Anda di halaman 1dari 22

Kegiatan Belajar 2 : Rangkaian Listrik Arus Bolak Balik

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Peserta mampu menganalisis rangkaian listrik arus bolak balik I fasa dan 3 fasa.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


 Peserta mampu menjelaskan konsep arus bolak balik, nilai sesaat, nilai maksimum dan
nilai efektif dari arus, tegangan, dan daya.
 Peserta mampu mengaplikasikan konsep bilangan komplek dalam rangkaian listrik arus
bolak balik.
 Peserta mampu menjelaskan beda fasa dan faktor daya.
 Peserta mampu menganalisis arus, tegangan, dan daya pada rangkaian listrik arus bolak
balik 1 fasa
 Peserta mampu menganalisis arus, tegangan, dan daya pada rangkaian listrik arus bolak
balik 3 fasa

Pokok-Pokok Materi
 Prinsip dan bentuk gelombang arus bolak balik
 Pengertian nilai sesaat, nilai maksimum, dan nilai efektif dari arus atau tegangan.
 Bilangan komplek dalam rangkaian listrik arus bolak balik
 Daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 1 fasa
 Arus, tegangan, dan daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 3 fasa

A. Uraian Materi
1. Prinsip dan Bentuk Gelombang Arus Bolak Balik
Memasuki wilayah pembahasan tentang gelombang listrik pertanda sudah
meninggalkan materi pembelajaran tentang listrik DC (Arus Searah). Materi tentang
gelombang listrik adalah gerabang yang harus dilalui untuk membahas dan memahami materi
listrik AC (arus bolak balik). Gelombang listrik identik dengan gelombang sinusoida.
Gelombang sinusoida pada dasarnya berkaitan dengan gelombang sinus dan cosinus.
Kenapa gelobang sinus dan cosinus? Karena kedua gelombang dengan bentuk sinus dan
cosinus ini pada dasarnya dibedakan dengan beda fasa 90 derajat. Sebagai acuan dasar
gelombang listrik berbentuk gelombang sinus, yang didefinisikan seperti persamaan berikut
ini (persamaan 2.1).

𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin 𝜔𝑡
Keterangan persamaan 2.1
𝑉𝑚 = 𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑣𝑜𝑙𝑡
𝑉(𝑡) = 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝐶 (𝑣𝑜𝑙𝑡)
𝑡 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
𝜔 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 ( 𝑟𝑎𝑑⁄𝑠)

Gelombang sinusoida menjadi acuan dasar untuk menganalisis arus bolak balik
(alternating current). Kajian mengenai gelombang sinusoida perlu dibahas lebih dalam
terutama persamaan-persamaan yang melekat padanya. Pertama adalah mengenai
tegangan maksimum (Vm). Tegangan maksimum merupakan amplitudo gelombang
sinusoida, perhatikan gambar 2.1. yang menunjukkan nilai tegangan maksimum. Tegangan
maksium ada dua yaitu positif dan negatif.
Berdasarkan gambar 2.1. menunjukkan bahwa jarak antara amplitudo postif dan
amplitudo negatif disebut dengan Vpp = Tegangan Puncak ke Puncak (Peak to Peak).
Perhatikan kembali gambar 2.1. Bentuk gelombang sinus terdiri dari satu puncak dan satu
lembah, maka dikatakan satu gelombang sinus. Jika ada dua punjak dan dua lembah maka
dikatakatan dua gelombang sinus. Jika dua puncak dan satu lembah maka dikatakan dengan
satu setengah gelombang. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dijelaskan tentang perioda (T).
Satu perioda adalah satu gelombang. Perioda adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan proses satu putaran gelombang. Perhatikan gambar 2.1. Kembali panjang perioda
ditunjukkan dengan garis antara mulainya gelombang sinus dibentuk hingga sampai pada
waktu yang dipakai hingga mencapai satu gelombang sinus penuh.

Gambar. 2.1. Gelombang Sinusoida


Selanjutnya pada persamaan 2.1. ditemukan V(t), Vm, 𝜔 dan t, yang belum dikenali
adalah omega (𝜔). 𝜔 didefinisikan sebagai panjang satu gelombang dibagi dengan perioda.
Sehingga didapatkan persamaan 2.2. Persamaan ini menjadi acuan dari persamaan-
persaman lain yang terkait dengan gelombang sinusoida. Perhatikan persamaan 2.2!

2𝜋
𝜔=
𝑇

Pada persamaan 2.2. 𝜔 merupakan sebanding dengan 2𝜋 dan berbanding terbalik


1
dengan perioda dan perioda berbading terbalik dengan frekuensi (persamaan 2.3) 𝑇 = ,
𝑓

sehingga diperoleh persamaan 2.4 yaitu

𝜔
𝑓=
2𝜋

dan persamaan 2.5.

𝜔 = 2𝜋𝑓

Contoh soal 2.1:


Perhatikan persamaan gelombang listrik AC berikut ini : 𝑣(𝑡) = 10 sin 25 𝑡 tentukan besar
aplitudo, 𝜔 , perioda dan frekuensi.
Jawab :
Amplitudo = Vm = 10 volt
𝜔 = 25 rad/s
Dengan memodifikasi persamaan 2.2. diperoleh nilai :
2𝜋 2×3,14
𝑇= 𝜔
= 25
= 0,251 detik
1
𝑓 = 𝑇 = 3.978 Hz

Contoh soal 2.2:


Perhatikan persamaan gelombang listrik AC berikut ini : 𝑣(𝑡) = −35 sin 40 𝑡 tentukan besar
aplitudo, 𝜔 , perioda dan frekuensi.
Jawab :
Amplitudo = Vm = −35 volt
𝜔 = 40 rad/s
Dengan memodifikasi persamaan 2.2. diperoleh perioda sebesar
2𝜋 2×3,14
𝑇= 𝜔
= 40
= 0,157 detik
1
𝑓 = 𝑇 = 6.366 Hz

Dirumuskan pada sebuah fungsi periodik dengan persamaan berikut ini:


𝑓(𝑡) = 𝑓(𝑡 + 𝑛𝑇)
Hal ini berlaku pada persamaan sinusoida:
𝑣(𝑡) = 𝑣(𝑡 + 𝑇)
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin 𝜔(𝑡 + 𝑇)
2𝜋
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin 𝜔 (𝑡 + )
𝜔
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin(𝜔𝑡 + 2𝜋)
Maka dapat disimpulkan
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin(𝜔𝑡 ± 𝜃)

Sehingga dapat disimpulkan 𝜃=sudut fasa. Sudut fasa adalah pengeseran gelombang
terhadap titik nol gelombang. Pergeseran kekanan bernilai negative, dan pergeseran ke kiri
bernilai positif. Perhatikan gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pergeseran gelombang yang berakibat terjadinya sudut fasa

Gelombang sinusoida yang dimulai pada saat t=0 adalah 𝑣1 = 𝑉𝑚 sin 𝜔 𝑡. Jika terjadi
perubahan fasa kearah kiri maka terjadi penambahan fasa sebesar 𝜃 sehingga persamaan
menjadi 𝑣2 = 𝑉𝑚 sin(𝜔 𝑡 + 𝜃). Pergeseran fasa ini akan berakibat pada mulainya gelombang
pada waktu yang berbeda. Demikian juga terjadi pergeseran ke kanan gelombang maka
terjadi pergeseran waktu namun terjadi pengurangan sudut fasa sebesar – 𝜃 , pergeseran
tersebut berakibat pada perubahan persamaan gelombang sinusoida menjadi 𝑣2 =
𝑉𝑚 sin(𝜔 𝑡 − 𝜃).

Berdasarkan pergeseran gelombang dengan penambahan atau pengurangan sudut


fasa maka dapat dirujuk pada persamaan trigonometri matematika. Persamaan persaman
yang muncul akibat penambahan atau pengurangan sudut fasa tertentu. Perubahan tersebut
untuk menunjukkan apabila terjadi perubahan fasa akan mengalami perubahan persamaan
dan bentuk gelombang. Persamaan-persamaan trigonometeri tersebut menjadi titik acuan
untuk melakukan perubahan-perubahan persamaan. Persamaan-persamaan trigonometri
tersebut, adalah :

sin(𝜔𝑡 ± 180𝑜 ) = − sin 𝜔𝑡


cos(𝜔𝑡 ± 180𝑜 ) = − cos 𝜔𝑡
sin(𝜔𝑡 ± 90𝑜 ) = ± cos 𝜔𝑡
cos(𝜔𝑡 ± 90𝑜 ) = ∓ sin 𝜔𝑡

Sudah menjadi ketetapan untuk proses analisis rangkain, sebaiknya gelombang


sinusoida yang digunakan berbentuk cosinus. Kenapa harus berbentuk cosinus karena
cosinus apabila amplitude gelombang negatife dan amlitudo gelombang positif akan selalu
bernilai sama. Contoh: cos 60 akan bernilai 0,5 dan cos(−30) juga akan bernilai sama yaitu
0,5. Perhatikan gambar 2.3. Bentuk gelombang cosinus.

Gambar 2.3. Bentuk Gelombang Cosinus


Sehingga dapat ditetapkan tegangan dalam bentuk cosinus dapat ditetapkan dengan
persamaan 2.6.

𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)

Berdasarkan sifat gelombang cosinus tersebut ditetapkan pada modul ini sebagai
bentuk gelombang standar yang digunakan untuk menganalis rangkain listrik AC. Ketetapan
ini menjadi acuan untuk mengubah bentuk-bentuk gelombang sinusoida yang lain untuk
dikonversi menjadi gelombang cosinus. Ada tiga bentuk komungkinan bentuk gelombang
sinusoida yang dikonversi menjadi gelombang cosinus yaitu, bentuk Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃), bentuk
− Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃), dan −Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃). Berdasarkan persamaan-persamaan trigonometri
dikonversi semua bentuk-bentuk gelombang sinusoida menjadi gelombang cosinus.

Bentuk pertama : Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃)


Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃) = Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 + 90)
Jadi bila bentuk pertama dikonversi ke bentuk gelombang cosinus dengan menambahkan
langsung sudut fasa dengan 90 derajat

Mengigat : +90

Bentuk Kedua : − Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃)


− Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃) = Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃 + 180)
Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃 + 180) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 + 180 + 90)
𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 + 180 + 90) = 𝑽𝒎 𝐜𝐨𝐬(𝝎𝒕 ± 𝜽 + 𝟐𝟕𝟎)
atau
− Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃) = Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃 − 180)
Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃 − 180) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 − 180 + 90)
𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 − 180 + 90) = 𝑽𝒎 𝐜𝐨𝐬(𝝎𝒕 ± 𝜽 − 𝟗𝟎)

Jadi bentuk kedua konversi langsung kedalam bentuk cosinus dengan menambahkan sudut
fasa dengan 270 atau mengurangkan sudut fasa dengan 90. Namun umumnya cukup dengan
mengurangkan dengan 90 derajat.

Mengigat : −90

Bentuk Ketiga : − Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)


− Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃) = Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 + 180)
atau
− Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃) = Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃 − 180)

Jadi untuk bentuk ketiga cukup menambahkan fasa dengan sudut 180 derajat atau
mengurangi dengan −180 derajat maka proses konversi langsung kepada bentuk gelombang
cosinus.

Mengigat : +180 atau −180


− Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)
= Vm cos(𝜔𝑡
Berdasarkan proses
± 𝜃konversi
+ 180) bentuk gelombang sinusoida ke bentuk cosinus dengan mudah
dapat dilakukan. Agar terjadi proses peningkatan pemahaman materi ini peratikan dan amati
contoh-contoh soal-soal berikut ini

Contoh soal 2.3:


Perhatikan gelombang listrik AC berikut 𝑣(𝑡) = −12 sin(50𝑡 − 10), konversikanlah kebentuk
cosinus, kemudian tentukan juga berapakah amplitude, perioda, frekuensi dan sudut fasa
gelombang cosinus tersebut.
Jawab:
Berdasarkan bentuk-bentuk gelombang sinusoida, maka bentuk gelombang persamaan
tersebut adalah bentuk pertama maka konversinya dengan menambah sudut fasa dengan 90
derajat
Jadi 𝑣(𝑡) = 12 cos(50𝑡 − 10 + 90) = 12 cos(50𝑡 + 80)
Sehingga diperoleh :
Vm = 12 volt
𝜔 = 50 rad/s
2𝜋 2×3,14
𝑇= 𝜔
= 50
= 0,1256 𝑠
1
𝑓 = 𝑇 = 7,96 Hz

Contoh soal 2.4:


Apabila gelombang listrik AC berikut 𝑣(𝑡) = 24 sin(40𝑡 + 50), konversikanlah kebentuk
cosinus, kemudian tentukan juga berapakah amplitude, perioda, frekuensi dan sudut fasa
gelombang cosinus tersebut.
Jawab:
Sudah di pastikan gelombang listrik AC tersebut adalah bentuk kedua. Bentuk kedua dengan
mengurangkan fasa dengan −90
𝑣(𝑡) = 24 sin(40𝑡 + 50)= 24 cos(40𝑡 + 50 − 90)
Maka 𝑣(𝑡) = 24 cos(40𝑡 − 40)

Sehingga diperoleh :
Vm = 24 volt
𝜔 = 40 rad/s
2𝜋 2×3,14
𝑇= = = 0,157 𝑠
𝜔 40
1
𝑓 = 𝑇 = 6,37 Hz

2. Pengertian nilai sesaat, nilai maksimum, dan nilai efektif dari arus atau tegangan
Pada pembahasan sebelumnya sebagai standar menggunakan sumber tegangan
sebagai bentuk sumber listrik AC. Seperti pada listrik DC arus juga merupakan sumber listrik,
maka pada pembahasan kali ini juga menyatakan bahwa sumber arus AC juga merupakan
sumber listrik dengan bentuk gelombang seperti pada persamaan 2.7.

𝐼(𝑡) = 𝐼𝑚 sin(𝜔𝑡)

Sama halnya dengan tegangan, gelombang arus AC juga diarahkan dalam bentuk
gelombang cosinus. Bentuk-bentuk gelombang sinusoida juga berlaku pada gelombang arus
bolak-balik, dan proses konversinya juga sama. Bentuk arus dalam gelombang cosinus
seperti persamaan 2.8.

𝐼(𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝑤𝑡 ± 𝜃)

Nilai sesat berlaku pada persamaan 2.6. dan 2.7, tegangan dan arus listrik AC. Nilai
sesaat dihitung berdasarkan waktu. Persamaan 2.6 dan 2.7 adalah persamaan yang berbasis
waktu maka nilai sesaat dapat dihutung pada saat t (nilai waktu tertentu). Pada saat t=T dan
𝜃 = 0 , maka dapat tentukan nilai tegangan sesaat adalah

𝑣(𝑇) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑇)

2𝜋
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos ( 𝑇)
𝑇

180
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos (2𝜋 × )
𝜋

𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos(360)

𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 × 1
𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚

Jadi dapat disimpulkan bahwa (persamaan 2.8):

𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )

1 radian = 57,2958 derajat

Pada arus listrik bolak balik juga dengan cara yang sama. Sehingga arus sesaat dapat
dinyatakan dengan persamaan 2.9.

𝑖(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )

Contoh soal 2.5:


Berapakah tegangan sesaat untuk persamaan gelombang 𝑣(𝑡) = 12cos(30𝑡 + 30) pada saat
t=20 s
Jawab :
Karenan 1 radian = 57,2958 derajat

Maka 𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 30 × 20 × 57,2958 = 34377,48

𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 12 cos(34377,48 + 30)

=−10,64 volt

Pada persamaan 2.8 dan 2.9 keduanya terkait dengan waktu. Jadi tegangan sesaat
dan arus sesaat dilihat berdasarkan waktu tertentu. Jika dinyatakan waktu dalam rentang
tertentu yaitu t1 dan t2, maka rentang waktunya 𝑡2 − 𝑡1. Ada interval waktu yang dipenuhi
dalam pengukurannya, sehingga nilai tegangan atau arus arus disebut dengan tegangan rata-
rata atau arus rata-rata. Berdasarkan persamaan 2.8 dan 2.9 dapat dirumuskan bahwa
tegangan rata-rata dinyatakan dalam bentuk persamaan :

𝑣(𝑡1) + 𝑣(𝑡2)
𝑣(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) =
𝑡2 − 𝑡1

Atau

𝑖(𝑡1) + 𝑖(𝑡2)
𝑖(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) =
𝑡2 − 𝑡1

Karena tegangan dan arus AC dalam bentuk sinusoida (cosinus) yang continue maka
dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑡2
1
𝑣(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∫ 𝑣(𝑡)
𝑡2 − 𝑡1 𝑡1

atau

𝑡2
1
𝑖(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = ∫ 𝑖(𝑡)
𝑡2 − 𝑡1 𝑡1

Berdasarkan penuruan model matematika integrasi sinusoida maka dapat di


sederhanakan dengan persamaan 2.10. 𝑣(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = 𝑣𝜏 dan 𝑖(𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = 𝑖𝜏 :

2. 𝑉𝑚 2. 𝐼𝑚
𝑣𝜏 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑖𝜏 =
𝜋 𝜋

Tengangan rata-rata dan arus rata-rata, merupakan tengan yang sering terukur
dengan menggunakan multitester atau diukur dengan menggunakan alat ukur. Setiap
tegangan dan arus terkait dengan beban. Beban pada rangkaian listrik AC ada tiga jenis yaitu
Resistor (R satauan ohm), Kapasitor (C satauan farad) dan Induktor (L satuan hendri).
Pengaruh komponen-komponen tersebut berpengaruh dengan pengukurannya sehingga ada
beberapa energy yang terserap pada komponen RLC sehingga tetap terukur pada alat ukur.
Pada dasarnya komponen L dan C yang menyebabkan terjadinya perubahan fasa yang
berakibat terhadappengukuran yang kemudian terukur. Tegangan dan arus yang terukur
tersebutlah yang disebut dengan tegangan rata-rata atau arus rata-rata.

Tengangan dan arus yang sebenarnya terserap sebagai energy disebut dengan
tegangan efektif dan arus efektif. Energi yang terserap pada komponen-komponen RLC dapat
dihitung dengan memperhitungkan pengaruh pergeseran fasa yang ditimbulkan, yang
kemudian dikurangkan terhadapat perubahan arus tersebut. Sehingga dapat di rumuskan
menjadi persamaan 2.11.

1 𝑇 1 𝑇
𝑉𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑣(𝑡)2 𝑑𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐼𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑖(𝑡)2 𝑑𝑡
𝑇 0 𝑇 0

Berdasarkan cara yang sama dengan penurunan integrasi persamaan matematika


dilakukan dengan proses berikut,

1 𝑇
𝑉𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑣(𝑡)2 𝑑𝑡
𝑇 0

𝜔 2𝜋/𝜔 2
= √ ∫ 𝑉𝑚 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜔𝑡 + 𝜃) 𝑑𝑡
2𝜋 0
2𝜋/𝜔
= 𝑉𝑚 𝑡]0

𝑉𝑚
=
√2

atau

1 𝑇
𝐼𝑒𝑓𝑓 = √ ∫ 𝑖(𝑡)2 𝑑𝑡
𝑇 0

𝜔 2𝜋/𝜔 2
=√ ∫ 𝐼𝑚 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜔𝑡 + 𝜃) 𝑑𝑡
2𝜋 0

2𝜋/𝜔
= 𝐼𝑚 𝑡]0

𝐼𝑚
=
√2

Disimpulkan teganga efektif dan arus efektif disebut dengan persamaan 2.12 dan
persamaan 2.13. Sebagian buku sering juga menggunakan tegangan efektif dengan simbol
(Vrms) dan arus efektif dengan simbol (Irms)

𝑉𝑚 𝐼𝑚
𝑉𝑒𝑓𝑓 = 𝑑𝑎𝑛 𝐼𝑒𝑓𝑓 =
√2 √2

3. Bilangan komplek dalam rangkaian listrik arus bolak balik


Sebelum membahas tentang bilangan komplek dan hubungannya dengan rangkaian
listrik bolak balik, ada baiknya kembali pada gelombang sinusoida dalam bentuk cosinus.
Pada rangkain listrik dalam proses menganalisis rangkain menggunakan gelombang cosinus.
Pada persamaan matematika trigonometri yaitu persamaan 2.14.

𝐴 cos(𝜔𝑡) + 𝐵 𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑡) = 𝐶 cos(𝜔𝑡 + 𝜃)

Dimana C adalah nilai pithagoras A dan B. sehingga

𝐶 = √𝐴2 + 𝐵2

dan sudut 𝜃 adalah archus tangen dari B/A sehingga didapatkan persamaan

𝐵
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 (𝐴)
Berdasarkan persamaan 2.14, diperoleh gambaran mengenai bentuk gelombang
dengan persamaan bilangan komplek sehingga dapat dinyatakan dalam gambar 2.5. Tentang
garis bilangan kompleks.

Gambar 2.5. Garis bilangan komplek

Persamaan 2.14 merupakan sebagai dasar yang mengaitkan antara gelombang listrik
sinusoida dengan konsep matematika kompleks. Sehingga dapat dituliskan bentuk
gelombang cosinus menjadi belangan kompleks dalam bentuk polar.

𝐶 cos(𝜔𝑡 + 𝜃) = 𝐶 𝜃

Kemudian dapat di jadikan konversi bentuk gelombang listrik kepersamaan matematis


berupa bilangan komplek. Jika tegangan dinyatakan dalam bentuk gelombang 𝑣(𝑡) =
12 cos(𝜔𝑡 + 30) maka dapat dituliskan dalam pesamaan bilangan komplek 𝑣 = 12 30 . atau
sebuah arus 𝑖(𝑡) = 20 𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 − 50), dapat dituliskan dalam bilangan kompleks 𝑖 = 20 − 50

Bilangan komplek terdiri dari dua bilangan yang disebut dengan bilangan real dan
bilangan imaginer. Bilangan sehingga bentuk umum penulisan bilangan kompleks adalah
sebagai berikut 𝑧 = 𝑎 + 𝑗𝑏. Bentuk penulisan bilangan kompleks ada empat cara yaitu:

Bentuk umum 𝑧 = 𝑎 ± 𝑗𝑏
Bentuk polar 𝑧=𝑟 𝜃
Bentuk rectangular 𝑧 = 𝑟 (cos 𝜃 + 𝑗 sin 𝜃 )
Bentuk ekspnensial 𝑧 = 𝑟. 𝑒 𝑗𝜃

Dari keempat cara penulisan bilangan komplek, memiliki keterkaitan dengan proses
operasional matematika. Bentuk umum digunakan untuk proses penjumlahan dan
pengurangan. Bentuk polar digunakan untuk proses perkalian dan pembagian. Bentuk
rectangular digunakan untuk proses konversi dari bentuk polar atau eksponesial kembali ke
bentuk umum. Kalau diperhatikan dengan seksama bentuk polar, rectangular dan bentuk
eksponensial, berasar dari proses konversi dari bentuk umum. Jadi akan selalu terjadi dalam
proses konversi dari bentuk umum ke polar dan bentuk polar ke umum, tergantung dengan
kebutuhan. Proses operasional matematika terdiri dari penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian. Sesuai dengan kesepakatan proses penjumlahan harus dengan bentuk polar
bilangan kompleks.

Jika 𝑧1 = 𝑎 + 𝑗𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑧2 = 𝑐 + 𝑗𝑑 maka proses penjumlahan antara 𝑧1 𝑑𝑎𝑛 𝑧2 adalah


𝑧𝑡 = (𝑎 + 𝑐) + 𝑗(𝑏 + 𝑑). Demikian juga dengan proses pengurangan. Apabila 𝑧1 dikurang oleh
𝑧2) maka 𝑧𝑡 = (𝑎 − 𝑐) + 𝑗(𝑏 − 𝑑). Perhatikan proses penjumlahan dan pengurangan, terlihat
bahawa penjumlahan atau pengurangan berlaku dengan persyaratan utama. Pertama
penjumlahan hanya terjadi antara bilangan real dengan real bilangan kedua. Kedua
penjumlahan atau pengurangan pada bilangan imajiner terjadi antar sesama bilangan imajiner
pula.

Proses perkalian juga dapat dilakukan dengan bentuk umum. Apabila 𝑧1 × 𝑧2 maka
prosesnya dengan mengalikan satu-satu setiap unsur komponen antara bilangan kompleks
z1 dan z2. Jadi prosesnya adalah

𝑧1 × 𝑧2 = (𝑎 + 𝑗𝑏) × (𝑐 + 𝑗𝑑)

= 𝑎𝑐 + 𝑗𝑎𝑑 + 𝑗𝑏𝑐 − 𝑏𝑑

= (𝑎𝑐 − 𝑏𝑑) + 𝑗(𝑎𝑑 + 𝑏𝑐)

Pertayaan kenapa ada nilai minus (−), hasil perkalian 𝑗𝑏 × 𝑗𝑑 ? Pertanyaan ini cukup
menarik dan apakah sesunguhnya yang di maksud dengan 𝑗. 𝑗 adalah bilangan yang nilainya
adalah √−1 yang tidak dapat diselesakan lagi. √−1 yang disebut sebenarnya sebagai
bilangan imaginer. Sehingga apabila dilakukan proses operasional matematika yang terkait
dengan bilangan imaginer akan berlaku kondisi berikut ini, pada pertemuan ini disebut dengan
aturan perkalian imajiner:

𝑗 = √−1

𝑗 2 = −1

𝑗 3 = −𝑗

𝑗4 = 1

Berdasarkan aturan tersebut maka dinyatakan untuk proses perkalian 𝑗𝑏 × 𝑗𝑑 akan menjadi
berniali negatif (−). Jadi apabila terjadi perkalian 𝑗 yang melibatkan lebih dari empat maka,
maka berlaku atas kelipatan empat, sisanya mengikuti aturan perkalian imajiner. Contoh
apabila 𝑗 5 = 𝑗 4 × 𝑗 = 𝑗. Terlihat pada proses contoh tersebut apabila pangkat melebih dari
empat seperti 5, maka sisanya adalah sama dengan pada aturan perkalian imajiner.
Bagaimana dengan 𝑗 20 = 𝑗 4 × 𝑗 4 × 𝑗 4 × 𝑗 4 = 1. Begitulah seterusnya.

Selanjutnya adalah proses pembagian bilangan kompleks. Proses pembagian


memang sedikit lebih membutuhkan ekstra, karena melipatkan proses perkalian dan
penjumlahan serta pengurangan. Proses pembagian jauh lebih panjang dengan proses
operasonal matematika yang lain. Perhatikan proses pembagian antara 𝑧1 ÷ 𝑧2. Sehingga
dapat dilakukan proses sebagai berikut :

𝑎 + 𝑗𝑏
𝑧1 ÷ 𝑧2 =
𝑐 + 𝑗𝑑

𝑎 + 𝑗𝑏 𝑐 − 𝑗𝑑
= ×
𝑐 + 𝑗𝑑 𝑐 − 𝑗𝑑

𝑎𝑐 − 𝑗𝑎𝑑 + 𝑗𝑏𝑐 + 𝑏𝑑
=
𝑐 2 + 𝑑2

(𝑎𝑐 + 𝑏𝑑) + 𝑗(𝑏𝑐 − 𝑎𝑑)


=
𝑐 2 + 𝑑2

Perhatikan proses operasional pembagian bilangan kompleks! Kenapa harus dikalikan


𝑐−𝑗𝑑
dengan 𝑐−𝑗𝑑
, 𝑐 − 𝑗𝑑 adalah konjugasi dari 𝑐 + 𝑗𝑑, yaitu perbedaan tanda pada bilangan

imajiner. Untuk apa kemudian dikalikan dengan konjugasinya ? Tujuannya adalah untuk
menjadikan penyebut bilangan menjadi konstantan (tidak imaginer lagi). Kenepa demikian ?
karena merujuk dari aturan perkalian imaginer, yaitu apabila 𝑗 2 𝑑𝑎𝑛 𝑗 4 maka bilangan menjadi
tidak imaginer lagi. Alasan yang sama kemudian perbedaan tanda maka proses perkalain
(𝑐 + 𝑗𝑑) × (𝑐 − 𝑗𝑑), menghasilkan 𝑐 2 + 𝑑2 karena bilangan imajinernya saling meniadakan.

Kesulitan dalam proses perkalian dan pembagian dalam operasonal matematika,


berdasar hal tersebut proses perkalian dan pembagian dilakukan dengan menggunakan
bentuk polar atau ekspoenensial. Apabila dialkukan konversi bentuk dari umum ke polar maka
di dapatkan 𝑧1 = 𝑎 + 𝑗𝑏 = 𝑟1 𝜃1 dan 𝑧2 = 𝑐 + 𝑗𝑑 = 𝑟2 𝜃2. Proses perkalian antara dua
bentuk polar tersebut sangat mudah untuk dilakukan yaitu:

𝑧1 × 𝑧2 = 𝑟1 𝜃1 × 𝑟2 𝜃2

= (𝑟1 × 𝑟2) (𝜃1 + 𝜃2)

Perhatikan proses operasional matematika perkalian bilangan kompleks degan


menggunakan bentuk polar. Resultan 1 (𝑟1) dikalikan langsung dengan resultan 2 (𝑟2)
sedangakan sudut 𝜃1 + 𝜃2. Demikaian juga apabila perkalian lebih dari dua maka semua
resultan dikalikan dan seluruh sudut dijumlahkan.

Pembagian juga sangat dimudahkan dengan menggunakan bentuk polar. Caranya


dengan membagi resultan1(𝑟1) dengan resultan 2 (𝑟2). Sedangkan sudutnya di kurangkan.
Perhatikan proses pembagian bilangan polar dengan menggunakan bentuk polar.

𝑧1/𝑧2 = 𝑟1 𝜃1 / 𝑟2 𝜃2

= (𝑟1/𝑟2) (𝜃1 − 𝜃2)

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses penjumlahan dan


pengurangan dilakukan dalam bentuk umum dan proses perkalian dan pembagian sebaiknya
dengan menggunakan bentuk polar dibilangan komplek. Pada dasarnya pengunaan bilangan
kompleks pada rangkaian listrik arus bolak balik (AC) sangat berpengaruh pada proses
analisis rangkaian. Komponen-komponen yang tersabung pada rangkaian listrik pada
dasarnya hanya terdiri dari tiga jenis komponen. Seperti yang dibahas sebelumnya komponen
tersebut terdiri dari R, L, dan C. Tiga komponen tersebut juga sangat terkait dengan penulisan
bilangan komplek. Ketiga jenis komponen tersebut tersusun atas dasar bilangan real dan
bilangan imaginer. Kompoenen R, L dan C dijadikan kedalam bentuk bilangan kompleks
dengan mengkonversinya menjadi Resistansi (XR), Induktansi (XL) dan capasitansi (XC). XR
indentik nilainya dengan R dengan satuan yang sama. Sehingga XR mewakili dari bilangan
real. Sedangkan XL dan XC dengan satuan sudah menjadi ohm sehingga dapat mewakili
mewakili untuk bilangan imaginernya.

Ditetapkah khusus untuk bilangan komplek pada rangkaian R-L-C memenuhi empat
bentuk yaitu real saja, real dan imajiner positif, real dan imaginer negatif, imaginer positif dan
imaginer negatif. Berdasarkan sifat-sifat komponen L, setelah melewati gelombang listrik yang
melewatinya akan mendahului sesuai dengan nilai sudut komponennya dan maksimum +90.
Begitu juga dengan sifat-sifat komponen C, setelah dilewati oleh gelombang listrik maka akan
terjadi pergeseran fasa maksimum −90. Sehingga perbedaan fasa maksimum antara L dan
C sejauh 180 derajat. Perhatikan gambar 26. Beda fasa antara XR – XL, XR-XC, dan XL dan
XC. Perbedaan fasa menunjukkan bagaimana kemudian ada usah yang besar dalam
menyeimbangkan antara XL dan XC sehingga terjadi upaya yang mendekatkan nilai beban
menyamai sifat dari XR, yang berakibat pengaruh dari XL dan XC ditiadakan (dalam kondisi
ideal) paling tidak meminimalkan pengaru XL dan XC pada rangkaian. Pola seperti ini yang
kemudian pada bagian berikutnya dibahas tentang penurunan nilai factor rugi-rugi daya listrik
satu fasa dan tiga fasa.
Gambar 26. Perbedaan Sudut fasa Imaginer (+) dan (-)

Berdasarkan kondisi gambar 26, menunjukkan ada lima bentuk penulisan beban pada
rangkain listrik dalam bentuk bilangan komplek.

Bentuk 1: 𝑧 = 𝑅 + 𝑗𝑋𝐿
Bentuk 2: 𝑧 = 𝑅 − 𝑗𝑋𝐶
Bentuk 3: 𝑧=𝑅
Bentuk 4: 𝑧 = +𝑗𝑋𝐿
Bentuk 5: 𝑧 = −𝑗𝑋𝐶

Terkait dengan semua pembahasan yang telah dijelaskan, selanjutnya tingal


digunakan dalam analisis rangkaian listrik. Titik temunya bilangan kompleks dengan
rangkaian listrik ada kosep Pasor. Pasor adalah merubah bentuk persamaan gelombang listrik
ke dalam bentuk bilangan kompleks. Seperti yang dibahas pada bagian pertama, tentang
gelombang listrik yang dikonversi kedalam bentuk cosinus. Berdasarkan gelombang cosnus
tersebut kemudian dikonversi lagi kedalam bentuk Pasor (bilangan komplek dengan bentuk
polar). Perhatikan proses konversi gelombang cosinus ke Pasor pada persamaan 2.15.

𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃) = 𝑉𝑚 ± 𝜃

dan

𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃) = 𝐼𝑚 ± 𝜃
Berdasarkan persamaan 2.15. selanjutnya proses menganalisis rangkaian dapat
dilakukan dengan metode-metode penghitungan seperti node, super node, mesh, dan super
mesh. Perubahan bentuk sumber listrik AC baik arus maupun tegangan sudah menjadi bentuk
bilangan komplek. Demikian juga dengan beban-beban listrik yang telah dibahas menjadi
bentuk bilangan kompleks. Sehingga dari bentuk rangkain dapat disusun persamaan
matematis dalam bentuk persamaan bilangan kompleks. Sehingga dapat didefinisikan dalam
bentuk hokum ohm pada rangkaian AC pada persamaan 2.16.

𝑉(𝑡) = 𝐼(𝑡) × 𝑍

Dimana z adalah impedansi dari beban listrik dalam lima bentuk bilangan kompleks
yang sudah didefinisikan. Demikian semua metode penyelesaian analisi rangkaian dc dapat
juga digunakan dengan menggunakan konsep hokum ohm pada persamaan 2.16.

4. Daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 1 fasa


Daaya pada rangkaian listrik bolak balik satu fasa dapat dinyatakan dengan
persamaan 2.17 berikut ini:

𝑃(𝑡) = 𝑣(𝑡). 𝑖(𝑡)

Dimana 𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) dan 𝑖(𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 ). Perkalian tegangan


dalam kawasan waktu dan arus dalam kawsan waktu pada listrik AC adalah daya listrik dalam
kawasan waktu. Daya adalah energi yang terpakai pada rangkaian listrik tertutup. Sehingga
dapat diuraikan persamaan

𝑃(𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) × 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 )

= 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) cos(𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 )

Dengan menggunakan persamaan trigonometri :

1
cos 𝐴. 𝑐𝑜𝑠𝐵 = [𝑐𝑜𝑠(𝐴 − 𝐵) + cos(𝐴 + 𝐵)]
2

Berdasarkan persamaan trigonometri tersebut diperoleh persamaan daya sesaat (persamaan


2.18) :

1
𝑃(𝑡) = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚[cos{(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) − (𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 )} + cos{(𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 ) − (𝜔𝑡 + 𝜃𝑖 )}]
2
1
= 2 𝑉𝑚. 𝐼𝑚[cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) + cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 )]
Daya rata-rata didefinisikan sebagai energi listrik dalam rentang satu periode dibagi
dengan interval waktu yang sama dengan periode. Dedifinisi tersebut disusun dalam
persamaan matematis sebagai berikut (persamaan 2.19):

1 𝑇
𝑃= ∫ 𝑝(𝑡)
𝑇 0

Persamaan 2.18 disubsitusikan ke persamaan 2.19. diperoleh:

1 𝑇1
𝑃= ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚[cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) + cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 )] dt
𝑇 0 2

1 𝑇1 1 𝑇1
= ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) dt + ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 )𝑑𝑡
𝑇 0 2 𝑇 0 2

1 1 𝑇 1 𝑇1
= 2 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) 𝑇 ∫0 𝑑𝑡 + 𝑇 ∫0 2
𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 ) 𝑑𝑡

1 1 𝑇1
= 2
𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) + 𝑇 ∫0 2
𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos( 2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 ) 𝑑𝑡

Perhatikan persamaan 2.19 tersebut denga seksama, ada dua bagian yang
1
dipisahkan dengan tanda plus. Bagian pertama 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 ) bersifat konstanta dan
2
1 𝑇1
bagian kedua ∫ 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos cos(
𝑇 0 2
2𝜔𝑡 + 𝜃𝑣 + 𝜃𝑖 ) 𝑑𝑡 bersifat gelombang sinusoida. Pada

bagian kedua, daya rata-rata yang memenuhinya menjadi hilang karena pada rentang satu
periode ada sisi gelombang positif dan gelombang negatif dengan sifat saling meniadakan.
Berdasarkan kondisi tersebut maka daya listrik arus AC (persamaan 2.20).

1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos(𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 )
2

Dengan menggunakan konsep pasor diagram ditulis menjadi persamaan:

1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 (𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 )
2

Apabila terjadi perbedaan fasa antara 𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 = 90,

1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 90
2
1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos 90 = 0
2

Saat sudut fasa arus dan tegangan berdempet sehinggan 𝜃𝑣 − 𝜃𝑖 = 0. Sehingga

Jadi dapat disimpulkan bahwa daya listrik AC dapat ditulis dengan

1
𝑃 = 𝑉𝑚. 𝐼𝑚 cos 0
2
1
= 2 𝑉𝑚. 𝐼𝑚

5. Arus, tegangan, dan daya pada rangkaian listrik arus bolak balik 3 fasa
Sesunguhnya arus dan tegangan listrik AC tiga fasa, Pada arus listrik AC masing -
masing

𝑖(𝑡)𝑅 = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡) = 𝐼𝑚 0

𝑖(𝑡)𝑆 = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 + 120) = 𝐼𝑚 120

𝑖(𝑡) 𝑇 = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 − 120) = 𝐼𝑚 − 120

Pada tegangan listrik juga demikian sehingga di peroleh tegangan masing-masing:

𝑣(𝑡)𝑅 = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡) = 𝑉𝑚 0

𝑣(𝑡)𝑆 = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 + 120) = 𝑉𝑚 120

𝑣(𝑡) 𝑇 = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 − 120) = 𝑉𝑚 − 120

Rangkuman
Gelombang listrik pada dasarnya berbentuk sinusoida dengan persamaan:
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 sin 𝜔𝑡

Gelombang listrik sebaiknya direpresentasikan dalam bentuk cosinus, sehingga perlu proses
konversi. Untuk mengkonversinya mengkuti persamaan trigonometri berikut ini.
sin(𝜔𝑡 ± 180𝑜 ) = − sin 𝜔𝑡
cos(𝜔𝑡 ± 180𝑜 ) = − cos 𝜔𝑡
sin(𝜔𝑡 ± 90𝑜 ) = ± cos 𝜔𝑡
cos(𝜔𝑡 ± 90𝑜 ) = ∓ sin 𝜔𝑡

Ada tiga bentuk yang

1). bentuk pertama Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃) konversi dengan menambah sudut fasa dengan 90

2).bentuk kedua − Vm sin(𝜔𝑡 ± 𝜃), konversi dengan menambah sudut fasa dengan −90

3) Bentuk ketiga −Vm cos(𝜔𝑡 ± 𝜃), konversi dengan menambah sudut fasa dengan ±180

Berdasarkan persamaan trigometri, dan bentuk-bentuk sinusoida, dapat dikonversi hingga


memperoleh gelombang listrik AC dengan persamaan cosinus seperti berikut ini.
𝑣(𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)

𝑖(𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜔𝑡 ± 𝜃)

Persamaan tegangan sesaat adalah

𝑣(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝑉𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )

Persamaan tegangan sesaat adalah

𝑖(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) = 𝐼𝑚 cos(𝜃(𝑠𝑒𝑠𝑎𝑎𝑡) )

Ditetapkan bahwa: 1 radian = 57,2958 derajat

Persamaan tegangan rata-rata adalah

2. 𝑉𝑚
𝑣𝜏 =
𝜋

Persamaan arus rata-rata adalah

2. 𝐼𝑚
𝑖𝜏 =
𝜋

Persamaan tegangan effektif adalah

𝑉𝑚
𝑉𝑒𝑓𝑓 =
√2

Persamaan arus effektif adalah


𝐼𝑚
𝐼𝑒𝑓𝑓 =
√2

Bilangan komplek adalah bilangan yang terdiri dari bilangan real dan bilangan imajiner.
Bilangan imajiner terdiri dari 4 bentuk

Bentuk umum 𝑧 = 𝑎 ± 𝑗𝑏

Bentuk polar 𝑧=𝑟 𝜃

Bentuk rectangular 𝑧 = 𝑟 (cos 𝜃 + 𝑗 sin 𝜃 )

Bentuk eksponensial 𝑧 = 𝑟. 𝑒 𝑗𝜃

Perubahan bentuk-bentuk tersebut pada dasarnya hanyalah perubahan dalam bentuk


umum (rektanggular) ke bentuk polar. Perubahan bentuk tersebut berdasarkan.

Dimana r adalah nilai pithagoras a dan b. sehingga

𝑟 = √𝑎2 + 𝑏 2

dan sudut 𝜃 adalah archus tangen dari b/a sehingga didapatkan persamaan
𝑏
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑎

Perhatikan bentuk-bentuk persamaan ada nilai imajiner √−1 = 𝑗, sehingga berlaku


𝑗 = √−1
𝑗 2 = −1
𝑗 3 = −𝑗
𝑗4 = 1
Operasional bilangan kompleks dikelompokkan berdasarkan bentuk agar mempermudah
dalam proses penghitungannya.
Bentuk umum digunakan untuk proses penjumlahan dan pengurangan
Bentuk polar digunakan untuk proses perkalian dan pembagian
Rangkaian listrik komponen beban terdiri dari R-L-C. Rangkain listrik AC, menjadikan nilai
masing-masing menjadi XR-XL-XC. Perubahan nilai tersebut bertujuan agar bentuk-bentuk
persamaan dapat berbentuk impendansi yang menggunakan persamaan matematika
kompleks sehingga terdiri dari lima bentuk impedansi persamaan bilangan kompleks
Bentuk 1: 𝑧 = 𝑅 + 𝑗𝑋𝐿
Bentuk 2: 𝑧 = 𝑅 − 𝑗𝑋𝐶
Bentuk 3: 𝑧=𝑅
Bentuk 4: 𝑧 = +𝑗𝑋𝐿

Anda mungkin juga menyukai