours will be developed that target the virus.
Mumps virus belongs to the genus Rubulavirus in the family Paramyxoviridae and produces roughly
spherical, enveloped virions of about 200 nm in diameter.[2] The mumps virus genome is a linear,
single-stranded molecule of negative-sense RNA and 15,384 nucleotides in length
Electron microscopy (EM) revealed that the mumps virus (MuV), like other members of
the Paramyxoviridae, has an enveloped virion of roughly spherical or pleiomorphic (variable)
shape.[2] Paramyxovirus particles can have sizes ranging from 120–450 nm in diameter.
This RNP structure interacts with the viral envelope via matrix (M) proteins that are evenly
distributed around the virion. The envelope, a lipid bilayer derived from the host-cell plasma
membrane, harbours multiple copies of a number of glycoproteins required for virus entry and
exit: hemagglutinin-neuraminidase (HN), fusion (F), and the small hydrophobic (SH) protein.
This molecular assembly of protein, RNA, and lipids allows a single virus to bind to and infect specific
cells and replicate itself and finally exit the cell to be transmitted to the next susceptible host.
Humans are the natural hosts of the virus; no animal reservoirs are known to exist.
The measles virus is the cause of measles, an infection of the respiratory system. Symptoms
include fever, cough, runny nose, red eyes and a generalized, maculopapular, erythematous rash.
The virus is highly contagious and is spread by coughing and sneezing via close personal contact or
direct contact with secretions.
The measles virus has two envelope glycoproteins on the viral surface—hemagglutinin (H) and
membrane fusion protein (F). These proteins are responsible for host cell binding and invasion.
Three receptors for the H protein have been identified to date: complement regulatory
molecule CD46, the signaling lymphocyte activation molecule (SLAM) and the cell adhesion
molecule Nectin-4.
Coxsackieviruses are among the leading causes of aseptic meningitis (the other usual suspects being
echovirus and mumps virus).
The entry of coxsackievirus into cells, especially endothelial cells, is mediated by Coxsackie virus and
adenovirus receptor.
Coxsackievirus and adenovirus receptor (CAR) is a protein that in humans is encoded by the CXADR
gene.[5][6][7] The protein encoded by this gene is a type I membrane receptor for group B coxsackie
viruses and subgroup C adenoviruses. CAR protein is expressed in several tissues, including heart,
brain, and, more generally, epithelial and endothelial cells. In cardiac muscle, CAR is localized to
intercalated disc structures, which electrically and mechanically couple adjacent cardiomyocytes.
CAR plays an important role in the pathogenesis of myocarditis, dilated cardiomyopathy, and in
arrhythmia susceptibility following myocardial infarction or myocardial ischemia.
In general, group A coxsackieviruses tend to infect the skin and mucous membranes,
causing herpangina, acute hemorrhagic conjunctivitis, and hand, foot, and mouth (HFM) disease.
Group B coxsackieviruses tend to infect the heart, pleura, pancreas, and liver, causing pleurodynia,
myocarditis, pericarditis, and hepatitis (inflammation of the liver not related to the hepatotropic
viruses). Coxsackie B infection of the heart can lead to pericardial effusion.
ICD-10 B20-B24
ICD-9-CM 042-044
Patient UK HIV
[sunting di Wikidata]
Virus imunodifisiensi manusia[1] (bahasa Inggris: human immunodeficiency virus; HIV ) adalah
suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.[2] Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Tanpa
pengobatan, seorang dengan HIV bisa bertahan hidup selama 9-11 tahun setelah terinfeksi,
tergantung tipenya. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi
(kekurangan) sistem imun.[2] Penyaluran virus HIV bisa melalui penyaluran Semen
(reproduksi), Darah, cairan vagina, dan ASI. HIV bekerja dengan membunuh sel-sel penting yang
dibutuhkan oleh manusia, salah satunya adalah Sel T pembantu, Makrofaga, Sel dendritik.
Pada tahun 2014, the Joint United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) memberikan rapor merah
kepada Indonesia sehubungan penanggulangan HIV/AIDS. Pasien baru meningkat 47 persen sejak
2005. Kematian akibat AIDS di Indonesia masih tinggi, karena hanya 8 persen Orang Dengan HIV
AIDS (ODHA) yang mendapatkan pengobatan obat antiretroviral (ARV).[3] Indonesia adalah negara
ketiga di dunia yang memiliki penderita HIV terbanyak yaitu sebanyak 640.000 orang, setelah China
dan India, karena ketiga negara ini memiliki jumlah penduduk yang banyak. Hanya saja prevalensi di
Indonesia hanya 0,43 persen atau masih di bawah tingkat epidemi sebesar satu persen.
Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika barat
dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal
sebagai zoonosis.[9] HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang
ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte. Sedangkan, HIV-2 merupakan
spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan pada Sooty
mangabey, monyet dunia lama Guinea-Bissau.[9] Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh
HIV-1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-
2.[9] Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat.[9]
Berdasarkan susunan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N, dan
O.[10] Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda.[10] Sementara pada kelompok N dan O
belum diketahui secara jelas jumlah subtipe virus yang tergabung di dalamnya.[10] Namun, kedua
kelompok tersebut memiliki kekerabatan dengan SIV dari simpanse.[10] HIV-2 memiliki 8 jenis subtipe
yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda.[10]
Apabila beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang sama,
maka akan terjadi bentuk rekombinan sirkulasi (circulating recombinant forms - CRF)[11] (bahasa
Inggris: circulating recombinant form, CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe HIV yang berbeda
akan bergabung dan membentuk satu genom utuh yang baru.[12] Bentuk rekombinan yang pertama
kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan barat, kemudian rekombinan AGI
dari Yunani dan Siprus, kemudian rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia tenggara.[12]Dari
seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak 47% kasus disebabkan oleh subtipe C, 27% berupa
CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 5.3% adalah subtipe D dan 3.2% merupakan CRF AE, sedangkan
sisanya berasal dari subtipe dan CRF lain.
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk
selubung yang menyelimuti partikel virus (virion).[13] Selubung virus berasal dari membran sel inang
yang sebagian besar tersusun dari lipida.[13] Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein
matriks.[13]
Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid.[14] Genom adalah
materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA.[14] Sedangkan, kapsid
adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.[14]
Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV
memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef).[13] Gen-gen tersebut disandikan oleh
RNA virus yang berukuran 9 kb.[13] Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori
berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat,
Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef)
Flavivirus adalah genus yang tergolong familia Flaviviridae. Genus ini meliputi virus Nil Barat, virus
demam berdarah, virus demam kuning, dan beberapa virus lainnya yang dapat
menyebabkan ensefalitis.
Hepatitis virus adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh virus. Penyebab terpenting
ialah kelompok virus hepatitis A,B,C,D dan E. Akibat infeksi virus maka akan terjadi proses
peradangan pada hati. Tergantung pada ganasnya virus serta bagaimana daya tahan dan reaksi
tubuh maka penyakit hepatitis virus dapat berlangsung tanpa gejala ataupun dengan keluhan dan
gejala tertentu seperti demam, mual, muntah, air seni berwarna kuning tua sampai kecoklatan,
mata dan kulit menjadi kuning.
VHA termasuk virus picorna (virus RNA) dengan ukuran 27-28 nm. Virus dikeluarkan dari tubuh
melalui tinja yaitu lewat empedu masuk ke dalam usus, ditularkan secara feco-oral (tinja ke
mulut). Di negara berkembang kebanyakan anak sekolah mengidap hepatitis A karena penularan
dari orang lain. Mereka makan makanan yang tercemar kotoran yang mengandung VHA dan tidak
dimasak secara sempurna. Masa inkubasi hepatitis A ialah 2 – 4 minggu.
VHB ditularkan melalui darah dan cairan tubuh seperti air liur, air mani, cairan vagina dan air susu
ibu. Virus masuk ke tubuh lewat kulit atau selaput lendir tubuh yang rusak. Masa inkubasi 28 – 160
hari, rata rata 75 hari. Di daerah endemik penularan sering terjadi pada waktu persalinan atau pada
awal pemberian makanan bayi. Penularan dari ibu ke bayi merupakan penyebab terpenting
hepatitis menahun yang mudah berkembang menjadi kanker hati.
VHC terutama ditularkan melalui darah. Transfusi darah merupakan cara penularan yang ter-
penting. Masa inkubasi rata rata 7 minggu. Orang yang mempunyai risiko tinggi mendapat VHC
ialah mereka yang memerlukan tranfusi darah berulang, menjalani cuci darah, cangkok organ dll.
Cara penularan virus hepatits D sama dengan hepatitis virus B. Yang unik ialah untuk bisa terinfeksi
VHD diperlukan bantuan VHB, sehingga VHD hanya dapat menginfeksi penderita yang terkena
hepatitis B. Infeksi ini dapat terjadi bersamaan maupun sebagai infeksi tambahan pada penderita
VHB. Masa inkubasi VHD ialah sekitar 35 hari.
VHE ditularkan melalui tinja ke mulut. Ukuran VHE ialah 27-34 nm. Masa inkubasi 15 – 60 hari.
Wabah VHE pertama terjadi di New Delhi India pada tahun 1956. Infeksi VHE cukup tinggi di negara
berkembang dengan sanitasi yang buruk, dan angka infeksi lebih tinggi pada orang dewasa.