Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu bagian terpenting dan unik yang terdapat pada tubuh yaitu
Temporomandibular joint (TMJ) . TMJ adalah persendian kondilus mandibula
dengan fossa glenoidalis dari tulang temporal dan merupakan satu-satunya
sendi dikepala yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan
menutup rahang, mengunyah serta berbicara, dan terletak dibelakang telinga
(Hegde et al, 2013). Kondilus mandibula berbentuk seperti gulungan, selain
berfungsi sebagai sendi kondilus mandibula merupakan daerah pertumbuhan
meskipun masih didalam kartilago. Morfologi dari kondilus mandibula sendiri
yaitu berbentuk membulat dengan bagian atas yang cembung dan oval pada
permukaan axial, pada daerah antero-posterior lebih pendek dibandingkan
dengan medial lateral ( Valladares et all, 2010). Pada keadaan normal kepala
kondilus haruslah berbentuk convex dan simetris dengan kontralateralnya.
Morfologi dari kondilus mandibula sudah diteliti dari dahulu. Pada tahun
1960-1970, penelitian mengenai konsilus mandibularis dilakukan pada
tengkorak kering dan hasil autopsy. Penelitian ini menggunakan observasi
makroskopik yaitu dengan radiografi cephalometri dan tomography. Pada
tahin 1961, Yale et al menemukan pertama kali perbedaan bentuk dari
kondilus mandibula. Yale membagi beberapa bentuk kondilus mandibula
menjadi cekung, cembung dan datar. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, pada tahun 1980 dilakukan penelitian morfologi kondilus
mandibula berhubungan dengan klas maloklusi dan juga jenis kelamin,
penelitian itu menyebutkan bahwa ukiran kondilus mandibula pada pria lebih
besar dari pada wanita dan garis tengah diskrepansi terlihat significant
meningkat seiring pertumbuhan usia. Pada penelitian sebelumnya, morfologi
kondilus mandibula terlihat bahwa variasi bentuk dari kondilus berhubungan
dengan inclinasi dari kepala kondilus, sedangkan bentuk dari fossa
berhubungan dengan inklinasi dari eminence dan ketinggian fossa (Hegde et
al, 2013)..

1
Seringkali variasi dari kondilus mandibula menyebabkan adanya
degenerasi dari TMJ ( Valladares et all, 2010).Variasi dari bentuk kondilus
mandibula tergantung dari umur, jenis kelamin, tipe wajah, tekanan oklusal,
parafungsional, dan tipe maloklusi (Hegde et al, 2013). Umur, jenis kelamin
dan tipe maloklusio merupakan faktor penyebab yang paling significant dalam
mempengaruhi bentuk dari kondilus. Degenerasi dari kondilus ini dapat
mempengaruhi fungsi dari TMJ itu sendiri. Fungsi dari TMJ sendiri sangat
penting seperti memberikan gerakan efisien terhadap mandibula selama
pengunyahan, menelan dan berbicara, stabilitas mandibula dan mencegah
dislokasi dari kekuat eksternal atau abnormal (Hegde et al, 2013). Menurut
National Institute of Dental and Craniofacial Research (2006) TMJ berbeda
dengan sendi-sendi lain dalam tubuh manusia. Kombinasi gerakan meluncur
ke satu arah (hinge and sliding motions) membuat sendi ini merupakan sendi
yang paling rumit di dalam tubuh. Selain itu, jaringan yang membentuk TMJ
juga berbeda dengan sendi-sendi lain yang menahan bebean tubuh, seperi
sendi lutut atau pinggul. Karena pergerakannya yang kompleks dan unik,
sendi rahang dan otot-otot yang mengendalikannya dapat menyulitkan baik
untuk pasien maupun dokter ketika bermasalah. Karena TMJ merupakan satu-
satunya sendi yang berada dikepala, sehingga bila terjadi sesuatu kesalahan
pada sendi ini, maka orang tersebut mengalami masalah serius. Beberapa
penyebab yang berkaitan dengan kelainan TMJ ini yaitu kondisi oklusi atau
maloklusi, trauma baik makro trauma ataupun mikro trauma, stress emosional,
dan aktivitas parafungsional. Penyebab terjadinya kelainan TMJ yang paling
besar terjadi karena maloklusi (Basafa,2006).
Penelitian tentang morfologi dari bentuk kondilus mandibula dapat
dilakukan menggunakan beberapa metode seperti penelitian dengan tengkorak
kering, soutopsy tengkorak manusia, histologi,dan radiografi. Salah satu
radiografi yang dapat digunakan untuk meneliti variasi kondilus ini dengan
menggunakan radiografi Sefalometri. Sefalometri merupakan salah satu
metode radiologi yang dapat mengukur berbagai bagian serta mencatat posisi
dan bentuk dari struktruk kranial dan wajah. Radiografi sefalometri sering
digunakan untuk perawatan ortodonsi karena merupakan piar dalam penetapan

2
diagnosa yang komprehensif, penyusunan rencana perawatan dan evaluasi
hasil perawatan ortodonsi. (Perabuwijaya, 2007).
Pada dasarnya terdapat banyak fungsi dari radiografi sefalometri dalam
bidang ortodonti. Fungsi radiografi sefalometri dalam ortodonti yaitu :
a. Diagnosa ortodonti untuk pemaparan struktur skeletal, dental dan
jaringan lunak
b. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe fasial
c. Pembuatan rencana perawatan
d. Evaluasi hasil perawatan dengan cara pemaparan perubahan yang
terjadi dari perawatan semula
e. Perkiraan arah pertumbuhan
f. Sebagai alat bantu dalam penelitian yang meliobatkan regio kranio-
dento-facial.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitain tentang persentase variasi bentuk dan ukuran kondilus mandibula
dan ketinggian fossa glenoidalis pada orang maloklusi klas 2 dan 3 yang
berusia antara 15-30 tahun dengan menggunakan metode radiografi
sefalometri.Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau
referensi mengenai perbedaan bentuk variasi dan ukuran kondilus mandibula
dan ketinggian fossa glenoidalis yang berhubungan dengan tipe maloklusi dan
pertambahan usia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah variasi bentuk dan ukuran kondilus mandibula dan
ketinggian fossa glenoidalis pada orang maloklusi klas 2 dan 3 yang berusia
antara 15-30 tahun dengan menggunakan metode radiografi sefalometri

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan dan menganalisis variasi bentuk dan ukuran
kondilus mandibula dan ketinggian fossa glenoidalis pada orang

3
maloklusi klas 2 dan 3 yang berusia antara 15-30 tahun dengan
menggunakan metode radiografi sefalometri
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan morfologi normal TMJ
b. Mendeskripsikan faktor penyebab variasi bentuk TMJ
c. Mendeskripsikan variasi bentuk TMJ
d. Mendeskripsikan radiografi sefalometri
e. Menganalisis hubungan faktor penyebab dan variasi bentuk TMJ

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Memberikan referensi mengenai variasi bentuk kondilus mandibula
dan hubungannya dengan faktor penyebab terkair umur dan jenis
maloklusi dengan menggunakan metoderadiografi sealometri
2. Praktis
Memberikan data persentase mengenai variasi bentuk kondilus
mandibukaris yang berhubungan dengan umur dan tipe maloklusi,
sehingga dapat berguna untuk meningkatkan treatment perawatan
ortodonsi

E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sebelumnya sudah pernah dilakukan, namun berbeda dari
segi veriabelnya. Beberapa sumber penelitian yang dipakau dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul Penelitian Tujuan Persamaan Perbedaan
dan Nama
Penukis
1 Condyle and Meneliti 1. Meneliti 1. Terdapat
fossa shape in bentuk bentuk batasan usia
class II and class kondilus dan kondilus yaitu 15-30
III skeletal fossa glenioid dan fossa tahun
patterns: A pada pasien glenoid 2. Menggunaka

4
morphometric klas 2 dan klas 2. Objek n
tomographic 3 penelitian cephalometri
study klas 2 dan
klas 3
2 Morphological Menjelaskan 1. Meneliti 1. Dilakukan
and radiologi detail bentuk pada
variation of mengenai variasi maloklusi klas
mandibular anatomi nomal dari 2 dan 3
condyles in normal dan kondilus 2. Dilakukan
health and variasi mandibula pada variasi
disease: A morphologi bentuk
systemic review dari kepala kondilus
kondilus, bukan
untuk pathologi
membantu kondilus
dalam
membedakan
antara variasi
normal dan
pathologis
3 Mandibular Meneliti 1. Meneliti 1. Meneliti pada
condyle perubahan bentuk maloklusi klas
dimensional morophologi variasi dari 2 dan 3
changes in dari kondilus kondilus 2. Menggunakan
subjects from mandibula dari mandibulari cephalometri
3020 year of age anak sampai s
using cone beam dewasa 2. Dari usia
cpmputed menggunakan remaja
tomography: a CBCT sampai
preliminary dewasa
study
4 Condylar Meneliti 1. Meneliti 1. Menggunakan
volume and perbandingan variasi cephalometri
conylar area in volume dan bentuk 2. Tidak terbatas
class I, class II, bentuk dari kondilus pada ras
and class III kondilus dengan tertentu
young adult mandibula beberapa
subjects pada ras tipe
kaukasoid usia maloklusi

5
15030 tahun yang
dengan tipe berbeda
maloklusi yang 2. Dilakukan
berbeda pada usia
15-30 tahun

6
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Morfologi Normal TMJ
TMJ dibentuk oleh kondilus yang terletak pada tulang
mandibula dan fossa pada tulang temporal. Kedua tulang ini dipisahkan
oleh discus artikularis (Epstein, J.B. et al , 2001). Menurut Kardos,T &
Kieser Jules ( 2000) TMJ adalah sendi kiri dan kanan pada mandibula
dihubungkan oleh ligamen dan otot yang menghasilkan hubungan
bilateral antara satu bagian mandibula dengan kranium. Sedangkan
menurut National Institute of Dental and Craniofacial Research (2006),
TMJ berbeda dengan sendi-sendi lain dalam tubuh manusia. TMJ
menghubungkan rahang bawah (mandibula) ke tulang pada sisi kepala
(tulang temporal). Karena sendi-sendi ini bersifat fleksibel, rahang
dapat bergerak naik, turun, dan ke samping secara halus. Sendi ini juga
memungkinkan kita untuk bicara, mengunyah, dan menguap. Otot-otot
menempel dan mengelilingi sendi rahang, mempertahankan posisi dan
pergerakannya. Kombinasi gerakan meluncur ke satu arah (hinge and
sliding motions) membuat sendi ini merupakan sendi yang paling rumit
di dalam tubuh. Selain itu, jaringan yang membentuk TMJ juga berbeda
dengan sendi-sendi lain yang menahan beban tubuh, seperti sendi lutut
atau pinggul. Karena pergerakannya yang kompleks dan unik, sendi
rahang dan otot-otot yang mengendalikannya dapat menyulitkan baik
untuk pasien maupun dokter ketika bermasalah.
Struktur sendi temporomandibula terdiri dari fossa glenoidales,
processus kondilodeus, eminentia artikularis, kapsula arikularis, dan
diskus artikularis.
a. Kondilus Mandibula
Kondilus mandibula adalah tulang dengan struktur elipsoid melekat
pada ramus mandibula. Bagian atas kondilus sangat konfeks dalam
arah anteriposterior dan sedikit konfeks dalam arah mediolateral.

7
Ketebalan anteroposterior 10 mm dengan lebar mediolateral 20,4
mm. Bagian dari kondilus terdiri dari kapsula sendi, tuberkulum
medialis dan tuberkulum lateralis. Tuberkulum didukung oleh
perlekatan pada bagian lateral dan medial dari ligamen kolateral.
Bagian kondilus yang berartikulasi dilapisi oleh jaringan fibroelastik
tebal, yang mengandung fibroblast dan chondrocyte. Menurut
penelitan woelfal dan Iragashi pada 25 laki-laki ditemukan bahwa
kedalaman rata-rata permukaan luar kondilus mandibula pada
masing-masing sisi sekitar 15mm dengan rentang kedalaman antara
10,3 - 21,4 mm dibawah kulit.
b. Emenentia artikularis
Eminentia artikularis berada pada bagian anterior dan inferior dari
fosa artikularis. Fosa artikularis merupakan bagian yang tidak
berfungsi pada saat gigi dalam keadaan oklusi sehingga tidak ada
kontak rapat antara kondilus, diskus dan bagian konkaf dari fosa.
Eminentia artikularis terdiri dari lereng yang menurun dan lereng
yang naik, bagian ini dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa yang
menandakan bagian fungsional dari sendi saat mengunyah (Perwira,
2007).
c. Kapsla arikularis
Kapsula artikularis merupakan jaringan ikat fibrous tipis berada di
sekeliling sendi temporomandibula dan secara anatomi dan fungsi
membatasi pergerakan sendi temporomandibula. Kapsula melekat di
posterior pada tulang temporal dan di inferior pada leher kondilus.
Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial yang masuk
kedalam celah sendi melalui permukaan dalam kapsula. Fungsi lain
kapsula artikularis adalah membatasi cairan sinovial yang masuk
kedalam permukaan artikular. Kapsula diperkuat oleh ligamen
temporomandibula pada saat sendi bergerak ke arah lateral (Perwira,
2007).

8
d. Diskus artikularis
Diskus Artikularis disusun oleh jaringan ikat fibrous avaskuler dan
di sekeliling diskus terdapat sedikit persarafan (Chusid. J.G.1991).
Diskus artikularis dibagi menjadi tiga bagian pada penampang
sagital yaitu bagian anterior, tengah dan posterior. Zona intermediate
merupakan nama lain zona tengah yang merupakan bagian tipis,
ketika keadaan normal bagian ini merukapan tempat bersandarnya
kondilus pada saat gigi berada pada posisi oklusi sentrik. Bagian
anterior dan posterior lebih tebal dari zona intermediate sehingga
diskus dapat bergeser ke anterior ataupun posterior. Pada bagian
posterior terdapat jaringan diskus yang banyak mengandung
pembuluh darah dan saraf, sedangkan pada bagian anterior terdapat
otot pterigoideus lateralis superior (Perwira, 2007).

Gambar 2.1 Bagian dari TMJ

2. Penyebab Variasi Bentuk TMJ


Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terdapat beberapa
variasi bentuk dari kondilus mandibularis dan kedalaman fossa glenoid
menurut Saccucci et al (2012) yaitu sebagai berikut :
a. Perbedaan Usia
Usia merupakan salah satu faktor pendukung dari variasi bentuk
kondilus mandibula dan kedalaman fossa glenoid, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Saccucci et al (2012) disebutkan
bahwa terdapat variasi bentuk kondilus mandinula pada usia 15-30

9
tahun, pada subjek yang lebih tua variasi bentuk kondilus mandibula
lebih mendatar dan sudah terdapat progresive degeneratif kondisi
yang parah dengan terdapat erosi, sclerosis, osteophytes, resobsi
yang menyebabkan perubahan volume kondilus mandibularis dan
juga letak pada fossa glenoid. Terdapat beberapa penelitian yang
menyebutkan bahwa usia tidak berpengaruh pada bentuk kondilus
mandibula, Katsavrias (2004) menyebutkan bahwa ukuran dan
variasi kondilus mandibularis tidak dipengaruhi dari perubahan usia
kecuali pada maloklusi klas III yang memiliki perubahan significant.
Pada penelitain tersebut disebutikan bahwa pertumbuhan fossa dan
kondilus mandibula telah lengkap pada usia muda. Tetapi tidak
menutup kemungkinan masih terdapat pertumbuhan kondilus
mandibula pada usia tua, seperti yang terdapat pada maloklusi klas II
b. Jenis kelamin
Permukaan kondilus mandibularis pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan, menurut penelitian yang dilakukan oleh
Saccucci et al (2012) terdapat perbedaan ketinggian dari kondilus
mandibularis 3-5% pada frontal-lateral pasien muda sampai tua
antara laki-laki dan perempuan. Pada variabel morphologi index
menunjukkan rasio antara volume dan permukaan berbeda antara
laki-laki dan perembuan sebesar 2,8%. Menurut Katsavrias (2004)
tidak terdapat perbedaan bentuk kondilus mandibularis dan
keladaman fossa glenoid pada berbagai tipe maloklusi kecuali pada
maloklusi klas III yang memiliki kedalaman dan besarnya lebih
significant dibandingkan maloklus klas I dan II. Selain itu, bentuk
fossa juga lebih mendatar dibandingkan dengan maloklusi klas I dan
II. Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa pada perempuan bentuk
kondilus mandibularis memiliki kecenderungan bertipe konveks,
sedangkan pada laki-laki cenderung bertipe konkave.
c. Perbedaan Relasi Klas Maloklusi
Perbedaan tekanan mengunyah yang diterima kondilus mandibularis
berbeda antara tiap tipe maloklusi. Pada maloklusi klas II tekanan

10
menguyah lebih besar dibandingkan dengan maloklusi klas I dan III.
Tekanan menguyah yang diterima ini merupakan salah satu faktor
pendukung terjadinya perbedaan bentuk variasi dari kondilus
mandibularis.Tekanan pengunyahan ini mengakibatkan peruahan
pertumbuhan dari tulang kartilago kondilus mandibularis dan
morphologi dari mandibula. Pada pasien remaja maloklusi klas III
terlihat asimetris inklinasi kondilus mandibula ketika dibandingkan
dengan pasien maloklusi klas I dan II. Menurut penelitian
sebelumnya disebutkan bahwa pada maloklusi klas II bentuk
kondilus mandibula lebih kecil dibandingkan dengan tipe maloklusi
lainnya (Saccucci, 2012) . Menurut Saccucci, morphologi TMJ
memiliki hubungan yang kuat antara morphologi dari skeletal dan
khususnya hubungan antara artikulasi eminensia dan oklusal dan
mandibular planes. Pada maloklusi klas III cenderung lebih kecil
dengan inklinasi kondilus mandibula yang asimetris dibandingkan
dengan maloklusi klas I dan II. Pada maloklusi klas III terdapat
perbedaan bentuk dari kondilus mandibula dan bentuk fossa
dibandingkan maloklusi klas II. Pada maloklusi klas III kondilus
mandibula lebih panjang dan inklinasi lebih anterior, sedangkan
bentuk fossa lebih luas dan dangkal dibandingkan dengan maloklusi
klas II (Katsavrias,2004). Menurut Burke et al, penelitian pada
pasien maloklusi klas II dibagi menjadi 2 subgroup yaitu morphologi
vertikal dan horizontal yang menyebutkan bahwa pada maloklusi
klas II tidak terdapat spesifikasi bentuk kondilus mandibula

3. Variasi Bentuk TMJ


TMJ memiliki bentuk variasi yang berbeda-beda yang telah
dibuktikan dari penelitian terdahulu. Bentuk variasi dari morphologi
kondilus mandibula sendiri memiliki beberapa variasi yaitu konkave,
konveks, datar, bersiku dan membulat. Morfologi kondilus mandibula
terlihat bahwa variasi bentuk dari kondilus berhubungan dengan
inclinasi dari kepala kondilus, sedangkan bentuk dari fossa

11
berhubungan dengan inklinasi dari eminence dan ketinggian fossa (
Hegde, 2013). Berikut merupakan variasi bentuk dari kondilus
mandibula menurut Hedge (2013) yaitu sebagai berikut.

Gambar 2.2 Variasi bentuk kondilus mandibularis. Tipe A datar. Tipe


B konveks, Tipe C bersiku. Tipe D membulat

Beberapa bentuk kondilus mandibula lainnya yang terlihat dari


pembedahan yaitu sebagai berikut :

Normal Kondilus Mandibula Oblique Kondilus Mandibula

Excavated Kondilus Mandibula Round Kondilus Mandibula

Flattered Kondilus Mandibula

12
Gambar 2.3 Variasi bentuk kondilus mandibula yang terlihat dari
pembedahan

4. Radiografi Sefalometri
Penemuan sina X oleh William Conrad Roentgen pada tahun
1895 merupakan revolusi di bidang radiografi kedokteran. Keunggulan
radiografi sefalometri dijumpai dalam akurasi, teknik pengambilan
pengukuran kraniofasial. Metode dari sefalometri sendiri dikembangkan
oleh Hofrath dn Broadbent yakni dengan menggunakan alat khusus
yaitu sefalostat yang dapat meletakkan posisi kepala pasien secara
akurat dan stabil dalam pemaparan radiografi. Radiografi sefalometri
merupakan pilar dalam penetapan diagnosa yang komprehensif,
penyusunan rencana perawatan dan evaluasi hasil perawatan ortodonsi.
Beberapa fungsi radiografi sefalometri dalam ortodonti yaitu :
a. Diagnosa ortodonti untuk pemaparan struktur skeletal, dental dan
jaringan lunak
b. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe fasial
c. Pembuatan rencana perawatan
d. Evaluasi hasil perawatan dengan cara pemaparan perubahan yang
terjadi dari perawatan semula
e. Perkiraan arah pertumbuhan
f. Sebagai alat bantu dalam penelitian yang meliobatkan regio kranio-
dento-facial
Beberapa kekurangan dari radiografi sefalometri yaitu
kesalaham pembuatan cephalogram yang disebabkan karena posisi
pasien yang tidak benar, waktu penyinaran yang kurang, penentuan
jarak bidang sagital – film yang tidak benar,selain itu dapat terjadi
pembesaran dan distorsi, kesalahan penampkan/ tracing, dan kesalahan
menggunakan metode.
Sefalometri dibagi menjadi dua menurut analisisnya :
a. Sefalogram frontal : gambaran frontal atau antero-posterior dari
tengkotak kepala

13
b. Sefalogram lateral : gambaran lateral dari tengkorak kepala. Dari
sefalogram lateral ini dapat dilakukan analisa profil jaringan lunak
aspek lateral. Analisa konveksitas wajah jaringan lunak merupakan
salah satu dari analisa profil aspek lateral. Dari sefalogram lateral
dapat dianalisa jaringan keras dan lunak. Titik-titik dalam jaringan
lunak tersebut yaitu:
1. Glabella : titik paling anterior dari dahi pada
dataran midsagital
2. Nasion kulit (N) :titik paling cekung pada
pertengahan dahi dan hidung
3. Pronasale (P/Pr) : titik paling anterior dari hidung
4. Subnasale (Sn) :titik dimana septum nasal
berbatasan dengan bibir atas
5. Labrale superius (Ls) :titik perbatasan mukokutaneus
dari bibir atas
6. Stomion suoerius (Stmn) :tituk paling bawah dari vermillion
bibir atas
7. Stomion inferius (Stmi) :titik paling atas dari vermillion
bibir bawah
8. Labrale inferius (Li) :titik perbatasan dari membran
bibir bawah
9. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung antara Ls dan
Pogonion jaringan lunak, juga
dikenal dengan sulcus labiomental
10. Pogonion kulit (Po) : titik paling anterior dari jaringan
lunak dagu
11.Menon kulit ( Me) : titik paling inferior dari jaringan
lunak dagu

14
B. Kerangka Teori

TMJ Kapsula artikularis

Eminentia
artikularis
Diskus artikularis

Fossa gleniodalis

Kondilus Faktor nyebab variasi


mandibula

Variasi Bentuk Perbedaan usia

Maloklusi
Datar, konveks,
bersiku, membulat
Jenis kelamin

Radiografi
Sefalometri

Lateral

Jenis sefalometri

Frontal

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Fossa gleniodalis

Kondilus Faktor nyebab variasi


mandibula
Perbedaan usia
Variasi Bentuk
Maloklusi
Datar, konveks,
Maloklusi klas II
bersiku, membulat

Maloklusi klas III

Radiografi
Sefalometri

Jenis sefalometri Lateral

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

B. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan variasi bentuk dan ukuran kondilus mandibula serta
ketinggian fossa gleniodalis pada penderita maloklusi klas II
2. Terdapat perbedaan variasi bentuk dan ukuran kondilus mandibula serta
ketinggian fossa gleniodalis pada penderita maloklusi klas III
3. Terdapat pengaruh faktor usia yang dalam variasi bentuk dan ukuran
kondilus mandibula serta ketinggian fossa gleniodalis

16
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas, terdiri dari :
a. Penderita maloklusi klas II
b. Penderita maloklusi klas III
2. Variabel terikat, terdiri dari :
a. Variasi bentuk dan ukuran kondilus mandibula
b. Variasi ketinggian fossa gleniodalis

D. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara ukur Skala
Data
1 Penderita Individu berusia Pada Nominal
maloklusi klas II 15-30 tahun, penampakan
divisi I penamopakan radiografi
radiografi terlihat mesio
sefalometri buccal cusp M1
sebelum dilakukan RA letaknya
perawatan lebih mesial dari
ortodonti buccal groove
M1 RB. GigiI
RA protrusi
2 Penderita Individu berusia Pada Nominal
maloklusi klas II 15-30 tahun, penampakan
divisi II penamopakan radiografi
radiografi terlihat mesio
sefalometri buccal cusp M1
sebelum dilakukan RA letaknya
perawatan lebih mesial dari
ortodonti buccal groove
M1 RB. Gigi
insisiv atas

17
berjejal dan
inklinasinya
lebih ke-lingual
(steep bite)
3 Penderita Individu berusia Pada Nominal
maloklusi klas 15-30 tahun, penampakan
III penamopakan radiografi
radiografi terlihat mesio
sefalometri buccal M1 RA
sebelum dilakukan letaknya lebih
perawatan ke distal dari
ortodonti buccal groove
M1 RB.
4 Variasi bentuk kondilus mandibula Hasil tracing Rasio
dan ukuran memiliki beberapa sefalometri pada
kondilus variasi yaitu kondilus
mandibularis konkave, konveks, mandibularis
datar, bersiku dan
membulat
5 Variasi Ketinggian fossa Hasil tracing Rasio
ketinggian fossa gleniodalis yang sefalometri pada
gleniodalis mengikuti bentuk kondilus
dari kondilus mandibularis
mandibularis

E. Jenis dan Metode Penelitian


Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
observasional retrospektif. dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Metode observasionalretrospektif adalah aktivitas penelitian yang melakukan
kilas balik waktu untuk mempelajari aktivitas yang berhubungan dengan
kejadian luar biasa yang telah terjadi. Sedangkan pendekatan cross sectional
adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau

18
observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali, pada satu
saat ( Budiarto, 2003)

F. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian disalah sati klinik ortodonsia kota Purwokerto, Jawa
Tengah pada bulan Oktober sampai Desember 2013

G. Populasi dan Sample


Populasi penelitian ini adalah penderita maloklusi klas II dan III di
salah satu klinik ortodonsia kota Purwokerto dan berusia 15-30 tahun
sebanyak 25 penderita maloklusi klas II dan 30 penderita maloklusi klas III.
Mengingat jumlah populasi yang tidak banyak, maka pengambilan sample
dengan cara total sampling dengan kriteria inklusi dan ekslusi sebagai
berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Penderita maloklusi klas II divisi I dan II
b. Penderita maloklusi klas III
c. Usia 15-30 tahun
d. Radiografi sefalometri sebelum dilakukan perawatan ortodonsi
e. Kondulis mandibularis dan fossa glenoidalis dalam keadaan normal
f. Tidak membedakan suku bangsa
2. Kriteria Ekslusi
a. Menderita kelainan parafungsional
b. Menderita degenerasi TMJ
c. Menderita kelainan endokrin ( Gigantisme, acromegaly, hypotyroid
dan Hypopituitarism)
d. Menderita inflamasi (Septic arthitis, psoriatic arthitis, rheumatoid
arthitis)
e. Menderita tumor dan kista pada TMJ

H. Sumber Data
1. Data primer yang diperoleh dengan cara analisis hasil tracing sefalometri

19
2. Data sekunder yang berasal dari rekamedis dan radiografi sefalometri.
Untuk memperoleh fakta dari informasi yangd ibutuhkan dilakukan juga
penelusuran data dengan pengkajian kepustakaan.

I. Cara Pengumpulan Data


1. Pengumpulan hasil radiografi sefalometri dan rekam medis untuk
memastikan sampe sesuai dengan kriteria inklusi dan esklusi
2. Membuat hasil tracing dari radiografi sefalometri sample
3. Menganalisis hasil tracing sample
4. Pencatatan hasil analisis
5. Pengolahan dengan SPSS
6. Penyajian data
7. Penarikan simpulan dan saran

J. Instrumen Penelitian
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
a. radiografi sefalometri
b. acetate matte tracing paper (kertas asetat) 0,003 inci ukuran 8x10 inci
c. scotch tape
d. iluminator/ negatoscope
e. pensil 4H
f. penggaris

K. Metode Analisis
Metode analisis pada penelitian ini menggunakan Kruskall Wallis
ANOVA dan uji mann-whitney (U-test). Kruskall wallis test disebut juga H
test merupakan prosedur alternatif dari one way ANOVA yang
mengasumsikan bahwa varian antar k populasi (treatment) adalah sama, tetapi
k(populasi) tersebut berdistribusi continue dan mempunyai bentuk yang
sama (skewed, bimodal atau lainnya). Kruskall wallis merupakan metode
alternatif nonparametrik dan dapat digunakan untuk data respon yang ordinal

20
atau ranked data. Sedangkan uji mann-whitney (U-test) merupakan uji yang
digunakan untuk menguji dua sample inde-enden dengan bentuk data ordinal.

L. Prosedur Penelitian

Pasien Perawatan
ortodonsi

Maloklusi klas II Maloklusi klas III

Radiografi sefalometri Radiografi sefalometri


sebelum dilakukan sebelum dilakukan
perawatan perawatan

Pembuatan tracing Pembuatan tracing


sefalometri sefalometri

Analisis hasil tracing


sefalometri

Analisis statistik

Gambar 3.2 Bagan Prosedur Penelitian

21
M. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Bulan
No Uraian
I II III
1 Pengajuan outline
2 Seminar proposal
3 Menentukan sample
4 Melakukan tracing
sefalometri
5 Analisa tracing
sefalometri
6 Pengolahan data
7 Seminar hasil

22
National Institute of Dental and Craniofacial Research. TMJ disorders. June 2006.

1. Epstein, J.B. et al . 2001. The Utility of Panoramic The temporomandibular


Joint in Patients with Temporomandibular Disorders. Oral Surgery, Oral
Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontics: Vol.1992, no.2:
236-239.
2. Kardos,T & Kieser Jules. 2000. Clinical Oral Biology. 2nd Ed.Unigraphics ITS
. Dunedin, hal 33-37, 53-62,93-101
3. 5starhealt com. Denstistry and oral sciences. Temporomandibular Antomy.
Melalui : E:\httpwww.starhealth.com/dentistry/tmj/tmj/anatomi.html.html
4.
5. Chusid. J.G.1991. Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional. Ed.
3.Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 125-131, 173-175
Skripsi
Muchamad pandji rama perwira, hubungan antara kebiasaan mengunyah
unilateral dengan terjadinya bunyi sendi temporomandibulal. Departemen
prostodonsia FKG UI jakarta 2007

23

Anda mungkin juga menyukai