Anda di halaman 1dari 12

CUSHING’S DISEASES

SGD KUA 9

1. NI WAYAN SINTYABUDI KUMALAPATNI 1502005093


2. NYOMAN ANGGA P. DARMA 1502005133
3. KOMANG ERDWIN WICAKSANA 1502005157
4.NI NYOMAN ADI WIDIASTUTI 1502005210
5. PANDE PUTU AGUNG WILLA KESAWA P. 1502005233
6. PUTU EKSA BIDJA Y.P. 1502005258
7. MADE DRAJAT JULIANAN 1502005024
8. GUSTI AYU SRI ARI SWANDEWI 1502005042
9. MADE NANDA SAPUTRA 1502005059
10. KOMANG SAPUTRA YADNYA 1502005074
11. PUTU SERIARI AMBARINI 1502005114
12. KADEK PUJA ASMARA MIRANDA 1502005134
13. I PUTU GEDE DANIKA A. 1502005235
14. NI WAYAN ARIATI T.D 1502005260

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA


2017

BAB I

PENDAHULUAN

Cushing’s disease atau yang dikenal dengan nama hiperadrenokortisme atau


hiperkortisolisme adalah penyakit yang disebabkan hipersekresi hormon adrenokorikotropin,
dipicu oleh adenoma hipofisis, dan menimbulkan hipersekresi cortisol. Hal ini menyebabkan
kandungan kortisol dalam darah berlebihan.1

Kejadian pada anak-anak sangat jarang terjadi, dan pada usia dewasa terjadi pada decade
ketiga atau keempat. Cushing’s disease yang tidak mendapat terapi meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, karena komplikasi kardiovaskular, infeksi dan gangguan pskiatri.2,3

Peningkatan kadar kortisol menyebabkan timbulnya gejala seperti obesitas, gejala


kekurangan protein, penurunan massa tulang, tekanan darah tinggi. Gejala yang paling sering
timbul adalah obesitas, sedangkan gejala yang paling sensitif adalah distribusi lemak yang
abnormal. Osteoporosis dan myopati merupakan gejala yang paling sensitif untuk
hiperkortisolisme. Tidak ada tanda-tanda biologis yang spesifik meliputi hipokalemi dan
diabetes. Hitung darah dapat menunjukkan peningkatan hemoglobin, neutrofil dan penurunan
limfosit atau eosinofil.4 Penyebab timbulnya cushing’s disease adalah adenoma hipofisis, faktor
genetik, dan mekanisme molekuler.5 Komplikasi yang dapat terjadi pada Cushing’s disease
antara lain gangguan kardiovaskular, sindrom metabolik, osteoporosis, perubahan psikologis dan
6
kognitif. Pembedahan transphenoidal merupakan penanganan lini pertama yang harus
dilakukan pada pasien penderita cushing’s disease. Selain itu pasien juga dapat diberikan
steroidogenesis inhibitors, glucocorticoid receptor antagonist, ACTH-lowering agents.7,8,9

2
BAB II
ISI

2.1 Definisi

Cushing’s disease adalah kelainan hormonal dan merupakan kondisi langka dimana
terjadinya produksi berlebihan (Adrenocorticotrophic Hormone) ACTH dari kelenjar pituitari
yang dapat menyebabkan tingginya kandungan hormon kortisol dalam tubuh (Hypercortisolism).
Istilah Cushing’s disease harus dibedakan dari Cushing syndrome, dimana Cushing’s diseases
merupakan istilah spesifik untuk Cushing’s Syndrome yang disebabkan karena pituitary
corticotrope adenoma, sedangkan Cushing’s syndrome merupakan sekumpulan gejala akibat
paparan kronis dari kelebihan glukokortikoid. Cushing’s syndorome bisa karena ACTH-
dependent (pituitary corticotrope adenoma, sekresi ektopik ACTH akibat nonpituitari tumor) atau
ACTH-independent (adrenocortical adenoma, adrenocortical carcinoma, nodular adrenal
hyperplasia), atau bisa karena iatrogenik (konsumsi obat glukokortikoid untuk mengatasi
inflamasi).1,12

2.2 Epidemiologi

Insiden terjadinya Cushing’s disease bisa dikatakan relatif jarang terjadi yaitu berkisar
antara 1-2 kasus per seratus ribu populasi per tahun. Cushing’s disease akibat tumor adrenal
maupun pituitari kasusnya lebih sering terjadi pada wanita, dengan angka kejadian 5-10 kali
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dengan pengecualian pada wanita
prepubertas, Cushing’s diseases lebih sering terjadi pada laki-laki. Cenderung menyerang umur
25-40 tahun.2

2.3 Etiologi

Paparan kronis dari kelebihan glukokortikoid dapat menimbulkan sekumpulan gejala


yang disebut Cushing’s syndrome. Penyebab Cushing’s Syndrome terbagi menjadi penyebab
endogen (ACTH-dependent, ACTH-independent) dan eksogen (iatrogenik) seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Cushing’s syndrome akibat penyebab endogen yaitu pituitary adenoma
sering disebut Cushing’s disease dan terjadi di 70% kasus. Pada 90% kasus Cushing’s disease,

3
peningkatan ACTH disebabkan karena corticotrope pituitary adenoma. Pituitary adenoma
menyebabkan sekresi ACTH tidak dapat dikendalikan sehingga menghasilkan kortisol yang lebih
banyak. Pada corticotrope pituitary adenoma 90% nya adalah microadenoma.1,11,12

2.4 Faktor Resiko

Kejadian Cushing’s disease meningkat seiring dengan kondisi yang menyertai pasien
seperti central obesitas, diabetes tipe 2, dan osteoporotik vertebral fraktur. Pada pasien diabetes
tipe 2 akan terjadi penurunan kontrol kadar glukosa darah dan hipertensi, dimana prevalensi
untuk terjadinya Cushing’s disease berkisar antara 2%-5%.12

2.5 Gejala dan Tanda Klinis

Pasien dengan cushing syndrome kemungkinan mengeluh adanya peningkatan berat


badan, terutama di bagian wajah, supraclavicular region, upper back, dan badan. Sering juga
pasien mengalami perubahan pada kulit, termasuk tanda kerutan keunguan, mudah memar, dan
tanda lain yang menunjukkan terjadinya penipisan pada kulit. Akibat lemahnya otot proximal
yang progresif, pasien cenderung mengalami kesulitan menaiki tangga, bangun dari duduk
dengan kursi yang rendah, dan mengangkat tangan.4,12
Menstruasi yang tidak teratur, amenorrhea, infertilitas, dan penurunan libido dapat terjadi
pada wanita yang terkait dengan penghambatan sekresi luteinizing hormone (LH) dan follicle-
stimulating hormone (FSH), yang kemungkinan disebabkan oleh gangguan pelepasan hormone
luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) pulse generation. Pada pria terhambatnya
fungsi LHRH dan FSH/LH dapat menyebabkan penurunan libido dan impotensi.4
Masalah psikologis seperti depresi, disfungsi kognitif, dan kemampuan emosional bisa
terjadi. Onset baru yang memperburuk hipertensi dan diabetes mellitus, penyembuhan luka yang
lama, peningkatan infeksi, osteopenia, dan fraktur osteoporosis dapat terjadi.3,4
Tanda dan gejala yang secara khusus terkait dengan endogenous Cushing syndrome/Cushing
Disease meliputi :
- Penderita tumor pituitary yang memproduksi ACTH : Sakit kepala, polyuria, nokturia,
masalah pada keadaan visual, atau galactorrhea
- Penderita dengan efek massa tumor pada hipofisis anterior: Hyposomatotropism,
hypothyroidism, hyperprolactinemia, hypoprolactinemia, dan hypogonadism.

4
Penderita dengan karsinoma adrenal sebagai penyebab sindrom Cushing: Onset cepat pada gejala
kelebihan glukokortikoid bersamaan dengan hiperandrogenisme yang dipresentasikan sebagai
virilisasi pada wanita atau feminisasi pada pria.4,11,12

2.6 Patofisiologi

Cushing’s Disease dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang mencakup tumor
kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi kortex adrenal untuk
meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah
yang adekuat.Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya humor hipofisis
(jarang terjadi). Pemberian kortikosteroid / ACTH dapat pula menimbulkan Cushing’s Disease.
Penyebab lain Cushing’s Disease yang jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh
malignitas, karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan.
Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan
fungsi kortex adrenal menjadi tidak efektif & pola sekresi di urnal kortisol yang normal akan
menghilang. Tanda & gejala sindrom custing terutama terjadi sebagai akibat dari selaresi
glukokortikoid & androgen (hormon) yang berlebihan, meskipun sekress mineralokortikoid juga
dapat terpengaruh.1,11,12

Gambar 1. Patofisiologi Cushing’s disease

5
2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis Cushing’s disease itu sulit karena tanda dan gejala klinis tidak spesifik.
Adapun beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis Cushing’s diseases.6,11,12

1. Tes urin dan darah. Tes ini mengukur kadar hormon dalam urin dan darah dan
menunjukkan apakah tubuh memproduksi kortisol berlebihan. Untuk tes urine, pasien
mungkin diminta mengumpulkan urin selama 24 jam (diulang setidaknya 2 kali). Sampel
urin dan darah akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis untuk kadar kortisol. Nilai
harus di atas 220-330 nmol / 24 h Tergantung pada tes, dalam sindrom Cushing.
2. Respon kortisol terhadap deksametason 1 mg semalam . Suppression test: nilai kortisol
<50 nmol / l (<2 μg / dl) tidak termasuk sindrom Cushing dengan sensitivitas tinggi
(95%) namun spesifisitas rendah.17
3. Respon kortisol terhadap dexamethasone dosis rendah Suppression test (0,5 mg
deksametason setiap 6 Jam selama 48 jam): nilai kortisol <50 nmol / l (<2 μg / dl) tidak
termasuk sindrom Cushing dengan Sensitivitas dan spesifisitas mendekati 100%.
4. Uji saliva. Kadar kortisol biasanya naik dan turun sepanjang hari. Pada orang tanpa
Cushing’s disease, kadar kortisol turun secara signifikan di malam hari. Dengan
menganalisis kadar kortisol dari sampel air liur kecil yang dikumpulkan larut malam,
dokter dapat melihat apakah tingkat kortisol terlalu tinggi, menunjukkan diagnosis
sindrom Cushing. Kortisol dengan Nilai> 2 ng / ml (5,5 nmol / l) memiliki sensitivitas
100% Dan spesifisitas 96% untuk sindrom Cushing.15
5. Sampling sinus petrosal. Tes ini dapat membantu menentukan apakah penyebab sindrom
Cushing endogen terdapat pada hipofisis atau di tempat lain. Untuk tes tersebut, sampel
darah diambil dari sinus petrosal - vena yang mengalirkan kelenjar pituitary.
6. Imaging tests. Untuk melihat lokasi dari tumor biasanya menggunakan MRI atau CT
Scan untuk melihat tubuh pasien dan mengamati tumor sesuai dengan test ACTH. Akan
dilakukan MRI Scan pada kelenjar pituitary jika level ACTH tinggi. MRI atau CT-Scan
pada kelenjar adrenal jika level ACTH rendah.5
2.8 Radiologi
Cushing’s disease seperti dijelaskan sebelumnya dapat berupa costicotrope pituitary
adenoma microadenoma dan macroadenoma. Untuk mendeteksi adanya microadenoma dan
macroadenoma dapat digunakan CT-scan atau MRI. Meskipun CT mampu mendeteksi hingga
6
80-90% mikroadenoma antara ukuran 5-10mm, sangat teknik dan tergantung pada radiologi, dan
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi nodul yang lebih kecil. MRI kemudian menjadi
pilihan pemeriksaan penunjang apabila CT-scan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. MRI
juga dapat digunakan untuk melakukan tes radiologi pada kelenjar adrenal untuk menilai aktifitas
adrenal. Gambaran MRI adrenal dari Cushing’s diseases ditunjukkan oleh gambar di bawah
ini.5,11,12

Gambar 2. Bilateral hyperplasia adrenal

2.9 Tes Laboratorium

a. Late night salivary cortisol and serum cortisol tests15

Kortisol saliva menunjukkan korelasi yang sangat tinggi dengan kadar kortisol serum, yang
membuat metode ini menjadi metode yang mudah digunakan untuk mengukur konsentrasi kortisol
tanpa menimbulkan tekanan pada pasien rawat jalan. Untuk tes ini, air liur harus dikumpulkan saat tidur
atau antara jam 23:00 dan 24:00, dan disarankan bahwa kadar kortisol saliva diperiksa lebih dari dua kali.
Jika konsentrasi kortisol saliva pada suhu kamar melebihi nilai cutoff 0,13 μg / dL (3,6 nmol / L) , ini
didefinisikan sebagai temuan positif.

b. Overnight DMST (dexamethasone suppression test)17

DMST semalam adalah tes skrining yang paling banyak digunakan untuk Cushing’s
disease (CD) . Dalam tes ini, 1 mg deksametason diberikan secara oral antara jam 23:00 dan
24:00, dan darah dikumpulkan antara jam 08:00 dan 09:00 pada hari berikutnya untuk
mengukur tingkat kortisol serum. Jika konsentrasi kortisol serum> 1,8 μg / dL (50 nmol / L), ini
didefinisikan sebagai temuan positif.

c. Uji stimulasi Desmopressin16

7
Tes  stimulasi desmopressin bergantung pada peningkatan pelepasan ACTH yang terjadi pada

85% pasien dengan CD setelah injeksi intravena desmopressin. Dalam tes ini, pasien secara intravena

diberikan 4 μg desmopres­sin, dan darah dikumpulkan selama periode hingga 2 jam pada interval 30

menit. Jika kadar ACTH serum meningkat sebesar> 50%, temuan tersebut didefinisikan sebagai positif.

Tes   ini   berguna   untuk   menentukan   tingkat   ACTH   setelah   operasi   untuk   CD,   dan   bukan   untuk

diskriminasi CD, karena reseptor V3 yang mengikat desmopressin ditemukan pada 30% tumor di luar

kelenjar pituitari yang mengeluarkan ACTH.

2.10 Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding dari Cushing’s diseases adalah sebagai berikut:11,19

­ Pseudo cushing yang merupakan ektopik sekresi ACTH
­ ACTH independent cushing syndrome dapat dikesampingkan pada level ACTH 

yang tidak normal atau meningkat
­ Hiperkortusolisme fungsional selama kehamilan
2.11 Managemen Cushing’s Diseases

Selektif trans sphenoidal resection adalah salah satu pilihan terapi untuk Cushing’s
Diseases. Tingkat keberhasilan terapi ini adala 80% untuk microadenoma dan <50% untuk
macroadenoma. Pada pasien tua
dimana hormon pertumbuhan dan
fertilitas tidak terlalu dibutuhkan
disarankan untuk hemi atau total
hypopisektomi.12,18 Ketika terapi
surgery tidak berhasil dapat dilakukan
terapi radiasi. Namun keberhasilan
terapi ini hanya 15%, karena cara
kerjanya yang lambat.11 Disamping itu
diperlukan kombinasi dengan
stereogenic inhibitor untuk memblok
efek adrenal ketika kadar ACTH masih

8
tinggi. Ketika pembedahan tidak menjadi pilihan atau terapi pembedahan gagal dapat dilakukan
penangan dengan farmakologi.Terapi farmakologi terdiri dari pasireotide (somastatin analog),
ketoconazole, mifepristone (glukokortikoid receptor antagonis), metyrapone. Pasireotide
digunakan untuk menurunkan kadar ACTH, namun adapun efek samping dari obat ini yaitu
menakibatkan hiperglicemia dan diabetes pada 70% pasiennya.7,8,9,12 Mifepristone bekerja
memblok aksi peripheral cortisol dan dapat mengatasi hiperglisemia. Metyrapone menginhibisi
aktivitas 11β-hydroxylase dan menurunkan kadar cortisol di dalam plasma pada 70%
pasien.18,20,21

2.12 Komplikasi

Pasien dengan Cushing Disease memiliki tingkat mortalitas empat kali lebih tinggi
daripada subjek usia dan jenis kelamin yang sama. Hal ini disebabkan oleh komplikasi dari
sindrom ini. Sebagian besar komplikasi berkorelasi dengan efek langsung dan / atau tidak
langsung kelebihan glukokortikoid, dan karena itu, tujuan utama di pencegahan dan penanganan
komplikasi adalah koreksi dari Hiperkortisolisme. Jadi tanpa penanganan yang baik dari penyakit
ini akan menyebabkan komplikasi sebagi berikut:6,11,12

 Komplikasi dan faktor risiko Kardiovaskular meliputi hipertensi, gangguan tolerasi


glukosa dan diabetes, obesitas, hiperlipidemia, koagulopati
 Sindrom metabolic termasuk resistensi insulin, adiposa viseral, dislipidemia, Intoleransi
karbohidrat, dan / atau diabetes mellitus Tipe 2, koagulopati, dan hipertensi secara
langsung atau tidak langsung konsekuensi dari kelebihan kortisol secara kronis
 Osteoporosis
 Perubahan psikologis dan kognitif
 Perubahan system endokrin lainnya

2.13 Prognosis

Risiko dari keadaan kronis hiperkortisolik atau Cushing’s disease adalah termasuk
didalamnya morbiditas dan mortilitas akibat peningkatan faktor risiko penyakit cardio-vascular
seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, dan sindrom metabolik yang dapat
menyebabkan defek jantung. Selain itu, hiperkortisolik juga bertanggung jawab terhadap
koagulopati dan artherosklerosis yang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
cardio-vascular. Data terakhir menunjukkan bagian dari kerusakan akibat hiperkortisolism
9
mungkin tetap ada setelah remisi bahkan jika risiko kematiannya sudah kembali normal.
Frekuensi dari penyakit infeksi juga akan meningkat yang menyebabkan penundaan terhadap
penyembuhan penyakit. Hiperkortisolism juga bisa menginduksi terjadinya osteoporosis berat
pada 30% kasus dan osteopenia bisa terjadi pada 50%dari kasus. Kelebihan kortisol akut juga
dapat menginduksi terjadinya hipokalemi berat seperti peningkatan tekanan darah dan kadang
menimbulkan tanda psikiatri. Lebih dari 50% kasus pada pasien Cushing’s disease menunjukkan
tanda psikiatri dari depresi ringan hingga berat dan terjadi gangguan fungsi kognitif.10,13,22

BAB III
KESIMPULAN

Cushing’s diseases merupakan istilah spesifik untuk Cushing’s Syndrome yang


disebabkan karena pituitary corticotrope adenoma yang dapat menyebabkan tingginya
kandungan hormon kortisol dalam tubuh (Hypercortisolism).1 Insiden terjadinya Cushing’s
disease bisa dikatakan relatif jarang terjadi yaitu berkisar antara 1-2 kasus per seratus ribu
populasi per tahun.2 Pada 90% kasus Cushing’s disease, peningkatan ACTH disebabkan karena
corticotrope pituitary adenoma. Pituitary adenoma menyebabkan sekresi ACTH tidak dapat
dikendalikan sehingga menghasilkan kortisol yang lebih banyak.12 Peningkatan kadar kortisol
menyebabkan timbulnya gejala seperti obesitas, gejala kekurangan protein, penurunan massa
tulang, tekanan darah tinggi. Gejala yang paling sering timbul adalah obesitas, sedangkan gejala
yang paling sensitif adalah distribusi lemak yang abnormal. Osteoporosis dan myopati
merupakan gejala yang paling sensitif untuk hiperkortisolisme.4

Diagnosis Cushing’s disease cukup sulit. Gejala klinis tidak spesifik, tidak ada kombinasi
tes laboratorium yang terdiri dari tes stimulasi desmopressin, tes kortisol saliva, DMST semalam dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis Cushing’s disease,16,17 pemeriksaan
MRI memiliki sensitivitas 60-70% dan spesifisitas mendekati 85%.5 Cushing’s disease harus
dibedakan dari pseudo cushing, ACTH independent cushing syndrome, dan hiperkortusolisme

10
fungsional selama kehamilan.1 Komplikasi yang dapat terjadi pada Cushing’s disease antara lain
gangguan kardiovaskular, sindrom metabolik, osteoporosis, perubahan psikologis dan kognitif. 6

Pembedahan transsphenoidal merupakan penanganan lini pertama yang harus dilakukan


pada pasien penderita cushing’s disease. Selain itu pasien juga dapat diberikan steroidogenesis
inhibitors, glucocorticoid receptor antagonist, ACTH-lowering agents. 7,8,9 Risiko dari keadaan
kronis hiperkortisolik atau Cushing’s disease adalah termasuk didalamnya morbiditas dan
mortilitas akibat peningkatan faktor risiko penyakit cardio-vascular seperti hipertensi,
dislipidemia, diabetes melitus, dan sindrom metabolik yang dapat menyebabkan defek jantung.22

Daftar Pustaka

1. Bertagna X, Guignat L, Groussin L, Bertherat J:Cushing's disease.Best Pract Res Clin


Endocrinol Metab 2009, 23:607–623.
2. Steffensen C, Bak AM, Rubeck KZ, Jorgensen JO:Epidemiology of Cushing's
syndrome.Neuroendocrinology 2010,92 (Suppl 1):1–5.
3. Jeffcoate WJ, Silverstone JT, Edwards CR, Besser GM: Psychiatric manifestations of
Cushing's syndrome: response to lowering of plasma cortisol. Q J Med 1979, 48: 465 –
472
4. Ross EJ, Linch DC: Cushing's syndrome – killing disease: discriminatory value of signs
and symptoms aiding early diagnosis. Lancet 1982, 2: 646 – 649.
5. Hall WA, Luciano MG, Doppman JL, Patronas NJ, Oldfield EH: Pituitary magnetic
resonance imaging in normal human volunteers: occult adenomas in the general
population. Ann Intern Med 1994, 120: 817 – 820.
6. Arnaldi G, Angeli A, Atkinson AB, Bertagna X, Cavagnini F, Chrousos GP, Fava GA,
Findling JW, Gaillard RC, Grossman AB, et al: Diagnosis and complications of Cushing's
syndrome: a consensus statement. J Clin Endocrinol Metab 2003, 88:5593–5602.
7. Arnaldi G, Boscaro M: Pasireotide for the treatment of Cushing's disease. Expert Opin
Investig Drugs 2010, 19: 889 – 898.
8. Feelders RA, de Bruin C, Pereira AM, Romijn JA, Netea-Maier RT, Hermus AR, Zelissen
PM, van Heerebeek R, de Jong FH, van der Lely AJ, et al : Pasireotide alone or with
cabergoline and ketoconazole in Cushing's disease. N Engl J Med 2010, 362: 1846 –
1848.
9. Boscaro M, Ludlam WH, Atkinson B, Glusman JE, Petersenn S, Reincke M, Snyder P,
Tabarin A, Biller BM, Findling J, et al : Treatment of pituitary- dependent Cushing's
disease with the multireceptor ligand somatostatin analog pasireotide (SOM230): a
multicenter, phase II trial. J Clin.
11
10. National Institute of Diabetes and Digestive Kidney Disease. Cushing’s Syndrome. U.S.
Department of Health and Human Services 2008; 1 – 10.
11. Greenspan, Francis S..1997. Basic & Clinical Endocrinology 5th Edition. USA : Appleton
& Lange.
12. Kasper, Dennis L., et al..2015. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19 th Edition.
USA : McGraw-Hill Education; 3136-3140.
13. Pereira AM, Delgado V, Romijn JA, Smit JW, Bax JJ, Feelders RA. Cardiac dysfunction
is reversed upon successful treatment of Cushing's syndrome. Eur J Endocrinol. 2010
Feb. 162 (2):331-40.
14. Newell-Price J, Bertagna X, Grossman AB, Nieman LK. Cushing’s syndrome. Lancet
2006;367:1605-17.
15. Nieman LK, Biller BM, Findling JW, Newell-Price J, Savage MO, Stewart PM, Montori
VM. The diagnosis of Cushing’s syndrome: an Endocrine Society Clinical Practice
Guideline. J Clin Endocrinol Metab 2008;93:1526-40.
16. Reimondo G, Paccotti P, Minetto M, Termine A, Stura G, Bergui M, Angeli A, Terzolo M.
The corticotrophin-releasing hormone test is the most reliable noninvasive method to
differentiate pituitary from ectopic ACTH secretion in Cushing’s syndrome. Clin
Endocrinol (Oxf) 2003;58:718-24.
17. Nieman LK, Chrousos GP, Oldfield EH, Avgerinos PC, Cutler GB Jr, Loriaux DL. The
ovine corticotropin-releasing hormone stimulation test and the dexamethasone
suppression test in the differential diagnosis of Cushing’s syndrome. Ann Intern Med
1986;105:862-7.
18. Hammer GD, Tyrrell JB, Lamborn KR, Applebury CB, Hannegan ET, Bell S, Rahl R, Lu
A, Wilson CB. Transsphenoidal microsurgery for Cushing’s disease: initial out come and
long-term results. J Clin Endocrinol Metab 2004;89:6348-57.
19. Newell-Price J. Diagnosis/differential diagnosis of Cushing’s syndrome: a review of best
practice. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab 2009;23 Suppl 1:S5-14.
20. Fleseriu M. Medical management of persistent and recurrent cushing disease. Neurosurg
Clin N Am 2012;23:653-68.
21. Castinetti F, Brue T, Conte-Devolx B. The use of the glucocorticoid receptor antagonist
mifepristone in Cushing’s syndrome. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes 2012;19: 295-
9.
22. Melanson KJ, McInnis KJ, Rippe JM, Blackburn G, Wilson PF. Obesity and
cardiovascular disease risk: research update. Cardiol Rev 2001;9:202-7.

12

Anda mungkin juga menyukai