Anda di halaman 1dari 19

BAB 6.

ANALISIS GEMPA DINAMIK (RESPONSE SPEKTRUM)

Penentuan wilayah gempa disesuaikan dengan lokasi kota/ daerah pada peta Wilayah Gempa
Indonesia (Gambar 1, Pasal 4.7.1 SNI 03-1726-2002). Untuk contoh ini diambil gedung yang
terletak di Wilayah gempa 4

Gambar 6.1. Wilayah gempa indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode
ulang 500 tahun (SNI 03-1726-2002)

Jenis kategori tanah dalam SNI 03-1726-2002 dibedakan menjadi tanah Keras, Sedang, Lunak dan
Khusus. Penentuan jenis tanah ini menurut Pasal 4.6.3. Dalam contoh pemodelan ini digunakan
jenis tanah Sedang. Dari data wilayah gempa dan jenis tanah, selanjutnya bisa ditentukan grafik
Respon Spektrum yang bersesuaian. Untuk Wilayah Gempa 4, maka grafik Respon Spektrum
Gempa Rencana adalah seperti terlihat pada Gambar 6.2. Sesuai keperluan contoh analisis ini,
diambil grafik untuk jenis tanah Sedang (grafik tengah, grafik tebal). Grafik ini yang akan menjadi
input dalam analisis response spectrum.

Gambar 6.2. Respons Spektrum gempa rencana wilayah 4 (SNI 03-1726-2002)

105
Nilai-nilai absis (T) dan ordinat (C) keperluan input grafik tersebut dapat disajikan dalam bentuk
tabel seperti berikut (Tabel 6.1).

Tabel 6.1. Nilai Input Grafik Response Spectrum Wilayah 4 Tanah Sedang (SNI 03-1726-2002)
T (detik) C (g)
0.0 0.28
0.2 0.70
0.6 0.70
>0.6 0.42/T

Untuk contoh model ini gedung difungsikan sebagai perkantoran (kategori gedung/ bangunan
umum), sehingga diambil nilai l (=I1XI2) sebesar 1,0 (lihat Tabel 5.3 pada contoh analisis statik
ekuivalen).
Seperti disebutkan dalam bab analisis statik ekuivalen sebelumnya, dalam contoh ini sistem struktur
masuk dalam kategori “Sistem Ganda” karena adanya elemen dinding geser selain balok dan kolom.
Dari Tabel 5.4 (contoh analisis statik ekuivalen) dapat dipilih butir (a) ataupun (c) menyesuaikan
dengan struktur frame (balok dan kolom) yang merupakan struktur beton bertulang, namun untuk
mempertimbangkan pula kemungkinan tidak tercapainya nilai sesuai yang diinginkan (misal akibat
pengaruh mutu material ataupun kualitas pengerjaan di lapangan), maka dalam penentuan nilai R
untuk contoh ini dipakai sebesar 4,0.
Massa untuk struktur akan ditentukan berasal dari:
 Berat sendiri struktur (self weight) seperti elemen balok, kolom, pelat, shear wall.
 Berat mati tambahan (super-imposed dead load) seperti finishing/ keramik, dinding, dst
 Beban hidup yang dianggap tetap seperti perabotan yang besarnya bisa berkisar 25%-30%
beban hidup total (Imran, 2010)
Sesuai SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.1, maka input response spectrum diberikan nilai pengali
sebesar I / R dengan I adalah Faktor Reduksi Gempa. Karena input nilai C pada response spectrum
dinyatakan dalam gravitasi bumi (g), maka untuk input juga akan ditambahkan juga faktor pengali
sebesar g = 9,81 m/detik2.
Untuk contoh ini (Wilayah 4 tanah Sedang) maka nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:
I = 1,0
R = 4,0
Faktor pengali = 1,0 / 4,0 x 9,81 = 2,4525

6.1 Input Model

1) Pilih menu File  Open…

Pada kotak input yang muncul kemudian tentukan alamat penyimpanan dan nama file (contoh
Analisis Statik Ekuivalen). Jika model sudah dibuka sebelumnya, langsung dilanjutkan ke langkah
nomor 2.

2) Memulai membuat file baru dengan dasar file lama

Setelah file dibuka, selanjutnya disimpan dengan nama lain.


File  Save AS
106
Beri nama file baru (misal ”Analisis Response Spektrum” dan klik OK. Perintah Save As (bukan
Save) menyimpan data berdasar file yang aktif/ sedang dibuka sebagai file lain dengan nama baru/
lain.

3) Menyiapkan input data response spectrum

Input data untuk grafik response spectrum bisa dilakukan dengan 2 (dua) macam cara, yaitu: (a)
memasukkan input data absis dan ordinat grafik secara langsung pada input SAP2000; (b) import
data input dari luar, misal dari file teks berisi koordinat grafik yang dibuat sebelumnya.
Dalam kurva response spectrum terdapat bagian sisi kurva resesi yang melengkung (pada grafik
Wilayah 4 tanah Sedang untuk nilai periode > 0,6 detik, lihat Gambar 6.2.). Pada bagian ini nilai C
ditentukan sebagai fungsi dari T, sehingga untuk input manual satu per satu (misal C=0,7
T=0,42/0,7; C=0,8 T=0,42/0,8; dst) akan cenderung menjadi lama selain rentan salah. Untuk itu
dalam contoh ini digunakan metode import data dari luar, sehingga dipersiapkan dahulu input data
yang akan diimpor ke SAP2000.
Untuk membantu perhitungan akan memanfaatkan fasilitas rumus/ formula misal dalam program
MS Excel. Dibuat 2 kolom data (Gambar 6.3), masing-masing untuk nilai T dan nilai C. Pada
kolom nilai T diisikan nilai mulai dari 0,0 sampai 3,0 detik dengan interval 1,0 detik. Sedangkan
pada kolom nilai C diisikan pada : T=0,0 C=0,28; T=0,2 C=0,7; T=0,6 C=0,7; selanjutnya mulai
T=0,7 detik nilai C diisikan sebagai fungsi (rumus) = 0,42/ (alamat sel nilai T). Misal jika nilai T
ada pada sel A4 maka rumus menjadi = 0,42/A4, dst. Lihat juga Tabel 6.1 sebelumnya.
Selanjutnya lakukan blok/ seleksi sel untuk data pasangan nilai T-C dan lakukan perintah copy
(Ctrl+C). Buka program editor teks seperti Notepad (Gambar 6.3), kemudian lakukan perintah
salin/ paste (Ctrl+V) pada editor teks. Simpan/ beri nama file tersebut (misal “SNI4M”) dalam
bentuk teks (*.txt). File teks inilah yang nanti akan diimpor ke dalam program SAP2000

Gambar. 6.3.Contoh input response spectrum

107
4) Input data response spectrum di SAP2000

Berbeda dengan input analisis statik, yang dimasukkan lewat Load Case, pada input/ response
spectrum input dimasukkan lewat Function.
Pilih menu Define  Function  Response Spectrum…
Pada Choose Function Type to Add pilih From File (karena akan mengambil/ impor data dari luar),
lalu klik tombol Add New Function… (Gambar 6.4)

Gambar. 6.4.Kotak Dialog Define Response Spectrum Dunction

Pada kotak input yang muncul (Gambar 6.5), klik tombol Browse… di bawah nama fungsi.

Gambar 6.5. Input data response spectrum dari sumber luar

Selanjutnya cari dan pilih file teks input koordinat grafik response spectrum yang telah dibuat
sebelumnya pada langkah nomor 3 (SNI4M). Ganti pilihan Files of type menjadi Text File (*.txt)
bila belum nampak, setelah file terpilih lalu klik Open (Gambar 6.6).

108
Gambar 6.6. Input data grafik response spectrum

Kembali ke kotak dialog Response Spectrum Function Definition (Gambar 6.7):


Beri nama (misal “SNI4M”) pada Function Name Pada Values are: pilih Period vs Value (karena
input dalam bentuk waktu/ periode bukan frekuensi)
 Klik Display Graph
Pada kotak bagian Function Graph akan tertampil grafik response spectrum sesuai yang
didefinisikan (Wilayah 4 tanah Sedang). Harap diperiksa pula untuk nilai-nilai pada grafik tersebut,
yang termudah adalah dengan menempatkan kursor di dekat sisi puncak, maka nilai ordinat yang
terbaca pada box di samping tombol Display Graph harus berupa (<T>, 0.7) dengan
<T> nilai periode pada sisi puncak.

Gambar 6.7. Modifikasi input Response Spectrum

Hal ini penting untuk memeriksa kemungkinan kesalahan akibat pemakaian tanda desimal (koma
atau titik). Dalam contoh ini desimal dinyatakan dalam koma, sehingga jika desimal diinputdengan
titik maka bisa timbul pesan error/ kesalahan.
109
Perlu diperhatikan pula bahwa karena input dilakukan lewat impor file teks dari luar, maka input
function tersebut menjadi tergantung pada file teksnya. Sehingga file teks asal input harus senantiasa
ada bersama dengan file input SAP2000. Untuk keperluan pemindahan data, hal ini menjadi tidak
praktis karena bila file teks tersebut tidak ikut terbawa maka analisis response spectrum tidak akan
bisa berjalan. Guna mengatasi hal tersebut, sebagai langkah terakhir data akan diubah menjadi
bagian integral input SAP2000, dengan cara klik pada tombol Convert to User Defined, sehingga
tampilan akan berubah menjadi seperti tampak pada Gambar 6.8. Dengan format ini, maka input
sudah menjadi satu kesatuan dalam file SAP2000 (walaupun jika dikehendaki perubahan harus
mengganti manual, atau bisa impor ulang dengan function baru).

Gambar 6.8. Modifikasi Input RS ke Format User Defined

Klik OK lalu OK lagi untuk menyelesaikan input data grafik response spectrum.

5) Definisi tipe analisis response spectrum

Pada analisis statik, setelah tipe beban didefinisikan lewat Load Pattern, maka beban statik
selanjutnya diaplikasikan pada struktur lewat assignment joint load atau frame load seperti BAB 2.
Sedangkan pada beban response spectrum, setelah selesai diinput lewat Function, maka
pembebanan pada struktur dilakukan lewat Load Cases.
Pilih menu Define Load Cases  Add New Load Case…

110
Gambar 6.9. Kotak Dialog Define Load Case…

Perhatikan pula bahwa secara default, Load Case juga akan dibuat secara otomatis untuk Load
Pattern beban statik (DEAD, LIVE, dst.), sedangkan untuk tipe beban berupa Function, perlu
ditambahkan sendiri. Seperti pada analisis statik ekuivalen, beban gempa response spectrum akan
diberikan di kedua arah sumbu utama gedung (X dan Y) secara individual, yang selanjutnya
digabung dalam kombinasi pembebanan berikutnya. Dalam kotak dialog seperti pada Gambar
6.10:

Gambar 6.10 Load cases gempa Response Spectrum Arah-X

a) Pada Load Case Name diberi nama misal “RSx”


b) Pilih Response Spectrum pada Load Case Type
c) Pada bagian Loads Applied:

111
Load Name: pilih U1
Function: pilih yang sesuai (SNI4M)
Scale Factor: isikan 2,4525
d) Klik tombol Add
e) Klik OK

Kembali ke kotak dialog Analysis Case (Gambar 6.9), pilih “RSx” yang didefinikan sebelumnya
lalu klik tombol Add Copy of Load Case… untuk mempercepat input. Berikutnya, dalam kotak
dialog seperti pada Gambar 6.11:
a) Pada Analysis Case Name beri nama misal “RSy”
b) Pada bagian Load Name ganti U1 Menjadi U2
c) Klik tombol Modify
d) Klik OK
e) Klik OK lagi untuk menyelesaikan Load Case

Gambar 6.11 Load cases gempa Response Spectrum Arah-Y

112
6) Analysis modal

Analisis modal diperlukan guna penentuan mode atau ragam vibrasi, juga untuk mengetahui waktu
gentar fundamental alami struktur.
Define  Analysis Case…
Dalam contoh ini (dan juga secara default setiap membuat file baru) sudah tersedia tipe analisis
Modal, sehingga hanya diperlukan editing saja.

Pilih Modal pada Case  klik tombol Modify/ Show Case… (Gambar 6.12)

``
Gambar 6.12. Kotak Dialog Define Load Cases

Dalam kotak dialog Load Case Data (Gambar 6.13) isikan:


a) Pada Types of Modes pilih Ritz Vectors
b) Pada Maximum Number of Modes isikan nilai 9
c) Pada Load Type pilih Accel (acceleration=percepatan, karena input response spectrum dalam
satuan g atau percepatan gravitasi); dan pada Load Name pilih UX (percepatan pada arah X)
d) Klik Add
e) Pada Load Type pilih Accel (acceleration=percepatan, karena input response spectrum dalam
satuan g atau percepatan gravitasi); dan pada Load Name pilih UY (percepatan pada arah Y)
f) Klik Add
g) Klik OK

113
Gambar 6.13. Load Case Data untuk Modal

Jumlah perkiraan mode bisa ditentukan berdasarkan perkalian DOF (Degree of Freedom) atau
derajat kebebasan struktur dengan jumlah lantai tinjauan. Dalam contoh ini tiap lantai memiliki 3
DOF (Gambar 6.14) yaitu translasi arah X, translasi arah Y, dn rotasi memutari sumbu Z,
sedangkan struktur terdiri atas 3 tingkat (termasuk lantai dan atap) sehingga didapat jumlah
perkalian 3 x 3 = 9. Lantai bisa dianggap satu kesatuan lewat constraint (dijelaskan kemudian).

Gambar 6.14. Derajat Kebebasan Lantai

Jumlah mode ini nantinya juga harus diperiksa untuk memenuhi persyaratan jumlah rasio partisipasi
massa minimal 90% (akan dibahas kemudian). Jika tidak terpenuhi maka jumlah mode maksimum
ini harus ditambah.

7) Penentuan Massa Struktur

Dalam analisis beban statik, maka pembebanan pada struktur langsung berasal dari beban tersebut.
Sedangkan dalam analisis dinamik (dalam hal ini beban dinamik response spectrum), secara garis
besar beban berasal dari percepatan gempa dikalikan dengan massa struktur.
Untuk percepatan gempa telah dimasukkan lewat function dan diberikan faktor pengali lewat
analysis case. Langkah yang juga tidak kalah penting adalah definisi massa struktur yang akan
114
digunakan dalam analisis, karena bila tidak tepat maka gaya atau beban gempa yang dihasilkan juga
bisa terlalu kecil atau bahkan terlalu besar. Definisi massa ini perlu untuk diperhatikan, terutama
untuk massa dari beban mati.
Pilih menu Define  Mass Source…
Seperti tampak pada Gambar 6.15, dalam SAP2000 terdapat 3 (tiga) pilihan definisi sumber massa
struktur, yang bila dicermati lagi sebetulnya berasal dari 2 (dua) macam sumber berikut:
a) From Element and Additional Masses (pilihan pertama)
b) From Loads (pilihan kedua)

Gambar 6.15. Define Mass Source

Pilihan ketiga merupakan gabungan kedua metode tersebut. Massa dari Element adalah massa yang
berasal dari semua elemen yang ada pada model struktur (dalam contoh ini adalah balok, kolom,
pelat dan shear wall), yang akan dihitung berdasar data berat jenis material terkait.
Additional masses adalah massa yang berasal dari massa tambahan, bisa berupa joint mass (massa
pada nodal), line mass (pada frame/ batang), atau area mass (pada elemen area/ luasan)
Massa yang berasal dari Loads akan ditentukan dari beban tambahan yang bukan merupakan
elemen model (element), misal beban finishing lantai dan beban hidup pelat.
Untuk beban selain beban mati, pembatasan definisi tersebut cukup jelas, karena pasti akan
termasuk dalam tipe Loads. Sedangkan untuk beban mati, perlu diwaspasai kemungkinan overlap
atau tumpang tindih antara beban berat sendiri (self weight) dengan beban mati tambahan (super
imposed dead load). Dalam contoh ini, beban mati didefinisikan pada load pattern DEAD. Pada
tipe beban ini, berat sendiri elemen telah dihitung dengan aktivasi self weight multiplier (lihat
penjelasan BAB 2 dan 3). Untuk beban mati tambahan berupa finishing pelat lantai (beban luasan)
juga termasuk dalam tipe beban DEAD tersebut. Sekarang akan dijabarkan beberapa alternatif
pemilihan mass source dan hasilnya (tinjauan untuk beban mati/ DEAD saja):
115
a) From Elementn and Additional Masses
Massa dari berat sendiri masuk pada element (tidak ada additional mass), namun massa
dari beban mati tambahan tidak terhitung karena berupa beban (load)  massa terlalu
kecil!
b) From Loads
Bila dipilh option ini maka massa yang terhitung adalah dari beban mati tambahan (load),
dan juga termasuk dari berat sendiri (ingat karena pada beban DEAD sudah termasuk self
weight)  sudah tepat!
c) From Element and Additional Masses and Loads
Pada pilihan ini, maka massa dari berat sendiri struktur masuk pada element, beban mati
tambahan masuk pada loads, namun perhatikan juga karena beban DEAD juga sudah
mengandung self weight, maka berat sendiri juga akan masuk pada loads sehingga akan
terhitung ganda  massa terlalu besar!

Dengan demikian untuk contoh ini (beban mati tambahan menjadi satu dengan beban berat sendiri
dalam load case DEAD), maka dipilih metode kedua, yaitu cukup dari Loads saja.
Harap diperhatikan bahwa jika pemodelannya lain maka pilihan metode bisa saja berubah.
Misalnya, model dengan pemisahan beban mati, untuk beban mati dari berat sendiri diberikan pada
load case D1, dan F untuk beban mati tambahan. Dalam hal ini maka yang dipilih adalah metode
ketiga (From Element and Additional Masses and Loads) dengan loads didefinisikan dari F saja
(D1 masuk dalam element).

Contoh lain bila digunakan pemodelan portal balok-kolom (tanpa pemodelan pelat) dengan massa
yang dimasukkan secara manual, misal lewat joint mass yang ditempatkan pada pusat massa lantai.
Lazimnya massa lantai tersebut hanya mencakup beban mati dari berat sendiri pelat dan finishing
serta beban hidup efektif, tanpa mengikutsertakan berat balok dan kolom agar berat sendiri elemen
tidak terhitung ganda (asumsi untuk load case beban mati self weight multiplier aktif). Untuk model
tersebut maka dipilih metode pertama (from element and additional masses), agar massa balok dan
kolom masuk pada element dan massa pelat dan beban tambahan masuk pada additional masses
(lewat joint mass).

Pada intinya, pemilihan sumber massa harus sesuai dengan pemodelannya, tidak ada yang
kurang (terlalu kecil) atau terhitung ganda (terlalu besar).

116
Gambar 6.16. Define mass source untuk contoh model

Massa struktur dianggap berasal dari berat beban mati total (pengali = 1) dan beban hidup efektif
sebesar sekitar 30 % (pengali = 0,3). Harap diperhatikan, bahwa faktor pengali disini bukanlah
pengali untuk gravitasi, karena oleh program sudah dikalikan secara otomatis dengan percepatan
gravitasi (W = m.g).

8) Define pelat lantai sebagai diafragma

Untuk pelat lantai beton, lazim bisa dianggap sebagai diafragma karena memiliki kekakuan searah
pelat (in-plane stiffness yang cukup besar), sehingga gerakan pelat menjadi satu kesatuan dalam
arah bidangnya (namun masih bisa menerima lenturan pada arah tegak lurus bidang). Dalam
SAP2000, assigment sebagai diafragma dilakukan lewat constraint. Sebelumnya semua joint lantai
(kecuali fondasi/ dasar) akan dipilih terlebih dahulu.

Pastikan window yang aktif pada X-Y Plane

Seleksi semua elemen pada lantai 2, 3, dan atap dengan cara windowing atau crosing (Klik tombol
atau yang terdapat pada sisi atas layar untuk menuju ke bidang lantai 2 (Z=4) 3 (Z=7,5)
dan atap (Z=11))

117
Gambar 6.17. Pemilihan elemen lantai 2, 3, dan atap

Setelah semua elemen lantai 2, 3, dan atap terpilih, perhatikan sisi kiri bawah layar program akan
tertampil keterangan 36 Points… Selected (Gambar 6.18) atau sama dengan 12 joint dikalikan 3
lantai (elemen frame dan area juga ikut terpilih, namun karena modifikasi dilakukan hanya pada
nodal/ joint maka tidak akan berpengaruh).

Gambar 6.18. Keterangan jumlah elemen terpilih

Pilih menu Assign  Joint  Constrain…

Pada kotak dialog yang muncul (Gambar 6.19), pada bagian Choose Constraint Type to Add pilih
tipe Diaphragm, lalu klik tombol Add New Constraint…

Gambar 6.19. Kotak dialog Assign/Define Constrain

Pada kotak dialog Diaphragm Constraint (Gambar 6.20) pastikan pada Constraint Axis terpilih Z
Axis (sumbu yang tegak lurus bidang constraint/ pelatnya), lalu aktifkan pilihan Assign a different
diaphragm constraint to each different selected Z level. Klik OK, lalu OK sekali lagi.

118
Gambar 6.20. Diaphragm Constraint

Dengan metode ini maka tiap level elevasi yang berbeda akan diberikan constraint diafragma secara
terpisah sendiri-sendiri (dalam satu elevasi yang sama dianggap satu constraint).
Untuk memeriksa hasil assigment constraint bisa dilakukan klik kanan pada salah satu joint pada
lantai tertentu, dan akan nampak keterangan misal seperti pada Gambar 6.21. Tertera nama
constraint DIAPH1_4, angka 4 di belakang menyatakan elevasinya (untuk contoh ini pada joint
lantai 2 dengan elevasi 4 m). Bisa dicek juga untuk lantai lain, akan tertera DIAPH1_4 untuk lantai
2 dan DIAPH1_7,5 untuk lantai 3. DIAPH1 merupakan nama awalan saat definisi constraint (lihat
bagian Constraint Name pada Gambar 6.20, bisa diganti jika diinginkan).
Dengan adanya constraint maka joint yang berada dalam satu kelompok constraint yang sama akan
bergerak sebagai satu kesatuan bersama-sama. Hal ini pula yang dapat mereduksi DOF atau derajad
kebebasan, karena semua joint dalam satu lantai dianggap sebagai satu kesatuan sehingga program
hanya akan menghitung perwakilan saja untuk satu lantai tertentu (tidak perlu semua joint). Dengan
demikian, maka seperti pada langkah no.6 sebelumnya, dalam satu lantai elevasi tertentu cukup
dianggap sebagai satu entitas dengan 3 DOF saja (translasi X, Y, rotasi Z).

Gambar 6.21. Keterangan / informasi joint


119
Untuk menampilkan joint constraint (misal guna memeriksa pemodelan), dapat dilakukan lewat
menu:
Piih menu Display Show Misc Assign  Joint…

Pada kotak input yang muncul (Gambar 6.22), pilih Constraint lalu pilih nama constraint yang
akan dilihat. Constraint hanya akan terlihat pada elevasi lantai yang sesuai (ditandai dengan joint
warna berbeda).

Gambar 6.22. Setting tampilan tambahan untuk joint

9) Menambahkan kombinasi pembebanan

Pilih menu Define  Load Combinations…


 Add New Combo…

Untuk input kombinasi beban gempa arah X (Gambar 6.23) isikan:


a) Beri nama kombinasi pada Response Combination Name, misal:
(1.2 D + 1 L + 1 RSx + 0.3 RSy). (Ingat pula tombol Modify/ Show Notes… untuk
memberikan keterangan/ catatan bila diperlukan)
b) Pilih DEAD pada Case Name
c) Isikan 1,2 pada Scale Factor
d) Klik Add
e) Pilih LIVE pada Case Name
f) Isikan 1 pada Scale Factor

120
g) Klik Add
h) Pilih RSx pada Case Name
i) Isikan 1 pada Scale Factor
j) Klik Add
k) Pilih RSy pada Case Name
l) Isikan 0,3 pada Scale Factor
m) Klik Add
n) Klik OK

Gambar 6.23. Input Kombinasi Beban Gempa Arah X

Pilih kombinasi terakhir tadi (1.2 D + 1 L + 1 RSx + 0.3 RSy), lalu klik tombol Add Copy of
Combo… untuk mempercepat input kombinasi (koefisien sama).
Untuk input kombinasi beban gempa arah Y (Gambar 6.24):
a) Beri nama kombinasi, misal: (1.2 D + 1 L + 1 RSy + 0.3 RSx), dll
b) Pilih tipe RSx pada daftar beban
c) Ganti pada Scale Factor dari 1 menjadi 0,3
d) Klik Modify
e) Pilih tipe RSy pada daftar beban
f) Ganti pada Scale Factor dari 0,3 menjadi 1
g) Klik Modify
h) Klik OK, lalu OK lagi untuk menutup kotak input

121
Kombinasi beban gempa arah orthogonal dibebankan sebagai 100% pada arah utama dan 30 % arah
tegak lurusnya, ditinjau untuk arah utama masing-masing arah X dan Y.

Gambar 6.24. Input Kombinasi Beban Gempa Arah Y

10) Melakukan analisis

Setelah model dan pembebanan gempa siap, selanjutnya dapat mulai dilakukan analisis (running).
Pilih menu Analize  Run Analysis
Untuk analisis gempa dinamik contoh ini membutuhkan analisis Modal, sehingga perlu diaktifkan
terlebih dahulu karena dalam contoh analisis statik sebelumnya sementara telah di-nonaktifkan.
Agar lebih mudah, semua tipe analisis diaktifkan. Klik tombol Run/Do Not Run All dua kali sampai
kolom Action terbaca status Run untuk semua tipe analisis (Gambar 6.25). Selanjutnya klik Run
Now untuk memulai analisis.

Gambar 6.25. Persiapan analisis struktur

122
Gambar 6.26. SAP2000 Analysis monitor

6.2 Hasil Keluaran / Output

Penjelasan dan interpretasi output secara umum sama dengan penjelasan output pada Bab 2 dan
Bab 3, dan untuk penjelasan beberapa output spesifik untuk tipe analisis tertentu akan
dijelaskan pada Bab 7.

123

Anda mungkin juga menyukai