Anda di halaman 1dari 2

Defisit Perawatan diri sering kali disebabkan oleh intoleransi aktifitas, hambatan mobilitas fisik, nyeri,

ansietas, gangguan kognitif atau persepsi (misalnya defisit perawatan diri: makan yang berhubungan
dengan disorientasi). Sebagai suatu etiologi, defisit perawatan diri dapat menyebabkan depresi,
ketakutan akan ketergantungan, dan ketidakberdayaan (Wilkinson, 2012).

Gejala awal menunjukkan kehilangan intelektual, seperti memori, kemampuan penilaian, kognisi,
sehingga menyebabkan koping individu tidak efektif, kemudian terdapat perubahan kepribadian,
ditandai dengan depresi, agitasi dan kebingungan. Hal inilah yang menyebabkan individu harga diri
rendah, kemudian selanjutnya terjadi perubahan perilaku, yang dimanifestasikan dengan hiperaktivitas,
berkeluyuran, mondar–mandir dan gangguan tidur. Kondisi ini semakin lama semakin memburuk dan
mengganggu fungsi pribadi, sosial, pekerjaan dan pemanfaatan waktu luang. Pada akhirnya kemampuan
melakukan aktifitas perawatan diri menjadi berkurang atau bahkan hilang (Copel, 2007).

Gangguan fisik yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan konsep diri. Sedangkan gangguan psikologis
dapat terjadi karena kondisi tersebut mungkin mengurangi keindahan penampilan dan reaksi emosional
(Doenges, 2007).

Menurut Direja (2011:145), dalam pemeriksaan penunjang ada jenis alat untuk memeriksa gangguan
struktur otak yang mempengaruhi gangguan jiwa dapat menggunakan alat sebagai berikut:

a. Electroencephalogram (EEG) adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan informasi


penting tentang kerja dan fungsi otak.

b. Single Photon EmissonComputed Tomography (SPECT) untuk melihat wilayah otak dan tanda-tanda
abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik radiologi dengan menggunakan magnet,
gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat
mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak.

Menurut Copel (2007) yaitu dengan terapi Elektro Convulsif Teraphy (ECT), kejutan listrik dialirkan ke
otak dengan cara menempatkan elektroda–elektroda pada pelipis.

F. Penatalaksanaan

Menurut Direja (2011:26), Proses keperawatan berjalan secara interaktif yaitu proses pemecahan
masalah digunakan oleh perawat secara sistematis dan individual untuk mencapai tujuan keperawatan:

1. Pengkajian meliputi keadaan, proses, dan informasi biopsikososial spiritual klien.

2. Diagnosis keperawatan meliputi respons adaptif klien atau maladaptif klien, mendefinisikan
karakteristik respon tersebut dan pengaruh stressornya.

3. Perencanaan keperawatan meliputi prioritas diagnostik dan tujuan yang diharapkan.


4. Intervensi keperawatan seharusnya langsung membantu klien meningkatkan penilaian terhadap
dirinya (Insight) dan pemecahan masalah melalui perencanaan yang positif untuk klien.

5. Evaluasi meliputi penilaian kembali fase-fase sebelumnya dari proses keperawatan dalam
menentukan tahapan merencanakan tujuan yang akan dicapai.

Tindakan keperawatan pada pasien defisit perawatan diri bisa dilakukan dengan cara terapi aktivitas
kelompok. Menurut Direja (2011), Terapi Aktivitas Kelompok dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi

Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Terapi
aktivitas kelompok stimulus kognitif/presepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang
mengalami kemunduran orientasi, menstimuli presepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan
afektif serta mengurangi perilaku maladaptif. Aktivitas yang disediakan adalah menggunakan artikel,
sajak, puisi, buku, surat kabar untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.

2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada stimulus sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensoris
klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah dan
gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi
emosi dan perasaannya, serta menampilkan respon. Aktivitas yang digunakan adalah: musik, seni,
menyanyi, menari.

3. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas

Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri dan orang lain yang ada
disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan
dengan klien. demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu dan rencana kedepan.
Aktivitas dapat berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi
nyata.

4. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisa dengan individu yang ada disekitar klien. Kegiatan sosialisasi
adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan
dalam lingkungan sosial. Aktivitas berupa: mengorientasikan klien menarik diri, regresi pada kelompok
remotivasi, fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif pada kelompok mengingatkan

Anda mungkin juga menyukai