SGD KUA 9
BAB I
PENDAHULUAN
Kejadian pada anak-anak sangat jarang terjadi, dan pada usia dewasa terjadi pada decade
ketiga atau keempat. Cushing’s disease yang tidak mendapat terapi meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, karena komplikasi kardiovaskular, infeksi dan gangguan pskiatri.2,3
2
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Cushing’s disease adalah kelainan hormonal dan merupakan kondisi langka dimana
terjadinya produksi berlebihan (Adrenocorticotrophic Hormone) ACTH dari kelenjar pituitari
yang dapat menyebabkan tingginya kandungan hormon kortisol dalam tubuh (Hypercortisolism).
Istilah Cushing’s disease harus dibedakan dari Cushing syndrome, dimana Cushing’s diseases
merupakan istilah spesifik untuk Cushing’s Syndrome yang disebabkan karena pituitary
corticotrope adenoma, sedangkan Cushing’s syndrome merupakan sekumpulan gejala akibat
paparan kronis dari kelebihan glukokortikoid. Cushing’s syndorome bisa karena ACTH-
dependent (pituitary corticotrope adenoma, sekresi ektopik ACTH akibat nonpituitari tumor) atau
ACTH-independent (adrenocortical adenoma, adrenocortical carcinoma, nodular adrenal
hyperplasia), atau bisa karena iatrogenik (konsumsi obat glukokortikoid untuk mengatasi
inflamasi).1,12
2.2 Epidemiologi
Insiden terjadinya Cushing’s disease bisa dikatakan relatif jarang terjadi yaitu berkisar
antara 1-2 kasus per seratus ribu populasi per tahun. Cushing’s disease akibat tumor adrenal
maupun pituitari kasusnya lebih sering terjadi pada wanita, dengan angka kejadian 5-10 kali
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dengan pengecualian pada wanita
prepubertas, Cushing’s diseases lebih sering terjadi pada laki-laki. Cenderung menyerang umur
25-40 tahun.2
2.3 Etiologi
3
peningkatan ACTH disebabkan karena corticotrope pituitary adenoma. Pituitary adenoma
menyebabkan sekresi ACTH tidak dapat dikendalikan sehingga menghasilkan kortisol yang lebih
banyak. Pada corticotrope pituitary adenoma 90% nya adalah microadenoma.1,11,12
Kejadian Cushing’s disease meningkat seiring dengan kondisi yang menyertai pasien
seperti central obesitas, diabetes tipe 2, dan osteoporotik vertebral fraktur. Pada pasien diabetes
tipe 2 akan terjadi penurunan kontrol kadar glukosa darah dan hipertensi, dimana prevalensi
untuk terjadinya Cushing’s disease berkisar antara 2%-5%.12
4
Penderita dengan karsinoma adrenal sebagai penyebab sindrom Cushing: Onset cepat pada gejala
kelebihan glukokortikoid bersamaan dengan hiperandrogenisme yang dipresentasikan sebagai
virilisasi pada wanita atau feminisasi pada pria.4,11,12
2.6 Patofisiologi
Cushing’s Disease dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang mencakup tumor
kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi kortex adrenal untuk
meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah
yang adekuat.Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya humor hipofisis
(jarang terjadi). Pemberian kortikosteroid / ACTH dapat pula menimbulkan Cushing’s Disease.
Penyebab lain Cushing’s Disease yang jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh
malignitas, karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan.
Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan
fungsi kortex adrenal menjadi tidak efektif & pola sekresi di urnal kortisol yang normal akan
menghilang. Tanda & gejala sindrom custing terutama terjadi sebagai akibat dari selaresi
glukokortikoid & androgen (hormon) yang berlebihan, meskipun sekress mineralokortikoid juga
dapat terpengaruh.1,11,12
5
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis Cushing’s disease itu sulit karena tanda dan gejala klinis tidak spesifik.
Adapun beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis Cushing’s diseases.6,11,12
1. Tes urin dan darah. Tes ini mengukur kadar hormon dalam urin dan darah dan
menunjukkan apakah tubuh memproduksi kortisol berlebihan. Untuk tes urine, pasien
mungkin diminta mengumpulkan urin selama 24 jam (diulang setidaknya 2 kali). Sampel
urin dan darah akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis untuk kadar kortisol. Nilai
harus di atas 220-330 nmol / 24 h Tergantung pada tes, dalam sindrom Cushing.
2. Respon kortisol terhadap deksametason 1 mg semalam . Suppression test: nilai kortisol
<50 nmol / l (<2 μg / dl) tidak termasuk sindrom Cushing dengan sensitivitas tinggi
(95%) namun spesifisitas rendah.17
3. Respon kortisol terhadap dexamethasone dosis rendah Suppression test (0,5 mg
deksametason setiap 6 Jam selama 48 jam): nilai kortisol <50 nmol / l (<2 μg / dl) tidak
termasuk sindrom Cushing dengan Sensitivitas dan spesifisitas mendekati 100%.
4. Uji saliva. Kadar kortisol biasanya naik dan turun sepanjang hari. Pada orang tanpa
Cushing’s disease, kadar kortisol turun secara signifikan di malam hari. Dengan
menganalisis kadar kortisol dari sampel air liur kecil yang dikumpulkan larut malam,
dokter dapat melihat apakah tingkat kortisol terlalu tinggi, menunjukkan diagnosis
sindrom Cushing. Kortisol dengan Nilai> 2 ng / ml (5,5 nmol / l) memiliki sensitivitas
100% Dan spesifisitas 96% untuk sindrom Cushing.15
5. Sampling sinus petrosal. Tes ini dapat membantu menentukan apakah penyebab sindrom
Cushing endogen terdapat pada hipofisis atau di tempat lain. Untuk tes tersebut, sampel
darah diambil dari sinus petrosal - vena yang mengalirkan kelenjar pituitary.
6. Imaging tests. Untuk melihat lokasi dari tumor biasanya menggunakan MRI atau CT
Scan untuk melihat tubuh pasien dan mengamati tumor sesuai dengan test ACTH. Akan
dilakukan MRI Scan pada kelenjar pituitary jika level ACTH tinggi. MRI atau CT-Scan
pada kelenjar adrenal jika level ACTH rendah.5
2.8 Radiologi
Cushing’s disease seperti dijelaskan sebelumnya dapat berupa costicotrope pituitary
adenoma microadenoma dan macroadenoma. Untuk mendeteksi adanya microadenoma dan
macroadenoma dapat digunakan CT-scan atau MRI. Meskipun CT mampu mendeteksi hingga
6
80-90% mikroadenoma antara ukuran 5-10mm, sangat teknik dan tergantung pada radiologi, dan
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi nodul yang lebih kecil. MRI kemudian menjadi
pilihan pemeriksaan penunjang apabila CT-scan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. MRI
juga dapat digunakan untuk melakukan tes radiologi pada kelenjar adrenal untuk menilai aktifitas
adrenal. Gambaran MRI adrenal dari Cushing’s diseases ditunjukkan oleh gambar di bawah
ini.5,11,12
Kortisol saliva menunjukkan korelasi yang sangat tinggi dengan kadar kortisol serum, yang
membuat metode ini menjadi metode yang mudah digunakan untuk mengukur konsentrasi kortisol
tanpa menimbulkan tekanan pada pasien rawat jalan. Untuk tes ini, air liur harus dikumpulkan saat tidur
atau antara jam 23:00 dan 24:00, dan disarankan bahwa kadar kortisol saliva diperiksa lebih dari dua kali.
Jika konsentrasi kortisol saliva pada suhu kamar melebihi nilai cutoff 0,13 μg / dL (3,6 nmol / L) , ini
didefinisikan sebagai temuan positif.
DMST semalam adalah tes skrining yang paling banyak digunakan untuk Cushing’s
disease (CD) . Dalam tes ini, 1 mg deksametason diberikan secara oral antara jam 23:00 dan
24:00, dan darah dikumpulkan antara jam 08:00 dan 09:00 pada hari berikutnya untuk
mengukur tingkat kortisol serum. Jika konsentrasi kortisol serum> 1,8 μg / dL (50 nmol / L), ini
didefinisikan sebagai temuan positif.
c. Uji stimulasi Desmopressin16
7
Tes stimulasi desmopressin bergantung pada peningkatan pelepasan ACTH yang terjadi pada
85% pasien dengan CD setelah injeksi intravena desmopressin. Dalam tes ini, pasien secara intravena
diberikan 4 μg desmopressin, dan darah dikumpulkan selama periode hingga 2 jam pada interval 30
menit. Jika kadar ACTH serum meningkat sebesar> 50%, temuan tersebut didefinisikan sebagai positif.
Tes ini berguna untuk menentukan tingkat ACTH setelah operasi untuk CD, dan bukan untuk
diskriminasi CD, karena reseptor V3 yang mengikat desmopressin ditemukan pada 30% tumor di luar
kelenjar pituitari yang mengeluarkan ACTH.
Pseudo cushing yang merupakan ektopik sekresi ACTH
ACTH independent cushing syndrome dapat dikesampingkan pada level ACTH
yang tidak normal atau meningkat
Hiperkortusolisme fungsional selama kehamilan
2.11 Managemen Cushing’s Diseases
Selektif trans sphenoidal resection adalah salah satu pilihan terapi untuk Cushing’s
Diseases. Tingkat keberhasilan terapi ini adala 80% untuk microadenoma dan <50% untuk
macroadenoma. Pada pasien tua
dimana hormon pertumbuhan dan
fertilitas tidak terlalu dibutuhkan
disarankan untuk hemi atau total
hypopisektomi.12,18 Ketika terapi
surgery tidak berhasil dapat dilakukan
terapi radiasi. Namun keberhasilan
terapi ini hanya 15%, karena cara
kerjanya yang lambat.11 Disamping itu
diperlukan kombinasi dengan
stereogenic inhibitor untuk memblok
efek adrenal ketika kadar ACTH masih
8
tinggi. Ketika pembedahan tidak menjadi pilihan atau terapi pembedahan gagal dapat dilakukan
penangan dengan farmakologi.Terapi farmakologi terdiri dari pasireotide (somastatin analog),
ketoconazole, mifepristone (glukokortikoid receptor antagonis), metyrapone. Pasireotide
digunakan untuk menurunkan kadar ACTH, namun adapun efek samping dari obat ini yaitu
menakibatkan hiperglicemia dan diabetes pada 70% pasiennya.7,8,9,12 Mifepristone bekerja
memblok aksi peripheral cortisol dan dapat mengatasi hiperglisemia. Metyrapone menginhibisi
aktivitas 11β-hydroxylase dan menurunkan kadar cortisol di dalam plasma pada 70%
pasien.18,20,21
2.12 Komplikasi
Pasien dengan Cushing Disease memiliki tingkat mortalitas empat kali lebih tinggi
daripada subjek usia dan jenis kelamin yang sama. Hal ini disebabkan oleh komplikasi dari
sindrom ini. Sebagian besar komplikasi berkorelasi dengan efek langsung dan / atau tidak
langsung kelebihan glukokortikoid, dan karena itu, tujuan utama di pencegahan dan penanganan
komplikasi adalah koreksi dari Hiperkortisolisme. Jadi tanpa penanganan yang baik dari penyakit
ini akan menyebabkan komplikasi sebagi berikut:6,11,12
2.13 Prognosis
Risiko dari keadaan kronis hiperkortisolik atau Cushing’s disease adalah termasuk
didalamnya morbiditas dan mortilitas akibat peningkatan faktor risiko penyakit cardio-vascular
seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, dan sindrom metabolik yang dapat
menyebabkan defek jantung. Selain itu, hiperkortisolik juga bertanggung jawab terhadap
koagulopati dan artherosklerosis yang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
cardio-vascular. Data terakhir menunjukkan bagian dari kerusakan akibat hiperkortisolism
9
mungkin tetap ada setelah remisi bahkan jika risiko kematiannya sudah kembali normal.
Frekuensi dari penyakit infeksi juga akan meningkat yang menyebabkan penundaan terhadap
penyembuhan penyakit. Hiperkortisolism juga bisa menginduksi terjadinya osteoporosis berat
pada 30% kasus dan osteopenia bisa terjadi pada 50%dari kasus. Kelebihan kortisol akut juga
dapat menginduksi terjadinya hipokalemi berat seperti peningkatan tekanan darah dan kadang
menimbulkan tanda psikiatri. Lebih dari 50% kasus pada pasien Cushing’s disease menunjukkan
tanda psikiatri dari depresi ringan hingga berat dan terjadi gangguan fungsi kognitif.10,13,22
BAB III
KESIMPULAN
Diagnosis Cushing’s disease cukup sulit. Gejala klinis tidak spesifik, tidak ada kombinasi
tes laboratorium yang terdiri dari tes stimulasi desmopressin, tes kortisol saliva, DMST semalam dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis Cushing’s disease,16,17 pemeriksaan
MRI memiliki sensitivitas 60-70% dan spesifisitas mendekati 85%.5 Cushing’s disease harus
dibedakan dari pseudo cushing, ACTH independent cushing syndrome, dan hiperkortusolisme
10
fungsional selama kehamilan.1 Komplikasi yang dapat terjadi pada Cushing’s disease antara lain
gangguan kardiovaskular, sindrom metabolik, osteoporosis, perubahan psikologis dan kognitif. 6
Daftar Pustaka
12