Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No.

2, Juli 2016 : 1-72

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN KEJANG DEMAM DI RUANG


PERAWATAN ANAK RSU ANUTAPURA PALU

Adhar Arifuddin

Program studi kesehatan masyarakat, fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan


Universitas tadulako, jl. Soekarno hatta KM 9, Palu, 94116, Indonesia
E-mail: adhararifuddin@yahoo.co.id

ABSTRAK
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.
Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun.
Prevalensi kasus ini di indonesia mencapai 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30%
diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
risiko kejadian kejang demam di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Jenis penelitian yang
digunakan ialah survei analitik dengan rancangan case control. Sampel dalam penelitian ini ialah anak
usia 6-60 bulan sebanyak 153 anak yang diambil secara accidental sampling. Hasil penelitian ini diuji
secara statistik dengan uji Chi-square menggunakan rumus Odds ratio (OR) pada tingkat kepercayaan
95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Riwayat Kejang Keluarga (OR=3,902), Suhu Tubuh
(OR=87,838) dan BBLR (OR=2,830) merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada anak.
Diharapkan agar institusi kesehatan lebih mensosialisasikan tentang penanganan dan pencegahan
kejadian kejang demam kepada orang tua anak.

Kata Kunci : Faktor Risiko, Kejang Demam

ABSTRACT
A febrile seizure is a neurological disorder that is most common in infants and children. Approximately
2.2 % to 5 % of children have experienced febrile seizures before they reach the age of 5 years. The
prevalence of these cases in Indonesia reaches 2-5 % of children aged 6 months to 3 years and 30 % of
them will have recurrent febrile seizures. This research aims to determine the risk factors for the
incidence of febrile seizures in the child care room of public hospital Anutapura Palu. This type of
research is analytic survey case control design. The sample in this study was children aged 6-60 months
153 children were taken by accidental sampling. These results were statistically tested with the Chi-
square test using the formula odds ratio (OR) at 95% confidence level. The results showed that the
Family History seizures (OR = 3.902), body temperature (OR = 87.838) and LBW (OR = 2.830) are risk
factors for the incidence of febrile seizures in children. It is hoped that further promote medical
institutions on the management and prevention of febrile seizure incident to the child's parents.

Key words : Risk Factors, Febrile Seizures

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 60


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

mengalami kejang demam sebelum


PENDAHULUAN
mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang
Kesehatan merupakan salah satu demam adalah kejang yang terjadi pada
kebutuhan dasar manusia. Indikator anak berusia 6 bulan sampai dengan 5
kesehatan suatu bangsa salah satunya tahun dan berhubungan dengan demam
masih dilihat dari tinggi atau rendahnya serta tidak didapatkan adanya infeksi
angka kematian bayi. Target MDG’s ataupun kelainan lain yang jelas di
(Millenium Development Goals) sampai intrakranial.[5]
dengan tahun 2015 adalah mengurangi Prevalensi kejang demam sekitar 2–
angka kematian bayi dan balita sebesar 5% pada anak balita. Umumnya terjadi
dua per tiga dari tahun 1990 yaitu pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun.
sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup.[1,2] Ada beberapa faktor yang ikut
Angka kesakitan bayi menjadi mempengaruhi, diantaranya; usia, jenis
indikator kedua dalam menentukan kelamin, riwayat kejang dan epilepsi
derajat kesehatan anak, karena nilai dalam keluarga, dan normal tidaknya
kesehatan merupakan cerminan dari perkembangan neurologi. Menurut
lemahnya daya tahan tubuh bayi dan Nadirah (2011), di antara semua usia,
anak balita. Angka kesakitan tersebut bayi yang paling rentan terkena step
juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, atau kejang demam berulang. Risiko
jaminan pelayanan kesehatan anak, tertinggi pada umur di bawah 2 tahun,
perlindungan kesehatan anak, faktor yaitu sebanyak 50% ketika kejang
sosial anak, dan pendidikan ibu. Salah demam pertama. Sedang bila kejang
satu penyakit tersering yang di derita pertama terjadi pada umur lebih dari 2
oleh anak adalah penyakit kejang tahun maka risiko berulangnya kejang
demam.[3] sekitar 28%. Selain itu, dari jenis
UNICEF (United Nations kelamin juga turut mempengaruhi.
International Children's Emergency Meskipun beberapa penelitian
Fund) telah memainkan peranan yang melaporkan bahwa anak laki-laki lebih
besar dalam memperingatkan dunia sering mengalami kejang demam
mengenai beban yang sangat berat dibanding anak perempuan, namun
akibat penyakit dan kematian yang risiko berulangnya kejang demam tidak
dialami oleh anak-anak di dunia. berbeda menurut jenis kelamin. Riwayat
Bagaimanapun, dalam beberapa dekade kejang dalam keluarga merupakan
penanganan masalah ini diperkirakan risiko tertinggi yang mempengaruhi
bahwa di seluruh dunia 12 juta anak berulangnya kejang demam, yaitu
mati setiap tahunnya akibat penyakit sekitar 50-100%, dan anak-anak yang
atau malnutrisi dan paling sering gejala mengalami keterlambatan
awalnya demam.[4] perkembangan neurologi meningkatkan
Kejang demam merupakan salah risiko terjadinya kejang demam
satu kelainan saraf yang paling sering berulang.
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar Setiap tahunnya kejadian kejang
2,2% hingga 5% anak pernah demam di USA Hampir 1,5 juta, dan

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 61


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

sebagian besar terjadi dalam rentang Umum Dr. Pirngadi pasien yang dirawat
usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak inap sebanyak 155 pada bulan Agustus.
pada usia 18 bulan. Angka kejadian Kemudian pada bulan Desember
kejang demam bervariasi di berbagai berjumlah 177 pasien.[8]
negara. Daerah Eropa Barat dan Riwayat keluarga dengan kejang
Amerika tercatat 2-4% angka kejadian demam sudah banyak diteliti sebagai
Kejang demam per tahunnya. salah satu faktor risiko kejang demam,
Sedangkan di India sebesar 5-10% dan kejang demam diturunkan secara
di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus dominan autosal (Lumbantobing, 2002).
adalah kejang demam sederhana (kejang Faktor keturunan memegang peranan
<15 menit, umum, tonik atau klonik, penting untuk terjadinya kejang demam.
akan berhenti sendiri, tanpa gerakan 25-50% anak dengan kejang demam
fokal atau berulang dalam waktu 24 mempunyai anggota keluarga yang
jam). Sedangkan 20% kasus merupakan pernah mengalami kejang demam
kejang demam komplikata (kejang >15 sekurang-kurangnya sekali.[9]
menit, fokal atau kejang umum Menurut penelitian yang dilakukan
didahului kejang parsial, berulang atau oleh Bethune et al di Halifax, Nova
lebih dari satu kali dalam 24 jam).[6] Scosia, Canada mengemukakan bahwa
Angka kejadian kejang demam di 17% kejadian kejang demam
Asia dilaporkan lebih tinggi dan sekitar dipengaruhi oleh faktor keturunan. Hal
80% - 90% dari seluruh kejang demam ini juga di dukung oleh penelitian yang
sederhana. Hasil rekam medis Rumah dilakukan oleh Talebian dan
sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Mohammadi yang memperoleh hasil
Jakarta tahun 2008 -2010, terdapat 86 bahwa sebesar 42,1% kejadian kejang
pasien dengan kejang 41 (47,7%) pasien demam pada bayi disebabkan oleh
diantaranya mengalami kejang riwayat keluarga yang juga positif
[7]
berulang. kejang demam.[10]
Kejadian kejang demam di Faktor penting lain terjadinya
Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% kejang demam pada anak adalah suhu
anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 badan. Tingginya suhu tubuh pada
tahun dan 30% diantaranya akan keadaan demam sangat berpengaruh
mengalami kejang demam berulang. Di terhadap terjadinya kejang demam
Indonesia khususnya didaerah tegal, karena pada suhu tubuh yang tinggi
jawa tengah tercatat 6 balita meninggal dapat meningkatkan metabolisme tubuh
akibat serangan kejang demam, dari 62 sehingga terjadi perbedaan potensial
kasus penderita kejang demam membran di otak yang akhirnya
(Kuncoro, 2009). Selain itu di Medan melepaskan muatan listrik dan
[9]
penyakit kejang demam menjadi menyebar ke seluruh tubuh.
penyakit peringkat pertama yang Berdasarkan hasil survei awal di
ditangani dokter di Rumah Sakit Umum beberapa rumah sakit yang ada di Kota
Dr. Pirngadi selama Agustus-Desember Palu, jumlah kasus kejadian kejang
2009. Berdasarkan data Rumah Sakit demam cukup banyak. Dibandingkan

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 62


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

dengan perempuan, kejadian kejang 6-60 bulan yang dirawat di ruang


demam kebanyakan terjadi pada anak perawatan anak RSU Anutapura Palu
laki-laki. pada bulan September sampai dengan
Data dari Rekam Medik RSU Oktober yaitu sebanyak 153 anak.
Anutapura Palu kejadian kejang demam
berfluktuasi yang mana pada tahun
2010 jumlah kejadian kejang demam HASIL PENELITIAN
ialah 130 anak, Tahun 2011 ialah 18 Umur Responden
anak (data rawat jalan), Tahun 2012 Distribusi responden menurut
ialah 47 anak dan tahun 2013 ialah 76 golongan umur ibu dalam penelitian ini
anak. bervariasi, mulai dari 19 tahun sampai
Berdasarkan data dari Rekam 50 tahun. Seperti yang disajikan pada
Medik RSU Anutapura Palu pada tahun Tabel 1.
2010 dan 2013 kejadian kejang demam Tabel 1 : Distribusi Responden Menurut
termasuk 10 besar penyakit yang di Kelompok Umur Ibu di Ruang
Perawatan Anak RSU
derita anak di ruangan perawatan anak. Anutapura Palu Tahun 2014
Selain itu kejadian kejang demam juga Kelompok
merupakan 10 besar penyakit poliklinik Persentase
Umur Frekuensi
(%)
anak pada tahun 2010 dan 2013. (Tahun)
19-22 5 3,3
METODE PENELITIAN 23-26 3 2,0
27-30 38 24,8
Jenis penelitian ini adalah survei
31-34 17 11,1
analitik dengan pendekatan case control 35-38 25 16,3
(kasus kontrol) untuk melihat faktor 39-42 34 22,2
risiko Riwayat kejang keluarga, Suhu 43-46 25 16,3
tubuh dan BBLR terhadap kejadian >46 6 3,9
kejang demam pada anak di ruang Total 153 100
perawatan anak RSU Anutapura. Sumber : Data Primer, 2014

Penelitian ini dilaksanakan di ruang


Data pada Tabel 5.1 di atas
perawatan anak Rumah Sakit Umum
menunjukan bahwa kelompok umur ibu
Anutapura Palu. Waktu penelitian
terbanyak adalah pada golongan umur
dilaksanakan pada bulan September-
27-30 tahun yaitu sebanyak 38 orang
Oktober 2014. Populasi dalam
(24,8%) dan yang terendah adalah
penelitian ini adalah seluruh anak yang
kelompok umur ibu pada golongan
menjalani perawatan di ruang perawatan
umur 23-26 tahun yaitu sebanyak 3
anak RSU Anutapura Palu pada tahun
orang (2,0%).
2014, berjumlah 483 anak. Pengambilan
sampel dilakukan secara accidental
Status Pekerjaan
sampling, yaitu teknik pengambilan
Distribusi responden menurut status
sampel yang kebetulan ada atau tersedia
pekerjaan dalam penelitian ini
(Notoatmodjo). Sampel dalam
bervariasi, mulai dari URT, Tani,
penelitian ini adalah anak yang berusia

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 63


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

Wiraswasta, Swasta dan PNS. Seperti Data pada Tabel 3 menunjukkan


yang disajikan pada Tabel 2. bahwa pendidikan terakhir responden
terbanyak adalah SMA sebanyak 53
Tabel 2: Distribusi Responden orang (34,6%), sedangkan pendidikan
Menurut Status Pekerjaan di terakhir terendah adalah SD sebanyak
Ruang Perawatan Anak RSU 29 orang (19,0%).
Anutapura Palu Tahun 2014
Status Frekuensi Persentase Golongan Umur Anak
Pekerjaan (%) Distribusi anak menurut golongan
URT 60 39,2 umur dalam penelitian ini bervariasi,
Tani 11 7,2 mulai dari 7 bulan sampai 60 bulan.
Wiraswasta 23 15,0 Seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Swasta 27 17,6
PNS 32 20,9
Total 153 100 Tabel 4: Distribusi Anak Menurut
Sumber : Data Primer, 2014 Kelompok Umur di Ruang
Perawatan Anak RSU
Data pada Tabel 2 menunjukkan Anutapura Palu Tahun 2014
Kelompok
bahwa golongan pekerjaan responden Persentase
Umur Frekuensi
terbanyak adalah sebagai URT yaitu (%)
(Bulan)
sebanyak 60 orang (39,2%), dan yang 7-13 49 32,0
terendah adalah Tani yaitu sebanyak 11 21-27 31 20,3
orang (7,2%). 35-41 29 19,0
42-48 29 19,0
Tingkat Pendidikan >55 15 9,8
Total 153 100
Distribusi responden menurut
Sumber : Data Primer, 2014
tingkat pendidikan dalam penelitian ini
bervariasi, mulai dari SD, SMP, SMA Data pada Tabel 4 di atas
dan Perguruan Tinggi. Seperti yang menunjukan bahwa kelompok umur
disajikan pada Tabel 3. anak terbanyak adalah golongan umur
7-13 bulan yaitu sebanyak 49 anak
Tabel 3: Distribusi Responden (32,0%) dan yang terendah adalah
Menurut Pendidikan kelompok umur anak pada golongan >
Terakhir di Ruang
55 bulan yaitu sebanyak 15 anak
Perawatan Anak RSU
Anutapura Palu Tahun 2014 (9,8%).
Persentase
Pendidikan Frekuensi
(%) Jenis Kelamin
SD 29 19,0 Distribusi anak menurut jenis
SMP 34 22,2 kelamin dalam penelitian ini adalah
SMA 53 34,6 laki-laki dan perempuan, seperti yang
Perguruan
37 24,2 disajikan pada Tabel 5.
Tinggi
Total 153 100
Sumber: Data Primer, 2014

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 64


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

Tabel 5: Distribusi Anak Menurut menderita kejang demam dibandingkan


Jenis Kelamin di Ruang anak yang tidak mempunyai riwayat
Perawatan Anak RSU kejang keluarga. Karena OR > 1, maka
Anutapura Palu Tahun riwayat kejang keluarga merupakan
2014
Jenis Persentase faktor risiko terhadap kejadian Kejang
Frekuensi Demam.
Kelamin (%)
Laki-laki 88 57,5
Perempuan 65 42,5 Faktor Risiko Faktor Suhu Tubuh
Total 153 100
Sumber : Data Primer, 2014
Terhadap Kejadian Kejang Demam
Pada Anak.
Data pada Tabel 5 menunjukan Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa jenis kelamin terbanyak adalah bahwa anak yang mempunyai Suhu
laki-laki sebanyak 88 (57,5%) dan Tubuh ≥ 37,8° C (risiko tinggi) lebih
terendah adalah jenis kelamin banyak menderita Kejang Demam yaitu
perempuan sebanyak 65 (42,5%). sebanyak 50 anak (98,0%) dibanding
anak yang tidak menderita Kejang
Faktor Risiko Riwayat Kejang Demam yaitu sebanyak 37 anak
Keluarga Terhadap Kejadian Kejang (36,3%). Sedangkan anak yang
Demam Pada Anak. mempunyai Suhu Tubuh < 37,8° C
Data pada Tabel 1 menunjukkan (risiko rendah) lebih banyak yang tidak
bahwa anak yang mempunyai riwayat menderita Kejang Demam yaitu
kejang keluarga (risiko tinggi) lebih sebanyak 65 anak (63,7%) dibanding
banyak menderita Kejang Demam yaitu anak yang menderita Kejang Demam,
sebanyak 31 anak (60,8%) dibanding yaitu sebanyak 1 anak (2,0%).
anak yang tidak menderita Kejang Hasil analisis Odds Ratio (OR)
Demam yaitu sebanyak 29 anak dengan Confidence Interval (CI) 95%
(28,4%). Sedangkan anak yang tidak diperoleh nilai OR = 87,838 (11,650-
mempunyai riwayat kejang keluarga 662,283), hal ini berarti anak yang
(risiko rendah) lebih banyak yang tidak mempunyai suhu tubuh tinggi ≥ 37,8° C
menderita Kejang Demam yaitu berisiko 87,838 kali lebih besar untuk
sebanyak 73 anak (71,6%) dibanding menderita Kejang Demam
anak yang tidak mempunyai riwayat dibandingkan anak yang mempunyai
kejang keluarga yang menderita Kejang suhu tubuh rendah < 37,8° C. Karena
demam, yaitu sebanyak 20 anak OR > 1, maka suhu tubuh merupakan
(39,2%). faktor risiko terhadap kejadian Kejang
Hasil analisis Odds Ratio (OR) Demam. Antara nilai Lower Limit
dengan Confidence Interval (CI) 95% (11,650) dan nilai Uperr Limit
diperoleh nilai OR = 3,902 (1,922- (662,283) tidak mencakup nilai 1,
7,919). Hal ini berarti anak yang artinya suhu tubuh merupakan faktor
mempunyai riwayat kejang keluarga risiko terhadap kejadian kejang demam.
berisiko 3,902 kali lebih besar untuk

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 65


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

Tabel 1. Analisis Faktor Risiko Riwayat Kejang Keluarga Terhadap Kejadian


Kejang Demam di Ruang Perawatan Anak RSU Anutapura Palu Tahun
2014.
Kejang Demam
Riwayat Kejang Kasus Kontrol OR
Total
Keluarga (CI 95%)
n % n %
Risiko Tinggi 31 60,8 29 28,4 60 3,902
(1,922-7,919)
Risiko Rendah 20 39,2 73 71,6 93

Jumlah 51 100 102 100 153

Risiko Tinggi 50 98,0 37 36,3 87


87,838
Risiko Rendah 1 2,0 65 63,7 66 (11,650-662,283)

Jumlah 51 100 102 100 153

Risiko Tinggi 13 25,5 11 10,8 24


2,830
Risiko Rendah 38 74,5 91 89,2 129 (1,165-6,876)

Jumlah 51 100 102 100 153

Sumber : Data Primer, 2014

Faktor Risiko BBLR Terhadap mengalami BBLR yang menderita


Kejadian Kejang Demam Pada Anak. Kejang Demam, yaitu sebanyak 38 anak
Data pada Tabel 1 menunjukkan (74,5%).
bahwa anak yang mengalami BBLR Hasil analisis Odds Ratio (OR)
(risiko tinggi) lebih dengan Confidence Interval (CI) 95%
(1,165-6,876), hal ini berarti anak diperoleh nilai OR = 2,830 besar untuk
yang mengalami BBLR berisiko 2,830 menderita kejang demam dibandingkan
kali lebih banyak menderita ejang anak yang tidak mengalami BBLR.
demam yaitu sebanyak 13 anak (25,5%) Karena OR > 1, maka Faktor BBLR
dibanding anak yang tidak menderita merupakan faktor risiko terhadap
Kejang Demam yaitu sebanyak 11 anak kejadian kejang demam.
(10,8%). Sedangkan anak yang tidak
mengalami BBLR (risiko rendah) lebih
banyak yang tidak menderita Kejang
Demam yaitu sebanyak 91 anak
(89,2%) dibanding anak yang tidak

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 66


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

PEMBAHASAN memiliki riwayat kejang keluarga


berisiko lebih tinggi untuk menderita
Faktor Risiko Riwayat Kejang
kejang demam. Ini didukung oleh
Keluarga Terhadap Kejadian Kejang
penelitian yang pernah dilakukan di
Demam Pada Anak.
Amerika oleh Hauser et. al (1985).[12]
Penelitian ini sesuai dengan
Hasil analisis menunjukkan bahwa
pendapat yang mengatakan pewarisan
riwayat kejang keluarga merupakan
kejang demam lebih banyak oleh ibu
faktor risiko terhadap kejadian kejang
dibandingkan ayah yaitu 27%
demam pada anak. Hasil uji statistik [13]
berbanding 7%.
diperoleh nilai OR = 3,902 (1,922-
Mekanisme peranan faktor riwayat
7,919), yang artinya anak yang
keluarga pada terjadinya kejang demam
memiliki riwayat kejang keluarga
terutama disebabkan oleh adanya mutasi
berisiko 3,902 kali lebih besar untuk
gen-gen tertentu yang mempengaruhi
menderita kejang demam.
esktabilitas ion-ion pada membran sel.
Penelitian ini sejalan dengan yang
Mekanisme yang mempengaruhi
pernah dilakukan di Makassar oleh
peristiwa tersebut sangat kompleks.
Amalia dkk., pada tahun 2013 yang
Secara teoritis defek yang diturunkan
mana riwayat kejang keluarga
pada tiap-tiap gen pengkode protein
merupakan faktor risiko kejadian kejang
yang menyangkut ekstabilitas neuron
demam pada anak. Dengan nilai Odds
dapat mencetuskan timbulnya kejang.[9]
Ratio (OR) sebesar 7,04 yang artinya
Dalam penelitian ini adanya risiko
anak dengan riwayat kejang keluarga
riwayat kejang keluarga terhadap
mempunyai risiko 7,04 kali lebih besar
kejadian kejang demam karena dalam
untuk menderita kejang demam
hasil penelitian menunjukkan jumlah
dibandingkan dengan anak yang tidak
kasus kejang demam yang memiliki
memiliki riwayat kejang keluarga.[11]
riwayat kejang keluarga sebesar 60,8%.
Pada penelitian ini, dari 51 kasus
Di samping itu dari 60,8% yang
kejadian kejang demam 31 diantaranya
memiliki riwayat kejang keluarga
mempunyai riwayat kejang keluarga
41,2% diantaranya merupakan URT,
(risiko tinggi), dan dari 31 yang
dan 35% mempunyai tingkat pendidikan
mempunyai riwayat kejang keluarga
yang rendah. Dari hasil wawancara
berisiko tinggi, 98,0% mempunyai suhu
dengan responden hampir sebagian
tubuh yang berisiko tinggi serta 25,5%
besar mereka kurang memahami cara
mempunyai berat badan lahir risiko
mencegah dan mengendalikan kejadian
tinggi (BBLR).
kejang demam. Begitupun sebaliknya
Hasil penelitian ini menunjukkan
71,6% kontrol (tidak kejang demam)
bahwa anak yang menderita kejang
tidak mempunyai riwayat kejang
demam 60,8% memiliki riwayat kejang
keluarga, dan lebih dari 33,3%
keluarga sedangkan anak yang tidak
mempunyai tingkat pendidikan yang
menderita kejang demam 71,6% tidak
tinggi yaitu SMA ke atas, dan lebih dari
memiliki riwayat kejang keluarga. Hal
50% bekerja sebagai wiraswasta, swasta
ini menggambarkan bahwa anak yang

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 67


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

dan PNS. Ini disebabkan banyaknya utama timbulnya kejang demam.


pengalaman dan informasi yang mereka Demam disebabkan oleh infeksi virus
dapatkan baik dalam lingkungan yang merupakan penyebab terbanyak
internal maupun eksternal, sehingga timbulnya kejang demam (80%).[14]
mereka lebih mengerti dan Kenaikan suhu tubuh adalah syarat
berpengalaman dalam mencegah mutlak terjadinya kejang demam.
kejadian kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul
kejang merupakan nilai ambang kejang.
Faktor Risiko Suhu Tubuh Terhadap Ambang kejang berbeda-beda untuk
Kejadian Kejang Demam Pada Anak. setiap anak, berkisar antara 38,3°C–
41,4°C. Adanya perbedaan ambang
Hasil analisis menunjukkan bahwa kejang ini menerangkan mengapa pada
suhu tubuh merupakan faktor risiko seorang anak baru timbul kejang setelah
terhadap kejadian kejang demam pada suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi
anak. Hasil analisis Odds Ratio OR = sedangkan pada anak yang lain kejang
87,838 (11,650-662,283), hal ini berarti sudah timbul walaupun suhu meningkat
anak yang memiliki Suhu Tubuh Tinggi tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini
≥ 37,8°C berisiko 87,838 kali lebih dapatlah disimpulkan bahwa
besar untuk menderita kejang demam. berulangnya kejang demam akan lebih
Penelitian ini sejalan dengan yang sering pada anak dengan nilai ambang
pernah dilakukan di Makassar oleh kejang yang rendah.
Amalia dkk., pada tahun 2013 yang Dalam penelitian ini adanya risiko
mana suhu tubuh merupakan faktor suhu tubuh terhadap kejadian kejang
risiko kejadian kejang demam pada demam karena dalam hasil penelitian
anak. Dengan nilai Odds Ratio (OR) menunujukan jumlah kasus kejang
untuk suhu tubuh ≥ 37,8ºC adalah 42,3, demam yang mempunyai suhu tubuh ≥
yang artinya mempunyai risiko 42,3 kali 37,8°C (risiko tinggi) sebesar 98,0%. Di
lebih besar untuk menderita kejang samping itu dari 98,0% yang
demam dibandingkan yang mempunyai mempunyai suhu tubuh ≥ 37,8°C (risiko
suhu tubuh < 37,8ºC.[11] tinggi) 32,2% di antaranya berumur 7-
Hasil penelitian ini menunjukkan 13 bulan, dan 4,5% mempunyai suhu
bahwa anak yang menderita kejang tubuh < 37,8°C (risiko rendah). Dari
demam 98,0% memiliki suhu tubuh ≥ hasil wawancara dengan responden
37,8°C, sedangkan anak yang tidak hampir sebagian besar dari mereka
menderita kejang demam 63,7% kurang memahami apa itu kejang
memiliki suhu tubuh < 37,8°C. Hal ini demam. Mereka hanya berpikir bahwa
menggambarkan bahwa anak yang mungkin anak mereka hanya demam
memiliki suhu tubuh ≥ 37,8°C berisiko biasa saja, akan tetapi mereka tidak
lebih tinggi untuk menderita kejang mengetahui bahwa jika suhu tubuh anak
demam. melebihi 37,8°C dan 40°C akan
Hal ini didukung oleh teori Kharis menyebabkan kejang demam. Hal ini
bahwa suhu tubuh merupakan faktor dikarenakan karena mereka kurang

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 68


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

memahami apa itu kejang demam, Amalia dkk., pada tahun 2013 yang
bagaimana cara mencegah dan mana BBLR merupakan faktor risiko
mengendalikan kejadian kejang demam kejadian kejang demam pada anak.
tersebut. Sebaliknya 63,7% kontrol Dengan nilai Odds Ratio (OR) untuk
(tidak kejang demam) memiliki suhu BBLR < 2500 gram ialah 1,136 yang
tubuh < 37,8°C (risiko rendah), dan artinya mempunyai risiko 1,136 kali
31,8% di antaranya berumur 7-13 bulan. lebih besar untuk menderita kejang
Banyaknya dari responden juga yang demam dibandingkan yang memiliki
memiliki suhu tubuh < 37,8°C (risiko berat badan lahir ≥ 2500 gram.[11]
rendah) disebabkan karena mereka Pada penelitian ini, dari 51 kasus
mengetahui bahwasanya jika suhu tubuh kejadian kejang demam 13 diantaranya
anak mereka tinggi ≥ 37,8°C atu 40°C, menderita BBLR (risiko tinggi), dan
hal itu bisa menyebabkan kejang dari 13 yang menderita BBLR, 60,8%
demam. Oleh karena itu untuk mempunyai riwayat kejang kelurga
mencegah kejang demam pada anak, (risiko tinggi) serta 98,0% mempunyai
mereka langsung membawa anak suhu tubuh risiko tinggi.
mereka ke rumah sakit apabila terjadi Hasil penelitian ini menunjukkan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi. bahwa anak yang menderita kejang
demam 25,5% memiliki BBL < 2500
Faktor Risiko BBLR Terhadap gram, sedangkan anak yang tidak
Kejadian Kejang Demam Pada Anak. menderita kejang demam 89,2%
memiliki BBL ≥ 2500 gram. Hal ini
Bayi dengan berat lahir rendah yaitu menggambarkan bahwa anak yang
bayi lahir kurang dari 2500 gram. memiliki BBL < 2500 gram berisiko
Risiko terjadinya kejang demam pada lebih tinggi untuk mendertita kejang
bayi berat lahir kurang dari 2500 gram demam.
sebesar 3,4% dan bayi berat lahir diatas Penelitian ini sesuai dengan
2500 berisiko 2,3%. pendapat Fuadi (2010) yang
BBLR merupakan salah satu mengatakan bahwa BBLR dapat
variabel yang diteliti dalam penelitian menyebabkan afiksia atau iskemia otak
ini. Hasil analisis Odds Ratio (OR) dan pendarahan intraventrikuler,
dengan Confidence Interval (CI) 95% iskemia otak dapat menyebabkan
diperoleh nilai OR = 2,830 (1,165- kejang. Bayi dengan BBLR dapat
6,876), hal ini berarti anak yang mengalami gangguan metabolisme yaitu
mengalami BBLR berisiko 2,830 kali hipoglikemia dan hipokalesemia.
lebih besar untuk menderita kejang Keadaan ini dapat menyebabkan
demam dibandingkan anak yang tidak kerusakan otak pada perinatal, adanya
mengalami BBLR. Karena OR > 1, kerusakan otak dapat menyebabkan
maka BBLR merupakan faktor risiko kejang pada perkembangan selanjutnya.
terhadap kejadian kejang demam. Trauma kepala selama melahirkan pada
Penelitian ini sejalan dengan yang bayi dengan BBLR < 2500 gram dapat
pernah dilakukan di Makassar oleh terjadi pendarahan intrakranial yang

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 69


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

mempunyai risiko tinggi untuk terjadi RSU Anutapura Palu, didapatkan


komplikasi neurologi dengan kesimpulan sebagai berikut :
manisfestasi kejang.[13] 1. Riwayat kejang keluarga
Dalam penelitian ini adanya risiko merupakan faktor risiko kejadian
BBLR terhadap kejadian kejang demam kejang demam pada anak di ruang
karena dalam hasil penelitian perawatan anak RSU Anutapura
menunujukkan jumlah kasus kejang Palu.
demam yang memiliki BBLR sebesar 2. Suhu tubuh merupakan faktor risiko
25,5%. Di samping itu 33,3% kejadian kejang demam pada anak
diantaranya dengan orang tua bekerja di ruang perawatan anak RSU
sebagai URT, dan 37,5% mempunyai Anutapura Palu.
tingkat pendidikan yang rendah yaitu 3. BBLR merupakan faktor risiko
SD dan SMP. Serta 33,3% di antaranya kejadian kejang demam pada anak
anak berumur 7-13 bulan. Dari hasil di ruang perawatan anak RSU
wawancara dengan responden hampir Anutapura Palu.
sebagian besar dari mereka kurang
mengetahui bahwa apabila berat badan SARAN
lahir anak mereka rendah < 2500 gram, Adapun saran yang diberikan
itu bisa menyebabkan kejang demam berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
pada anak. Sehingga mereka tidak 1. Diharapkan agar para orang tua
mengerti apa yang harus dilakukan khususnya ibu hamil yang
untuk mencegah kejadian kejang mempunyai riwayat kejang demam
demam agar tidak terjadi pada anak untuk selalu waspada terhadap
mereka. Sebaliknya 89,2% kontrol anaknya apabila anak mengalami
(tidak kejang demam) tidak mengalami demam, karena apabila suhu tubuh
BBLR, dan 40,3% di antaranya anak tinggi maka akan berisiko
memiliki pekerjaan sebagai URT serta untuk terjadinya kejang demam.
30,2% mempunyai tingkat pendidikan 2. Diharapkan agar orang tua tidak
yang tinggi yaitu SMA ke atas. Dan menyepelehkan apabila terjadi
lebih dari 50% bekerja sebagai kenaikan suhu tubuh yang sangat
wiraswasta, swasta dan PNS. Hal ini tinggi terhadap anaknya. Segera
terjadi dikarenakan banyaknya periksakan ke dokter apabila suhu
informasi yang mereka dapatkan dan tubuh anak tinggi agar bisa
mereka dengarkan di sekitar lingkungan mencegah terjadinya kejang
mereka. Sehingga mereka mengetahui demam. Karena apabila suhu tubuh
cara agar bisa mencegah kejang demam anak tinggi, maka akan berisiko
pada anak mereka. untuk terjadinya kejang demam.
3. Diharapkan pada orang tua
khususnya ibu hamil agar
KESIMPULAN
memperhatikan asupan
Berdasarkan hasil penelitian yang makanannya. Makanlah makanan
dilakukan di Ruang Rawat Inap Anak yang bergizi sesuai dengan

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 70


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

kebutuhan. Asupan gizi yang cukup 6. Pusponegoro HD, Widodo DP,


memungkinkan bayi lahir dengan Ismael S. 2006, Konsensus
berat badan normal. Sehingga Penatalaksanaan Kejang
apabila bayi lahir dalam keadaan Demam. UKKNeurologi PP
normal, akan mengurangi risiko IDAI : Jakarta.
untuk terjadinya kejang demam 7. Dewanti Attila, Joanne Angelica
pada anak. Widjaja, Anna Tjandrajani,
4. Diharapkan agar institusi kesehatan Amril A Burhany. 2012, Kejang
lebih mensosialisasikan tentang Demam Dan Faktor Yang
penanganan dan pencegahan Mempengaruhi Rekurensi. J,
kejadian kejang demam kepada Sari Pediatri, Vol. 14, No. 1.
orang tua anak. 8. Indragunawan. 2009, Kejang
Pada Anak Dalam: Panduan
UCAPAN TERIMA KASIH Praktis Diagnosis & Tata
Peneliti Mengucapkan terima kash laksana Penyakit Saraf. EGC :
kepada Kepala Ruangan Perawatan Jakarta.
Anak yang telah membantu kelancaran 9. Lumbantobing, SM. 2002, Tata
proses penelitian ini. laksana kejang demam pada
anak. Balai Penerbit FKUI :
DAFTAR PUSTAKA Jakarta.
1. Maryunani, A. Nurhayati. 2008, 10. Talebian MD, M dan
Asuhan Bayi Baru Lahir Mohammadi MD. 2006, Febrile
Normal. Trans Info Media : Seizure : recurrence and risk
Jakarta. factors. J, Child Neurology.
2. Sistiarani. 2008, Faktor 11. Amalia Kiki, Fatimah, Martini
Maternal Dan Kualitas Bennu.. 2013, Faktor Risiko
Pelayanan Anternatar Yang Kejadian Kejang Demam Pada
Berisiko Terhadap Kejadian Anak Balita Diruang Perawatan
Berat Badan Lahir Rendah. T, Anak Rumah Sakit Umum
Universitas Diponegoro : Daerah Daya Kota Makassar. J,
Semarang. Vol 1 No 6 : 6-10.
3. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008, 12. Hauser WA, Anneger JE,
Ilmu Kesehatan Anak. Salemba Anderson E, Kurland LT. 1985,
Medika : Jakarta. The risk of seizures disorders
4. Anderson, Elisabeth T. 2007, among relatives of children with
Buku ajar keperawatan ferible convulsions. J,
komunitas : teori dan Praktek. Neurology.
EGC : Jakarta. 13. Fuadi. 2010, Faktor Risiko
5. Abdoerrachman. 2007, Ilmu Bangkitan Kejang Demam pada
Kesehatan Anak 3. Infomedika Anak. Universitas Diponegoro :
Jakarta : Jakarta. Semarang.

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 71


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

14. Kharis, Abdul. 2010,Defensiensi Universitas Diponegoro :


Besi dengan Parameter sTfR Semarang.
sebagai Faktor Resiko
Bangkitan Kejang Demam.

Healthy Tadulako Journal (Adhar Arifuddin : 60-72) 72

Anda mungkin juga menyukai