Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
tergantung dari kecepatan dalam memberikan pertolongan.Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan
sehingga terhindar dari kecacatan dan kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang
cepat.Kondisi ini dapat dilakukan karena masalah sistem pernafasan ataupun
bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain pasien dengan
kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
sehingga memerlukan pertolongan segera.Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-
8 menit akan menyebabkan kerusakan otakpermanen,lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian.
Data mordibitas dan mortalitas yang telah dipublikasikan menunjukkan
dimana kesulitan mengenai jalan nafas dan kesalahan dalam tatalaksananya akan
memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien tersebut.Keenan dan Boyan
melaporkan bahwa kelainan dalam memberikan ventilasi yang adekuat
menyebabkan 12 dari 27 pasien sedang dioperasi mengalami mati jantung (cardiac
arrest).Salah satu penyebab utama dari hasil tatalaksana pasien yang buruk yang
didata oleh American Society of Anesthesiology (ASA) berdasarkan studi tertutup
erhadap episode pernafasan yang buruk,terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien
dalam studi tersebut .Tiga kesalahan mekanis ,yang terjadi sebanyak 75% pada
saat tatalaksana jalan nafas yaitu:ventilasi yang tidak adekuat (38%),inubasi
esofagus(18%) dan kesalahan intubasi trakhea(17%),sebanayak 85% pasien yang
didapatkan dari studi kasus,mengalami kematian dan kerusakan otak.Sebanyak
300 pasien (1541 pasien di atas),mengalami masalah sehubungan dengan
tatalaksana jalan nafas yang minimal.
Menurut Cheney et al menyatakan beberapa halyang menjadi
komplikasi dari tatalaksana jalan nafas yang salah yaitu:trauma jalan
nafas,pneumotoraks,obstruksi jalan nafas,aspirasi dan spasme
bronkus.Berdasarkan data-data ttersebut ,telah jelas bahwa tatalaksana jalan nafas
yang baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasidan beberapa langkah
berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi baik,yaitu(1) anamnesa dan
pemeriksaan fisik,terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem
pernafasan,(2) penggunaan ventilasi supraglotik(seperti fase mask,Laryngeal
Mask Airway/LMA),(3) teknik intubasi dan ekstubasi yang benar,(4) rencana
alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu cardiac arrest?
2. Apa itu Obstruksi Jalan Nafas?
3. Bagaimana bantuan hidup dasar ?
4. Bagaimana penanganan obstruksi jalan nafas?
5. Bagaimana pengkajian jalan nafas
6. Bagaimana teknik pengelolaan jalan nafas

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cardiac arrest
2. Untuk mengetahui obstruksi jalan nafas
3. Untuk mengetahui bantuan hidup dasar
4. Untuk mengetahui penanganan obstruksi jalan nafas
5. Untuk mengetahui pengkajian jalan nafas
6. Untuk mengetahui pengelolaan jalan nafas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cardiac Arrest
2.1.1 Defenisi Cardiac Arrest
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit
jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan
sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).

2.1.2 Penyebab Cardiac Arrest


Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan
mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
a) Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu

b) Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy)

c) Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung

d) Kelistrikan jantung yang tidak normal

e) Pembuluh darah yang tidak normal

f) Penyalahgunaan obat

2.1.3 Proses Terjadinya Cardiac Arrest


Kebanyakan korban Cardiact arrest diakibatkan oleh timbulnya aritmia:
fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi
(PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
1. Fibrilasi ventrikel. Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkaan
kematian mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan
fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini
tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
2. Takhikardi ventrikel. Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi
ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan
impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang
cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek,
akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah
jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil,
pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus
VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi Cardiact arrest (VT
tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock
dan CPR adalah pilihan utama.
3. Pulseless Electrical Activity (PEA). Merupakan keadaan dimana aktifitas
listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan
kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang
harus segera dilakukan.
4. Asistole. Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik
pada jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis
lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

2.2 Obstruksi Jalan Nafas


2.2.1 Defenisi Obstruksi Jalan Nafas
Obstruksi jalan nafas, baik total atau parsial disebabkan oleh lidah yang
menyumbat hipofaring. Hal ini terjadi karena kelumpuhan tonus pada saat
terlentang, yaitu:
1. Otot jalan nafas atas, dan
2. Otot genioglossus
Terjadi pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesi. Bisa juga karena
spasme laring. Tanda-tanda obstruksi jalan nafas atas:
1. Stridor (mendengkur, snoring)
2. Napas cuping hidung (flaring of the nostrils)
3. Retraksi trakea
4. Retraksi torak
5. Tak terasa ada udara ekspirasi

2.3 Bantuan Hidup Dasar(Basic Life Support)


Bantuan hidup dasar (Basuc life support) adalah usaha yang dilakukan untuk
menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi
dan tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996).
Istilah basuc life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan
sirkulasi. Basuc life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan
pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi
dada eksternal. Jika semua digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi
Jantung Paru (RJP) (Handley, 1997).
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan
jalannapas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa
menggunakan alat bantu. Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu
tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan
mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh (Alkatiri, 2007).
Tujuan bantuan hidup dasar untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri
secara normal (Latief, 2009).

2.4 Penanganan Obsrtuksi Jalan Nafas


2.4.1 Defenisi Manajemen Jalan Nafas
Manajemen jalan napas merupakan salah satu ketrampilan khusus yang
harus dimiliki oleh dokter atau petugas kesehatan yang bekerja di Unit Gawat
Darurat. Manajemen jalan napas memerlukan penilaian, mempertahankan dan
melindungi jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan ventilasi yang efektif.
Penyebab kematian adalah hipoksia, organ tubuh yang paling rentan terhadap
hipoksia adalah otak jadi tujuan resusitasi yang utama adalah menjaga oksigenasi
otak tetap terjaga. Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan
jalan napas yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan.
Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian
faring. Pada keadaan tersebut harus dilakukan sesegera mungkin penanganan
obstruksi jalan nafas.
2.4.2 Tindakan Penanganan Pada Alat Bantu
Algoritma Bantuan Hidup Dasar (sumber: European Resuscitation
Council Guidelines for Resuscitation 2010).
PERTOLONGAN PADA ORANG DEWASA

UNRESPONSIVE

SHOUT FOR HELP


.
OPEN AIRWAY

NOT BRETHING NORMALLY

CALL 188

30 CHEST COMPRESSION

2 RESCUE BREATHS
30 COMPRESSION
Untuk melakukan pembebasan jalan nafas dapat dilakukan dengan bebrapa teknik
atau cara, yaitu sebagai berikut :
1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis
Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk
menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau
wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya
merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah
beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara
berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat komunikasi dan
beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010).
2. Sirkulasi (Circulation Support)
Terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban
dengan cara dua atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakea, kemudian digeser kea rah penolong kira-kira 1-2
cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik. Bila teraba penolong harus
memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12
kali/menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.
b. Memberikan bantuan sirkulasi
Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau
kompresi jantung luar dengan cara:
- Tiga jari penolong (telunjuk, tengah dan manis) menelusuri tulang iga
pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang
dada (sternum).

- Dari tulang dada sternum) diukur 2-3 jari ke atas. Daerah tersebut
merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong.

- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh dinding dada
pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebnyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan 1,5- 2 inchi (3,8-5 cm).

- Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang


kembali ke posis semula setiap kali kompresi. Waktu penekanan dan
melepaskan kompresi harus sama ( 50 % duty cycle).
- Tangan tidak boleh berubah posisi.

- Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong
maupun dua penolong. Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit.
Dilakukan selama 5 siklus.
Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanna sistolik 60-80
mmHg dan diastolic yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien/ korabn sampai dilakukan tindakan bantuan sirkulasi
tidak lebih dari 30 detik.

c. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)


Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-
lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab
utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan
menutup nasofaring. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma dapat
juga menyebabkan obstruksi tersebut. Oleh karena itu, pembebasan jalan napas
dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat
penting dalam BLS (Van Way, 1990).
Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah
mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti
ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver)
atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust maneuver).
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan
atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-
prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan
pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras
(IKABI, 2004).
Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway), yaitu :
a. Tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-
hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga
diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu
dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan
hiperekstensi leher (IKABI, 2004).
c.Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)
pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).
d.Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh
dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith,
2007). Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi
dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara
ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube
masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007).
Breathing support terdiri dari 2 tahap :
1. Penilaian Pernapasan Menilai pernapasan dengan memantau atau
observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan
turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat
ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi
penolong (Mansjoer, 2009).
2. Memberikan bantuan napas Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut
ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke
stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief dkk, 2009).
a.Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat,
maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong
ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor
dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua
lubang hidung pasien dengan cara memencetnya.

b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara


ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut
pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus)
atau pada trauma maksilo-fasial.

c.Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan


mulutke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma
atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi .
e. Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous
Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:
 Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas.

 Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada


pipi pasien.

 Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke
arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong.
Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure
airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan
pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010)

2.4.3 Penanganan Obstruksi Jalan Nafas Dengan Alat Bantu


Setelah dilakukan tindakan yang cepat dan tepat, tindakana penanganan
obstruksi jalan nafas dilanjutkan dengan tindakan lain yang bertujuan agar
pola nafas pasien adekuat. Tindakan lanjutan dilakukan di tempat pelayanan
kesehatan (misalnya: rumah sakit, klinik). Tindakan tersebut diantaranya:
1.Manuver tripel jalan nafas, terdiri dari :
1) Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital
2) Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula.
3) Mulut dibuka. Lidah terangkat dan jalan nafas bebas, sehingga udara
lancar masuk ke trakea baik melalui mulut atau hidung.
Manuver Tripel Jalan Nafas

2.Ventilasi positif dengan oksigen 100%


Jika manuver triple jalan nafas kurang berhasil, maka dipasang alat jalan
nafas :
1) Mulut faring (OPA – oropharingeal airway) lewat mulut

a. Menentukan ukuran OPA dengan meletakkan OPA disamping pipi pasien


dan memilih OPA yang panjangnya sesuai dari sudut mulut hingga ke
sudut rahang bawah (angulus mandibulae). Ukuran yang tersedia :

a) Dewasa besar = 100 cm (Guedel no. 5)


b) Dewasa sedang = 90 cm (Guedel no. 4)
c) Dewasa kecil = 80 cm (Guedel no. 3)
d) Anak-anak = Guedel no. 1 dan no. 2
b. Buka mulut pasien dengan manuever chin lift atau tehnik crossed finger
c. Memasang alat, terdapat 2 cara:
Cara pertama
a) Membuka mulut dan memasukkan OPA terbalik
b) Memutar/merotasi OPA jika telah mencapai palatum moll
Cara kedua
a) Membuka mulut dengan spatel
b) Dengan hati-hati memasukkan OPA hingga ke belakang.

d. Mengecek ketepatan pemasangan OPA dengan memberikan ventilasi pada


pasien. Jika pemasangan tepat akan tampak pengembangan dada dan suara
napas terdengar melalui auskultasi paru dengan stetoskop selama ventilasi.
2).Hidung faring (NPA – nasopharingeal airway) lewat hidung

a. Nilai jalan nafas bila terdapat obstruksi (polyp, fraktur, perdarahan)

b. Pilih ukuran NPA yang tepat

c. Meletakkan NPA di samping pipi pasien dan memilih NPA yang


panjangnya sesuai dari pangkal cuping hidung sampai cuping telinga.

d. Lubrikasi NPA dengan lubrikan larut air (water-soluble lubricant) untuk


meminimalkan tahanan dan menurunkan iritasi pada saluran lubang
hidung.

e. Memasukkan NPA dengan cara memegang NPA seperti memegang


pensil dan secara perlahan dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien
dengan bevel menghadap ke nasal septum.

f. Mendorong alat sepanjang dasar lubang hidung, mengikuti lekukan


saluran lubang hidung, hingga pinggiran pangkal NPA rata dengan lubang
hidung.

g. Jika terjadi tahanan selama insersi, merotasi NPA bolak balik dengan
lembut di antara kedua jari.

h. Jika tahanan tetap terjadi, tidak memaksakan pemasangan alat karena


dapat menyebabkan abrasi dan laserasi mukosa hidung yang dapat
mengakibatkan perdarahan dan risiko aspirasi

i. Mengecek ketepatan pemasangan NPA dengan memberikan ventilasi


pada pasien. Jika pemasangan tepat akan tampak pengembangan dada dan
suara napas terdengar melalui auskultasi paru dengan stetoskop selama
ventilasi .
3).Pemasangan sungkup muka (face mask)
Sungkup muka berfungsi mengantarkan udara atau gas anestesi dari alat
resusitasi atau sistem anestesi ke jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat
sehingga dapat ketika digunakan untuk bernafas spontan atau dengan
positif, udara tidak bocor. Sehingga udara dapat masuk semuanya ke
trakea. Ukuran sungkup muka:
a) 03 : bayi baru lahir

b) 02, 01, dan 1 : anak kecil

c) 2, 3 : anak besar

d) 4, 5 : dewasa
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke
otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah dasar lidah,
palatum mole, darah atau benda asing yang lain. Dasar lidah sering menyumbat
jalan nafas pada penderita koma, karena otot lidah dan leher lemas sehingga tidak
mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini sering
terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi. Benda asing, seperti tumpahan
atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Sumbatan jalan nafas
dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai akibat
bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau
benda asing ke dalam paru.
Pada sumbatan jalan nafas total tidak terdengar suara nafas atau tidak
terasa adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan
yaitu adanya retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih
bisa bernafas spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada
sumbatan jalan nafas total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami
kesulitan walaupun dengan tehnik yang benar. Pada sumbatan jalan nafas partial
terdengar aliran udara yang berisik dan kadang-kadang disertai retraksi. Bunyi
lengking menandakan adanya laringospasme, dan bunyi seperti orang kumur
menandakan adanya sumbatan oleh benda asing.
Penanganan jalan nafas terutama ditujukan pada penderita tidak sadar,
memerlukan tindakan cepat sampai sumbatan teratasi. Sambil meminta
pertolongan orang lain dengan cara berteriak kita harus tetap disamping penderita.
Pertama, kita lakukan ekstensi kepala karena gerakan ini akan meregangkan
struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang
farings. Disamping ekstensi kepala kadang-kadang masih diperlukan pendorongan
mandibula ke depan untuk membuka mulut karena kemungkinan adanya
sumbatan pada hidung. Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula
kedepan dan pembukaan mulut disebut gerak jalan nafas tripel (Safar). Orang
yang tidak sadar rongga hidung dapat tersumbat selama ekspirasi, karena palatum
mole bertindak sebagai katup.
Pada penderita sadar, sebaiknya penderita ditelentangkan dan muka
menghadap keatas, kemudian kepala diekstensikan dengan cara leher diangkat
keatas. Hati-hati pada penderita dengan kecelakaan karena kemungkinan adanya
patah tulang leher, sehingga mengangkat leher sering tidak dilakukan.
Teknik ekstensi kepala ialah tangan penolong mengangkat leher korban
dan tangan yang lain diletakkan pada dahinya. Teknik ini menyebabkan mulut
sedikit terbuka. Jika mulutnya tertutup atau dagunya terjatuh, maka dagu harus
ditopang, dengan cara memindahkan tangan yang dibawah leher untuk menopang
dagu ke depan, sambil membuka mulutnya sedikit, tanpa menekan bagian leher di
bawah dagu karena dapat menyebabkan sumbatan.
Kalau penderita mempunyai gigi palsu yang terpasang baik, jangan
dilepas, karena gigi palsu dapat mempertahankan bentuk mulut, sehingga
memudahkan ventilasi buatan. Jika dengan cara mengangkat leher keatas dan
menekan dahi masih saja jalan nafas tidak lancar maka segera mendorong
mandibula ke depan dan membuka mulut. Hati-hati pada penderita trauma,
kepala-leher-dada harus dipertahankan dalam posisi garis lurus, karena ditakutkan
menambah cedera pada tulang belakang bila tidak pada posisi tersebut.

3.2 Saran
Dalam memberikan tindakan penangan obstruksi jalan nafas perlu
dilakukan dengan cepat tetapi tepat. Pemberi tindakan harus memahamai teknik-
teknik yang akan dilakukan. Pemberi tindakan juga mengetahui penyebab dari
obstruksi jalan nafas pasien, dan kondisi pasien atau penderita. Karena tindakan
penanganan obstruksi jalan nafas akan berbeda tergantung pada jenis obstruksi
dan keadaan atau kondisi pasien saat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan dan
Kebidanan. Jakarta: EKG.
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika
American Heart Association. 2010. On line:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-santosotri-5766-2-
babii.pdf
Alkatiri. 2007. On line:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37618/4/Chapter%20II.pdf
Latief 2009. On line:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37618/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai