PUSKESMAS KASSI-KASSI
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar
Disusun oleh :
Marissa Mutiara Kumala
I. LATAR BELAKANG
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi yang dicanangkan oleh
departemen kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan milenium 2015 melalui rumusan
visi dan misi Indonesia Sehat, sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia dalam menyongsong Milenium Development Goals. Kesehatan memang bukan
segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti. Setiap individu mempunyai
hak untuk hidup sehat, kondisi yang sehat hanya dapat dicapai dengan kemauan dan keinginan
yang tinggi untuk sehat serta merubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku hidup sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan perilaku yang dipraktekkan oleh setiap
individu dengan kesadaran sendiri untuk meningkatkan kesehatannya dan berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan yang sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat harus diterapkan dalam
setiap kehidupan manusia kapan saja dan dimana saja termasuk di dalam lingkungan rumah
tangga dan tempat tinggal karena perilaku merupakan sikap dan tindakan yang akan membentuk
kebiasaan sehingga melekat dalam diri seseorang. Perilaku merupakan respon individu terhadap
stimulasi baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. PHBS merupakan sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat.
PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat dan merupakan salah satu
strategi untuk mengurangi beban negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan. Sehat
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu,
mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai “rumah
tangga sehat”. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah
tangga yaitu :
a. persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
b. memberi bayi asi eksklusif
c. menimbang bayi dan balita
d. menggunakan air bersih
e. mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. menggunakan jambat sehat
g. memberantas jentik di rumah
h. makan buah dan sayur setiap hari
i. melakukan aktivitas fisik setiap hari
j. tidak merokok dalam rumah
IV. PELAKSANAAN
Penyuluhan PHBS, dilaksanakan pada hari Kamis, 03 Agustus 2017 di SD Unggulan BTN
Pemda. Penyuluhan ini diikuti oleh siswa-siswi kelas 1, guru-guru, dan beberapa staf sekolah.
Penyuluhan ini dibawakan dengan metode penyampaian lisan materi "Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) di rumah tangga" dan diskusi dalam bentuk tanya jawab kepada peserta
penyuluhan, disertai pemeriksaan kesehatan secara umum. Peserta terlihat antusias selama
penyuluhan, pemeriksaan kesehatan, dan sesi diskusi dilakukan.
V. EVALUASI
Penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga yang dilaksanakan di
SD Unggulan BTN Pemda berjalan dengan baik dan lancar. Peserta terlihat antusias dan
memberi respon baik terhadap pemaparan materi. Tetapi berdasarkan data-data hasil
pemeriksaan kesehatan secara umum meliputi status gizi, kesehatan mata, kesehatan gigi dan
mulut, kesehatan telinga dan kebersihan kuku, diperoleh hasil berupa status kesehatan dan
kebersihan siswa-siswi yang masih kurang. Hal ini berarti bahwa puskesmas sebagai tempat
pelayanan primer dimana fungsi promotif dan preventif terhadap penyakit masih harus
ditingkatkan. Penyuluhan harus tetap ditingkatkan, mulai dari petugas kesehatan di puskesmas,
kader-kader yang ada dilapangan, maupun seluruh masyarakat harus turut aktif demi
mewujudkan 10 perilaku hidup bersih yang sehat secara benar, khususnya dimulai dan
dibiasakan sejak usia dini.
Saran
Untuk dapat mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), diperlukan kerja sama dari
berbagai pihak baik itu oleh kader-kader kesehatan, pemerintah, maupun masyarakat. Peran yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai PHBS adalah :
1. Melakukan pendekatan kepada kepala sekolah, lurah dan tokoh masyarakat untuk
memperoleh dukungan dalam pembinaan PHBS
2. Sosialisasi PHBS ke seluruh sekolah yang berada dalam wilayah kerja puskesmas
3. Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS melalui penyuluhan perorangan,
penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan penggerakan masyarakat.
4. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya PHBS sejak dini.
I. LATAR BELAKANG
Jamban sehat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting di sekolah. Setiap siswa,
guru, dan penghuni sekolah lainnya harus menggunakan jamban untuk buang air besar dan buang
air kecil sehingga menjaga lingkungan sekolah agar tetap bersih, sehat dan tidak berbau, tidak
mencemari sumber air yang ada disekitarnya dan tidak mengundang lalat atau serangga yang
menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, tifoid, cacingan, penyakit infeksi saluran
pencernaan, penyakit kulit, dan keracunan. Terdapat 7 kriteria jamban sehat:
1. Tidak mencemari air
2. Tidak mencemari tanah permukaan
3. Bebas dari serangga
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
5. Aman digunakan oleh pemakainya
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
Beberapa cara dan langkah untuk memelihara jamban sehat di sekolah:
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air
2. Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih
3. Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat
4. Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran
5. Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih)
6. Bila ada kerusakan, segera diperbaiki
Peran guru / pembimbing agar memiliki dan menggunakan jamban sehat:
1. Menyiapkan jamban di sekolah
2. Manfaatkan setiap kesempatan untuk mengingatkan tentang pentingnya menggunakan
jamban sehat
3. Membagi tugas kepada siswa didik secara bergilir untuk membersihkan jamban
4. Memasang brosur (poster, leaflet, sticker) tentang manfaat penggunaan jamban sehat.
II. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Penerapan Hidup bersih dan sehat pada anak sekolah sangat penting untuk menciptakan
bangsa yang sehat. Oleh karena itu, perlunya penerapan pola hidup bersih dan sehat pada anak
sejak dini, termasuk penggunaan jamban yang tepat. Mengingat di beberapa daerah di Indonesia
masih banyak terdapat keterbatasan, baik dalam hal; penyediaan jamban oleh sekolah,
pemeliharaan kebersihan jamban, maupun pemanfaatan jamban oleh siswa dan guru, maka perlu
diadakan penyuluhan kepada guru dan siswa tentang jamban sehat di sekolah.
Pentingnya untuk membuang air besar dan kecil di jamban adalah untuk menjaga lingkungan
agar selalu bersih, sehat dan tidak berbau, tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya,
dan tidak menimbulkan datangnya lalat yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera,
disentri, tipus, cacingan, dan lain-lain.
IV. PELAKSANAAN
Penilaian dan penyuluhan tentang jamban sehat dilaksanakan di SD Katolik Santo Aloysius
Kota Makassar. Penilaian jamban sehat di SD Katolik Santo Aloysius Kota Makassar
dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 Agustus 2017. Kegiatan yang dilakukan antara lain tinjauan
langsung terhadap jamban di sekolah tersebut dan memberikan penyuluhan singkat kepada guru
dan siswa-siswi di sekolah tersebut. Materi penyuluhan berupa pengetahuan mengenai definisi
jamban sehat, manfaat menggunakan jamban bersih, syarat-syarat jamban sehat, dan cara
memelihara jamban.
V. EVALUASI
Dari hasil penilaian jamban beberapa sekolah tersebut didapatkan kesimpulan yaitu SD
Katolik Santo Aloysius hanya memiliki 2 buah jamban untuk seluruh siswa, dimana terdapat 12
kelas dan masing-masing kelas terdiri atas 30 siswa. Selain itu, dilakukan pula kegiatan
penyuluhan dan himbauan kepada guru dan siswa untuk memelihara kebersihan jamban dan
senantiasa menggunakan jamban. Kegiatan ini berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun
tingkat pengetahuan peserta masih kurang mengenai materi penyuluhan sebelum diadakannya
penyuluhan. Hampir sebagian besar siswa yang hadir masih memiliki pengetahuan yang minim
berkaitan dengan materi penyuluhan yang akan disampaikan. Namun setelah penyuluhan, siswa
cukup antusias untuk berdiskusi terkait materi penyuluhan.
I. LATAR BELAKANG
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan, dari
penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa betapa pentingnya kesehatan.
Pemerintah telah merencanakan kegiatan imunisasi dari tahun 1956, yang dimulai di Pulau Jawa
dengan vaksin cacar.
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi adalah investasi terbesar bagi anak di masa depan.
Imunisasi adalah hak anak yang tidak bisa ditunda dan diabaikan sedikitpun. Setiap anak berhak
memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya
penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.
Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan
kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Menurut Undang-Undang Nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai salah satu upaya
pemberantasan penyakit menular.Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak
tahun 1956.Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai
tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam
rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B.
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap
penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal
ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap
tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah
menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB)
yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak
sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-
anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di seluruh Indonesia.
Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan
tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan.
Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri Tetanus (DT), Vaksin Campak dan vaksin
Tetanus Toksoid (TT). Pada tahun 2011, secara nasional imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan
kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen difteri (vaksin Td).
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang sangat
menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir.
Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan lebih 20 juta orang di
dunia terkena campak dengan 2,6 juta kematian setiap tahun yang sebagian besar adalah anak-
anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih dari satu miliar anak di negara-negara
berisiko tinggi telah divaksinasi melalui program imunisasi, sehingga pada tahun 2012 kematian
akibat campak telah mengalami penurunan sebesar 78% secara global.
IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan pengenalan tentang penyakit campak serta komplikasinya disampaikan
pada orang tua siswa-siswi kelas 1 SD BTN IKIP I, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan
pemberian imunisasi campak kepada siswa-siswi kelas 1 SD BTN IKIP I pada tanggal 28
Agustus 2017.
Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan tentang penyakit campak, proses pemberian imunisasi
campak, pengumpulan data persetujuan orang tua terhadap pemberian imunisasi campak,
penguatan imunisasi campak siswa-siswi SD Kelas 1 (< 6 tahun), memantau kualitas dan
manajemen rantai vaksin, melakukan imunisasi ulang kepada penderita yang sudah sembuh
sesuai kelompok umurnya, serta penderita dengan imunisasi parsial harus melengkapi imunisasi
dasar sesuai jadwal menurut rekomendasi nasional.
V. EVALUASI
Persiapan kegiatan imunisasi dilakukan satu hari sebelumnya. Telah dilakukan koordinasi
tim pelaksana imunisasi puskesmas dengan sekolah yang dituju dengan cara memberikan surat
izin kepada sekolah dan pembagian formulir informed concent pengenalan dan pelaksanaan
imunisasi campak. Pada hari pelaksanaan kegiatan, dokter bersama tim pelaksana imunisasi dari
puskesmas tiba di SD BTN IKIP I pada Pukul 09.00. Hampir seluruh siswa, yaitu sebanyak 95%
yang menyatakan setuju untuk diimunisasi.
Banyaknya siswa yang bersedia untuk diimunisasi menunjukkan adanya antusias masyarakat
yang sangat tinggi. Sehingga dengan imunisasi dapat memberikan kekebalan tubuh bagi anak
sekolah agar terhindar dari penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.
I. LATAR BELAKANG
Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di
dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen Kesehatan
menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan
buruknya kualitas makanan, didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam
kandungan. Hal ini dapat berakibat kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak
beranjak dewasa.Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan bahwa
isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan problem yang harus diatasi (Litbang, 2008).
Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan kenaikan berat
badan balita yang tidak cukup.Perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan
petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya
tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi buruk 12.6 kali dibandingkan pada balita yang berat
badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan
semakin besar (Litbang, 2007).
Penyebab gizi buruk sangat kompleks, sementara pengelolaannya memerlukan kerjasama
yang komprehensif dari semua pihak.Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis saja, tetapi
juga dari pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemuka agama maupun
pemerintah.Pemuka masyarakat maupun pemuka agama sangat dibutuhkan dalam membantu
pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos yang
salah pada pemberian makanan pada anak. Demikian juga posyandu dan puskesmas sebagai
ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan pertama dalam
pencegahan kasus gizi buruk (Nency, 2006)
IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan pengenalan tentang gizi buruk, pengenalan makanan yang bersih dan
bergizi untuk menunjang masa pertumbuhan ini dilaksanakan di Posyandu Dahlia IX kelurahan
Mappala pada hari Selasa tanggal 8 Agustus 2017 dan dihadiri oleh warga sekitar dan kader-
kader posyandu.
Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan gizi buruk berupa definisi, penyebab, klasifikasi,
gejala klinis, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan terjadinya gizi buruk. Selain itu,
dilakukan pula pengenalan tentang makanan dan minuman yang sebaiknya dikonsumsi oleh
anak-anak pada masa pertumbuhan. Kegiatan ini dirangkaikan pula dengan kegiatan bulanan
posyandu yaitu pengukuran tumbuh kembang balita dan pada akhir kegiatan dilakukan
pemberian bubur kacang hijau kepada balita yang hadir.
V. EVALUASI
Kegiatan berjalan kondusif, dimana para warga kelurahan Mappala menyimak materi dengan
baik selama kegiatan berlangsung Setelah kegiatan penyuluhan berlangsung pun, warga aktif
bertanya. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai pentingnya
pemberian gizi yang baik, benar, dan seimbang kepada anggota keluarganya agar terhindar dari
gizi buruk.
Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksaan kegiatan ini, diantaranya kendala
dalam berbahasa, di mana terdapat beberapa peserta yang tidak fasih dalam berbahasa Indonesia.
Selain itu, masih banyaknya ibu-ibu yang tidak membawa anak-anak mereka untuk mengikuti
kegiatan posyandu secara rutin tiap bulannya dikarenakan alasan kerja atau dengan alasan
apabila anak mereka ikut posyandu dan mendapaat imunisasi, maka anak mereka akan menjadi
sakit. Diharapkan kedepannya, kader puskesmas yang tinggal disekitar warga dapat lebih aktif
mengajak warga untuk menghadiri kegiatan-kegiatan puskesmas demi peningkatan pengetahuan
dan kualitas hidup serta kesehatan masyarakat Indonesia.
I. LATAR BELAKANG
Skabies merupakan salah satu infeksi parasit yang cukup banyak kejadiannya dan menjadi
isu penting terutama di daerah padat penduduk. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan
berbagai kalangan sosial. Beberapa penyebab tingginya angka kejadian skabies adalah penularan
yang cepat, siklus hidup Sarcoptes scabiei yang pendek, dan ketidakpatuhan pasien pada terapi.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan telurnya. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the
itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di
semua daerah, semua kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak
fisik langsung. (skin-to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang dipakai bersama).
Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial, sanitasi yang
buruk, dan negara miskin. Angka kejadian skabies tinggi di Negara dengan iklim panas dan
tropis. Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin. Faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene buruk, salah diagnosis, dan
perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat termasuk PHS (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).
IV. PELAKSANAAN
Kegiatan ini dilakukan di Posbindu Dahlia Kelurahan Tidung pada periode tanggal 9 Oktober
2017 dalam penyuluhan yang dirangkaikan dengan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan rutin
bulanan kepada warga yang hadir sebagai agenda bulanan Puskesmas Kassi-Kassi.
Pada kegiatan ini, semua warga dan kader yang datang diberikan materi tentang pengertian
skabies, penyebab penyakit skabies, gejala dan tanda manusia yang tertular penyakit skabies,
cara penularan penyakit scabies, dan pencegahan dan pengobatan penyakit skabies, kemudian
dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab.
Pada edukasi disampaikan cara pencegahan dengan merendam semua pakaian dan seprei
dengan menggunakan air bersuhu tinggi atau hangat agar kutu penyebab scabies langsung mati
dan jangan lupa mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun antis septik. Pasiken disarankan
untuk menjemur kasur tepat di bawah sinar matahari, serta membersihkan seluruh bagian rumah
mulai dari lantai, karpet, lemari, dan lain-lain dengan menggunakan cairan pembersih yang
mengandung desinfektan
V. EVALUASI
Kegiatan berjalan dengan baik, warga kelurahan Tidung menyimak materi dengan baik
selama kegiatan berlangsung Setelah kegiatan penyuluhan berlangsung pun, warga aktif
bertanya. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai pentingnya untuk
mengenali gejala-gejala penyakit skabies sehingga dapat dilakukan pencegahan penyebaran
penyakit tersebut, terutama di daerah Tidung di mana merupakan daerah pemukiman yang cukup
padat sehingga memudahkan transmisi penyakit skabies.
Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksaan kegiatan ini, diantaranya kendala
dalam berbahasa, di mana terdapat beberapa peserta yang tidak fasih dalam berbahasa Indonesia.
Selain itu, masih banyaknya paradigma warga yang berasumsi bahwa infeksi kutu hanya terbatas
terjadi pada daerah berambut saja dan masih sulit untuk menerima informasi baru tentang
penyakit skabies. Diharapkan kedepannya, setelah diadakannya penyuluhan penyakit skabies ini,
pandangan warga terhadap infeksi parasit pada tubuh, terutama skabies dapat menjadi lebih
terbuka.
I. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan mempunyai visi “Indonesia Sehat“, diantaranya dilaksanakan
melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit. Selama ini pemerintah telah
membangun puskesmas dan jaringannya di seluruh Indonesia rata-rata setiap kecamatan
mempunyai 2 puskesmas, setiap 3 desa mempunyai 1 puskesmas pembantu. Puskesmas telah
melaksanakan kegiatan dengan hasil yang nyata, status kesehatan masyarakat makin meningkat,
ditandai dengan makin menurunnya angka kematian bayi, ibu, makin meningkatnya status gizi
masyarakat dan umur harapan hidup (Kepmenkes, 2004).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah
kecamatan. Puskesmas berperan dalam pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat
dengan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan, keinginan, kebutuhan serta
kepuasan bagi masyarakat.
Agar upaya tersebut dapat berjalan secara optimal, diperlukan partisipasi masyarakat
sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian penyakit yang berbasis masyarakat yakni
posbindu. Posbind merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian factor
resiko secara mandiri dan berkesinambungan, sehingga pencegahan factor resiko dapat dilakukan
sejak dini dan kejadian di masyarakat dapat ditekan (Kepmenkes, 2012).
Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) merupakan suatu program pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di suatu kelompok masyarakat factor resiko tertentu di masyarakat. Kegiatan
posbindu ini tidak hanya meliputi pelayanan pemeriksaan kesehatan saja, tetapi juga melibatkan
masyarakat dalam upaya pencegahan dan penemuan dini factor resiko di masyarakat. Salah satu
kegiatan posbindu yang diadakan adalah posyandu lansia yang dilakukan tiap bulan sekali.
Posbindu dapat dibentuk di tiap desa/ kelurahan dengan pelaksanaan kegiatan yang disesuaikan
dengan kondisi dan situasi desa / kelurahan setempat.
II. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Saat ini, kesadaran diri masyarakat khususnya lansia untuk memeriksakan diri di pusat
pelayanan kesehatan setempat secara rutin masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya pengetahuan dan perhatian masyarakat untuk melakukan pemeriksaan secara rutin
terhadap para lansia. Sehingga Puskesmas Kassi-Kassi mengadakan program Poslansia PTM
guna memudahkan pemeriksaan kesehatan kepada para lansia agar status kesehatan para lansia
dapat terpantau dengan baik dan memudahkan pengobatan para lansia yang mungkin saja
kesulitan dalam hal akses langsung ke puskesmas.
IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan di Poslansia Dahlia III Kelurahan Banta-Bantaeng pada
tanggal 11 Oktober 2017 2016 pada pukul 09.30 WITA. Kegiatan dimulai dengan proses
pendaftaran para lansia, pengukuran berat badan dan tinggi badan, pengukuran tekanan darah,
pengukuran lingkar perut, dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan anamnesis serta
melakukan pemeriksaan fisis dan pemberian resep. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang
seperti Laboratorium atau foto x-ray maka disarankan untuk datang memeriksakan diri ke
puskesmas, dan apabila sesuai dengan indikasi, maka akan dirujuk untuk pemerikssan lebih
lanjut di rumah sakit. Pelaksanaan kegiatan ini lebih ditujukan pada masyarakat yang telah lansia
meski semua umur dapat diperiksa.
V. EVALUASI
Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan posyandu lansia (poslansia) berlangsung dengan lancar,
pasien yang diberiakan pengobatan kurang lebih sebanyak 15 orang pasien lansia, 3 orang pasien
dewasa dan 2 orang anak. Selain diberikan pengobatan, diberikan pula diberikan pengertian
mengenai bahaya komplikasi yang dapat di timbulkan dari penyakit kronis, serta cara
mengonsumsi dan aturan pakai dari obat-obat tertentu. Setalah melakukan pemeriksanaan
kesehatan, perlu diberikan penjelasan bahwa pengobatan tidak berhenti sampai di sini saja,
namun tetap dilakukan evaluasi dan pengontrolan obat di layanan kesehatan seperti puskesmas.