2 Fungsi Guru Sebagai Motivator dan Fasilitator Pusat segala aktivitas pendidikan baik di
lingkungan sekolah maupun luar
sekolah.
3 Penerapan Etika Tergantung pada masing-masingWajib diterapkan di dalam maupun luar
individu peserta didik. lingkungan sekolah.
4 Reward andberupa himbauan dan apresiasiBerupa himbauan dan apresiasi sesuai
Punishment sesuai dengan kompetensidengan kompetensi peserta didik.
peserta didik.
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, yang memandang bahwa
pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya.
Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada prosesnya. Isi pendidikan
atau bahan pengajaran diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dan dikembangkan
oleh para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori fisika, biologi,
matematika, bahasa, sejarah dan sebagainya.
Berikut beberapa ciri pendidikan klasik:
1. Keterikatan secara emosional antara pendidik dan peserta didik.
2. Menekankan isi daripada proses
3. Memiliki Tujuan Tertentu yang bersifat Khusus.
4. Aturan yang dipakai merupakan kebiasaan di masa lampau
Beberapa teori dalam pendidikan klasik diantaranya ada 4 aliran yang berbeda, yaitu:
1. Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi
ekternal dalam perkembangan manusia dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung
kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak
dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan.
Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk
program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John
Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir kedua bagaikan
kertas putih yang bersih.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak
sejak lahir dianggap tidak menentukan. Pada hal kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari
terdapat anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungan disekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri
berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat
mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut
aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai mahluk
yang pasif dan dapat dimanipulasi, contohnya melalui modifikasi tingkah lakunya.
Hal itu tercermin pada pandangan scientific psycology Skinner ataupun dengan
behavioral. Behaviorisme itu menjadikan prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran
kajianya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-
mata. Meskipun demikian, pandangan-pandangan behavioral ini juga masih bervariasi dalam
menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu sebagai berikut:
1. Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi.
2. Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku.
3. Pandangan yang menekankan peranan stimulus atau rangsangan terhadap perilaku
2. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan
dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperoleh sejak lahir. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan
genetik dari kedua orang tua. Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme yaitu :
1) Faktor genetik
2) Faktor Kemampuan Anak
3) Faktor Pertumbuhan Anak
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu
sendiri. Perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan
kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Dengan demikian menurut
aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat
menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Artinya bahwa, jika anak memiliki bakat jahat dari
lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik.
Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Pembawan tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya
secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah
pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu
daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang
kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada
titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya,
seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi
seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai
pada setengah kemampuan orangtuanya.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya
(secara fisik) dan juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu
bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak. Terdapat suatu pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni
dalam diri individu terdapat suatu “inti” pribadi (G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia
untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri,
dan yang menempatkan manusia sebagai mahluk yang mempunyai kemauan bebas.
Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, namun pengalaman dalam
belajar itu ataupun penerimaan dan persepsi seseorang banyak ditentukan oleh kemampuan
memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan kata lain, pengalaman belajar
ditentukan oleh internal frame of reference yang dimilikinya. Sehingga dengan teori ini setiap
manusia diharapkan:
1) Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
2) Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
3) Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
4) Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
5) Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
3. Aliran Naturalisme
Teori ini memandang bahwa pembawaan manusia adalah baik, setiap perubahan
yang ada pada diri manusia tergantung pada manusia itu sendiri dan bagaimana dia merespon
perubahan dalam lingkungannya. Pandangan ini ada persamaannya dengan nativisme. Aliran
naturalisme dipelopori oleh filsuf Perancis (JJ. Rousseau 1712-1778). Berbeda dengan dengan
Schpenhaouer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai
pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh
lingkungan.
Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan
dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena
berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Karena yang perlu dilakukan adalah
menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan
manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala
keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga anak-anak yang diperoleh
secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia
mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan
pembawaannya, kemampuan – kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat
menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke
alam untuk mempertahankan segala yang baik.