Pokok-Pokok Materi
Prinsip dan bentuk gelombang arus bolak balik
Pengertian nilai sesaat, nilai maksimum, dan nilai efektif dari arus atau tegangan.
Bilangan komplek dalam rangkaian listrik arus bolak balik
Daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 1 fasa
Arus, tegangan, dan daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 3 fasa
A. Uraian Materi
1. Prinsip dan Bentuk Gelombang Arus Bolak Balik
Memasuki wilayah pembahasan tentang gelombang listrik pertanda sudah
meninggalkan materi pembelajaran tentang listrik DC (Arus Searah). Materi tentang
gelombang listrik adalah gerabang yang harus dilalui untuk membahas dan memahami materi
listrik AC (arus bolak balik). Gelombang listrik identik dengan gelombang sinusoida.
Gelombang sinusoida pada dasarnya berkaitan dengan gelombang sinus dan cosinus.
Kenapa gelobang sinus dan cosinus? Karena kedua gelombang dengan bentuk sinus dan
cosinus ini pada dasarnya dibedakan dengan beda fasa 90 derajat. Sebagai acuan dasar
gelombang listrik berbentuk gelombang sinus, yang didefinisikan seperti persamaan berikut
ini (persamaan 2.1).
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin 𝜔𝑡
Keterangan persamaan 2.1
𝑉𝑚 = 𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑣𝑜𝑙𝑡
𝑉(𝑡) = 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝐶 (𝑣𝑜𝑙𝑡)
𝑡 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
𝜔 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 ( 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠)
Gelombang sinusoida menjadi acuan dasar untuk menganalisis arus bolak balik
(alternating current). Kajian mengenai gelombang sinusoida perlu dibahas lebih dalam
terutama persamaan-persamaan yang melekat padanya. Pertama adalah mengenai
tegangan maksimum (Vm). Tegangan maksimum merupakan amplitudo gelombang
sinusoida, perhatikan gambar 2.1. yang menunjukkan nilai tegangan maksimum. Tegangan
maksium ada dua yaitu positif dan negatif.
Berdasarkan gambar 2.1. menunjukkan bahwa jarak antara amplitudo postif dan
amplitudo negatif disebut dengan Vpp = Tegangan Puncak ke Puncak (Peak to Peak).
Perhatikan kembali gambar 2.1. Bentuk gelombang sinus terdiri dari satu puncak dan satu
lembah, maka dikatakan satu gelombang sinus. Jika ada dua punjak dan dua lembah maka
dikatakatan dua gelombang sinus. Jika dua puncak dan satu lembah maka dikatakan dengan
satu setengah gelombang. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dijelaskan tentang perioda (T).
Satu perioda adalah satu gelombang. Perioda adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan proses satu putaran gelombang. Perhatikan gambar 2.1. Kembali panjang perioda
ditunjukkan dengan garis antara mulainya gelombang sinus dibentuk hingga sampai pada
waktu yang dipakai hingga mencapai satu gelombang sinus penuh.
2𝜋
𝜔=
𝑇
𝜔
𝑓=
2𝜋
𝜔 = 2𝜋𝑓
Sehingga dapat disimpulkan 𝜃=sudut fasa. Sudut fasa adalah pengeseran gelombang
terhadap titik nol gelombang. Pergeseran kekanan bernilai negative, dan pergeseran ke kiri
bernilai positif. Perhatikan gambar 2.2.
Gelombang sinusoida yang dimulai pada saat t=0 adalah 𝑣1 = 𝑉𝑚 sin 𝜔 𝑡. Jika terjadi
perubahan fasa kearah kiri maka terjadi penambahan fasa sebesar 𝜃 sehingga persamaan
menjadi 𝑣2 = 𝑉𝑚 sin(𝜔 𝑡 + 𝜃). Pergeseran fasa ini akan berakibat pada mulainya gelombang
pada waktu yang berbeda. Demikian juga terjadi pergeseran ke kanan gelombang maka
terjadi pergeseran waktu namun terjadi pengurangan sudut fasa sebesar – 𝜃 , pergeseran
tersebut berakibat pada perubahan persamaan gelombang sinusoida menjadi 𝑣2 =
𝑉𝑚 sin(𝜔 𝑡 − 𝜃).
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)
Berdasarkan sifat gelombang cosinus tersebut ditetapkan pada modul ini sebagai
bentuk gelombang standar yang digunakan untuk menganalis rangkain listrik AC. Ketetapan
ini menjadi acuan untuk mengubah bentuk-bentuk gelombang sinusoida yang lain untuk
dikonversi menjadi gelombang cosinus. Ada tiga bentuk komungkinan bentuk gelombang
sinusoida yang dikonversi menjadi gelombang cosinus yaitu, bentuk Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃), bentuk
− Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃), dan −Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃). Berdasarkan persamaan-persamaan trigonometri
dikonversi semua bentuk-bentuk gelombang sinusoida menjadi gelombang cosinus.
Mengigat : +90
Jadi bentuk kedua konversi langsung kedalam bentuk cosinus dengan menambahkan sudut
fasa dengan 270 atau mengurangkan sudut fasa dengan 90. Namun umumnya cukup dengan
mengurangkan dengan 90 derajat.
Mengigat : −90
Jadi untuk bentuk ketiga cukup menambahkan fasa dengan sudut 180 derajat atau
mengurangi dengan −180 derajat maka proses konversi langsung kepada bentuk gelombang
cosinus.
Sehingga diperoleh :
Vm = 24 volt
𝜔 = 40 rad/s
2𝜋 2×3,14
𝑇= = = 0,157 𝑠
𝜔 40
1
𝑓 = 𝑇 = 6,37 Hz
2. Pengertian nilai sesaat, nilai maksimum, dan nilai efektif dari arus atau tegangan
Pada pembahasan sebelumnya sebagai standar menggunakan sumber tegangan
sebagai bentuk sumber listrik AC. Seperti pada listrik DC arus juga merupakan sumber listrik,
maka pada pembahasan kali ini juga menyatakan bahwa sumber arus AC juga merupakan
sumber listrik dengan bentuk gelombang seperti pada persamaan 2.7.
𝐼(𝑡) = 𝐼𝑚 sin(𝜔𝑡)
Sama halnya dengan tegangan, gelombang arus AC juga diarahkan dalam bentuk
gelombang cosinus. Bentuk-bentuk gelombang sinusoida juga berlaku pada gelombang arus
bolak-balik, dan proses konversinya juga sama. Bentuk arus dalam gelombang cosinus
seperti persamaan 2.8.
𝐼(𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝑤𝑡 ± 𝜃)
Nilai sesat berlaku pada persamaan 2.6. dan 2.7, tegangan dan arus listrik AC. Nilai
sesaat dihitung berdasarkan waktu. Persamaan 2.6 dan 2.7 adalah persamaan yang berbasis
waktu maka nilai sesaat dapat dihutung pada saat t (nilai waktu tertentu). Pada saat t=T dan
𝜃 = 0 , maka dapat tentukan nilai tegangan sesaat adalah
𝑣(𝑇) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑇)
2𝜋
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos ( 𝑇)
𝑇
180
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos (2𝜋 × )
𝜋
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos(360)
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 × 1
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )
Pada arus listrik bolak balik juga dengan cara yang sama. Sehingga arus sesaat dapat
dinyatakan dengan persamaan 2.9.
𝑖(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )
=−10,64 volt
Pada persamaan 2.8 dan 2.9 keduanya terkait dengan waktu. Jadi tegangan sesaat
dan arus sesaat dilihat berdasarkan waktu tertentu. Jika dinyatakan waktu dalam rentang
tertentu yaitu t1 dan t2, maka rentang waktunya 𝑡2 − 𝑡1. Ada interval waktu yang dipenuhi
dalam pengukurannya, sehingga nilai tegangan atau arus arus disebut dengan tegangan rata-
rata atau arus rata-rata. Berdasarkan persamaan 2.8 dan 2.9 dapat dirumuskan bahwa
tegangan rata-rata dinyatakan dalam bentuk persamaan :
𝑣(𝑡1) + 𝑣(𝑡2)
𝑣(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) =
𝑡2 − 𝑡1
Atau
𝑖(𝑡1) + 𝑖(𝑡2)
𝑖(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) =
𝑡2 − 𝑡1
Karena tegangan dan arus AC dalam bentuk sinusoida (cosinus) yang continue maka
dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑡2
1
𝑣(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∫ 𝑣(𝑡)
𝑡2 − 𝑡1 𝑡1
atau
𝑡2
1
𝑖(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∫ 𝑖(𝑡)
𝑡2 − 𝑡1 𝑡1
2. 𝑉𝑚 2. 𝐼𝑚
𝑣𝜏 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑖𝜏 =
𝜋 𝜋
Tengangan rata-rata dan arus rata-rata, merupakan tengan yang sering terukur
dengan menggunakan multitester atau diukur dengan menggunakan alat ukur. Setiap
tegangan dan arus terkait dengan beban. Beban pada rangkaian listrik AC ada tiga jenis yaitu
Resistor (R satauan ohm), Kapasitor (C satauan farad) dan Induktor (L satuan hendri).
Pengaruh komponen-komponen tersebut berpengaruh dengan pengukurannya sehingga ada
beberapa energy yang terserap pada komponen RLC sehingga tetap terukur pada alat ukur.
Pada dasarnya komponen L dan C yang menyebabkan terjadinya perubahan fasa yang
berakibat terhadappengukuran yang kemudian terukur. Tegangan dan arus yang terukur
tersebutlah yang disebut dengan tegangan rata-rata atau arus rata-rata.
Tengangan dan arus yang sebenarnya terserap sebagai energy disebut dengan
tegangan efektif dan arus efektif. Energi yang terserap pada komponen-komponen RLC dapat
dihitung dengan memperhitungkan pengaruh pergeseran fasa yang ditimbulkan, yang
kemudian dikurangkan terhadapat perubahan arus tersebut. Sehingga dapat di rumuskan
menjadi persamaan 2.11.
1 𝑇 1 𝑇
𝑉𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑣(𝑡)2 𝑑𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐼𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑖(𝑡)2 𝑑𝑡
𝑇 0 𝑇 0
1 𝑇
𝑉𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑣(𝑡)2 𝑑𝑡
𝑇 0
𝜔 2𝜋/𝜔 2
= √ ∫ 𝑉𝑚 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜔𝑡 + 𝜃) 𝑑𝑡
2𝜋 0
2𝜋/𝜔
= 𝑉𝑚 𝑡]0
𝑉𝑚
=
√2
atau
1 𝑇
𝐼𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑖(𝑡)2 𝑑𝑡
𝑇 0
𝜔 2𝜋/𝜔 2
=√ ∫ 𝐼𝑚 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜔𝑡 + 𝜃) 𝑑𝑡
2𝜋 0
2𝜋/𝜔
= 𝐼𝑚 𝑡]0
𝐼𝑚
=
√2
Disimpulkan teganga efektif dan arus efektif disebut dengan persamaan 2.12 dan
persamaan 2.13. Sebagian buku sering juga menggunakan tegangan efektif dengan simbol
(Vrms) dan arus efektif dengan simbol (Irms)
𝑉𝑚 𝐼𝑚
𝑉𝑒𝑓𝑓 = 𝑑𝑎𝑛 𝐼𝑒𝑓𝑓 =
√2 √2
𝐶 = √𝐴2 + 𝐵2
dan sudut 𝜃 adalah archus tangen dari B/A sehingga didapatkan persamaan
𝐵
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐴)
Berdasarkan persamaan 2.14, diperoleh gambaran mengenai bentuk gelombang
dengan persamaan bilangan komplek sehingga dapat dinyatakan dalam gambar 2.5. Tentang
garis bilangan kompleks.
Persamaan 2.14 merupakan sebagai dasar yang mengaitkan antara gelombang listrik
sinusoida dengan konsep matematika kompleks. Sehingga dapat dituliskan bentuk
gelombang cosinus menjadi belangan kompleks dalam bentuk polar.
𝐶 cos(𝜔𝑡 + 𝜃) = 𝐶 𝜃
Bilangan komplek terdiri dari dua bilangan yang disebut dengan bilangan real dan
bilangan imaginer. Bilangan sehingga bentuk umum penulisan bilangan kompleks adalah
sebagai berikut 𝑧 = 𝑎 + 𝑗𝑏. Bentuk penulisan bilangan kompleks ada empat cara yaitu:
Bentuk umum 𝑧 = 𝑎 ± 𝑗𝑏
Bentuk polar 𝑧=𝑟 𝜃
Bentuk rectangular 𝑧 = 𝑟 (cos 𝜃 + 𝑗 sin 𝜃 )
Bentuk ekspnensial 𝑧 = 𝑟. 𝑒 𝑗𝜃
Dari keempat cara penulisan bilangan komplek, memiliki keterkaitan dengan proses
operasional matematika. Bentuk umum digunakan untuk proses penjumlahan dan
pengurangan. Bentuk polar digunakan untuk proses perkalian dan pembagian. Bentuk
rectangular digunakan untuk proses konversi dari bentuk polar atau eksponesial kembali ke
bentuk umum. Kalau diperhatikan dengan seksama bentuk polar, rectangular dan bentuk
eksponensial, berasar dari proses konversi dari bentuk umum. Jadi akan selalu terjadi dalam
proses konversi dari bentuk umum ke polar dan bentuk polar ke umum, tergantung dengan
kebutuhan. Proses operasional matematika terdiri dari penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian. Sesuai dengan kesepakatan proses penjumlahan harus dengan bentuk polar
bilangan kompleks.
Proses perkalian juga dapat dilakukan dengan bentuk umum. Apabila 𝑧1 × 𝑧2 maka
prosesnya dengan mengalikan satu-satu setiap unsur komponen antara bilangan kompleks
z1 dan z2. Jadi prosesnya adalah
𝑧1 × 𝑧2 = (𝑎 + 𝑗𝑏) × (𝑐 + 𝑗𝑑)
= 𝑎𝑐 + 𝑗𝑎𝑑 + 𝑗𝑏𝑐 − 𝑏𝑑
Pertayaan kenapa ada nilai minus (−), hasil perkalian 𝑗𝑏 × 𝑗𝑑 ? Pertanyaan ini cukup
menarik dan apakah sesunguhnya yang di maksud dengan 𝑗. 𝑗 adalah bilangan yang nilainya
adalah √−1 yang tidak dapat diselesakan lagi. √−1 yang disebut sebenarnya sebagai
bilangan imaginer. Sehingga apabila dilakukan proses operasional matematika yang terkait
dengan bilangan imaginer akan berlaku kondisi berikut ini, pada pertemuan ini disebut dengan
aturan perkalian imajiner:
𝑗 = √−1
𝑗 2 = −1
𝑗 3 = −𝑗
𝑗4 = 1
Berdasarkan aturan tersebut maka dinyatakan untuk proses perkalian 𝑗𝑏 × 𝑗𝑑 akan menjadi
berniali negatif (−). Jadi apabila terjadi perkalian 𝑗 yang melibatkan lebih dari empat maka,
maka berlaku atas kelipatan empat, sisanya mengikuti aturan perkalian imajiner. Contoh
apabila 𝑗 5 = 𝑗 4 × 𝑗 = 𝑗. Terlihat pada proses contoh tersebut apabila pangkat melebih dari
empat seperti 5, maka sisanya adalah sama dengan pada aturan perkalian imajiner.
Bagaimana dengan 𝑗 20 = 𝑗 4 × 𝑗 4 × 𝑗 4 × 𝑗 4 = 1. Begitulah seterusnya.
𝑎 + 𝑗𝑏
𝑧1 ÷ 𝑧2 =
𝑐 + 𝑗𝑑
𝑎 + 𝑗𝑏 𝑐 − 𝑗𝑑
= ×
𝑐 + 𝑗𝑑 𝑐 − 𝑗𝑑
𝑎𝑐 − 𝑗𝑎𝑑 + 𝑗𝑏𝑐 + 𝑏𝑑
=
𝑐 2 + 𝑑2
imajiner. Untuk apa kemudian dikalikan dengan konjugasinya ? Tujuannya adalah untuk
menjadikan penyebut bilangan menjadi konstantan (tidak imaginer lagi). Kenepa demikian ?
karena merujuk dari aturan perkalian imaginer, yaitu apabila 𝑗 2 𝑑𝑎𝑛 𝑗 4 maka bilangan menjadi
tidak imaginer lagi. Alasan yang sama kemudian perbedaan tanda maka proses perkalain
(𝑐 + 𝑗𝑑) × (𝑐 − 𝑗𝑑), menghasilkan 𝑐 2 + 𝑑2 karena bilangan imajinernya saling meniadakan.
𝑧1 × 𝑧2 = 𝑟1 𝜃1 × 𝑟2 𝜃2
𝑧1/𝑧2 = 𝑟1 𝜃1 / 𝑟2 𝜃2
Ditetapkah khusus untuk bilangan komplek pada rangkaian R-L-C memenuhi empat
bentuk yaitu real saja, real dan imajiner positif, real dan imaginer negatif, imaginer positif dan
imaginer negatif. Berdasarkan sifat-sifat komponen L, setelah melewati gelombang listrik yang
melewatinya akan mendahului sesuai dengan nilai sudut komponennya dan maksimum +90.
Begitu juga dengan sifat-sifat komponen C, setelah dilewati oleh gelombang listrik maka akan
terjadi pergeseran fasa maksimum −90. Sehingga perbedaan fasa maksimum antara L dan
C sejauh 180 derajat. Perhatikan gambar 26. Beda fasa antara XR – XL, XR-XC, dan XL dan
XC. Perbedaan fasa menunjukkan bagaimana kemudian ada usah yang besar dalam
menyeimbangkan antara XL dan XC sehingga terjadi upaya yang mendekatkan nilai beban
menyamai sifat dari XR, yang berakibat pengaruh dari XL dan XC ditiadakan (dalam kondisi
ideal) paling tidak meminimalkan pengaru XL dan XC pada rangkaian. Pola seperti ini yang
kemudian pada bagian berikutnya dibahas tentang penurunan nilai factor rugi-rugi daya listrik
satu fasa dan tiga fasa.
Gambar 26. Perbedaan Sudut fasa Imaginer (+) dan (-)
Berdasarkan kondisi gambar 26, menunjukkan ada lima bentuk penulisan beban pada
rangkain listrik dalam bentuk bilangan komplek.
Bentuk 1: 𝑧 = 𝑅 + 𝑗𝑋𝐿
Bentuk 2: 𝑧 = 𝑅 − 𝑗𝑋𝐶
Bentuk 3: 𝑧=𝑅
Bentuk 4: 𝑧 = +𝑗𝑋𝐿
Bentuk 5: 𝑧 = −𝑗𝑋𝐶
𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃) = 𝑉𝑚 ± 𝜃
dan
𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃) = 𝐼𝑚 ± 𝜃
Berdasarkan persamaan 2.15. selanjutnya proses menganalisis rangkaian dapat
dilakukan dengan metode-metode penghitungan seperti node, super node, mesh, dan super
mesh. Perubahan bentuk sumber listrik AC baik arus maupun tegangan sudah menjadi bentuk
bilangan komplek. Demikian juga dengan beban-beban listrik yang telah dibahas menjadi
bentuk bilangan kompleks. Sehingga dari bentuk rangkain dapat disusun persamaan
matematis dalam bentuk persamaan bilangan kompleks. Sehingga dapat didefinisikan dalam
bentuk hokum ohm pada rangkaian AC pada persamaan 2.16.
𝑉(𝑡) = 𝐼(𝑡) × 𝑍
Dimana z adalah impedansi dari beban listrik dalam lima bentuk bilangan kompleks
yang sudah didefinisikan. Demikian semua metode penyelesaian analisi rangkaian dc dapat
juga digunakan dengan menggunakan konsep hokum ohm pada persamaan 2.16.
1
cos 𝐴. 𝑐𝑜𝑠𝐵 = [𝑐𝑜𝑠(𝐴 − 𝐵) + cos(𝐴 + 𝐵)]
2
1
𝑃(𝑡) = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚[cos{(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) − (𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 )} + cos{(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) − (𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 )}]
2
1
= 2 𝑉𝑚. 𝐼𝑚[cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) + cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 )]
Daya rata-rata didefinisikan sebagai energi listrik dalam rentang satu periode dibagi
dengan interval waktu yang sama dengan periode. Dedifinisi tersebut disusun dalam
persamaan matematis sebagai berikut (persamaan 2.19):
1 𝑇
𝑃= ∫ 𝑝(𝑡)
𝑇 0
1 𝑇1
𝑃= ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚[cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) + cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 )] dt
𝑇 0 2
1 𝑇1 1 𝑇1
= ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) dt + ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 )𝑑𝑡
𝑇 0 2 𝑇 0 2
1 1 𝑇 1 𝑇1
= 2 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) 𝑇 ∫0 𝑑𝑡 + 𝑇 ∫0 2
𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 ) 𝑑𝑡
1 1 𝑇1
= 2
𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) + 𝑇 ∫0 2
𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 ) 𝑑𝑡
Perhatikan persamaan 2.19 tersebut denga seksama, ada dua bagian yang
1
dipisahkan dengan tanda plus. Bagian pertama 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) bersifat konstanta dan
2
1 𝑇1
bagian kedua ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos(
𝑇 0 2
2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 ) 𝑑𝑡 bersifat gelombang sinusoida. Pada
bagian kedua, daya rata-rata yang memenuhinya menjadi hilang karena pada rentang satu
periode ada sisi gelombang positif dan gelombang negatif dengan sifat saling meniadakan.
Berdasarkan kondisi tersebut maka daya listrik arus AC (persamaan 2.20).
1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 )
2
1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 (𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 )
2
1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 90
2
1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos 90 = 0
2
1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos 0
2
1
= 2 𝑉𝑚. 𝐼𝑚
5. Arus, tegangan, dan daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 3 fasa
Sesunguhnya arus dan tegangan listrik AC tiga fasa, Pada arus listrik AC masing -
masing
𝑖(𝑡)𝑅 = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡) = 𝐼𝑚 0
𝑣(𝑡)𝑅 = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡) = 𝑉𝑚 0
Rangkuman
Gelombang listrik pada dasarnya berbentuk sinusoida dengan persamaan:
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin 𝜔𝑡
Gelombang listrik sebaiknya direpresentasikan dalam bentuk cosinus, sehingga perlu proses
konversi. Untuk mengkonversinya mengkuti persamaan trigonometri berikut ini.
sin(𝜔𝑡 ± 180𝑜 ) = − sin 𝜔𝑡
cos(𝜔𝑡 ± 180𝑜 ) = − cos 𝜔𝑡
sin(𝜔𝑡 ± 90𝑜 ) = ± cos 𝜔𝑡
cos(𝜔𝑡 ± 90𝑜 ) = ∓ sin 𝜔𝑡
1). bentuk pertama Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃) konversi dengan menambah sudut fasa dengan 90
2).bentuk kedua − Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃), konversi dengan menambah sudut fasa dengan −90
3) Bentuk ketiga −Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃), konversi dengan menambah sudut fasa dengan ±180
𝑖(𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )
𝑖(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )
2. 𝑉𝑚
𝑣𝜏 =
𝜋
2. 𝐼𝑚
𝑖𝜏 =
𝜋
𝑉𝑚
𝑉𝑒𝑓𝑓 =
√2
Bilangan komplek adalah bilangan yang terdiri dari bilangan real dan bilangan imajiner.
Bilangan imajiner terdiri dari 4 bentuk
Bentuk umum 𝑧 = 𝑎 ± 𝑗𝑏
Bentuk eksponensial 𝑧 = 𝑟. 𝑒 𝑗𝜃
𝑟 = √𝑎2 + 𝑏 2
dan sudut 𝜃 adalah archus tangen dari b/a sehingga didapatkan persamaan
𝑏
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑎