Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada banyak cara untuk meningkatkan derajat kesehatan, dapat melalui
olahraga, asupan makanan yang bergizi dan seimbang, serta melalui
kepercayaan antar daerah hingga individu itu sendiri. Terlebih di negara
Indonesia yang memiliki banyak pulau, suku, ras, dan berbagai agama yang
dianut. Ada sekitar lima agama yang dianut di Indonesia, antara lain: Islam,
Kristen/Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hucu
Pada setiap agama tentu saja memiliki kepercayaan masing-masing untuk
meningkatkan derajat kesehatannya. Sebagai contoh adalah umat Islam yang
meyakini bahwa wudhu sebelum sholat merupakan bentuk refleksi atau terapi
pada diri sendiri dan sholat adalah senam terbaik bagi tubuh. Tidak jauh beda
dengan umat Kong Hucu. Pada masyarakat Kong Hucu meyakini bahwa
tingkat kesehatannya berasal dari fengshui yang telah diberi oleh Tuhan pada
bumi ini. Salah satunya yang akan dibahas yaitu di Kelenteng Eng An Kiong,
Malang, Jawa Timur.
Maka dari itu, pada makalah ini akan sedikit membahas hubungan
Kelenteng Eng An Kiong dengan peningkatan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini, antara lain:


1. Bagaimana sejarah peribadatan Kong Hucu di Indonesia?
2. Apa arti dan tujuan umat Kong Hucu melaksanakan ritual peribadatan?
3. Bagaimana prosesi peribadatan Kong Hucu?
4. Apa makna simbol dan benda-benda yang digunakan dalam prosesi
peribadatan?
5. Apa latar belakang didirikannya Kelenteng Eng An Kiong?
6. Apa tujuan masyarakat datang ke Kelenteng Eng An Kiong?
7. Apa saja kegiatan ritual/upacara yang dilakukan untuk mencapai tujuan?
8. Apa saja fenomena yang sering terjadi berdasarkan cerita masyarakat?
9. Apa hubungan religi Kelenteng Eng An Kiong dengan kesehatan modern?

1
1.3 Tujuan Makalah

Ada pula tujuan pembuatan makalah ini, yaitu:


1. Untuk mengetahui sejarah peribadatan Kong Hucu di Indonesia.
2. Untuk mengetahui arti dan tujuan umat Kong hucu melaksanakan ritual
peribadatan.
3. Untuk mengetahui prosesi peribadatan Kong Hucu.
4. Untuk mengetahui makna simbol dan benda-benda yang digunakan dalam
prosesi peribadatan.
5. Untuk mengetahui latar belakang didirikannya Kelenteng Eng An Kiong.
6. Untuk mengetahui tujuan masyarakat datang ke Kelenteng Eng An Kiong.
7. Untuk mengetahui kegiatan ritual/upacara yang dilakukan untuk mencapai
tujuan.
8. Untuk mengetahui fenomena yang sering terjadi berdasarkan cerita
masyarakat.
9. Untuk mengetahui hubungan religi Kelenteng Eng An Kiong dengan
kesehatan modern.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Sejarah Kong Hucu di Indonesia


Keberadaan umat Khong Hucu Indonesia beserta lembaga-lembaga
keagamaannya sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Mengingat sejak zaman
San Guo sekitar abad ke tiga sebelum Masehi, agama Khonghucu telah menjadi
salah-satu dari tiga agama di Negeri Zhongguo pada saat itu. Terlebih lagi pada
zaman Dinasti Han (tahun 136 SM) bahwa agama Khonghucu ditetapkan sebagai
agama negara.

2
Agama Khonghucu di Indonesia tiba sebagai agama keluarga. Kedatangan
komunitas Konfusian pertama kali terjadi pada masa formasi Kerajaan Majapahit.
Mereka datang bersama tentara Tar-Tar yang dikirim untuk menghukum
Kertanegara (Raja Singosari terakhir).
Sebagai suatu bukti mengenai keberadaan agama Khonghucu di Indonesia
pada tahun 1688 dibangun Kelenteng Thian Ho Kiong di Makassar, tahun 1819
dibangun Kelenteng Ban Hing Kiong di Manado dan tahun 1883
dibangun Kelenteng Boen Thiang Soe di Surabaya. Kemudian pada tahun 1906
setelah diadakan pemugaran kembali berganti nama menjadi Wen Miao.
Kelenteng Talang di Kota Cirebon-Jawa Barat adalah juga merupakan salah satu
Kongzi Miao/tempat ibadah Khonghucu, semua itu juga merupakan peninggalan
sejarah yang telah berusia tua. Kelenteng lain yang bernuansa Dao Po Gong antara
lain: di Bogor didirikan pada zaman VOC dan banyak tempat lain di seluruh
Nusantara mulai dari Aceh hingga ke NTT.
Akhir abad ke-19 di seluruh Pulau Jawa terdapat 217 sekolah berbahasa
Mandarin, jumlah murid tercatat sebanyak 4.452 siswa, guru-gurunya direkrut
dari Negeri Zhongguo. Kurikulum yang digunakan mengikuti sistem tradisional
yakni menghafalkan ajaran Khonghucu. Mereka adalah anak-anak pedagang dan
tokoh masyarakat seperti Kapitan dan Lieutnant Cina. Siswa-siswa tersebut
menempuh ujian di ibu kota Kerajaan Qing untuk menjadi seorang Junzi.
Komunitas dagang Zhonghoa sudah sangat berkembang jauh sebelum kedatangan
VOC. Jaringan Zhonghoa sudah meliputi Manila, Malaka, Saigon, dan Bangkok.
Jadi sejak awal perkembangan komunitas Zhonghoa sudah sangat luas.

2.2 Arti dan Tujuan Umat Kong Hucu Melaksanakan Ritual Peribadatan
Agama konghucu di Indonesia tidak hanya mengajarkan kepada
penganutnya bagaimana seseorang berbakti kepada Tian (Tuhan yang maha esa),
orang tua, orang yang lebih tua, para pemimpin, tapi juga mengajarkan tata cara
melakukan ibadah kepada Tian, Nabi, orang-orang suci, leluhur dan lain-lain.

3
Arti dan tujuan umat konghucu melaksanakan ritual peribadatan
Hampir sama dengan agama pada umumnya arti dalam ibadah itu sendiri
yakni menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, bisa juga diartikan sebagai pola
komunikasi antara makhluk dengan Tuhannya, oleh karena ibadah atau
sembahyang merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan umat
beragama, begitu pula dengan kondisi umat konghucu yang mempunyai ritual
tersendiri dan mempunyai tujuan dalam pelaksanaan ritual tersebut, secara garis
besar tujuan dari pada melaksanakan ritual peribadatan bagi umat konghucu
adalah:
a. Mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa, tidak bisa dipungkiri bahwa
pola komunikasi vertical antara mahluq hidup dengan tuhannya harus
dilakukan oleh umat beragama setiap harinya, baik pelaksanaannya dirumah
maupun di tempat tempat ibadah sesuai dengan agamanya masing masing,
dengan tujuan untuk lebih dekat dengan Tuhan- Tian- yang menguasai seluruh
alam.
b. Memohon pertolongan dan perlindungan, ketika manusia merasa bahwa
dirinya terancam dan tidak ada lagi yang bias menolongnya maka dia akan
berdo’a pada tuhannya dan meminta pertolongan pada-Nya, oleh karena itu
ketika melakukan peribadatan maka umat konghucu meminta kepada Tian agar
selalu dilindungi dan diberi pertolongan ketika dalam kesusahan,
“Perlu diketahui bahwa memohon berbeda dengan meminta, ketika kita
meminta sedangkan tidak diberi maka yang salah adalah yang tidak memberi,
akan tetapi ketika kita memohon maka sepenuhnya hak berada pada yang
dimohon, apa mau dikasih atau tidak terserah pada yang punya wewenang
dalam hal ini Tuhan”.demikian tambah Liem Tiong Yang.
c. Bersyukur atas nikmat Tuhan, manusia tidak akan pernah bias menghitung
berapa banyak nikmat yang telah tuhan anugrahkan buat kita semua, sejak kita
di dalam kandungan sampai kita lahir manusia tidak bias menghitungnya, oleh
karena itu manusia hanya bisa mensyukuri nikmat yang telah Tuhan

4
anugrahkan buat kita, dalam melakukan peribadatan umat konghucu
mengucapkan syukur kepada Tian yang telah member nikmat dan anugrah
kepada hambanya.
Disebutkan dalam salahsatu bab kitab suci agama konghucu bahwa “Kepada
orang yang bertaqwa pada Tuhan yang maha esa maka Tuhan akan
memberikan bantuan”.

2.3 Prosesi Peribadatan Umat Konghucu dan Makna Simbol yang


Digunakan
Ada dua tempat peribadatan yang biasanya digunakan oleh umat konghucu
yang pertama adalah di rumah, sedangkan yang kedua adalah di klenteng. Tidak
ada perbedaan yang mendasar antara proses pelaksanaan peribadatan di rumah
dan di klenteng, keduanya sama yakni beribadah pada arwah leluhur yang suci,
beribadah pada Tuhan dan beribadah pada Nabi konghucu.
Adapun prosesi peribadatan umat konghucu adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu menyalakan lilin di tempat berdo’a atau altar,
b. Membakar Hio atau Dupa sebanyak 3 atau 9 batang yang melambangkan
Tuhan, Manusia dan Bumi, kemudian dinaikkan dahi sebanyak 3 kali, dengan
berkata sebagai berikut, pada angkatan Hio yang pertama maka yang diuacapkan
adalah kehadiran Tuhan yang maha esa ditempat yang maha tinggi,dimuliakanlah.
Pada angkata Hio yang keduayang harus diucapkan adalah kehadapan nabi
Konghucu, pembimbing dan penyadar hidup kami, di muliakanlah. Sedanngkan
pada angkata ketiga yang diucapkan adalah kehadapan para suci dan leluhur yang
kami hormati, dimuliakanlah.
c. Setelah pengangkatan Hio maka langkah selanjutnya adalah meletakkan Hio
di Youlu atau tempat peletakan Hio yang terbuat dari besi kuningan dan
berbentuk hati, Hio pertama diletakkan di tengah, yang kedua diletakkan di
sebelah kanan, dan yang terakhir diletakkan disebelah kiri.
d. Berdo’a dengan sikap Pat Tik, ada dua sikap pat tik. Pertama sikap pat tik

5
delapan kebajikan mendekap Thai Kik yaitu dengan cara tangan kanan
dikepalkan lalu ditutup dengan tangan kiri, sikap tangan ini gunakan juga pada
waktu bersembahyang, kedua sikap delapan kebajikan mendekap hati dengan
cara tangan kanan tetap membuka, tangan kiri merangkap punggung tangan
kanan dan kedua ibu jari dipertemukan kemudian didekappan di dada, sikap ini
hanya digunakan pada waktu berdo’a.
Tangan bersikap pat tik dan didekappan di dada mempunyai makna “Aku
selalu ingat bahwa dengan perantara ayah bunda Tian telah berkenan
menjadikan daku manusia, maka manusia wajib melakukan delapan
kebajikan”.
Delapan jalan kebajikan tersebut adalah:
– Berbakti atau Hau, berbakti disini mempunyai makna yang sangat
universal, mulai dari berbakti kepada tuhan yang maha esa, berbakti kepada oran
tua dan sampai berbakti pada Negara nusa dan Bangsa, pada asal artinya berbakti
di khususkan pada orangtua saja, di contohkan oleh Liem ketika kami
melaksanakan wawancara “ketika seorang melaksanakan proses pembelajaran
(Kuliyah-semisal-) dan sampai di Drop Out oleh akademik maka dia telah tidak
berbakti pada orang tua karena sesungguhnya orang tua selalu menginginkan
anaknya untuk lulus kuliyah”
– Rendah Hati atau Tee, yakni tidak sombong dan tidak Gumede roso, selalu
berbuat rendah hati dengan sesama makhluk.
– Setia atau Tiong .
– Dapat dipercaya atau Sien yakni dengan selalu menepati janji dan
melaksanakan apa yang telah dikatakan.
– Susila atau Lee yaitu berisi tentang aturan yang ada di masyarakat umum.
– Kebenaran atau Gi.
– Suci hati atau Liam, dengan selalu positive thingking dan bersih hati.
– Tahu malu atau Thi, menjadi manusia harus punya rasa tahu malu, karena
dengan rasa inilah kita secara tidak langsung juga akan dihormati oleh orang lain,

6
salah satu hal yang membedakan antara manusia dengan Hewan adalah hewan
tidak pernah punya rasa malu sedangkan manusia mempunyai rasa malu, ketika
manusia tidak punya rasa malu berarti dia tidak ada bedanya dengan hewan.
Selain delapan jalan kebajikan dalam pat tik diatas, ada beberapa makna yang
terkandung dalam pat tik,
– Ibu jari kiri yang melambangkan ayah
– Ibu jari kanan yang melambangkan ibu
– Kedua ibu jari jika dipertemukan dalam posisi pat tik maka akan
membentuk huruf jien yang artinya manusia.
– Delapan jari yang lain melambangkan delapan kebajikan seperti yang telah
dipaparkan diatas,
– Kesatuan genggaman melambangkan Tian, Tuhan yang maha esa.
– Dekapan dalam dada melambangkan bahwa kita selalu ingat pada-Nya.
Lain dari pada itu ada juga aturan yang harus dilaksanakan dalam penggunaan Pat
Tik dalam hal jumlah:
– Kepada sesama orang hidup maka hanya satu kali angkatan saja atau pai
– Kepada jenazah atau orang meninggal dengan dua kali angkatan
atau Tinglee.
– Kepada Altar Tuhan, Nabi atau para arwah Suci sebanyak tiga kali angkatan
atau Tinglee[8].

2.4 Makna dari Simbol dan Benda yang Digunakan dalam Prosesi
Peribadatan Kong Hucu
Setiap pelaksanaan peribadatan diperlukan symbol symbol sebagai
kelengkapan peribadatan, tidak hanya sekedar symbol saja akan tetapi dibalik
symbol tersebut juga mempunyai makna dan arti tertentu sehingga menimbulkan
kesakralan tersendiri bagi umat beragama, dalam prosesi peribadatan agama
konghucu juga menggunaka beberapa benda dan symbol yang didalamnya
mengandung makna dan arti.

7
a. Hio atau Dupa, Hio artinya harum, yaitu bahan pembakar yang dapat
mengeluarkan asap yang berbau sedap atau harum, dupa yang dikenal pada zaman
nabi Kongzu berwujud bubuk atau belahan kayu, membakar dupa dalam
peribadatan umat konghucu mengandung makna “jalam suci itu berasal dari
kesatuan hatiku dan hatiku dibawa melalui keharuman dupa”, selain itu juga
beguna untuk:
– Menenangkan pikiran, memudahkan konsentrasi dan meditasi
– Mengusir hawa atau hal hal yang bersifat jahat
– Mengukur waktu, terlebih pada zaman dahulu sebelum ada jam atau
lonceng.
Selain itu ada juga beberapa macam dupa sesuai dengan warna atau bentuk
serta penggunannya dupa itu sendiri:
– Dupa yang bergagang Hijau, berguna ketika bersembahyang didepan
jenazah keluarga sendiri.
– Dupa yang bergagang merah, digunakan untuk bersembahyang pada
umumnya.
– Dupa yang tidak bergagang, berbentuk piramida atau serbuk, berguna untuk
menentramkan pikiran, mengheningkan cipta dan mengusir arwah jahat.
– Dupa yang berbentuk spiral seperti obat nyamuk, hanya untuk bau-bauan
saja.
– Tiang Siu Hio, dupa tanpa gagang, panjang lurus dibakar kedua ujungnya,
digunakan khusus untuk bersembahyang kepada tuhan.
Ada juga pembagian dupa menurut jumlah penggunaan dupa:
– Dupa warna Hijau, 2 batang digunakan untuk menghormati jenazah
keluarga sendiri atau kehadapan altarnya yang masih belum melampaui masa
berkabung, boleh saja digunakan hanya satu batang.
– Dupa warna merah:
a. 1 batang, dapat digunakan untuk segala macam sembahyang, bermakna
memusatkan fikiran untuk sungguh sungguh bersujud.

8
b. 2 atau 4 batang untuk menghormati kepada arwah orang tua yang
meninggalnya telah melampaui 2 x 360 hari, atau kehadapan altar jenazah
bukan keluarga sendiri dan mengandung makna ada hubungan duniawi atau
urusan keduniaan.
c. 5 batang, untuk menghormati arwah umum, mengandung makna
melaksanakan lima kebajikan.
d. 8 batang, mengandung makna delapan kebajikan, dan digunakan sama
dengan 2 atau 4 batang.
e. 9 batang, untuk bersembahyang kepada tuhan yang maha esa, para nabi dan
para suci.
f. 1 pak, boleh sebagai pengganti 9 atau 1 batang[9].
b. Lilin atau Lampu, mempunyai makna menerangi dan berdiri tegak,
sedangkan asap dari pada lilin itu sendiri dilambangkan sebagai bentuk
naiknya do’a keperaduan Tuhan yang maha esa,
c. Youlou, tempat untuk meletakkan Hio setelah dibakar yang terbuat dari besi
kuningan dan berbentuk seperti hati

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Riwayat atau Latar Belakang Keberadaan Kelenteng Eng An Kiong


Salah satu jejak paling tua masyarakat Tionghoa di kota Malang terletak di
wilayah perempatan antara jalan Martadinata dan jalan Zainal Zakse. Di
persimpangan antara kedua jalan tersebut, terletak sebuah bangunan yang cukup
menonjol dan berbeda dari sekelilingnya yang didominasi oleh pertokoan. Warna
merah yang terlihat dominan di bangunan tersebut serta gapura yang menyambut
menandakan kentalnya unsur Tionghoa di bangunan yang dikenal sebagai
Kelenteng Eng An Kiong tersebut.
Menurut narasumber, Kelenteng Eng An Kiong sendiri telah berdiri sejak
tahun 1825. Berdirinya kelenteng pada tahun tersebut menandai bahwa sebelum
pendirian tersebut telah ada masyarakat Tionghoa yang tinggal dan membentuk
perkampungan di sekitarnya. Lazimnya, kelenteng memang baru dibangun di
wilayah sekitar ketika sudah ada cukup banyak masyarakat Tionghoa di
sekitarnya.
Di wilayah sekitar Eng An Kiong sendiri pada masa 1800-an memang

10
merupakan wilayah pecinan lama sebelum kotamadya Malang berdiri dan pecinan
bergeser ke daerah pasar besar. Pada saat itu, pecinan berpusat di wilayah yang
kini dikenal sebagai Boldi serta wilayah Kebalen. Oleh karena itu, hingga saat ini
masih banyak dijumpai masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di wilayah
tersebut bahkan dengan rumah yang memiliki arsitektur pecinan yang khas.
Menurut narasumber, pada tahun 1825 kelenteng ini dibangun atas
prakarsa dari Liutenant Kwee Sam Hway. Gelar Liutenant yang diberikan kepada
Kwee Sam Hway ini sebagai penanda bahwa pada masa tersebut sudah ada
komunitas Tionghoa yang cukup besar dengan adanya seorang pejabat yang
ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pemimpin di komunitas
tersebut.
Kwee Sam Hway sendiri dipercaya merupakan keturunan ketujuh dari
seorang jenderal di masa ketika Dinasti Ming berkuasa di Tiongkok. Pada saat itu,
keturunan sang jenderal penguasa tersebut ditekan oleh Dinasti Jing sehingga
akhirnya terpaksa melarikan diri ke Nusantara.
Sebelum tinggal dan mendirikan komunitas Tionghoa dan kelenteng yang
cukup besar di Malang, Lt. Kwee Sam Hway sebenarnya berasal dari Sumenep.
Pada waktu itu, leluhurnya sudah tinggal di Sumenep dan bahkan menikah dan
membentuk komunitas yang juga cukup besar di sana. Nama Eng An Kiong yang
digunakan sendiri memiliki makna sebagai "istana keselamatan dalam keabadian
Tuhan".
Dalam pembangunannya, kelenteng Eng An Kiong sendiri mengalami dua
periode. Pertama yaitu pembangunan ruangan tengah dan inti pada 1825 dan
kemudian baru menyusul pembangunan bangunan lain di sekitarnya pada tahun
1895 dan 1934.

11
Gambar 1
Gambar 1: Gerbang Depan Kelenteng Eng An Kiong
3.2 Keyakinan dan Tujuan Masyarakat Sekitar dating ke Kelenteng Eng An
Kiong
Kelenteng Eng An Kiong, eng adalah abadi, an = keselamatan, kiong=
istana, yang mempunyai makna “istana keselamatan dalam keabadian Tuhan”.
Keyakinan masyarakat sekitar sendiri terhadap Kelenteng ini sesuai namanya
yaitu kelenteng yang memberikan keselamatan yang abadi. Dikarenakan
keselamatan yang abadi dan bersifat hukum tuhan umat konghucu mengandalkan
ajaran Feng dan Shui. Feng artinya angin dan Shui berarti air. Feng dan Shui ini
erat kaitannya dengan kondisi bangunan. Air menjadi pembawa berkah dan
mendatangkan keberuntungan tersendiri bagi yang memakainya. Oleh karena itu
kelenteng tersebut memiliki pintu-pintu yang besar dan ruangannya bebas serta
tidak ada ruang kecil atau sempit pada tempat ibadah tersebut.
Adapun tujuan masyarakat sekitar datang ke kelenteng adalah untuk
beribadah. Kelenteng ini sendiri menerapkan ajaran Fengshui agar masyarakat
sekitar kelenteng tersebut terjaga kesehatannya. Maka dibangunlah fasilitas umum
Balai Pengobatan Tri Dharma di sebelah utara kelenteng. Pihak balai pengobatan
menerima imbalan jasa dengan sangat minimal. Sehingga tidak memberatkan
warga sekitar untuk berobat.

12
Gambar 2
Gambar 2: Balai Pengobatan Tri Dharma
3.3 Tempat dan Kegiatan Ritual atau Upacara yang Dilakukan di Kelenteng
Eng An Kiong
Bangunan kelenteng Eng An Kiong terdiri dari empat bagian. Yaitu:
Halaman Depan, Ruang Suci Utama, Bangunan Samping dan Bangunan
Tambahan. Yang pertama adalah Halaman Depan yang cukup luas. Halaman ini
digunakan untuk upacara keagamaan berlangsung. Lantai halaman depan berupa
tanah yang diperkeras. Perlu dimaklumi bahwa tata cara peribadahan di kelenteng
memang tidak dilakukan bersama-sama pada waktu tertentu, seperti di gereja atau
mesjid. Cara peribadahan di kelenteng dilakukan secara pribadi, sehingga di
dalam kelenteng tidak terdapat ruang yang luas untuk menampung
umat.
Upacara perayaan keagamaan seperti Cap Gomeh atau sembayang rebutan
(pu-du, pesta Tionghoa pada pertengahan bulan ke-7, biasa disebut juga ‘rebutan’
atau cioko), bahkan wayang Tionghoa atau potehi (bu-dai-xi), juga digelar
dihalaman depan ini. Tidak jarang halaman depan ini juga dipakai untuk tempat
bermain barongsai.
Yang kedua, adalah Ruang Suci Utama, merupakan bagian utama dari
sebuah kelenteng. Bangunan kelenteng Eng An Kiong mempunyai ragam hias

13
yang indah dan detail sekali. Atapnya berbentuk perisai dengan ‘nok’ melengkung
ditengah serta ujungnya melengkung keatas. Nok selalu sejajar dengan jalan.
Diatas nok tersebut terdapat sepasang naga yang memperebutkan ‘mutiara
surgawi’.
Pintu depannya dibiarkan terus terbuka. Di depan ‘ruang suci utama’
terdapat papan membujur tempat kita mendapatkan informasi tentang sejarah
kelenteng Eng An Kiong serta masayarakat pendukungnya dimasa lampau.
Ukuran besar dan kecilnya ruang suci utama ini berbeda pada setiap kelenteng.
Tapi pada umumnya berbentuk segi empat. Di kelenteng Eng An Kiong terdapat
semacam courtyard ditengahnya yang digunakan sebagai tempat pemasukan
cahaya alami, serta menampung air hujan dari atap. Sebuah altar utama terdapat
pada dinding belakang ruang suci utama ini. Dewa utama terletak disini.
Di depan altar terdapat sebuah meja . Kadang-kadang lebih dari satu.
Sering juga diapit dengan dua altar samping. Diatas meja pertama selalu terdapat
tempat pedupaan. Di depan tempat pedupaan terdapat beberapa batang hio yang
selalu mengepulkan asap. Di meja altar depan sering terdapat mu-yu, semacam
alat bunyi-bunyian dari kayu, dan khususnya sesajen-sesajen tertentu berupa
bauh-buahan, kue-kue dan makanan. Meja ini penuh makanan terutama pada hari-
hari raya keagamaan. Di dekat pedupaan ini sering terdapat benda-benda penting,
yang memungkinkan para dewa dapat ditanya tentang masa depan. Misalnya
seperti bei-jiao (dua potong kayu berbentuk tiram yang dapat dilempar ke tanah)
dan sebuah vas kayu berbentuk silinder (gian-tong), yang berisi lusinan bilah kayu
(bu-qian) didalamnya.
Tiap-tiap bilah cocok dengan syair yang tertulis pada secarik kertas yang
merupakan jawaban sang dewa. Orang yang sembahyang mengocok vas tersebut,
sampai sebilah kayu akan jatuh kelantai lalu mengambil secarik kertas bernomor
yang sesuai dengan kayu tadi dari salah satu laci sebuah lemari kecil. Ada
kelenteng tertentu kadang-kadang kita juga bisa meminta kertas (hoe), untuk
keselamatan dan kesehatan. Besar kecil ruang suci utama ini sangat bervariasi dari

14
satu kelenteng dengan kelenteng lainnya.
Yang ketiga, adalah ruang-ruang tambahan, ruang ini sering dibangun
kemudian setelah ’ruang suci utama berdiri’. Hal Ini disebabkan karena adanya
kebutuhan yang terus meningkat dari kelenteng yang bersangkutan.
Yang keempat adalah bangunan samping. Bangunan ini dipakai untuk
menyimpan peralatan yang sering digunakan pada upacara atau perayaan
keagamaan. Misalnya untuk menyimpan Kio (joli), yang berupa tandu, yang
digunakan untuk memuat arca dewa yang diarak pada perayaan keagamaan
tertentu.

Gambar 3
Gambar 3: Halaman Depan Kelenteng Eng An Kiong

15
Gambar 4
Gambar 4: Ruang Suci Utama Kelenteng Eng An Kiong

Gambar 5
Gambar 5: Ruangan Dewi Kwan Im (Dewi Asih)

3.4 Fenomena yang Sering Terjadi


Pada jaman dahulu, sebelum negara Indonesia belum mengenal banyak
dokter. Masyarakat lebih percaya akan dukun dan hal-hal mistis. Akibatnya
banyak orang-orang yang datang ke kelenteng untuk sembahyang dan berharap
agar lekas sembuh dari penyakitnya, yaitu dengan cara mengambil air di gelas
dan ditaruh di altar kemudian saat selesai sembahyang air tersebut dibawa pulang
dan dikonsumsi oleh orang yang sakit dan kemudian orang tersebut bisa sembuh.
Tetapi setelah berkembangnya jaman, umat konghucu juga mengikuti era tersebut.
Maka dibangunlah balai pengobatan Tri Dharma di sebelah kelenteng Eng An
Kiong.

3.5 Hubungan Religi di Kelenteng Eng An Kiong dengan Kesehatan Modern

16
Menurut narasumber, umat Kong Hucu menjaga kesehatannya berdasarkan
prinsip Fengshui dalam ajaran agama Khonghucu. Dalam kitab Yijing gua no 59
namanya fengshui huan. Kata huan bunyinya sama dengan huan yang berarti
bencana, fengshui huan berarti bencana yang ditimbulkan oleh angin dan air.
Dalam penjelasan , bila akan membangun Miao yang dimaksud kelenteng, wajib
memperhatikan lokasi yang aman dari bencana angin dan air. Supaya kelenteng
tidak terkena bencana angin dan air maka ditempatkan di pemukiman yang aman
yaitu di tengah kota dan dekat pasar., karena lokasi pasar dipercaya aman dari
banjir dan topan maka pasar itu dibangun bangunan pasar yang permanen. Oleh
karena itu banyak kelenteng dibangun dekat pasar dan dekat pemukiman termasuk
kelenteng Eng An Kiong.
Hal yang menarik dari ilmu atau pengetahuan fengshui yaitu cara Nabi
Khongcu mengajarkan masyarakat untuk melestarikan lingkungan. Menurut Nabi
Khongcu segala sesuatu yang baik itu tidak cukup hanya diajarkan, tetapi perlu
dibudayakan. Dibudayakan itu artinya sudah dihayati nilai nilainya oleh
masyarakat. Masyarakat itu memberi nilai tinggi sesuatu kalau memberi manfaat
besar kepada kehidupan pribadi dan keluarga. Seperti halnya pengetahuan
fengshui akan memberi manfaat besar kalau dilaksanakan.
Pengetahuan fengshui membudayakan masyarakat agar hidup tertib,
bersih, tepat waktu, dan menjaga kesehatan. Dengan berlandaskan ajaran Feng
Shui ini maka Kelenteng Eng An Kiong mendirikan Balai Pengobata Umum Tri
Darma yang terletak di sebelah utara Kelenteng dengan tujuan untuk membantu
meningkatkan kesehatan masyarakat sekitar.

17
BAB IV

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Keberadaan Umat Kong Hucu di Indonesia beserta lembaga-lembaga


keagamaanya sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Dalam melaksanakan ritual
peribadatan umat Kong Hucu memiliki arti dan tujuan diantaranya mendekatkan
diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal peribadatan umat Kong Hucu erat
kaitannya dengan peningkatan kesehatan, yang di sini kami mencoba mengamati
pada salah satu kelenteng yang terletak pada perempatan jalan Martadinata,
Malang yaitu kelenteng yang bernama Kelenteng Eg An Kiong. Arti nama
kelenteng ini adalah Istana Keselamatan dalam Keabadian Tuhan. Ritual
peribadatan yang dilakukan di kelenteng ini hampir sama dengan ritual di kelenteg
lain yaitu umat Kong Hucu beribadah di Altar kelenteng dengan adanya simbol
seperti dupa.
Hubungan religi Kelenteng ini dengan kesehatan yaitu untuk menuju sehat
manusia harus berlandaskan pada prinsip Fengshui. Feng artinya angin, Shui
artinya air. Hal ini berkaitan erat dengan pembangunan kelenteng dimana
kelenteng atau tempat tinggal harus dibangun pada tempat dimana angin dan air
dapat masuk. Pengetahuan fengshui membudayakan masyarakat agar hidup tertib,
bersih, tepat waktu, dan menjaga kesehatan sehingga kelenteng ini membangun
Balai Pengobatan Tri Dharma untuk membantu meningkatkan kesehatan
masyarakat sekitar kelenteng.

3.2 Saran

Sebagai seorang perawat dalam mengemban tugasnya, hendaknya tidak


memandang perbedaan salah satunya yaitu agama. Kita bisa memahami budaya
umat Kong Hucu terkait dengan kesehatan sehingga kita bisa memberi asuhan
keperawatan pada klien secara optimal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Matakin.or.id. Sejarah Agama Kong Hucu. (Online),


(http://matakin.or.id/page/sejarah-agama-khonghucu), diakses pada 11 April
2018
Wikipedia.org. 2015. Majelis Tinggi Agama Kong Hucu Indonesia. (Online),
(https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Tinggi_Agama_Konghucu_Indonesia),
diakses pada 11 April 2018
Wordpress.com. 2016. Ibadah Dalam Agama Kong Hucu. (Online),
(https://yuliarrifadah.wordpress.com/photos/ibadah-dalam-agama-
konghucu/), diakses pada 11 April 2018

19

Anda mungkin juga menyukai