Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

PROGRAM TERAPI ANAK BERUSIA TODDLER


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing : Dr. Anggorowati, M.Kep.,Sp.Mat

Oleh :
Ivo Trias Nugraeni 22020113120002
Sri Mangunatun Kh. 22020113120009
Efilia Intan Sari 22020113120019
Sukma Anggraeni Giajati 22020113120020
Zavelia Zuhriati Maghnina 22020113120038
Niken Wulan H. M 22020113130066
Rutlita Yessi Malau 22020113130070
Festi Fiki Niswatu R. 22020113140102
Ayu Narolita F.S 22020113140123

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang – undang RI No. 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1
mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih didalam kandungan. Menurut Monks (1988)
dalam Eliasa (2008) manusia memiliki tahap perkembangan untuk
memenuhi tugas perkembangan yang perlu dipenuhi dengan tujuan agar
individu dapat berkembang dengan optimal dan siap menghadapi tugas
perkembangan selanjutnya. Dalam hal ini anak memiliki tahap tertentu
untuk mencapai perkembangan selanjutnya salah satunya adalah bermain
karena dunia anak adalah dunia bermain. Bermain menjadi bagian dari
proses belajar karena memberi kesempatan pada anak untuk
memanipulasi, mengulang – ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi,
mempraktikan, mendapatkan bermacam – macam konsep sehingga
terjadilah proses pembelajaran dan tahap perkembangan yang dilalui.
(Sudono, 2006)
Terapi bermain merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan
prinsip belajar terhadap suatu kondisi perilaku yang bermasalah atau
dianggap menyimpang dengan melakukan suatu perubahan serta
menempatkan anak dalam situasi bermain (Adriana, 2013). Setiap tahapan
usia memiliki alat permainan yang berbeda untuk memenuhi tahap
perkembangannya. Alat permainan merupakan salah satu alat untuk
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menstimulasi
bermaksud untuk merangsang dari lingkungan luar yang diperlukan anak-
anak untuk agar dapat lebih cepat berkembang. Pemberian stimulasi pada
anak harus disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan
yang sedang dijalani oleh anak. Pada awal perkembangan kemampuan
kognitif anak berada pada tahap sensor motorik. Pada tahap ini anak-anak
akan memperlihatkan kemampuan motoriknya sebagai hasil dari stimulasi
sensoriknya. (Adriana, 2013)
Anak usia toddler adalah anak usia 12-36 bulan, dan merupakan
periode untuk mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana
mengontrol orang lain malalui kemarahan, penolakan dan tindakan keras
kepala (Wong, 2004). Perkembangan pada usia toddler merupakan masa
eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu
bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui
perilaku tempertantum, negativisme, dan keras kepala. Motorik halus yang
dicapai meliputi aspek yang berhibungan dengan kemampuan anak
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian tubuh
tertentu, dilakukan otak kecil dan memerlukan koordinasi yang cepat,
sedangkan motorik kasar berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Pemenuhan terhadap tahap perkembangan anak usia toddler
melalui permainan dapat dicapai dengan melatih imajinasi, mencari
sumber suara, melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik
serta melatih melakukan kegiatan sehari – hari dalam bentuk kegiatan
yang menarik. Salah satu bentuk permainan bagi anak usia toddler adalah
arsitek menara. Tujuan dari permainan arsitek menara adalah belajar
mengembangkan imajinasi, melatih kemampuan berkomunikasi, melatih
kesabaran, secara sosial anak belajar berbagi, mengembangkan rasa
percaya diri, sebagai kekuatan dan koordinasi motorik halus dan kasar
serta mengembangkan pemikiran simbolik. (Adriana, 2013). Arsitek
menara dapat diaplikasikan kepada An. D untuk merangsang
perkembangan motorik halus. Hal ini menjadi dasar karena hasil
pengkajian KPSP pada An. D mengalami hambatan perkembangan pada
motorik halus yaitu ketidakmampuan An. D dalam menyusun satu kubus
di atas kubus lainnya.

B. Sasaran
Program bermain arsitek menara disusun sebagai anak permainan edukatif
bagi toddler untuk mengembangkan kemampuan motorik halus dan kasar.

C. Kasus
Anak. D berusia 22 bulan yang sedang masuk pada tahap tumbuh
kembang tahap toddler. Hasil pengkajian yang dilakukan pada An. D
dengan menggunakan KPSP diperoleh An. D mengalami hambatan
perkembangan pada motorik halus. Perkembangan motorik halus yang
belum tercapai An. D adalah menyusun kubus satu diatas kubus lainnya.
Oleh karena itu, untuk mendukung perkembangan motorik halus An. D
diperlukan terapi bermain “arsitek menara” dengan menyusun balok 6-7
secara vertikal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bermain
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada
orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan
menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena
beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang secara
sukarela untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan, tanpa
mempertimbangkan hasil akhir (Suhendi, 2001). Bermain merupakan
suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktekkan
ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A,
2005). Jadi kesimpulannya bermain adalah cara agar anak dapat kreatif
dan mengekspresikan pikiran, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

B. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-
motorik, membantu perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan
social, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).
1. Perkembangan Sensorik-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensorik-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain
aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot, sehingga
kemampuan penginderaan anak mulai meningkat dengan adanya
stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual
(penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil
(sentuhan) dan stimulasi kinetik.
2. Perkembangan Intelektual (Kognitif)
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek.
Saat bermain, anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan
bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti dunia
tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dengan kenyataan
dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan,
sehingga fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan
perkembangan kognitif selanjutnya.
3. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan
belajar member dan menerima. Bermain dengan orang lain akan
membantu anak mengembangkan hubungan sosial, belajar
memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh pada anak-
anak usia toddler yang bermain dengan teman sebayanya dan
bentuk permainannya adalah bermain peran seperti menjadi guru,
menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-lain. Ini merupakan
tahap awal bagi anak usia toddler dan prasekolah untuk meluaskan
aktivitas sosialnya diluar lingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai
menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek
atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya,
misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat permainan
akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.

5. Perkembangan Kesadaran Diri


Anak yang bermain akan mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenali
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas
bermain, akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-
nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan kelompok yang ada dalam
lingkungannya. Bermain juga dapat membantu anak belajar
mengenai nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah serta belajar bertanggung jawab atas
segala tindakan yang dilakukannya. Permainan adalah media yang
efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dengan
mengajarkan nilai moral, seperti baik atau buruk, benar atau salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan
diri anak lebih senang dan nyaman sehingga adanya stress dan
ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami perasaan
yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas,
sedih dan nyeri. Anak yang melakukan kegiatan bermain akan
terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya akibat dari
efek dirawat di rumah sakit. Bermain di rumah sakit membuat
normal sesuatu yang asing dan kadang kondisi lingkungan yang
tidak ramah dan member jalan untuk menurunkan tekanan.
Bermain membantu untuk memahami ketegangan dan tekanan,
mengembangkan kapasitas mereka, dan menguatkan pertahanan
mereka.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


Ada lima faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak
(Supartini, 2004). Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perkembangan Anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak yaitu sesuai dengan
tahapan pertumbuhan dan perkembangannya. Permainan anak usia
bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
usia prasekolah, demikian juga sebaliknya, karena pada dasarnya
permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
anak
2. Status Kesehatan Anak
Aktivitas bermain memerlukan energy. Kebutuhan bermain pada
anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa,
yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak
sedang terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan
perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan
anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang di
rawat di rumah sakit.
3. Jenis Kelamin Anak
Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis
kelamin laki-laki atau perempuan, semua alat permainan dapat
digunakan oleh anak laki-laki atau anak perempuan untuk
mengembangkan daya piker, imajinasi, kreativitas, dan
kemampuan sosial anak. Ada pendapat lain yang meyakini bahwa
permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal
identitas diri sehingga sebagaian alat permainan anak perempuan
tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini
dilatar belakangi oleh adanya alasan tuntutan perilaku yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari
melalui media permainan.
4. Lingkungan yang Mendukung
Fasilitas bermain lebih diutamakan yang dapat menstimulasi
imajinasi dan kreativitas anak. Keyakinan keluarga tentang moral
dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui
permainan, sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak
mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik
dan motorik.
5. Alat dan Jenis Permainan yang Cocok
Alat dan jenis permainan dipilih yang sesuai dengan tahapan
tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus
dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan
tersebut aman dan sesuai dengan usia anak. Alat permainan yang
harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan anak
untuk mengembangkan kemampuan koordinasi gerak.
Alat permainan yang dianjurkan untuk anak usia Toddler :
a. Drum serta bola yang berisikan kerincingan di dalamnya.
b. Alat permainan yang di dorong dan ditarik.
c. Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga, kubus
besar warna-warni, kardur-kardus besar, buku gambar, kertas
dan krayon atau kertas gambar.
Tujuan dari terapi bermain untuk toddler adalah:
a. Mencari sumber suara.
b. Memperkenalkan sumber suara.
c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
d. Melatih imajinasi.
e. Melatih melakukankegiatan sehari-hari dalam bentuk kegiatan
yang menarik. (Adriana, 2013)

D. Klasifikasi Bermain
Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan
bersifat pasif. Sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang
berbeda, dikatakan bermain aktif jika anak berperan aktif dalamm
permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya,
sedangkan bermain pasif adalah anak memberikan respon secara pasif
terhadap permainan dan orang atau lingkungan yang memberikan respon
secara aktif.
Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan karakter
sosialnya. Berdasarkan isi permainan ada Social affective play, sense
pleasure play, skill play, games, unoccupied behavior dan dramatic play.
Ditinjau dari karakter permainan, terdapat jenis social onlooker play,
solitary play dan parallel play (Aziz, 2005).
1. Berdasarkan Isi Permainan
a. Social Affective Play (Bermain Afektif Sosial)
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam
berhubungan dengan orang lain. Permainan yang biasa dilakukan
adalah “ciluk ba”, berbicara dan member tangan untuk digenggam
oleh bayi sambil tersenyum/tertawa.
b. Sense of Pleasure Play (Bermain Bersenang-Senang)
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui
objek yang ada, sehingga anak merasa senang dan bergembira
tanpa adanya kehadiran orang lain, misalnya dengan menggunakan
pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau benda apa saja
yang dapat dibentuknya dengan pasir.
c. Skill Play (Bermain Keterampilan)
Permainan ini akan meningkatkan keterampilan anak khususnya
motorik kasar dan halus, misalnya bayi akan tampil memegang
benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ketempat
lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Sifat permainan ini
adalah bersifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba
kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam
bongkar pasang gambar.
d. Games atau Permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang
menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau
skor. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang tradisional
maupun yang modern misalnya ular tangga, congklak, puzzle dan
lain-lain.
e. Dramatic Play (Bermain Dramatik)
Dramatic play dapat dilakukan anak dengan mencoba
melakukan berpura-pura dalam berperilaku seperti anak
memperankan sebagai seorang dewasa, seorang ibu dan guru
dalam kehidupan sehari-hari. Permainan dramatic ini dapat
dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan
mengenal kehidupan sosial.
f. Unoccupied Behavior
Unoccupied Behavior bukanlah permainan yang umumnya kita
pahami. Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir,
tersenyum, tertawa, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
disekelilingnya, jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat
permainan tertentu. Situasi dan objek disekelilingnya yang
digunakan sebagai alat permainan.
2. Berdasarkan Karakter Sosial
Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu
onlooker play, solitary play, parallel play, associative play dan
cooperative play.
a. Onlooker Play (Bermain Onlooker)
Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh
anak lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk
bermain. Anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan
terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary Play (Bermain Soliter/Mandiri)
Solitary Play merupakan jenis permainan yang dilakukan secara
mandiri dan berpusat pada permainannya sendiri tanpa
mempedulikan orang lain. Pada permainan ini anak tampak berada
dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain sendiri dengan
alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut
berada dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada
kerja sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c. Parallel Play (Bermain Paralel)
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang
sama, tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi
kontak satu sama lain. Sifat dari permainan ini adalah anak aktif
secara mandiri tetapi masih dalam satu kelompok.
d. Associative Play (Bermain Asosiatif)
Associative Play melibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau
tanpa pengaturan. Tipe permainan ini adalah anak-anak kelihatan
lebih tertarik pada satu sama lain dibanding pada permainan yang
mereka mainkan. Bermain ini akan menumbuhkan kreativitas anak
karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi belum dilatih dalam
mengikuti peraturan dalam kelompok. Contohnya bermain boneka-
bonekaan, hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
e. Cooperative Play (Bermain Kooperatif)
Cooperative Play merupakan bermain secara bersama dengan
adanya aturan yang jelas sehingga adanya perasaan dalam
kebersamaan sehingga berbentuk hubungan pemimpin dan
pengikut. Sifat dari bermain ini adalah aktif, anak akan selalu
menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan
kelompok sehingga anak dituntut selalu mengikuti peraturan.
Contohnya pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin
permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka
harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan
permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.

E. Jenis Permainan Anak Usia Toddler (Adriana, 2013)


1. Arsitek Menara
Manfaat:
f. Meningkatkan kreatifitas dan inisiatif anak.
g. Mengenalkan kata angka pada anak.
Persiapan:
a. Meja dan kursi
b. Beberapa kubus berwarna-warni.
Cara bermain
a. Susun kotak setinggi mungkin.
b. Perlihatkan kepada anak, lalu robohkan.
c. Ajak anak menyusun kubus yang sama setinggi mungkin.
d. Melafalkan hitungan dengan menyebutkan hitungan kubus yang
tersusun.
e. Anak mulai belajar bagaimana menyusun kubus agar tidak roboh.
f. Pujilah anak setiap anak berhasil melakukannya.
2. Tebak gambar
Manfaat:
a. Meningkatkan daya ingat anak.
b. Mengenalkan pada macam-macam binatang.
Persiapan:
a. Gambar aneka binatang, aneka kendaraan,aneka profesi, dan
lain sebagainya.
b. Meja dan kursi anak.
Cara bermain:
a. Perlihatkan gambar pada anak.
b. Jelaskan dahulu kepadanya tentang ciri-ciri dari gambar yang
ditunjukkan.
c. Berikutnya acara tebak-tebakan. Berilah anak pertanyan,
misalnya “yang mana gajah? yang mana jerapah?”
d. Tanyakan berulang-ulang kepada anak karena anak tidak akan
langsung menghafal semua gambar dalam waktu singkat.
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN

A. Judul Program
Jenis terapi bermain yang akan diberikan pada An. D adalah permainan
arsitek menara.

B. Deskripsi Program
Terapi bermain arsitek menara dimainkan dengan cara menyusun kubus
dari kubus terbesar sampai terkecil secara vertikal sehingga membentuk
menara. Kubus yang digunakan adalah kubus dengan warna warni
sehingga dapat menarik perhatian anak. Di tahap awal care giver akan
bermain menyusun menara bersama anak, kemudian kubus akan
dirobohkan dan anak akan menyusun kubus dengan menyebutkan hitungan
kotak yang tersusun.

C. Tujuan Program
Tujuan dari program bermain arsitek menara adalah untuk meningkatkan
kreativitas dan inisiatif anak, serta mengenalkan kata angka.

D. Alat Yang Diperlukan


1. Karpet 1 buah
2. Meja dan kursi anak 1 buah
3. Beberapa kubus dengan warna warni.

E. Waktu & Tempat Pelaksanaan


Hari dan Tanggal : Rabu, 09 November 2016
Pukul : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : Rumah Ny. S

F. Sistematika Proses Program


No. Kegiatan Waktu Penanggungjawab
1. Persiapan: 10 menit Ayu Narolita F. S
a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat
c. Menyiapkan anak dan
keluarga
2. Proses: Efilia Intan Sari
a. Membuka proses terapi 2 menit
5 menit
bermain.
b. Menyampaikan kontrak
waktu, tempat dan 5 menit
2 menit
tujuan terapi arsitek
menara. 10 menit
c. Menjelaskan cara
bermain.
d. Memberikan
kesempatan anak dan
keluarga untuk bertanya.
e. Mengajak anak bermain.
3. Evaluasi: Festi Fiki Niswatu
a. Mengevaluasi respon 5 menit
Rahmah
anak dan keluarga.
3 menit
b. Kesimpulan dan saran
3 menit
c. Kontrak kegiatan
bermain selanjutnya 2 menit
d. Penutupan (doa dan
pengucapan salam)

G. Hal-Hal Yang Perlu Diwaspadai


Beberapa hal yang perlu diwaspadai adalah:
1. Anak pada usia perkembangan toddler sering terjadi putus asa yang
dikarenakan rasa bosan pada anak dan juga depresi dikarenakan
ketidakmampuan mengikuti instruksi.
2. Ketidaktertarikan pada alat permainan dapat menyebabkan penolakan
anak untuk bermain.

H. Antisipasi Meminimalkan Hambatan


1. Mengalihkan perhatian anak ke media permainan lainnya untuk
sementara (seperti kerincingan, mobil-mobilan, dll).
2. Memberikan perhatian dan rasa peduli pada anak dengan jujur.
3. Memodifikasi media permainan dengan berbagai warna.
I. Pengorganisasian
1. Melakukan kontrak dengan anak dan orangtua.
2. Mempersiapkan alat dan ruang bermain.
3. Melakukan kegiaran bermain.
4. Susunan kepanitiaan:
a. Leader : Ayu Narolita
Peran :
1) Membuka acara
2) Memimpin jalannya permainan
3) Menciptakan suasana semangat dan meriah pada kegiatan
4) Mengambil keputusan
5) Memberikan reward.
b. Fasilitator: Efilia Intan
Peran:
1) Memfasilitasi peserta selama permainan berlangsung
2) Mendampingi anak selama bermain
3) Menciptakan suasana semangat dan meriah pada kegiatan.
c. Observer : Festi Fiki
Peran:
1) Mengamati respon anak selama bermain
2) Mengamati dan mengevaluasi permainan
3) Memberikan kritik dan saran.

J. Kriteria Evaluasi (Struktur, Proses Dan Hasil)


1. Evaluasi Struktur
a. Terdapat ruangan yang nyaman untuk bermain.
b. Terdapat alat (kubus) yang berbagai warna dan bentuk.
2. Evaluasi Proses
a. Leader menyampaikan pembukaan dan kontrak kegiatan dengan
baik dan tepat waktu.
b. Leader menjelaskan cara bermain dengan jelas.
c. Leader memberikan kesempatan anak dan keluarga untuk
bertanya.
d. Leader mempersilahkan fasilitator untuk melakukan kegiatan
bermain.
e. Fasilitator melakukan kegiatan bermain dengan anak.
f. Observer melakukan pemantauan terhadap respon anak dalam
bermain.
g. Observer memberikan evaluasi berupa kesimpulan dan saran
selama proses bermain.
h. Leader melakukan kontrak waktu untuk kegiatan bermain
selanjutnya kepada anak dan keluarga serta menutup kegiatan.
3. Evaluasi Hasil
a. Anak bersedia ikut serta aktif dalam bermain.
b. Anak mengikuti kegiatan sampai selesai.
c. Anak mengikuti instruksi yang diberikan.
d. Anak mampu menyusun 4 – 6 balok secara mandiri.
e. Anak mulai mampu melafalkan angka sederhana.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika

Eliasa, E. I. 2008. Pentingnya Bermain Bagi Anak Usia Dini. FIP Universitas
Negeri Yogyakarta

Hidayat, Alimul Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Suhendi. 2001. Keperawatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Sudono, A. 2006. Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: Grasindo

Undang – Undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Wong, D. L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. (edisi ke-4). Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai