OLEH
KELOMPOK III
SAMPUL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
A. Konsep Teori Nola J Pander ...................................................................... 4
B. Komponen teori model promosi kesehatan ................................................ 4
C. Asumsi dari model promosi kesehatan ...................................................... 5
D. Penjelasan health promosi model pander ................................................... 6
E. Analisis teori ............................................................................................. 9
F. Kelebihan dan kekurangan ......................................................................... 9
G.Konsep teori penyakit stroke .................................................................... 12
BAB III Analisa Kasus Pengkajian Teori HPM ........................................... 31
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 40
BAB VPENUTUP .......................................................................................... 45
A. Kesimpulan............................................................................................. 45
B. Saran....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Format Pengkajian Umum dan Pemgkajian Teori HPM
Lampiran 2 : Format Assesment Tools HPM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan judul asuhan
keperawatan pada kasus persyarafan aplikasi teori keperawatan Health Peomosi
Model (Nola J Pander)sebagai salah tugas mata kuliah pengkajian keperawatan
medical bedah
Dalam penyusunan tugas ini kelompok telah banyak mendapatkan
motivasi dan masukan dari berbagai pihak, baik itu fasilitator mata kuliah maupun
rekan – rekan sekalian. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat langsung dalam penyusunan
tugas mata kuliah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam
pengembangan pemahaman untuk tugas selanjutnya sangat kami harapkan. Akhir
kata dengan harapan yang sangat besar dari penulis, semoga tugas ini dapat
membawa manfaat bagi pembacanya.
Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
Kebutuhan bersaing
Hubungan dengan Keyakinan diri yang rendah atau tinggi dan
perilaku sebelumnya dirasakan preferensi
Komitmen pada
Model perilaku
rencana tindakan
kesehatan
Faktor personal,
Pengaruh hubungan
biologis, psikologis,
interpersonal (Keluarga,
social budaya
kelompok, provider),
norma, dukungan , model.
Pengaruh situasional:
pilihan, sifat kebutuhan,
estetika.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya serangan stroke seperti terlihat dari pengertian di
atas, dapat disimpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh dua jenis gangguan
vaskuler, yaitu : iskemia (pasokan darah yang kurang) atau hemoragik
(bocornya darah dari pembuluh darah intra cranial). Keadaan ini dapat
terjadi bersamaan atau secara mandiri. Pada keadaan hemoragik akan
menyebabkan peningkatan volume otak yang memicu terjadinya
peningkatan tekanan intra cranial, sehingga membuat daerah otak tertentu
menjadi iskemia. Begitu juga sebaliknya, iskemia yang dikarenakan
adanya thrombus atau embolus dapat memicu terjadinya perdarahan.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik (Black & Jane Hokanson Hawks, 2014)
Iskemia terjadi ketika suplai darah kebagian otak terganggu atau
tertutup secara total. Iskemia biasanya disebabkan oleh adanya emboli atau
trombosis. Sebuah thrombus dimulai dengan adanya kerusakan lapisan
endothelial pada pembuluh darah dan aterosklerosis merupakan penyebab
utama. Penyebab dari embolic stroke kareana adanya oklusi oleh embolus,
yang terbentuk diluar otak dan terlepas serta terbawa sampai ke sirkulasi
serebral, sehingga akhirnya menghambat aliran darah arteri serebral.
Perdarahan intra serebral dapat disebabkan karena rupturnya pembuluh
darah otak, atau karena rupturnya aneurisma ataupun dikarenakan adanya
malformasi pembuluh darah (Sudoyo et al., 2009)
Pada stroke hemoragik, diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro
aneurisma dari Charcot atau etat crible di otak dengan perdarahan
intraserebral, subdural, dan subaraknoid. Hampir 70 persen kasus stroke
hemoragik terjadi pada pasien hipertensi. Kejadian stroke yang lainnya
dapat disebabkan karena spasme arteri serebral yang dipicu oleh adanya
iritasi, sehingga aliran darah ke otak menurun karena terjadi vasokonstriksi
(Sudoyo et al., 2009)
3. Patofosiologi
Patofisiolagi atau proses perjalanan penyakit stroke, dilandasi oleh
sifat otak yang sangat sensitive terhadap kehilangan suplai darah, dimana
otak tidak dapat melakukan metabolisme anaerob dalam keadaan kurang
oksigen dan nutrisi. Kondisi hipoksia otak memicu terjadinya iskemia
otak. Iskemia pada jaringan bagian distal termasuk otak yang mendapatkan
suplai darah dari arteri terkait disebabkan oleh adanya oklusi pembuluh
darah otak. Dampak dari oklusi ini juga terjadi menyebabkan edema
disekitar jaringan. Iskemia inilah yang dapat mengganggu metabolisme
jaringan otak, karena minimnya suplai oksigen dan nutrisi. Iskemia dalam
waktu singkat memicu terjadinya deficit neurologi atau TIA (Transien
Iscemic Attact) dan jika aliran darah ke otak ini tidak segera tergantikan
maka jaringan otak akan mengalami kerusakan yang irreversible atau
infark dalam hitungan menit. Kondisi iskemia yang mengganggu
metabolisme otak, dapat menyebabkan kematian sel dan terjadi perubahan
yang permanent dalam 3- 10 menit (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever,
2010)
Aliran darah otak (CBF=Cerebral Blood Flow) yang normal sekitar
50-55 ml/100 gr otak/menit dan batas terjadinya gagal transmisi di sinaps
adalah sekitar 18 ml/100 gr otak/menit yang berakibat sel saraf tidak dapat
berfungsi secara normal tetapi masih ada potensi untuk pulih. Sel saraf
akan mati jika CBF berkurang sampai mendekati 8 ml/100 gr otak/menit.
Apabila daerah otak dengan tingkat CBF antara 8-18 ml/100 gr
otak/menit, daerah sel otak dapat pulih kembali atau berlanjut ke kematian
neuronal. Sel- sel saraf yang menjadi pusat daerah stroke atau inti yang
mengalami kematian segera saat kejadian serangan stroke tejadi disebut
sebagai primary neuronal injury dan area hipoperfusi yang muncul di
sekitar area inti infark, disebut sebagai penumbra iskemik (Black & Jane
Hokanson Hawks, 2014).
Area infark yang terjadi juga dipengaruhi jumlah sirkulasi kolateral
dan ukurannya, sehingga ini memunculkan adanya variasi manifestasi
pada pasien yang mengalami stroke pada area anatomi yang sama.
Kejadian iskemia serebral dalam beberapa menit , juga mempengaruhi
proses biokimia. Neurotoksin, termasuk oksigen, radikal bebas, nitric
oxide, dan glutamat menurun, sehingga terjadilah asidosis lokal dan
depolarisasi membran dan memungkinkan terjadinya gelombang natrium
kalsium. Hasilnya adalah edema sitotoksik dan kematian sel, ini
merupakan secondary neuronal injury. Sel- sel saraf penumbra rentan
terhadap pengaruh dari iskemia. Area yang mengalami edema setelah
iskemia memicu terjadinya temporary defisit neurology. Edema akan
menurun dalam beberapa jam atau kadang dalam beberapa hari dan pasien
mendapatkan kembali beberapa fungsi tubuhnya (Smeltzer et al., 2010)
Dijelaskan juga mengenai proses penyakit stroke hemoragik yang
dimulai dari kejadian rupturnya arterosklerotik dan hypertensive vessel.
Sebagian besar perdarahan intraserebral sangat luas, sehingga tidak
mengejutkan jika perdarahan kedalam otak menyebabkan sebagian besar
kejadian stroke yang fatal (Black dan Hawk, 2005).
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pasien yang terkena serangan stroke menurut,
bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang rusak,
lokasi neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah
kolateral di serebral.Temuan tanda dan gejala secara umum adalah sakit
kepala, muntah, kejang, perubahan status mental demam dan perubahan
gambaran EKG (elektrokardiogram), dan belum dikaitkan dengan
pembuluh darah spesifik. Manifestasi dari stroke iskemik termasuk
hemiparesis sementara, kehilanagan fungsi wicara dan hilangnya
hemisensori. Manifestasi klinis stroke dapat dihubungkan dengan area
kerusakan neuron otak (Black & Jane Hokanson Hawks, 2014), meliputi:
a. Hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia (paralisis) satu sisi
tubuh sering terjadi setelah stroke, yang biasanya desebabkan
karena stroke pada bagian anterior atau bagian tengah arteri
serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari
kortek frontal.
b. Aphasia, pasien mengalami defisit dalam kemampuan
berkomunikasi, termasuk berbicara, membaca, menulis dan
memahami bahasa lisan. Terjadi jika pusat bahasa primer yang
terletak di hemisfer yang terletak di hemisfer kiri serebelum tidak
mendapatkan aliran darah dari arteri serebral tengah karena
mengalami stroke, ini terkait erat dengan area wernick dan
brocca.
c. Disatria, manifestasi klinis ini berbeda dengan manifestasi klinis
aphasia dimana pasien mampu memahami percakapan tetapi sulit
untuk mengucapkannya.
d. Disfagia merupakan manifestasi klinis yang lain dari kejadian
stroke,dimana pasien mengalami kesulitan dalam menelan karena
stroke pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang
mengatur proses menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII
(facialis), N IX (glossofarengeus dan N XII (hipoglosus).
e. Pada pasien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan
seperti diplopia, homonymous hemianophia (hilangnya
penglihatan pada setengah lapang pandang).
f. Agnosia, adalah gangguan dalam kemampuan mengenal obyek
yang familiar yang berupa agnosia visual dan auditori, dan
disebabkan karena oklusi pada arteri serebro posterior dan medial
yang mensuplai pada lobus temporal dan oksipital.
g. Horner’s syndrom, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus
simpatis pada mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis
pada kelopak mata atas, kelopak mata bawah agak naik keatas,
kontriksi pupil dan berkurangnya air mata.
h. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon
stimulus dari sisi kontralateral infark serebral, sehingga mereka
sering mengabaikan salah satu sisinya
i. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari
lobus parietal yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior
dan medial.
j. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian
otak yang mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang
bervariasi, yaitu bagian kortek serebral, area temporal, limbik,
hipotalamus, kelenjar pituitari yang mempengarui kortks motorik
dan area bahasa.
k. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan
manifestasi lain yang sering muncul pada pasien stroke. Salah
satu bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung
kemih, kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke
otak tentang pengisian kadung kemih tetapi otak tidak dapat
menginterpretasikan secara benar pesan tersebut dan tidak
menstransmisikan pesan kekandung kemih untuk tidak
mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan terjadinya frekuensi
urgency dan inkontinensia (Black & Jane Hokanson Hawks,
2014).
a. Penatalaksanaan Medis.
Manajemen medis pada pasien stroke adalah sejak awal dilakukan
diagnosis sesegera mungkin dan mengidentifikasi pasien yang bisa
mendapatkan manfaat terapi trombolitik sejak awal. Tujuan yang
lainnya adalah mempertahankan oksigenasi, mencegah komplikasi
dan kekambuhan, serta merehabilitasi pasien stroke (Sudoyo et al.,
2009), dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi stroke sejak awal. Faktor kritis dalam
intervensi dan penatalaksanaan awal pasien stroke adalah
ketepatan dalam mengidentifikasi manifestasi klinis yang
bervariasi berdasarkan lokasi dan ukuran infark, alat pengkajian
yang terstandarisasi termasuk penggunaan Acut Stroke Quick
Screen dan National Instituttes of Health Stroke Scale (NIHSS),
yang mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara
cepat dimana klien mungkin bisa mendapatkan manfaat dari
pemberian trombolitik.
2) Mempertahankan oksigenasi serebral. Penatalaksanaan gawat
darurat pasien stroke termasuk mempertahankan kepatenan jalan
nafas, dengan jalan memiringkan kepala pasien untuk
mengalirkan air liur pada jalan nafas, kepala dielevasi tetapi
leher tidak boleh diekstensikan. Selain itu suplai oksigen juga
harus diperhatikan pemenuhannya, untuk mencegah hipoksia
dan mencegah peningkatan iskemia serebral.
3) Memulihkan aliran darah srebral. Pasien yang mendapatkan
terapi trombolitik harus dievaluasi terhadap terjadinya
perdarahan. Tujuan pemberian trombolitik adalah untuk
rekanalisasi pembuluh darah dan perfusi jaringan otak yang
mengalami iskemia. Agen trombolitik yang bisa diberikan
adalah exogenous plasminogen actifators, yang dapat
memecahkan trombus atau embolus yang menutupi aliran darah.
4) Mencegah komlikasi, misalnya perdarahan, edema serebral,
kekambuhan strokre, aspirasi dan komplikasi yang lainnya.
Setelah pasien diberikan terpi rt-PA (recombinan tissue
plasminogen activator), pasien harus dimonitor terjadinya
potensial komplikasi berupa perdarahan (perdarahan intrakranial
dan sistemik). Sedangkan edema serebral dapat terjadi saat
pasien mengalami peningkatan tekanan intrakranial, sehingga
aliran darah ke otak menurun dan akhirnya otak mengalami
metabolisme anaerob karena kurang suplai oksigen. Pasien perlu
diberikan posisi yang benar (elevasi 30°) untuk menurunkan
tekanan intracranial dan memfasilitasi aliran darah balik
vena.Pasien stroke juga diberikan heparin atau walfarin sebagai
anti koagulan, tetapi pemberiannya harus diperhatikan. Resiko
aspirasi pneumonia juga merupakan resiko komplikasi yang
cukup tinggi pada pasien stroke. Aspirasi lebih sering terjadi
pada periode awal dan dikaitkan dengan hilangnya sensasi
faringeal, hilangnya kontrol motor orofaringeal dan adanya
penurunan kesadaran, sehingga pemberian makanan dan cairan
melalui oral ditunda dulu dalam 24-48 jam. Komplikasi yang
lain tergantung pada jaringan yang rusak atau infark.
5) Rehabilitasi setelah stroke. Intervensi ditujukan pada
memaksimalkan pemulihan fisik dan kognitif sejak awal
serangan stroke (Black & Jane Hokanson Hawks, 2014). Pada
pasien dewasa yang mengalami injuri otak dan mengalami
kerusakan saraf, dengan dilakukan pembelajaran ulang
(relearning) segera dapat menggantikan kemampuan yang telah
hilang.
b. Penatalaksanaan Keperawatan.
Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan
pasien stroke secara umum. Diagnosa keperawatan dan intervensinya
merupakan arahan yang sesuai dalam manajemen perawatan pasien
stroke. Berdasarkan sindrom spesifik stroke dan defisit neurologis dan
fungsional meliputi bereapa area (Black & Jane Hokanson Hawks,
2014), yaitu:
1) Pencegahan primer dan sekunder terjadinya stroke merupakan
tindakan preventif, yang diartikan sebagai tugas perawat dalam
mengidentifikasi faktor resiko dan bekerja sama dengan pasien
tidak hanya memodifikasi faktor resiko tersebut tapi juga dalam
mengembangkan pola hidup yang lebih sehat. Pencegahan
sekunder menjadi fokus setelah terjadi stroke untuk mencegah
stroke yang lainya. Selama pemberian pendidikan kesehatan dan
motivasi, pasien harus dimonitor secara kolaboratif oleh perawat
dan dokter.
2) Manajemen penanganan pasien pada fase akut, sehingga kondisi
pasien menjadi stabil dan melindungi pasien dari kerusakan otak
lebih lanjut karena iskemia. Kunci pokok dalam manajemen
perawatan fase akut pasien strok meliputi manejemen pada pasien
yang mendapatkan terapi trobolitik, manajemen pasien yang
dilakukan cerebral angiographystent, manajemen pasien yang
dilakukan carotidendarterectomy dan manajemen pasien yang
mendapatkan terapi heparin.
3) Early focus rehabilitation. Rehabilitation dimulai segera setelah
kondisi pasien stabil dan perawat perlu bekerjasama dengan tim
yang lain untuk mengembangkan rencana perawatan pasien.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien stroke,
dimana pasien membutuhkan rehabilitasi secepatnya yaitu: defisit
keperawatan diri, perubahan persepsi sensori, kerusakan
komunikasi verbal, kerusakan mobilitas fisik, perubahan
eliminasi urin, disuse syndrome, perubahan proses fikir, impaired
adjustment, gangguan penampilan peran dan unilateral neglect.
Rehabilitasi unuk mengatasi masalah perubahan eliminasi urin,
hendaknya juga dilakukan bladder training sejak pasien melewati
fase akut. Masalah kolaboratif yang mungkin muncul pada fase
ini adalah efek disamping dari terapi anti platelet.
4) Discharge planning dan perawatan berkelanjutan bagi pasien
harus sudah direncanakan program rehabilitasi. Hal pokok dalam
discharge planning ini adalah meyakinkan bahwa pasien dan
keluarga dapat melakukan follow up sehingga proses pemulihan,
munculnya masalah baru dan terapi pengobatan dapat dimonitor.
5) Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga, ini
membutuhkan tempat dan waktu yang padat. Bukan hal yang
realitis jika semua pendidikan kesehatan dapat diberikan secara
lengkap dalam waktu yang pendek. Pendidikan kesehatan harus
dilakukan secara berkelanjutan setelah pasien pulang oleh
pemberi layanan kesehatan dikomunitas.
6. Pemeriksaan Penunjang
A. Tinjauan kasus
Tn. W, 50 tahun rawat inap hari ke 2 dengan keluhan pusing dan tidak bisa
menggerakkan tungkai atas bawah sebelah kiri, bicara pelo, keluarga
mengatakan pasien selama ini memiliki penyakit hipertensi, dari hasil
pemeriksaan didapatkan TD: 200/100 mmhg, RR: 22x/mnt, sh; 36,7˚ C , N:
52x/mnt, GCS 14 (CM) E4V4M6, terpasang IVFD RL 20 tpm, pada
pemeriksaan ekstermitas didapatkan kekuatan ekstermitas kiri 2 dan kekuatan
ektermitas kanan 5, pasien tidak bisa melakukan aktifitas sendiri, dari hasil
pemeriksaan saraf kranial, CT Scan didapatkan ICH di thalamus dan capsul
interna dextra dengan perifokal oedema disekitarnya yang menyempitkan
ventrikel lateralis dextra. Klien memiliki istri dan 2 orang anak, klien
merupakan tulang punggung keluarga, keluarga mengatakan kalau klien
memiliki kebiasaan merokok, minum kopi menyukai makanan yang bersantan
dan jarang berolah raga. Keluarga mengatakan bahwa selama klien menderita
penyakit hipertensi dan jarang memeriksakan ke puskesmas. Saat ini klien
nampak terbaring lemah.
6. Sistem Sensorik :
Perasaan raba Anestesia seb kiri Hipestesia Hiperestesia
Perasaan nyeri Analgesia sebelah kiri Hipalgesia
Hiperalgesia
Perasaan suhu Termoanestesia Termohipestesia
Termohiperestesia
Permukaan tubuh Parestesia Disestesia-
hiperpatia
Perasaan Propriosetik Somestesia Viseroestesia Kinestesia
Statesia Palestesi Barestesia
E. Pengkajian menurut Teori Health Promotion (Nola J Pender) pada
masalah persyarafan (Pender, 2011)
a. Karakteristik dan pengalaman individu tentang
1) Perilaku sebelumnya
a) Kebiasaan individu
Setiap hari klien beraktifitas dirumah yaitu dengan berjualan
makanan, jika terlalu capek klien sering mengeluh pusing, klien
sering mengkomsumsi makanan yang bersantan, klien juga suka
makan makanan yang asin, kebiasaan klien pada pagi hari suka
minum kopi, klien juga suka merokok.
b) Hambatan dari prilaku yang pernah dilakukan
Anggota keluarga yang lain menjadi hambatan karena semua
kegiatan berjualan dulakukan sendiri oleh klien, klien hidup
serumah dengan seorang istri yang sementara menderita penyakit
hipertensi, 2 orang anak dan dua orang cucu.
c) Manfaat dari prilaku yang telah dilakukan
Produktif namun prilaku diatas dapat memicu terjadinya stroke
pada Tn. W
d) Penyakit yang pernah diderita
Klien sering merasa pusing, tegang pada leher kadang merasa
kram pada kedua tungkai bawah
e) Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan
Jika sakit klien berobat kesarana kesehatan terdekat dari rumah
klien yaitu Puskesmas
f) Upaya yang pernah dilakukan ketika keluarga sakit
Bila keluarga klien sakit, keluarga memeriksakan diri ke
puskesmas dan kadang istirahat dirumah
2) Faktor personal
a) Faktor biologis
Pengkajian Tn.W Ny. J Tn. S Ny. R
b) Faktor psikososial
1. Status kesehatan
Tn. W mengatakan pusing, tidak bisa menggerakkan tungkai
atas dan tungkai bawah sebelah kiri, bicar pelo, pada
pemeriksaan TD: 200/120 mmhg
2. Motivasi
Semua keluarga memberi dukungan terhadap kesembuhan
klien Tn. W
3. Harapan diri dan keluarga tentang penyakit stroke
Keluarga dan Tn. W berharap mendapatkan pengobatan dan
perawatan agar segera sembuh dari penyakitnya.
c) Faktor sosial budaya
1. Pendidikan : klien tamat SMP
2. Status ekonomi : penghasilan Rp ±1.000.000 per bulan
3) Prilaku spesifik pengetahuan dan sikap
a) Manfaat/ harapan dari tindakan : setelah diberikan promosi
kesehatan, keluarga diharapkan mampu merubah prilaku yang
tidak sehat dan dapat menghindari penyakit stroke yang ada pada
anggota keluarganya.
b) Hambatan : Tn. W sering makan makanan yang berlemak atau
bersantan dan suka minum kopi, tidak berolahraga, Tn. W jarang
berobat dipuskesmas kalau sakit meskipun tidak jauh dari tempat
tinggal.
4) Kemajuan diri
Motivasi untuk prilaku hidup sehat
1) Wujud dari prilaku:
Tn.W akan berusaha mengurangi kebiasaan minum kopi, merokok
dan memakan makanan yang dapat memicu terjadinya stroke. Jika
merasa lelah klien akan beristirahat dan menutup warungnya.
2) Pengalaman :
Setelah memperhatikan saran dari tenaga kesehatan kelemahan
yang terjadi pada klien dapat sembuh.
3) Ajakan
Tenaga kesehatan menyarankan agar membiasakan pola hidup
sehat, berhenti merokok, banyak minum air putih, berolahraga dan
istirahat yang cukup.
4) Kondisi psikologi ( kecemasan )
Pasien kadang cemas dan bingung dengan keadaan yang
dialaminya sekarang dan tidak begitu mengerti tentang
penyakitnya.
5) Sikap yang berhubungan dengan aktifitas
Reaksi emosional terhadap prilaku yang telah dilakukan apakah
mempertahankan, menghindari dan merubah karena ada keinginan
untuk hidup sehat, setelah klien berusaha berubah supaya penyakit
stroke yang dialaminya dapat sembuh tanpa mengalami
kelumpuhan badan.
6) Pengaruh situasional
Keadaan lingkungan sekitar
1) Keadaan lingkungan rumah
Keadaan rumah terang, ventilasi cukup, tidak tertata rapi,
mempunyai jamban, lantai dari tegel.
2) Sanitasi: Tidak ada tempat pembuangan limbah, sampah langsung
dibakar
3) Komunitas (tetangga): keluarga dan tetangga berperan aktif dalam
berhubungan/ berinteraksi dengan klien.
7) Pengaruh interpersonal
1) Dukungan sosial
Dari segi keluarga dan tetangga berperan aktif dalam menciptakan
hidup sehat.
2) Role model
Tidak ada panutan dari lingkungan dalam mencegah penyakit
3) Kebudayaan (nilai kepercayaan yang dianut)
Klien dan keluarga beragama islam. Keluarga mengatakan Klien
rajin melakukan shalat berjamaah dimasjid.
b. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Hubungan pasien dengan keluarga baik tetapi pasif dalam penerapan
pola hidup sehat
2) Fungsi perawatan keluarga
a) Kemampuan keluarga mengenal masalah
Kurang mengerti tentang kesehatan
b) Kemampuan keluarga mengambil keputusan
Keluarga membawa kepelayanan kesehatan terdekat jika sakit
yang dirsakan terus berlanjut
c) Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit :
mampu merawat tetapi kurang maksimal
d) Kemampuan keluarga memelihara lingkungan: keluarga mampu
tapi tidak maksimal
e) Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada:
mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
GDS : 140 mg/dl
Colesterol : 293 mg/dl
LDL colesterol : 395 mg/dl
b. Pemeriksaan radiologi
CT Scan didapatkan Intra Cerebral Hematom di thalamus dan
capsul interna dextra dengan perifokal oedema disekitarnya yang
menyempitkan ventrikel lateralis dextra
PEMBAHASAN
Stroke merupakan penyakit yang disebabkan oleh aliran ke otak yang bisa
menurun dengan beberapa cara seperti iskemik menyebabkan suplai darah ke
bagian otak terganggu atau tersumbat total. Kemampuan yang bertahan diotak
yang iskemik tergantung pada lama waktu kerusakan ditambah dengan tingkatan
gangguan dari metabolisme diotak. (Black & Hawks, 2014)
Dikaitkan dengan teori keperawatan Health Promotion (Nola J Pender)
dimana pasien dan keluarga dapat merubah prilaku kesehatan yang dapat
menghambat aktivitas fisik kedepannya. Teori ini sangat tepat diterapkan pada
pasien dengan gangguan persyarafan yaitu stroke karena pengalaman sebelumnya
dengan perilaku yang juga dilatarbelakangi adanya faktor pendidikan, informasi
yang didapatkan sebelumnya mengenai stroke, dan juga faktor ekonomi
(Lawrence, Kerr, Watson, Paton, & Ellis, 2010). Faktor personal diantaranya usia,
status ekonomi dan pengetahuan memiliki pengaruh terhadap perilaku kesehatan
ditandai dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang mencakup
mencegah dan melindungi diri dari penyakit atau masalah kesehatan lainnya,
meningkatkan kesehatan, serta mencari kesembuhan apabila sakit. Terdapatnya
perbedaan karakteristik personal mempengaruhi juga seseorang dalam melakukan
penilaian terhadap dirinya yang akan mempengaruhi tingkah laku yang dilakukan
seseorang.
Menurut (Pender, 2011), Salah satu faktor yang berhubungan dengan
tingkah laku peningkatan kesehatan adalah persepsi terhadap manfaat tindakan
(perceived benefits) yang merupakan hasil positif yang diharapkan yang akan
diperoleh dari perilaku sehat. Individu yang mempersepsikan banyaknya manfaat
ketika kita waspada terhadap ancaman stroke juga dibuktikan pada perilaku untuk
lebih waspada terhadap stroke, sebaliknya individu yang mempersepsikan
kewaspadaan stroke bukan suatu hal yang penting untuk dilakukan, maka akan
diwujudkan dalam perilakunya yang kurang baik diantaranya perilakuperilaku
yang akan menambah resiko terjadinya stroke semakin tinggi(Teuschl & Brainin,
2010).Adanya hambatan yang ada dalam meningkatkan perilaku kesehatan yaitu
ketidaktersediaan fasilitas kesehatan yang dekat dengan pemukiman, atau sulitnya
pemanfaatan fasilitas kesehatan, mahalnya biaya, kurang aktifnya peran tenaga
kesehatan bisa menjadikan sebagai hambatan untuk meningkatkan perilaku
kesehatan
Persepsi yang positif akan kemampuan diri, keyakinan bahwa pada dirinya
bisa melakukan tindakan yang lebih baik lagi, mampu untuk menjadi individu
yang lebih baik lagi untuk menjadi lebih sehat lagi akan mempengaruhi individu
tersebut untuk melakukan apa yang diyakininya sebaliknya jika terdapat penilaian
yang dirasa tidak mampu untuk melakukan suatu perubahan yang lebih baik
lagi,maka akan tercermin juga dalam perilakunya yaitu perilaku yang kurang baik.
Individu yang memiliki persepsi terhadap kemampuan kurang tetapi perilakunya
baik, hal ini karena ada faktor-faktor lain yang mendukung seseorang untuk
melakukan perilaku yang lebih baik lagi meskipun dirasa dirinya tidak mampu,
misalkan adanya dukungan keluarga, adanya motivasi, didukung juga dengan
pengetahuan yang baik, semua ini akan mendorong individu tersebut berperilaku
yang lebih baik lagi yaitu perilaku yang lebih waspada lagi terhadap bahaya
stroke.
Pengaruh interpersonal (interpersonal factor) merupakan salah satu faktor
dalam meningkatkan perilaku kesehatan menurut teori Nolla J Pender HPM
(Health Promotion Model) yang dapat menghasilkan perilaku, kepercayaan
maupun sikap. Sumber utama faktor interpersonal pada peningkatan perilaku
kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung), teman, dan petugas
kesehatan. Adanya dukungan sosial mempengaruhi terwujudnya perilaku
peningkatan kesehatan. (Alligood, 2014)
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Teori Nolla J Pender Health Promotion Model sebagai sebuah
kerangka untuk mengintegrasikan ilmu keperawatan dengan ilmu perilaku
yang dianggap sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Model ini disajikan sebagai sebuah acuan atau pedoman untuk
menjelaskan proses biopsikososial sebagai sesuatu yang mampu untuk
memotivasi individu secara langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan
khususnya pada pasien dengan gangguan persyarafan yaitu stroke.
2. Rekomendasi
Teori health promotion sangat direkomendasikan dalam memberikan
atau melakukan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan sroke
mengingat pasien dengan stroke akan lebih banyak membutuhkan bantuan
dan kolaborasi pemenuhan kebutuhannya oleh keluarga sehingga promosi
kesehatan penting dilakukan guna memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh keluarga maupun masyarakat sekitar serta sebagai upaya mengajarkan
keluarga untuk perawatan dirumah pasien dengan stroke. Selain itu, aplikasi
teori health promosi oleh nola j pender ini dapat memotivasi klien dalam
meningkatkan derajat kesehatan termasuk pada pasien dengan system
persyarafan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Susila, F. Ganiajri, L.
P. Puji, & R. W. Arum Sari, Eds.) (Edisi 8 Bu). singapore: Salemba Medika.
Iswari, Y. (2011). Analisis faktor Resiko Penyebab Kejadian Diare pada Anak
Usia di bawah 2 tahun. Universitas Indonesia.
Lawrence, M., Kerr, S., Watson, H., Paton, G., & Ellis, G. (2010). An exploration
of lifestyle beliefs ans lifestyle behaviour following stroke: Findings from a
focus group study of patients and family members. BMC Family Practice,
11(97).
Savelson, A., Van Wynsberghe, R., Frankish, J., & Folz, H. (2005). Application
of a health promotion model to community-based sustainability planning.
Local Environment, 10(6), 629–647.
https://doi.org/10.1080/13549830500321832
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). BRUNNER &
SUDARTH’S Textbook of Medical-Surgical Nursing. (H. Surrena, Ed.)
(Twelfth). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K, M., Setiati, S., & Syam,
A. F. (2009). BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM (Jilid I Ed). Jakarta:
Internal Publishing.
Sukut, S. S., Arif, Y. S., & Qur, N. (2015). FAKTOR KEJADIAN DIARE PADA
BALITA DENGAN PENDEKATAN TEORI NOLA J. PENDER DI IGD
RSUD RUTENG Factors Correlated With The Incidence Of Diarrhea In
Infants with Nola J.Pender Approach in Emergency Room of RSUD Ruteng.
Jurnal Pediomaternal, 3(2).
Teuschl, Y., & Brainin, M. (2010). Stroke education: Discrepancies among factors
influencing prehospital delay and stroke knowledge. International Journal of
Stroke, 5(3), 187–208. https://doi.org/10.1111/j.1747-4949.2010.00428.x
Lampiran 1
FORMAT
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
Kelemahan anggota gerak sebelah badan Nyeri otot
Bicara Pelo Kaku kuduk
Tidak dapat berkomunikasi Sakit punggung
Konvulsi (kejang) Pusing
Sakit kepala hebat Ekstremitas dingin
Penurunan kesadaran
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2. Riwayat Keluhan Utama (OLDCART) :(Black & Hawks, 2014)
Onset : .........................................................................
Location : .........................................................................
Duration : ..........................................................................
Characteristic : ..........................................................................
Associated manifestations : ..........................................................................
Radiation : ..........................................................................
Treatment : ..........................................................................
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Kebiasaan : Merokok Obat-obatan Alkohol
b. Riwayat Penyakit : Ya, ............................................ Tidak
Jika Ya : Rubela Rubeola Infeksi sitomegalovirus
Influenza Herpes simpleks Meningitis HIV
TB Anemia permisiosa Kanker Hipertensi
c. Riwayat Pembedahan : Ya, ............................................
Tidak
Jika Ya : Gangguan Spinal Neuropati perifer Bedah
kranial
Adakah kompliksi pembedahan : Ya Tidak
Paparan anestesi : Epidural Spinal
Genogram
n. Self Efficacy :
..................................................................................................................
...
C. Pemeriksaan Fisik Neurologis(Jarvis, 2016; Muttaqin, 2011)
1. Tingkat Kesadaran :GCS: ........ E: ........ M: ....... V: .......
Composmentis Somnolen Sopor Semi Koma Koma
2. Fungsi Serebri :
a. Status Mental : Gelisah Sulit tidur Diam
Menarik diri Bicara tak terarah Menangis tanpa sebab
Bicara sendiri Menghindari kontak
b. Fungsi Intelektual : Ggg. Daya Ingat Ggg
Orientasi
Ggg Berhitung Pengetahuan Umum
Perbedaan dan persamaan
c. Daya Pikir : Sulit berkonsentrasi Depresi Spontan
Pelupa Irrasional
d. Status Emosonal : Alamiah Datar Cemas Pemarah
Apatis Euphoria
e. Kemampuan Bahasa : Disartria (Pelo) Disfonia (Serak)
Disprosodi (Gangguan irama bicara)
Aleksia (kehilangan kemampuan
membaca)
Agrafia (Gangguan dalam penulisan) Afasia
f. Fungsi Lobus : Ggg Lobus Parietalis Ggg Lobus
Temporalis
Ggg Lobus Frontal
3. Saraf Kranial :
a. Olfaktorius (NI) : Anosmia Hiposmia Parosmia
Kakosmia
Halusinasi olfaktorik
b. Optikus (NII: Visus ........................................................................
LapangPandang ......................................
c. Okumulotorius (NIII):Respon Pupil ..............................
Kelopak Mata
Pupil ..............................................................
Reflek Pupil : Reflek Cahaya Normal Miosis
Reflek Akomodasi Miosis Pupil Konvergensi
Reflek Okulosensorik Miosis Midriasis
Refleks Ciliospinal Miosis Midriasis
d.Troklearis (NIV) : ............................................
e. Trigeminus (NV) : Reflek Kornea............Reflek Jaw Jerk.
f. Abdusen (NVI) : ..................
g. Vasialis (NVII) : Fungsi Sensorik .......................
Fungsi Motorik ......................
h. Oktavus/ Vestibulokoklearis (NVIII) :.................
Nervus Koklearis : Weber ................
Rinne ............................................
Swabac .............................................
Nervus Vestibulo : Post pointing test ........................
Tes Romberg ...........................
Stepping Test ...........................
i. Glosofaringeus (NIX) : Menelan .....................
Sensasi Rasa ..................
j. Vagus (NX) : Gag Refleks ..............................
k. Asessorius (NXI) : Otot Trvezeus .......................
Otot sternokleidomastoideus .................
l. Hipoglosus (NXII) : ..........................
1. Sistem Motorik :
a. Inspeksi Umum : Atropi Tremor Kejang Rigiditas
Miotonia Drifting
b. Tonus Otot : Normal Hipertonik Hipotonik
c. Kekuatan Otot : Skala ................................
d. Keseimbangan dan Koordinai : Ataksia/ Tremor ...........
2. Respon Refleks :
a. Refleks Biseps : ...................
b. Refleks Triseps : ......................
c. Refleks Pektoralis : ...................
d. Refleks Patella : ........................
e. Refleks Achiless : .......................
f. Refleks Kontraksi Abdominal : ................
g. Refleks Kremaster dan Skrotal : .............................
h. Refleks Gluteal : ................................
i. Refleks Plantar : ...........................
j. Refleks Patologis di kaki : ............................
Refleks Babinski Positif Negatif
Refleks Chaddok Positif Negatif
Refleks Oppenheim Positif Negatif
Refleks Gordon Positif Negatif
Refleks Schaeffer Positif Negatif
Refleks Bing Positif Negatif
k. Refleks Patologis di tangan : ...............
Refleks Tromner Positif Negatif
Refleks Hoffman Positif Negatif
Refleks Wartnberg Positif Negatif
l. Refleks Patologis regresi : ...........................
Refleks Menetek Positif Negatif
Refleks Nout Positif Negatif
Refleks Memegang Positif Negatif
6. Sistem Sensorik :
Perasaan raba Anestesia Hipestesia Hiperestesia
Perasaan nyeri Analgesia Hipalgesia Hiperalgesia
Perasaan suhu Termoanestesia Termohipestesia
Termohiperestesia
Permukaan tubuh Parestesia Disestesia-
hiperpatia
Perasaan Propriosetik Somestesia Viseroestesia Kinestesia
Statesia Palestesi Barestesia
Perasaan Interoseptif atau Viseroestesia .................
Perasaan diskriminatif atau Multimodalitas ...................
Lampiran 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Tidak Pasti Sangat Yakin