Anda di halaman 1dari 25

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF

A. PENGERTIAN

Standar asuhan keperawatan intensif adalah acuan minimal asuhan keperawatan yang
harus diberikan oleh perawat di Unit/Instalasi Perawatan Intensif.

Asuhan Keperawatan Intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang


diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode ilmiah dan panduan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien.
Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian, masalah/diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi.

B. PENGKAJIAN

Merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang mengharuskan perawat


menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian meliputi proses
pengumpulan data, validasi data, menginterprestasikan data dan memformulasikan
masalah atau diagnosa keperawatan sesuai hasil analisa data. Pengkajian awal di
dalam keperawatan intensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan
pendekatan system yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, namun
ketika klien yang dirawat telah menggunakan alat-alat bantu mekanik seperti Alat
Bantu Napas (ABN), hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih
khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat tersebut.

C. PENETAPAN MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN

Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan diinterprestasikan kemudian


dianalisa lalu ditetapkan masalah/diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
menyimpang dari keadaan fisiologis. Kriteria hasil ditetapkan untuk mencapai tujuan
dari tindakan keperawatan yang diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien
yang dapat diukur dan realistis (Craven & Himle, 2000).
D. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah diprioritaskan.


Prioritas masalah dibuat berdasarkan pada ancaman/resiko ancaman hidup (contoh :
bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif,
gangguan perfusi jaringan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif
diagnosa keperawatan untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan (contoh : resiko
infeksi, resiko trauma/injury, gangguan rasa nyaman dan diagnosa keperawatan untuk
mencegah, komplikasi (contoh : resiko konstifasi, resiko gangguan integritas kulit).
Perencanaan tindakan mencakup 4 (empat) unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring,
terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah
kemampuan untuk melaksanakan rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas,
kebijakan dan standar operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula
diprioritaskan dengan memperhatikan besarnya kemungkinan masalah dapat
diselesaikan. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber-
sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.

E. MELAKSANAKAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Semua kegiatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap


klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk mendukung pencapaian
tujuan. Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur
tertentu, tindakan kolaboratif dan pendidikan kesehatan (standar prosedur dapat dilihat
dalam lampiran). Dalam tindakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap
kondisi klien termasuk evaluasi perilaku.

F. EVALUASI

Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan merupakan dasar
pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan dan
sekaligus merupakan alat untuk melakukan pengkajian ulang dalam upaya melakukan
modifikasi/revisi diagnosa dan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir
tindakan pemberian asuhan yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil
yang dilakukan untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir
perawatan. Evaluasi dicatat pada catatan perkembangan klien.
G. DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Adalah catatan yang berisi data pelaksanaan tindakan keperawatan atau respon klien
terhadap tindakan keperawatan sebagai pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien dan kebijakan.

Dokumentasi Keperawatan merupakan dokumen legal dalam sistem pelayanan


keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai
keadaan kesehatan klien dapat diketahui secara berkesinambungan.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF

PENDAHULUAN

Pasien yang memerlukan perawatan di Unit Perawatan Intensif adalah pasien dengan
kondisi kritis. Perawat berperan penting dalam merawat pasien kritis dengan penyakit
tertentu dan atau tindakan pembedahan yang menimbulkan kegagalan fungsi pernafasan.
Penyakit yang dimaksud antara lain gangguan sistem pernafasan, kardiovaskuler,
neurology, gastrointestinal, urinaria dan tindakan pembedahan terutama pembedahan
dengan anestesi umum serta pasien dengan gagal multi organ.

Mengingat banyaknya “Standar Asuhan Keperawatan Intensif”, maka pada tahap awal ini
hanya akan diuraikan asuhan keperawatan pasien dengan penggunaan ventilasi mekanik
dan gangguan hemodinamik. Kesempatan berikutnya akan dilanjutkan dengan uraian
kasus-kasus utama yang dirawat di ruang-ruang intensif berdasarkan survei di beberapa
rumah sakit di seluruh Indonesia. Uraian ini akan dibuat dalam buku edisi tersendiri.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRITIS DENGAN BANTUAN

VENTILASI MEKANIK

PENGERTIAN

Standar asuhan keperawatan pasien dengan penggunaan ventilasi mekanik adalah standar
asuhan keperawatan pada setiap pasien kritis yang mengalami ketidakmampuan bernafas
spontan/normal dan membutuhkan Alat Bantu Napas (ABN).

PENGKAJIAN

Pengkajian dengan pendekatan sistem pasien yang menggunakan Ventilasi Mekanik


adalah :

Keadaan Umum : Sesak napas, sering pusing/sakit kepala, sesak napas saat
bicara, sering terbangun malam karena sesak, mudah capek,
sesak napas saat beraktifitas

Status Neurologi : Reflek cahaya menurun, ukuran pupil > 2 mm, penurunan
kesadaran dari apatis sampai koma

Status Respirasi : Napas pendek/cepat dan dangkal/cupung hidung, tampak


mulut mencucu saat bernafas, kesukaran bicara karena sesak,
batuk terdengar produktif tetapi sekret sulit dikeluarkan,
penggunaan otot bantu pernapasan, pengembangan dada
tidak simetris, adanya wheezing, ronchi/cracles dan bunyi
pekak (dullness) serta ekspirasi memanjang pada auskultasi,
RR 10 X / menit atau > 40 menit dan tekanan diafragma
meningkat serta Tidal Volume menurun < 5 cc/kg/BB

Status Kardiovaskuler : Takhikardia atau bradikardia, tekanan darah dapat


meningkat/menurun, CVP dapat meningkat atau menurun,
distensi vena juguler

Gastrointestinal : Ascites dan hepatomegali

Muskuloskeletal : Atropi otot, kekuatan otot menurun


Ektremitas : Pucat dan dingin, sianosis pada kedua ekstremitas dan
pengisian tekanan kapiler > 2 detik

Aktifitas : Saat aktifitas tampak sesak napas, takhikardia dan tekanan


darah menurun

Pemeriksaan Penunjang

Ro Thorak : Adanya gambaran infiltrat, hiperinflasi, atelektasis,


pneumothorak, efusi pleura, ARDS, edema paru, CTR > 50

EKG : Disrytmia

Laboratik : Nilai analisa gas darah: PH < 7,35 atau > 7,45, PaO2 < 60
mmHg, PaCO2 > 55 mmHg, HCO3 < 20 dan BE < -2,5

Pulse Oksimetri : Saturasi oksigen < 90 %

Spirometri : Obtruksi aliran udara ekspirasi, tidal volume < 10-15 kal.BB

Darah Lengkap : Kadar Hb < 10 mg % dan Ht < 30 %

Elektrolit Darah : Na, K, Cl dapat meningkat atau menurun

MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL PADA KLIEN


DENGAN PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, kelemahan otot
pernafasan, penurunan ekspansi paru.

2. Bersihan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing pada trachea,
batuk tidak efektif produksi sekresi paru meningkat.

3. Gangguan pertukaran gas pada hipoventilasi alveolar, perubahan ventilasi / perfusi,


peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler paru.

4. Cemas berhubungan dengan situasi krisis, ketergantungan dengan alat.

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuscular.


6. Gangguan membran mukosa oral berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
terpasang tube.

7. Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolic.

8. Tidak efektifnya respon proses penyapihan ABN (Weaning) b/d ketergantungan ABN,
Malnutrisi.

9. Resiko gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan adanya oklusi pembuluh darah
cerebral.

10.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, pertahanan primer yang tidak
adekuat.

11.Resiko injury : tracheamaleasi, fistel tracheasofagus berhubungan dengan pemakaian


tube yang lama.

12.Resiko kurang efektifnya program pengobatan atau perawatan berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan.

NO DIAGNOSA KEP TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1 Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas Mandiri :
efektif b.d. optimal 1. Kaji kepatenan jalan napas
Menurunnya fungsi Kriteria : 2. Kaji pengembangan dinding dada,
fisiologis saluran Suara nafas asukultasi bunyi paru di kedua
pernafasan vesikuler belah paru
Peningkatan sputum Irama dan 3. Monitor lokasi selang endotrakeal.
Ketidakmampuan kedalaman Fiksasi selang secara hati-hati.
batuk pernafasan Minta bantuan saat memfikasi
Adanya benda asing normal ulang selang endotrakeal.
(ETT) Tidak terlihat 4. Perhatikan batuk yang berlebihan,
secret pada meningkatnya dispnea, alarm,
Data :
sirkuit ABN adanya secret selang endotrakeal
Pernafasan cepat dan
Tidak terjadi dan ronkhi.
dangkal
aspirasi 5. Suction jika diperlukan, batasi
Ronkhi
Secret encer dan lamanya suction kurang dari 15
Keluhan sesak
mudah di detik, gunakan selang suction yang
Sianosis
suctioning sesuai (besar kateter suction
Penggunaan otot
(dihisap) sepertiga dari lumen),
pernafasan
endotracheal/ nasotracheal,
Sputum banyak dan hiperoksigenisasi menggunakan
kenal 100% O2 sebelum suction.
Kelemahan 6. Instruksikan klien untuk batuk
efektif
7. Ubah posisi klien secara berkala
8. Motivasi untuk minum sesuai
kemampuan klien dan jamin
kebutuhan cairan terpenuhi 40-
50cc/kgBB/24 jam.

Kolaborasi :
1. Lakukan phisioterapi dada sesuai
indikasi: postural drainase, perkusi,
vibrasi
2. Berikan bronkodilator dan sesuai
program
3. Bantu dengan fiberoptic
bronkoskopy jika diindikasikan
2 Pola nafas tidak efektif Mempertahankan 1. Kaji ulang penyebab gagal
berhubungan dengan : pola nafas efektif pernafasan
- Fatique melalui ventilator 2. Observasi pola nafas atau monitor
- Perubahan ratio O2/CO2 dengan kriteria : usaha nafas klien dan bandingkan
- Fatique dengan data pada “patient display”
Data objektif : - Peningkatan kerja 3. Auskultasi dada secara periodik
- Dyspnea pernafasan tidak cacat dan atau tidak ada kualitas
- Peningkatan kerja ada bunyi nafas, wheezing, ekspirasi
pernafasan - Tidak ada memanjang dan juga simetrisitas
- Penggunaan otot bantu penggunaan otot gerakan dada
nafas bantu pernafasan / 4. Pastikan bahwa pernafasan sesuai
- Tampak capek (tired) retraksi dengan ventilator atau tidak ada
- Cianosis - Tidak ada Cianosis perlawanan (fighting)
- Penurunan PaO2 < 60 - Analisis gas darah 5. Isi balon pipa trachea / endotrachea
mmHg dan peningkatan PH : 7,35 - 7,45 sesuai kebutuhan sehingga tidak
PCO2 > 55 mmHg PaCO2 : 35 - 45 bocor
- Peningkatan kegelisahan mmHg 6. Siapkan alat-alat resusitasi dekat
dan ketakutan PaO2: 80-90 mmHg dengan tempat tidur klien dan
SaO2 : 95-100 % lakukan ventilasi manual bila
BE : -2,5 - 2,5 diperlukan
- Nadi : 60-100x/mnt
- TD : 90/60 - 120/90 Kolaborasi :
mmHg 1. Setting ventilator dan sinkronkan /
- RR : 16-22 x / menit sesuaikan dengan pola ventilator
sesuai kondisi klien
2. Observasi konsentrasi O2 (FiO2)
yang diberikan
3. Volume tidak 8-15 cc/kg/BB untuk
pasien PPOK 6-8 ml/kg/BB atau
sesuaikan dengan daya kumbang
paru untuk meminimalkan
terjadinya AUTO PEEP dan cacat
perubahan dari pemberian volume
yang terbaca pada komputer
ventilator tombol “patient display”
4. Cacat tekanan dan monitor
gelombang tekanan jalan nafas
5. Monitor ratio Inspirasi : Ekspirasi
(I:E normal 1:2) untuk PPOK
Ekspirasi diperpanjang 1:3
6. Jamin kelembaban dan temperatur
udara inspirasi dan minimal cek
setiap 4-8 jam
7. Set dan cek alarm ventilator
3 Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas Mandiri :
b.d adekwat : 1. Kaji status pernafasan secara
- Penurunan Kriteria evaluasi : periodik, catat adanya perubahan
pengembangan paru - Tidak menggunakan pada usaha dan tingkatan hipoksia
- Penurunan luas paru otot bantu 2. Perhatikan suara nafas dan adanya
efektif untuk pertukaran pernafasan suara tidak normal, ronkhi, suara
gas - Ronkhi atau crakles nafas menurun
- Pemupukan cairan di berkurang-hilang 3. Kaji sianosis
alveoli - Tanda-tanda vital 4. Observasi penurunan kesadaran,
normal : apatis, tidak ada perhatian, gelisah
Data : RR: 16-24x/mnt bingung, somnolen
- Pernafasan cepat dan Nadi: 60-100x/mnt 5. Auskulatasi irama dan bunyi
dangkal TD: 90/60 mmHg jantung
- Sianosis - AGD normal : 6. Buat klien dapat beristirahat secara
- Suara nafas menurun pH:7,35-7,45 periodik dan jaga ketenangan
- Ronkhi mmHg lingkungan
- Rontgen paru PaCO2 : 35 – 45 7. Posisikan klien fowler atau
- Kadar PaO2 < 60 mmHg mmHg semifowler
PCO2 > 55 mmHg, PaO2: 80 - 100 8. Ajarkan dan motivasi terus untuk
PH < 7,35 mmHg melakukan latihan pernafasan
BE: -2,5 - +2,5 pursed lip
Sat O2: 90-100 % 9. Lakukan balance cairan setiap 1-2
jam kemudian 3-4 jam
10. Monitoring SaO2 dengan “Pulse
Oximetry”

Kolaborasi :
1. Awasi/batasi pemberian cairan baik
oral maupun parenteral
2..Monitor ventilator
3. Observasi FiO2
4. Pastikan humiditas O2 inspirasi
adequate
5. Monitor kadar PO2 dan PCO2
6. Berikan pressure support atau
PEEP sesuai program
7. Pemeriksaan Analisa Gas Darah
(AGD)
8. Monitor rontgen paru secara
berkala
9. Berikan obat-obatan sesuai
program: steroid, antibiotik
4 Gangguan komunikasi Memenuhi kebutuhan 1. Kaji kemampuan komunikasi klien
verbal berhubungan komunikasi dengan untuk pola komunikasi pengganti
adanya pemasangan kriteria : 2. Kembangkan komunikasi yang
Endrotraheal tube dan 1. Klien dapat mudah dimengerti misalnya kontak
ventilasi mekanik mengungkapkan mata, pertanyaan ya / tidak, kertas
keinginannya / + spidol / pensil, daftar objek atau
Data objektif :
keluhannya isyarat / gerakan
Klien terpasang
2. Hubungan 3. Pertimbangkan bentuk komunikasi
endrotrakheal tube dan
terapeutik perawat- saat memasang klien dapat
ventilasi mekanik
klien, klien menggunakan (lampu / bunyi) dan
keluarga dan teman perawat secepatnya akan
3. Klien kooperatif membantu kebutuhan klien
pada program 4. Berikan bel yang dapat diraih dan
pengobatan dan pastikan klien dapat
perawatan menggunakannya (lampu / bunyi)
dan perawat secepatnya akan
membantu kebutuhan klien
5. Beri tanda bahwa klien mengalami
gangguan komunikasi verbal
6. Beri waktu pada keluarga satu
orang yang dekat dengan klien dan
ajarkan cara-cara komunikasi yang
sudah dipahami klien
5 Resiko / aktual infeksi Infeksi tidak terjadi Mandiri :
(saluran pernafasan) b.d 1. Kaji faktor resiko timbulnya
- Penurunan pertahanan Kriteria : infeksi: intubasi, pemasangan
tubuh primer / sekunder Tanda-tanda vital ventilator (ABN) yang lama,
- Tindakan invasive normal pertahanan tubuh yang lemah,
- Penyakit kronis / - TD 90/60-140/90 malnutrisi, infeksi, prosedur
malnutrisi mmHg invasive
- Aspirasi - Nadi 60-100x/mnt 2. Observasi warna, bau dan
- Pernafasan 12-22 karakteristik sputum, perhatikan
Data :
x/mnt drainase sekitar selang trakeostomi
- TD 120/80 mmHg o
- Suhu 36-37 C jika ada
- N 88x/mnt, suhu 37oC
- Jumlah leukosit 3. Auskultasi bunyi paru secara
PI 5x/mnt tipe assist-
antara 500 – periodik
control
10.000 UI 4. Kurangi resiko terjadinya infeksi
- Jumlah leukosit 9.000 UI
nosokomial dengan cara cuci
- Pasien terpasang alat
tangan yang adekuat, lakukan
invasive, intubasi
pengisapan secret melalui
mekanik, kateter, infuse,
endotracheal / nasotracheal dengan
CVP
prinsip steril ataupun prosedur
invasive lain
5. Lakukan teknik pengisapan secret
pernapasan / suction yang tepat
untuk mencegah secret yang
terkumpul di rongga mulut / trakea
6. Latih nafas dalam dan batuk efektif
7. Lakukan fisiotherapi dada, perkusi,
vibrasi, postural drainase sesuai
program
8. Ajarkan keluarga untuk tidak
menyentuh peralatan invasive,
mencuci tangan sebelum bertemu
klien
9. Ajarkan klien untuk membuang
secret pada tempatnya
10.Siapkan isolasi jika diperlukan
11.Pertahankan asupan cairan yang
adekuat 40-50 cc/kg/BB 24 jam
atau sesuai dengan toleransi tubuh
klien
12.Berikan nutrisi perenteral setiap
kalinya tidak lebih dari 300 cc
13.Posisikan klien semifowler selama
30 mnt setiap kali selesai
memberikan makanan
14.Monitoring penumpukan cairan di
selang ventilator (ABN), buang
secara berkala

Kolaborasi :
1. Lakukan kultur sputum sesuai
program
2. Berikan pengobatan sesuai
program
6 Resiko / actual program Program penyapihan Mandiri :
penyapihan yang dapat optimal 1. Kaji kondisi fisik yang
memanjang b.d mempengaruhi proses penyapihan :
- Gangguan istirahat Kriteria : - Nadi dan irama jantung yang
- Kelemahan umum / - Usaha nafas stabil, TD dan suara nafas
keterbatasan energi adekuat vesikuler, peningkatan suhu
- Nyeri / ketidaknyamanan - Analisa gas darah tubuh
- Penurunan motivasi dalam batas - Pasien sudah ada usaha nafas
- Lingkungan yang tidak normal (terlihat pada trigger sensitivity
mendukung (support / - PH 7,35 - 7,45 ABN)
monitor yang adekuat) - PaO2 80-100 - Status nutrisi dan kekuatan otot
mmHg - Tentukan kesiapan kondisi
Data : - PaO2 35-45 psikologis klien
- Gelisah mmHg 2. Jelaskan pada pasien tentang
- Kekuatan otot - BE =/- 2,5 tujuan, syarat dan cara weaning
- Usaha nafas klien +/- - Sat O2 93-100 % seperti : T Piece, SIMV + Pressure
- Penurunan volume tidak - Pernafasan normal Support, CPAP + pressure support
ada atau minimal dan volume 3. Kontrak dengan pasien akan
>/=5cc/kg/BB adekuat dimulai weaning
- Takipnea tidak ada - Peningkatan energi 4. Berikan istirahat yang optimal fase
- Kegagalan weaning + - Peningkatan tidur yang tidak diganggu dan
kekuatan otot hindari prosedur yang
mencemaskan yang tidak
diperlukan
5. Evaluasi dan dokumentasikan
perkembangan klien. Catat adanya
ketidakmampuan beristirahat,
perubahan TD, nadi, pernafasan,
penggunaan otot, pernafasan
tambahan, ketidaksinkronan
pernafasan dengan ventilator
(ABN) / perubahan pola nafas dan
informasikan hasil observasi
kepada pasien : bila baik
tingkatkan weaning dan bila
kurang baik berikan istirahat /
tunda dulu
6. Informasikan program weaning
kepada keluarga / teman dekat
pasien dan anjurkan supaya
keluarga / teman memberi support
kepada pasien
7. Berikan reinforcement positif atas
keberhasilan pasien akan program
weaning

Kolaborasi :
1. Konsul dengan ahli gizi tentang
kecukupan asupan gizi klien
2. Monitor sel darah putih, albumin
dan prealbumin serum, transfering,
Fe, Na, K, PO4
3. Lakukan rontgen dan AGD
berkala

ASUPAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN


HEMODINAMIK

PENGERTIAN

Gangguan hemodinamik adalah ketidakseimbangan antara tekanan, aliran dan


oksigenisasi darah dalam system kardiovaskuler. Gangguan hemodinamik dapat terjadi
pada kasus yang disebabkan oleh penurunan kontraktilitas jantung, penurunan pemasukan
cairan (preload menurun) serta gangguan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
(Lewis at all, 2000).

Asuhan keperawatan pada pasien kritis yang mengalami gangguan hemodinamik seperti
pada kasus kardiogenik syok, hipovolemik syok dan septic syok sebagai contoh akan
diuraikan asuhan keperawatan pasien dengan syok hipovolemik dan kardiogenik.

PENGKAJIAN

Hal yang perlu dikaji pada pasien syok hipovolemik dan kardiogenik adalah :

Keadaan Umum : Pasien tampak lelah, kelopak mata cekung, konjungtiva


pucat, pasien mengeluh pusing / sakit kepala atau nyeri
kepala, mengeluh haus dan tampah gelisah
Sistem Respirasi : Frekuensi pernafasan : lambat, cepat, cepat dan dangkal,
cheyne stokes, apnea, suara nafas adanya crakles
Sistem Kardiovaskuler : Frekuensi denyut jantung takikardis pada awal dan
bradikardia pada akhir syok, kelainan irama yaitu aritmia
/ disrytmia, bunyi jantung adanya S3 dan S4, tekanan
darah pada awal, syok tekanan darah meningkat, tetapi
pada fase akhir tekanan sistolik < 90 mmHg dan diastolic
< 60 mmHg, JVP meningkat, CVP pada kasus
kardiogenik syok meningkat dan pada hipovolemik syok
menurun, denyut nadi perifer kecil dan lemah
Sistem Perkemihan : Olyguria atau urin kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam atau
anuris
Sistem Gastrointestinal : mual dan bising usus melemah
Sistem Neuromuskuler : berkurangnya refleks tendon
Ektremitas : Kulit teraba dingin, jurgor kulit buruk, sianosis,
pengisian kapiler menurun / melambat lebih dari 2 detik
dan denyut nadi perifer lemah atau tidak teraba

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap : Hb < 10 gr %, Ht > 45 %


Berapa jenis urin meningkat (> 1025)
Elektrolit darah penurunan nilai Kalium, Natrium dan Klorida pada syok
hipovolemik dan peningkatan pada syok kardiogenik.
EKG : adanya gelombang ST Depresi
Analisa gas darah : pada awal terjadi respirasi alkolosis dan akhirnya asidosis
metabolic
Foto toraks : adanya gambaran edema putmonal pada syok kardiogenik

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL

1. Volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pengeluaran


berlebih, pemasukan kurang, pendarahan internal dan eksternal.
2. Penurunan cardiac output berhubungan dengan factor mekanik (penurunan
kemampuan kontraksi miokard)
3. Gangguan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, renal dan perifer) berhubungan
dengan penurunan cardiac output
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah kapiler baru
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen
6. Potensial nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang
7. Cemas ringan sampai berat berhubungan dengan kurang pengetahuan pasien /
keluarga akan keadaan penyakit dan program pengobatan

NO DIAGNOSA KEP TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1 Volume cairan tubuh Volume cairan tubuh 1. Monitor tanda-tanda vital
kurang dari kebutuhan seimbang dengan kriteria setiap jam, kemudian setiap 2
b.d : Tanda-tanda vital : jam selanjutnya sesuai kondisi
o
- Pengeluaran - Suhu 36-37 C pasien
berlebih - Nadi 60-100 x/mnt 2. Monitor tanda-tanda dehidrasi
- Pemasukan cairan - TD 90/60-140/90 mmHg (haus, akral dingin, nadi cepat)
kurang - RR 16 16-24 x/mnt 3. Monitor perubahan membrane
- Peningkatan - Nadi perifer teraba besar mukosa mulut dan turgor kulit
permeabilitas dan kuat 4. Anjurkan pasien untuk cukup
pembuluh darah - Warna kulit normal, minum (40-50 cc/kg/BB)
kapiler hangat 5. Ukur pemasukan dan
- Tingkat kesadaran pengeluaran cairan setiap 1-2
Data : memburuk jam, kemudian 3-4 jam
- Klien mengeluh - Urine output 0,5 6. Bila pasien memakai CVP,
pusing cc/kg/BB ukur CVP secara berkala
- Mata cekung - Nilai Hb 12-14 g % 7. Kolaborasi :
- Membran mukusa - Ht 30 % dl - Pemberian cairan rehidrasi
mulut kering, pucat (koloid)
- Turgor kulit buruk - Bila CVP belum terpasang
- Akral dingin kolaborasi untuk
- Pengisian kapiler >2 pemasangan CVP atau vena
detik besar
- TD menurun <90/60
mmHg
- Nadi tak teratur,
tekanan lemah dan
kecil
- CVP menurun < 3
mmHg

- Produksi urine < 0,5


cc/kgBB/jam
2 Penurunan cardiac Cardiac output meningkat, 1. Berikan posisi tidur dengan
output berhubungan dengan kriteria evaluasi : kepala lebih tingi 30o dan
dengan factor mekanik - Urin output 0,5 - 1 bedrest
(penurunan cc/kgBB/jam 2. Batasi aktivitas dan berikan
kemampuan kontraksi - Tanda vital : sistolik kesempatan istirahat diantara
miokrad) 100-140 mmHg kegiatan
Data : - HR : 60-100 x / mnt 3. Monitor RR : denyut nadi,
- Oliguria (produksi - RR : 16-24 x / mnt tekanan darah, suhu tubuh dan
urin kurang dari 0,5 - Denyut nadi perifer kuat adanya keringat dingin setiap
ml/kgBB/jam - Akral hangat 1-2 jam
- JVP meningkat - Pengisian kapiler < 3 4. Ukur urin output, warna setiap
- Tekanan darah detik 1-2 jam dan bila sudah stabil 3-
sistolik < 60 mmHg - Tidak ada sianosis 4 jam
- Denyut nadi lemah 5. Support pasien / keluarga untuk
- Denyut jantung mengurangi stress / kecemasan
(HR) > 100 x mnt
- RR : lambat, cepat Kolaborasi :
atau apnea Pemberian oksigen nasal
- Akral dingin Pemasangan dower kateter
- Sianosis Pemasangan IVFD
Pemberian obat-obatan :
- Lasix
- Lanoxia (digoxin)
- Inotropik
Pemeriksaan AGD dan Na, K, Cl
3 Gangguan pertukaran Pertukaran gas adequate : 1. Pertahankan pasien bedrest
gas berhubungan Kriteria evaluasi : dengan posisi tidur kepala lebih
dengan adanya - Tidak menggunakan otot tinggi 30o
peningkatan bantu pernafasan 2. Pertahankan jalan nafas tetap
permeabilitas - Tidak ada ronkhi atau lancer / bersih
pembuluh darah crakles 3. Monitor kesadaran
kapiler paru - Tanda-tanda vital normal: 4. Monitor pola nafas, rate dan
RR: 16-24 x/mnt penggunaan otot bantu
Data penunjang : Nadi: 60-100 x/mnt pernafasan
- Nafas cepat dan TD: 90/60-140/90 mmHg 5. Auskultasi bunyi nafas
dangkal - ADG normal: pH 7,35- terhadap adanya crakles,
- RR lebih dari 24 7,45 mmHg wheezing, ronkhi dan
x/mnt PaCO2: 35-45 mmHg melemahnya suara nafas
- Penggunaan otot PaO2: 80-100 mmHg 6. Observasi tanda-tanda vital
bantu pernafasan BE: -2,5 + 2,5
- Adanya ronkhi / Sat O2: 90-100 % Kolaborasi :
crakles - Pemberian oksigen therapy
- AGD: pH<7,35 dan - Pemeriksaan AGD, Na, K, Cl
>7,45 PaCO2 <35 - Pemeriksaan fototoraks
dan >45 mmHg
Sat O < 90 BE : <
-2,5 dan < 2,5
4 Cemas ringan sampai Cemas menurun dan berat 1. Bina hubungan saling percaya
berat berhubungan ke sedang dan sedang ke dengan pasien dan keluarga
dengan : ringan sampai hilang 2. Dengarkan keluhan pasien /
- Situasi kritis keluarga dengan mendengar
- Takut mati Kriteria evaluasi : aktif dan empati
- Kurang pengetahuan - Pasien / keluarga 3. Identifikasi persepsi pasien /
keluarga tentang mengungkapkan keluarga tentang kondisi
status / kondisi perasaan cemasnya sakitnya
kesehatannya - Keluarga dapat 4. Identifikasi tentang koping
menjelaskannya kembali yang digunakan pasien /
Data penunjang : tentang kondisi pasien keluarga untuk mengatasi
- Pasien merasa dan program pengobatan kecemasan
cemas dan takut - Pasien / keluarga 5. Jelaskan kepada keluarga
- Pasien dan keluarga mengatakan cemas mengenai keadaan / kondisi
menanyakan berkurang pasien, program pengobatan
bagaimana kondisi - Ekspresi pasien / dan perawatan
sakitnya / apakah keluarga wajah rileks 6. Anjurkan pasien / keluarga
penyakitnya dapat menggunakan koping positif
sembuh ? yang biasanya digunakan untuk
- Pasien keluarga mengurangi kecemasan
tampak bingung dan 7. Beri support pada keluarga
gelisah agar turut memberi semangat
pada pasien untuk mematuhi
program pengobatan dan
perawatan

BAB III
KOMPONEN PENGEMBANGAN JENJANG KARIR PROFESIONAL PERAWAT
KLINIK

Pengembangan jenjang karir professional perawat perlu memperhatikan beberapa


komponen antara lain :
A. Tanggung jawab dalam pengembangan karir
B. Mekanisme jenjang karir
C. Sertifikasi
D. Renumerasi
A. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGEMBANGAN KARIR

Pengembangan jenjang karir professional perawat klinik pada dasarnya menjadi


tanggung jawab berbagai pihak mulai dari individu, perawat itu sendiri, institusi
pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, organisasi profesi dan pemerintah.

1. Tanggungjawab Individu
a. Membuat perencanaan karir jangka panjang untuk membantu
mengembangkan karir dirinya melalui evaluasi kekuatan dan kelemahan diri,
penetapan tujuan, kesempatan karir, dan memanfaatkan kegiatan
pengembangan.
b. Memanfaatkan bantuan dalam pembinaan karir jangka panjang.
c. Menjadikan perencanaan karir sebagai suatu proses yang berjalan secara
terus menerus yang dilaksanakan dengan sadar dan teliti.
d. Mempunyai komitmen pengembangan pribadi dan pengembangan karir.
2. Tanggungjawab Institusi Pelayanan Kesehatan
a. Manajer institusi harus menciptakan jalur karir dan kenaikan pangkat,
berupaya mencocokan lowongan kerja dengan orang yang tepat, meliputi
mengkaji kinerja dan potensi karyawan agar dapat memberi bimbingan karir
dan pendidikan serta pelatihan yang paling tepat.
b. Tanggungjawab Pengelola :
1) Mengintegrasikan kebutuhan → keterpaduan → rencana kebutuhan
2) Menetapkan jalur karir
3) Menyebarluaskan informasi karir
4) Menginformasikan lowongan kerja
5) Melakukan pengkajian karyawan
6) Menyediakan penugasan menantang
7) Memberikan dukungan dan dorongan
8) Menyusun kebijakan kepegawaian karyawan
9) Menyediakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
3. Tanggungjawab Institusi Pendidikan
a. Mempersiapkan peserta didik agar mempunyai kompetensi sesuai dengan
yang ditetapkan dalam kurikulum pendidikan.
b. Melakukan survey ke pengguna lulusan untuk mengetahui kesesuaian
kompetensi lulusan dengan kebutuhan masyarakat.
c. Menanamkan tanggungjawab tentang perencanaan karir individu.
d. Mengkoordinasikan antara institusi pendidikan dengan pelayanan.
e. Menanamkan “life long learning” serta pendidikan menyiapkan peserta didik
untuk menghargai / apresiasi profesi.
4. Tanggungjawab Profesi
a. Menetapkan pola karir termasuk system penghargaan, memberlakukan dan
memantau & menilai pelaksanaannya.
b. Menetapkan, memberlakukan, memantau / menilai program sertifikasi
melalui pendidikan berkelanjutan.
c. Memberikan advokasi pengembangan karir.
d. Mendorong iklim kerja yang kondusif untuk pengembangan karir.
e. Menetapkan, memberlakukan serta memantau dan menilai system
remunerasi.
5. Tanggungjawab Pemerintah (Pusat / Daerah)
a. Mensahkan pemberlakuan pola karir yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
b. Mengkoordinasikan advokasi, konsultasi, asisten pola karir dan sistem
penghargaan.
c. Melakukan bimbingan dan evaluasi
B. MEKANISME PENGEMBANGAN KARIR PROFESIONAL PERAWAT
KLINIK

Individu Penerapan
Perawat Promosi

Institusi Informasi Tim Kredential Uji


Pankes Karir (Lembaga Sertifikasi) Kompetensi
Independen

Organisasi Menetap Tidak


Profesi Lulus
kan Lulus

Institusi Pola
Pendidikan Karir Sertifikat Remedial (
Upaya
Perbaikan)
Pemerintah Mengesahkan
Pola Karir
Uji Ulang
3 kali
Promosi Sesuai
Jenjang Karir
Tidak
Lulus

Tk. PK
Tetap

Untuk memasuki penjenjangan karir professional perawat harus memenuhi


persyaratan dan kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan.
b. Memiliki pengalaman kerja (waktu tertentu) di sarana kesehatan.
c. Mengikuti pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan (program
sertifikasi).
d. Lulus uji kompetensi yang dilaksanakan oleh lembaga independent / Tim
Kredential.
e. Memiliki Surat Ijin Perawat (SIP), Surat Ijin Kerja (SIK) dan/atau Surat Ijin
Praktik Perorangan (SIPP) terbaru.
C. SERTIFIKASI

Dalam pengembangan sistem jenjang karir perawat, sertifikasi merupakan suatu


proses yang harus ditempuh oleh perawat klinik pada setiap jenjang. Program
sertifikasi dilaksanakan oleh organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI).
Uji kompetensi dilaksanakan oleh lembaga independent Konsil Keperawatan
Indonesia yang berkedudukan di Ibukota Negara.
Dalam masa transisi, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia, uji
kompetensi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keperawatan di
Pusat dan perwakilan LSP Keperawatan di daerah yang terdiri dari unsure Persatuan
Perawat Nasional Indonesia dan stakeholders terkait.

D. REMUNERASI

Agar jenjang karir dapat dilaksanakan secara optimal harus didukung oleh sistem
remunerasi. Setiap kenaikan dari satu jenjang karir ke jenjang yang lebih tinggi perlu
diikuti dengan pemberian remunerasi sesuai dengan kinerja pada setiap jenjang.
Imbalan yang terkait dengan jenjang karir ini perlu direncanakan secara mantap dan
terakreditasi dalam sistem pelayanan kesehatan secara menyentuh khususnya dalam
sub sistem penghargaan. Sistem penghargaan atau pemberian imbalan ini dalam
perencanaan dan dasar penyusunan besarnya nominal/imbalan jasa perawat dapat
mengacu pada komponen-komponen yang ada pada pola tarif pelayanan kesehatan.
Pelaksanaannya perlu memperhatikan kemampuan institusi, kemampuan daerah yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.

E. EVALUASI JENJANG KARIR PROFESIONAL PERAWAT KLINIK

Jenjang karir professional perawat klinik harus dievaluasi secara konsisten dan
terstruktur dan mencakup beberapa komponen yang meliputi :
1. Evaluasi Kompetensi Asuhan Keperawatan
2. Evaluasi Penampilan Kerja
3. Evaluasi Pengetahuan Profesional
4. Evaluasi Komunikasi dan Koordinasi
5. Evaluasi Kompetensi Manajemen
6. Evaluasi Manajemen Riset
Selanjutnya evaluasi pengembangan sistem jenjang karir professional perawat klinik
akan dilakukan oleh lembaga yang terakreditasi atau ditetapkan berdasarkan
kebijakan.
BAB IV
MASA PERALIHAN

Pemberlakuan jenjang karir professional perawat dilakukan secara bertahap


berdasarkan formasi dan kebutuhan dengan memperhatikan kelangsungan asuhan
keperawatan serta kebijakan/sistem yang selama ini sudah ada.
Dengan demikian berbagai upaya penyesuaian khususnya bagi tenaga D III
Keperawatan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mapping ketenagaan.
2. Maching kualifikasi dengan pedoman jenjang karir :
a. Pendidikan
b. Pengalaman kerja di bidang keperawatan klinik
c. Kemampuan tambahan / sertifikasi
3. “Challenge test” sesuai dengan proses jenjang karir :
a. Kompeten
b. Tidak kompeten (diulang 3x)
4. Jika tidak lulus dialihkan ke jenjang yang lebih rendah.
5. Pendidikan formal bagi yang mau dan mampu sesuai dengan persiapan jenjang PK
yang lebih tinggi.

Bagi lulusan SPK hingga tahun kelulusan 1998, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Lulusan dengan pengalaman < 10 tahun adalah PK I, dan > 10 tahun PK II.
Challenge test :
a. Lulus
b. Tidak lulus (diulang 3x) dan bila tidak berhasil maka tidak masuk dalam PK
2. Memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal bagi yang mau dan
mampu untuk memasuki jenjang PK yang lebih tinggi.

Pada masa transisi, pengembangan sistem jenjang karir professional perawat


mempertimbangkan jabatan fungsional yang sudah berlaku dengan memperhatikan :
1. Penilaian penerapan asuhan keperawatan
2. Kompetensi perawat ahli dan terampil
Masa transisi untuk lulusan SPK yang sudah ada dalam sistem pelayanan akan diatur /
diakomodasi sampai dengan 2010 dan bagi lulusa DIII Keperawatan hingga 2015.

BAB V

KOMPETENSI PERAWAT KLINIK


SESUAI AREA KEKHUSUSAN

Penyusunan kompetensi perawat klinik didasarkan pada tiga ranah kompetensi yang
mencakup :
1. Praktik professional, etis, legal dan peka budaya
adalah kemampuan perawat untuk melaksanakan tindakan keperawatan sesuai standar
profesi keperawatan, berdasarkan kode etik keperawatan, mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta memperhatikan budaya dan adat istiadat
klien / pasien.
2. Manajemen dan pemberian asuhan keperawatan
adalah serangkaian kemampuan dalam mengelola dan memberikan asuhan
keperawatan kepada klien / pasien.
3. Pengembangan profesional
adalah kemampuan perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diri
serta keilmuan keperawatan.

Pengelompokan perawat klinik dibagi dalam lima kategori, yaitu Perawat Klinik I (PK I);
Perawat Klinik II (PK II); Perawat Klinik III (PK III); Perawat Klinik IV (PK IV);
Perawat Klinik V (PK V). Secara umum PK I sampai dengan PK II disetarakan dengan
kompetensi perawat generalis (umum). Perbedaan dari PK I dan PK II didasarkan pada
tingkat kedalaman dari ketiga ranah kompetensi. Sedangkan PK III memiliki kemampuan
ketrampilan khusus (sertifikasi). Kompetensi PK IV setara dengan perawat spesialis I
(Sp 1) dan PK V setara dengan perawat spesialis II (Sp 2).

Kompetensi yang dicantumkan dalam setiap PK merupakan kompetensi mandiri dimana


perawat tersebut mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan. Pada situasi
tertentu perawat dapat melakukan tindakan yang bukan merupakan kompetensi dan
kewenangannya dengan bimbingan penuh atau terbatas oleh perawat yang mempunyai
kompetensi lebih tinggi dan memiliki kewenangan untuk tindakan tersebut.
Kompetensi perawat klinik dalam pedoman ini merupakan kompetensi pokok untuk
setiap tingkat perawat klinik. Guna mengukur tingkat kompetensi seseorang, kompetensi
tersebut masih perlu dijabarkan kedalam sub kompetensi dan kriteria untuk kerja (KUK)
sehingga dapat ditetapkan standar prosedur pelaksanaannya.
Pembagian area kompetensi perawat klinis didasarkan pada kekhususan pelayanan
keperawatan yaitu perawat medical bedah, perawatan maternitas, perawatan anak,
perawatan jiwa, perawatan komunitas dan perawatan gawat darurat.
BAB VI

PENUTUP

Pengembangan sistem jenjang karir professional perawat dalam konteks sistem


penghargaan diperlukan oleh manajemen sarana kesehatan untuk meningkatkan motivasi
dan karir professional perawat disamping pada akhirnya adalah untuk meningkatkan mutu
pelayanan secara keseluruhan. Pengembangan jenjang karir tenaga kesehatan khususnya
bagi tenaga perawat diharapkan menjadi satu kesatuan dengan sistem pelayanan
kesehatan.

Dengan adanya Pedoman Pengembangan Sistem Jenjang Karir Profesional Tenaga


Perawat Dalam Konteks Sistem Penghargaan, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
dalam menetapkan kebijakan di sarana kesehatan bagi tenaga perawat, sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan mutu pelayanan kesehatan.

Untuk menunjang keterlaksanaan dan sustainibilitas penjenangan ini perlu adanya


komitmen pemerintah, pimpinan sarana kesehatan dan organisasi profesi guna penerapan
jenjang karir ini.

Sebagai tindak lanjut pedoman ini diperlukan beberapa hal untuk segera dikembangkan
oleh pihak-pihak yang terkait, meliputi: 1). Program sertifikasi, 2). Standar kompetensi,
3). Sistem uji kompetensi, 4). Pola imbal jasa, dan 5). Mekanisme penataan jenjang karir
di masa transisi / peralihan.

Anda mungkin juga menyukai