PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
tergantung dari kecepatan dalam memberikan pertolongan.Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan
sehingga terhindar dari kecacatan dan kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang
cepat.Kondisi ini dapat dilakukan karena masalah sistem pernafasan ataupun
bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain pasien dengan
kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
sehingga memerlukan pertolongan segera.Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-
8 menit akan menyebabkan kerusakan otakpermanen,lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian.
Data mordibitas dan mortalitas yang telah dipublikasikan menunjukkan
dimana kesulitan mengenai jalan nafas dan kesalahan dalam tatalaksananya akan
memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien tersebut.Keenan dan Boyan
melaporkan bahwa kelainan dalam memberikan ventilasi yang adekuat
menyebabkan 12 dari 27 pasien sedang dioperasi mengalami mati jantung (cardiac
arrest).Salah satu penyebab utama dari hasil tatalaksana pasien yang buruk yang
didata oleh American Society of Anesthesiology (ASA) berdasarkan studi tertutup
erhadap episode pernafasan yang buruk,terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien
dalam studi tersebut .Tiga kesalahan mekanis ,yang terjadi sebanyak 75% pada
saat tatalaksana jalan nafas yaitu:ventilasi yang tidak adekuat (38%),inubasi
esofagus(18%) dan kesalahan intubasi trakhea(17%),sebanayak 85% pasien yang
didapatkan dari studi kasus,mengalami kematian dan kerusakan otak.Sebanyak
300 pasien (1541 pasien di atas),mengalami masalah sehubungan dengan
tatalaksana jalan nafas yang minimal.
Menurut Cheney et al menyatakan beberapa halyang menjadi
komplikasi dari tatalaksana jalan nafas yang salah yaitu:trauma jalan
nafas,pneumotoraks,obstruksi jalan nafas,aspirasi dan spasme
bronkus.Berdasarkan data-data ttersebut ,telah jelas bahwa tatalaksana jalan nafas
yang baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasidan beberapa langkah
berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi baik,yaitu(1) anamnesa dan
pemeriksaan fisik,terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem
pernafasan,(2) penggunaan ventilasi supraglotik(seperti fase mask,Laryngeal
Mask Airway/LMA),(3) teknik intubasi dan ekstubasi yang benar,(4) rencana
alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cardiac arrest
2. Untuk mengetahui obstruksi jalan nafas
3. Untuk mengetahui bantuan hidup dasar
4. Untuk mengetahui penanganan obstruksi jalan nafas
5. Untuk mengetahui pengkajian jalan nafas
6. Untuk mengetahui pengelolaan jalan nafas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cardiac Arrest
2.1.1 Defenisi Cardiac Arrest
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit
jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan
sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).
f) Penyalahgunaan obat
UNRESPONSIVE
CALL 188
30 CHEST COMPRESSION
2 RESCUE BREATHS
30 COMPRESSION
Untuk melakukan pembebasan jalan nafas dapat dilakukan dengan bebrapa teknik
atau cara, yaitu sebagai berikut :
1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis
Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk
menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau
wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya
merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah
beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara
berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat komunikasi dan
beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010).
2. Sirkulasi (Circulation Support)
Terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban
dengan cara dua atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakea, kemudian digeser kea rah penolong kira-kira 1-2
cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik. Bila teraba penolong harus
memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12
kali/menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.
b. Memberikan bantuan sirkulasi
Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau
kompresi jantung luar dengan cara:
- Tiga jari penolong (telunjuk, tengah dan manis) menelusuri tulang iga
pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang
dada (sternum).
- Dari tulang dada sternum) diukur 2-3 jari ke atas. Daerah tersebut
merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong.
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh dinding dada
pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebnyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan 1,5- 2 inchi (3,8-5 cm).
- Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong
maupun dua penolong. Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit.
Dilakukan selama 5 siklus.
Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanna sistolik 60-80
mmHg dan diastolic yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien/ korabn sampai dilakukan tindakan bantuan sirkulasi
tidak lebih dari 30 detik.
Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke
arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong.
Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure
airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan
pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010)
g. Jika terjadi tahanan selama insersi, merotasi NPA bolak balik dengan
lembut di antara kedua jari.
c) 2, 3 : anak besar
d) 4, 5 : dewasa
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke
otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah dasar lidah,
palatum mole, darah atau benda asing yang lain. Dasar lidah sering menyumbat
jalan nafas pada penderita koma, karena otot lidah dan leher lemas sehingga tidak
mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini sering
terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi. Benda asing, seperti tumpahan
atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Sumbatan jalan nafas
dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai akibat
bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau
benda asing ke dalam paru.
Pada sumbatan jalan nafas total tidak terdengar suara nafas atau tidak
terasa adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan
yaitu adanya retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih
bisa bernafas spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada
sumbatan jalan nafas total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami
kesulitan walaupun dengan tehnik yang benar. Pada sumbatan jalan nafas partial
terdengar aliran udara yang berisik dan kadang-kadang disertai retraksi. Bunyi
lengking menandakan adanya laringospasme, dan bunyi seperti orang kumur
menandakan adanya sumbatan oleh benda asing.
Penanganan jalan nafas terutama ditujukan pada penderita tidak sadar,
memerlukan tindakan cepat sampai sumbatan teratasi. Sambil meminta
pertolongan orang lain dengan cara berteriak kita harus tetap disamping penderita.
Pertama, kita lakukan ekstensi kepala karena gerakan ini akan meregangkan
struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang
farings. Disamping ekstensi kepala kadang-kadang masih diperlukan pendorongan
mandibula ke depan untuk membuka mulut karena kemungkinan adanya
sumbatan pada hidung. Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula
kedepan dan pembukaan mulut disebut gerak jalan nafas tripel (Safar). Orang
yang tidak sadar rongga hidung dapat tersumbat selama ekspirasi, karena palatum
mole bertindak sebagai katup.
Pada penderita sadar, sebaiknya penderita ditelentangkan dan muka
menghadap keatas, kemudian kepala diekstensikan dengan cara leher diangkat
keatas. Hati-hati pada penderita dengan kecelakaan karena kemungkinan adanya
patah tulang leher, sehingga mengangkat leher sering tidak dilakukan.
Teknik ekstensi kepala ialah tangan penolong mengangkat leher korban
dan tangan yang lain diletakkan pada dahinya. Teknik ini menyebabkan mulut
sedikit terbuka. Jika mulutnya tertutup atau dagunya terjatuh, maka dagu harus
ditopang, dengan cara memindahkan tangan yang dibawah leher untuk menopang
dagu ke depan, sambil membuka mulutnya sedikit, tanpa menekan bagian leher di
bawah dagu karena dapat menyebabkan sumbatan.
Kalau penderita mempunyai gigi palsu yang terpasang baik, jangan
dilepas, karena gigi palsu dapat mempertahankan bentuk mulut, sehingga
memudahkan ventilasi buatan. Jika dengan cara mengangkat leher keatas dan
menekan dahi masih saja jalan nafas tidak lancar maka segera mendorong
mandibula ke depan dan membuka mulut. Hati-hati pada penderita trauma,
kepala-leher-dada harus dipertahankan dalam posisi garis lurus, karena ditakutkan
menambah cedera pada tulang belakang bila tidak pada posisi tersebut.
3.2 Saran
Dalam memberikan tindakan penangan obstruksi jalan nafas perlu
dilakukan dengan cepat tetapi tepat. Pemberi tindakan harus memahamai teknik-
teknik yang akan dilakukan. Pemberi tindakan juga mengetahui penyebab dari
obstruksi jalan nafas pasien, dan kondisi pasien atau penderita. Karena tindakan
penanganan obstruksi jalan nafas akan berbeda tergantung pada jenis obstruksi
dan keadaan atau kondisi pasien saat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan dan
Kebidanan. Jakarta: EKG.
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika
American Heart Association. 2010. On line:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-santosotri-5766-2-
babii.pdf
Alkatiri. 2007. On line:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37618/4/Chapter%20II.pdf
Latief 2009. On line:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37618/4/Chapter%20II.pdf