Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

PERIODONTITIS

Disusun oleh :
Ambar Evitasari
(16710391)

RSUD KABUPATEN SIDOARJO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang banyak diderita oleh


masyarakat Indonesia karena penyakit tersebut memiliki prevalensi tertinggi
kedua setelah karies gigi. Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004
terdapat 90% penduduk Indonesia yang menderita penyakit gigi dan mulut dengan
salah satunya adalah penyakit periodontal (Kemenkes RI, 2014) .
Penyakit periodontal merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi
pada jaringan periodontal. Bakteri plak merupakan penyebab utama terjadinya
penyakit periodontal berupa inflamasi seperti periodontitis kronis. Beberapa
faktor lain turut berperan secara tidak langsung dengan cara memfasilitsasi
penumpukan dan perkembangbiakan bakteri plak seperti Streptococcus
mutans, Phorphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans dan
Bacteriodes melaninogenicus. Di samping itu, berperan pula faktor-faktor lain
sebagai factor resiko, seperti factor lingkungan, tingkah laku, dan biologis, yang
keberadaannya dapat meningkatkan kemungkinan sesorang menderita suatu
penyakit (Gonul, et.al., 2013).
Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila tidak terawat dapat
berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan
periodontal berupa kerusakan fiber, ligament periodontal dan tulang alveolar.
Lesi kronis pada periodontitis dapat berkembang menjadi suatu abses yang sering
disebut abses periodontal. Abses periodontal merupakan lesi inflamatori yang
bersifat akut dan dekstruktif pada jaringan periodontal yang menimbulkan
akumulasi pus di dinding gingiva pada poket periodontal (Lang, et.al., 2009).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Periodontitis


Periodontitis adalah penyakit inflamasi periodontium, yang
menyebabkan kerusakan ligamen periodontal (Debski dan Tew, 1981).
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi
(jaringan periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi,
tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen periodontal
(selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya dan juga
berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang). Suatu keadaan
dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan
gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (tulang yang menyangga
gigi) juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari
gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi
akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan
kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal (Tatakis dan Kumar,
2005).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Gigi


2.2.1 Rongga mulut (Moore dan Dalley, 2013).

a. Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya
memotong dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-
otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses
mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi
retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan
pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah makanan
bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian
besar buah dan sayursayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane
selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang
harus diuraikan sebelum dapat digunakan .

2
b. Tulang Alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal.
Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical
untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi
sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion
ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi
resorbsi nyata dari tulang alveolar.

c. Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga
mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati
gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang
disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang
terikat erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis
gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel
ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum
granulosum dan selsel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.

d. Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.

e. Pulpa.
Pulpa yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk
papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki
pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar
odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam
vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa.

3
f. Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan
otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar
lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot
intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini
penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan
lidah diatur oleh saraf otak ke-12. Permukaan belakang lidah yang terlihat
pada saat seseorang membuka mulut ditutupi oleh selaput lendir yang
mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini terdapat alat
pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung
depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai
ujung-ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin.
Rasa pedas tidak termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu
rasa panas yang termasuk sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak
ke-7 dan sensasi umum oleh saraf otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas,
suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat terlihat di bawah lidah di garis
tengah yang menghubungkan lidah dengan dasar mulut.

Gambar 1. Anatomi Gigi


Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di
atas gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi
dibuat dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya
terdapat rongga pulpa (Moore dan Dalley, 2013).

4
Komponen-komponen gigi meliputi:
a. Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih
kebiruan dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari
beratnya adalah mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar.
Matriks organic hanya merupakan tidak lebih dari 1% massanya.

b. Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan.
Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan
rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan
menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak. Dentin bersifat
semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak kekuningan.
Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya 20%
organic dan 80% anorganik.

c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa
merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa
mempunyai hubungan dengan jaringan peri- atau interradikular gigi,
dengan demikian juga dengan keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena
itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium juga akan
terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan
memengaruhi jaringan di sekitar gigi.

Bentuk kamar pulpa hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi,
misalnya tanduk pulpa terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi dengan
akar lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa yang mempunyai
pintu masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke foramen
apical disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi,
dengan kanal samping yang beragam, selain kadang-kadang juga
ditemukan kanal tambahan (aksesori) yang ujungnya buntu, tidak

5
bermuara ke jaringan periodontal. Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air
dan 25% bahan 7ensiti, yaitu
- Glukosaminoglikan
- Glikoprotein
- Proteoglikan
- Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf.
Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan
saraf, yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan
yang teratur serta menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa,
masuk dari foramen apical, tempat arteri dan vena masuk serta keluar.
Selain pembuluh darah dan jaringan limfe, jaringan saraf masuk juga ke
pulpa melalui foramenensit.

d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang
sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih
mirip tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-
serat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur.
Bagian servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah sementum aselular.
Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung sel-sel mirip osteosit,
yaitu sementosit, dalam matriks (Moore dan Dalley, 2013).

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Periodontitis disebabkan oleh bakteri plak yang terkalsifikasi
disekitar gigi yang selanjurnya membentuk kalkulus. Bakteri plak dapat
menghasilkan enzim, kolagen yang dapat menyebabkan destruksi dari
jaringan gingiva dan tulang. Periodontitis umumnya disebabkan oleh
plak.Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk
bakteri, dan sisa makanan.Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan
berwarna putih atau putih kekuningan.Plak yang menyebabkan gingivitis
dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan

6
produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses
peradangan dan terjadilah
Periodontitis (Tatakis dan Kumar, 2005).
Adanya inflamasi akibat akumulasi bakteri plak dalam mulut dapat
menstimulasi pelepasan sel netrofil (PMNs) menuju bakteri. Tubuh juga
melepaskan mediator kimia sebagai respon dari invasi bakteri seperti cytokin
IL1-Beta dan prostaglandin menuju target bakteri plak dan mencegah infeksi
periodontal. Aktifasi berlebih dari mediator ini dapat menyebabkan destruksi
dan kerusakan lebih lanjut terhadap perlekatan tulang dan jaringan ikat
(Tatakis dan Kumar, 2005).
Ketika inflamasi terjadi pada gingiva seseorang dan menyebabkan
gangguan hanya pada jaringan gingiva tapi tidak melibatkan kehilangan
perlekatan tulang maka kondisi ini disebut gingivitis. Gingivitis merupakan
inisial manifestadi dari penyakit periodontal, namun tidak selalu berlanjut
ke arah periodontitis. Jika gingivitis tidak dilakukan perawatan, maka
gingivitis ini akan menginisiasi kehilangan tulang dan perlekatan jaringan
di sekitar gigi, yang disebut periodontitis (Mustaqimah, 2009).

2.3 Tanda dan Gejala


1. Kemerahan pada gingiva
2. Bengkak
3. Mudah berdarah pada gingiva
4. Mau mulut
5. Pelebaran gingiva

2.4 Klasifikasi Periodontitis


1. Periodontitis Marginalis Kronis
Periodontitis marginalis berkembang dari gingivitis (peradangan
atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari
gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih
luas pada jaringan periodontal (Debski dan Tew, 1981).

7
Tanda dan gejala periodontitis marginalis kronis diantaranya adalah
inflamasi gingiva secara kronis terdapat plak yang banyak, terjadi
kerusakan tulang, gigi goyang dan migrasi. Diperparah oleh iritasi
faktor lokal seperti kalkulus, restorasi yang buruk dan sebab lainnya
(Mustaqimah, 2009).
Periodontitis Marginalis Kronis biasanya ditemukan pada :
a. Seseorang dengan umur lebih dari 40 tahun
b. Terdapat Plak yang banyak karena kerusakan yang terjadi
c. Memiliki inflamasi gingiva (pembesaran, kemerahan dan
perdarahan pada gingiva)
d. Pada seseorang yang memiliki kerusakan hampir merata pada
semua gigi, kecuali bila disertai faktor predisposisi seperti
trauma, food impaksi (Camp, et.al., 2008).
Pada klinis terlihat peradangan kronis pada gingiva, kantung
periodontal dan hilangnya tulang. Pada kasus lanjut terjadi, migrasi gigi
patologis dan gigi goyang. Penyebab adalah plak gigi. Akumulasi plak
dapat disertai oleh iritasi lokal seperti karang gigi, restorasi yang kurang
baik dan impaksi makanan. Berdasarkan pada laju kerusakan jaringan
dari penampakan klinis, periodontitis marginalis dapat di
subklasifikasikan sebagai berikut :
a. Periodontitis dengan laju perkembangan yang lambat (Slowly
Progressing Periodontitis)
Periodontitis ini disebut pula periodontitis tipe dewasa
(adult type periodontitis) dan mempunyai hubungan dengan
pengendapan plak gigi dan karang gigi. Stadium lanjut terjadi
pada usia 50 - 60 tahunan. Pada umumnya tidak memberi
keluhan rasa sakit, tetapi kadang-kadang akar gigi yang
terbuka (tidak tertutup gingiva) menjadi sensitif. Gejala akut
dapat terjadi karena terbentuknya abses periodontal dan
caries pada akar gigi. Penyakit ini dapat mengenai beberapa
gigi atau seluruh gigi dalam mulut (Tatakis dan Kumar,
2005).

8
Lesi memberi respon yang baik terhadap bentuk perawatan
konvensional. Bila disertai trauma oklusi, kondisi yang ada
disebut compound periodontitis atau traumatic periodontitis.
Terlihat adanya poket nifraboni dengan insiden yang tinggi,
kehilangan tulang lebih banyak bentuk angular daripada
horizontal, gigi goyang lebih dini dan lebih parah (Camp,
et.al., 2008).

b. Periodontitis dengan laju perkembangan yang cepat (Rapidly


Progressing Periodontitis)
Pada periodontitis ini akumulasi plak tidak sepadan dengan
keparahan penyakit. Kondisi penyakit dijelaskan oleh Page
dkk, sebagai berikut : “pada umumnya terjadi pada individu
dewasa muda usia dua puluhan tetapi dapat juga terjadi di
atas usia 35 tahun”. Tampak keradangan mencolok pada
gingiva, marginal gingiva ploriferasi, eksudasi dan
kehilangan tulang sangat cepat (dalam beberapa
minggu/bulan).
Sebagian besar penderita mempunyai antibodi untuk
berbagai spesies Bacteroides, Actinobacillus atau keduanya
dan menunjukkan defek pada fungsi fagositosis. Penampakan
klinik tipe periodontitis lambat dan cepat kadang-kadang
sukar dibedakan kecuali diobservasi dalam waktu yang lebih
lama terhadap laju perkembangan dan responnya terhadap
perawatan (Tatakis dan Kumar, 2005).

c. Refractory periodontitis (Tatakis dan Kumar, 2005).

2. Abses Periodontal
Abses periodontal adalah suatu lesi akut mengakibatkan kerusakan
pada jaringan pendukung gigi. Abses periodontal diakibatkan oleh
adanya infeksi lokal, bakteri utama penyebab terjadinya bases

9
periodontal adalah Streptococcus viridans, Actinobacillus
actinomycetemcomitans, dan Spirochetes. Terjadinya lesi abses
periodontal sangat erat kaitannya dengan kondisi periodontitis dan
poket periodontal, baik pada pasien yang melakukan perawatan maupun
pada pasien yang tidak melakukan perawatan. Dalam penelitian
diterangkan bahwa 62% abses periodontal terjadi pada pasien
periodontitis namun tidak melakukan perawatan, 14% terjadi pada
pasien yang telah melakukan perawatan periodontal seperti scalling
maupun root planning. Abses periodontal merupakan suatu penyebab
utama terjadi hilangnya gigi (Tatakis dan Kumar, 2005; Gonul, et.al.,
2013).
Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:
a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis.
Hal- hal yang menyebabkan abses periodontal yang
berhubungan dengan periodontitis adalah:
1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
2. Penutupan marginal kantung periodontal yang dapat
mengakibatkan perluasan infeksi ke jaringan
periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam
kantung tertutup.
3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi
bakteri, atau dalam pertahanan host bisa juga
membuat lumen kantung tidak efisien dalam
meningkatkan pengeluaran suppurasi.
4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa
debridemen subgingiva pada pasien dengan
periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan
pembentukan abses.
b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan
periodontitis Hal-hal yang menyebabkan abses
periodontal yang tidak berhubungan dengan periodontitis
adalah:

10
1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental
floss, biji popcorn, potongan tusuk gigi, tulang ikan,
atau objek yang tidak diketahui.
2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
3. Infeksi lateral kista.
4. Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi
akar dapat menjadi predisposisi pembentukan abses
periodontal. Adanya cervical cemental tears dapat
memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis
dan perkembangan abses (Gonul, et.al., 2013).
Patogenesis dan Histopatologi Abses Periodontal
Masuknya bakteri kedalam dinding saku jaringan lunak
merupakan awal terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori
kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang dilepaskan oleh
bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan
destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan
memproduksi pus gambaran lesi abses periodontal dapat dilihat pada
gambar 2 (Gonul, et.al., 2013).
Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang
utuh mengelilingi bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi
leukosit. Pada tahap berikutnya, membran piogenik yang terdiri dari
makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju destruksi abses
tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya dan
pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap
enzim lisosom (Gonul, et.al., 2013).

11
Gambar 2. Gambaran lesi abses periodontal (Gonul, et.al., 2013)

Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:


1. Berdasarkan lokasi abses
a. Abses gingival
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang
terletak pada marginal gingiva atau papila interdental dan
merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari
berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan
impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin,
kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan sering
berfluktuasi (Patel, et.al., 2011).
b. Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di
dalam dinding gingiva pada saku periodontal yang dapat
menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang
alveolar (Patel, et.al., 2011).
c. Abses Perikorona
Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan
lunak operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi.
Keadaan ini paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang
atas dan rahang bawah.Sama halnya dengan abses gingiva,
abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak
mikroba dan impaksi makanan atau trauma.Gambaran klinis
berupa gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi
yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya

12
eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise
(Camp, et.al., 2008).
2. Berdasarkan jalannya lesi
a. Abses periodontal akut
Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti
sakit, edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan
yang lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi
gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas terhadap
palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati.
b. Abses periodontal kronis
Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan
saluran sinus
c. Asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-
gejala ringan (Patel, et.al., 2011).
3. Berdasarkan jumlah abses
a. Abses periodontal tunggal
Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-
faktor lokal mengakibatkan tertutupnya drainase saku
periodontal yang ada.
b. Abses periodontal multipel
Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang
tidak terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien
dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi antibiotik
sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan
pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor
lokal ditemukan pada beberapa gigi (Patel, et.al., 2011).

3. Periodontitis Karena Gingivitis


Penyakit periodontal ditandai dengan gingivitis (gingiva merah dan
bengkak), perdarahan gusi, penyusutan gusi, dan pembentukan rongga antara
gigi dan gusi. Pada penyakit periodontal lanjut, gigi tanggal, dan terdapat pus
ketika gusi ditekan (Debski dan Tew, 1981). Gingivitis merupakan proses

13
peradangan didalam jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva, yang
disebabkan oleh mikroorganisme yaang membentuk suatu koloni serta
membentuk plak gigi yang melekat pada tepi gingival (Mustaqimah, 2009).
Gingivitis adalah peradangan gingiva. Pada kondisi ini tidak terjadi
kehilangan perlekatan. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran
kemerahan di margin gingiva, pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi,
perdarahan saat probing dengan tekanan ringan dan perubahan bentuk
gingiva. Peradangan gingiva tidak disertai rasa sakit. Peradangan gingiva
disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak. Namun peradangan gingiva
tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada permukaan gigi, dan
peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh plak sering memperlihatkan
gambaran klinis yang khas. Keadaan ini dapat disebabkan beberapa
penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau jamur yang tidak
berhubungan dengan peradangan gingiva yang berhubungan dengan plak
dan peradangan gingiva karena faktor genetik (Mustaqimah, 2009; Gonul,
et.al., 2013).
Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada
Hereditary gingival fibromatosis, dan beberapa kelainan mukokutaneus yang
bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Contoh lesi adalah lichen planus,
pemphigoid, pemphigus vulgaris dan erythema multiforme (Mustaqimah,
2009).
Alergi dan trauma merupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang
tidak disebabkan oleh faktor non-plak. Peradangan gingiva yang tidak
disebabkan oleh faktor non-plak sangat relevan, penyebab lesi secara
umum merupakan sample penting untuk memahami variasi dari reaksi
jaringan yang terdapat pada periodontium (Gonul, et.al., 2013).

Selain faktor plak dan non-plak peradangan gingiva juga disebabkan oleh
karena gangguan sistemik dengan perdarahan spontan atau setelah teriritasi.
Perdarahannya eksesif dan sulit dikontrol. Adapula karena penggunaan obat
tertentu, alergi, terapi radiasi, siklus menstruasi, dan genetik. Keparahan

14
peradangan gingiva akan terus berlanjut akibat penumpukan plak, apabila
kebersihan rongga mulut tidak dipelihara (Gonul, et.al., 2013).
Pada gingiva yang mengalami perdarahan, persentase jaringan ikat yang
terkena radang adalah lebih besar, tetapi epitelnya lebih sedikit dan lebih tipis
bila dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami perdarahan. Ini
berarti terjadinya perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan
perubahan histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium
(Mustaqimah, 2009).
Gingivitis adalah inflamasi gusi atau gingiva yang biasanya terjadi akibat
iritasi oleh karang dan plak gigi. Gingivitis dapat terjadi pada pemberian
secara sistemik beberapa jenis obat, mis. sodium dilantin atau merkuri, dan
dapat menyertai kehamilan akibat perubahan hormonal (Mustaqimah, 2009).
Hilangnya aspek higienis dalam mulut menyebabkan akumulasi massa
bakteri yang padat (plak gigi) di sekeliling daerah leher gigi pada
pinggiran gingiva (garis gusi). Apabila tidak dibersihkan, plak gigi ini akan
mempercepat respons peradangan gingiva, yaitu gingiva tampak merah dan
bengkak, perdarahan gingiva spontan, dan bau mulut, Tingkat keparahan
tanda-tanda klinis ini bervariasi. Gingivitis dapat bersifat lokal atau
menyeluruh; gingivitis dapat sembuh bila cara-cara higiene mulut yang tepat
diterapkan. Apabila tindakan higiene mulut yang cermat tetap tidak mampu
mengatasi gingivitis, maka dokter gigi perlu mempertimbangkan masalah
lain, karena gingivitis tersebut mungkin merupakan suatu komponen dari
penyakit lain (misalnya leukemia nonlimfositik akut, diabetes mellitus,
neutropenia, trombositopenia, skorbut, dan perubahan hormon akibat pubertas
serta kehamilan) (Gonul, et.al., 2013)..

4. Necrotazing periodontal disease consisting of necrotizing ulcerative


gingivitis (NUG) and necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)

15
2.5 Diagnosis
Kadang pasien tidak merasakan rasa sakit ataupun gejala lainnya. Biasanya tanda-
tanda yang dapat diperhatikan adalah :
a. Gusi berdarah saat menyikat gigi.
b. Gusi berwarna merah, bengkak, dan lunak.
c. Terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi. Terdapat nanah
di antara gigi dan gusi.
d. Gigi goyang.v
Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar
(tulang yang menyangga gigi) juga mengalami kerusakan (Gonul, et.al.,
2013).

16
DAFTAR PUSTAKA

Camp JH, Witherspoon DE, Waterhouse PJ. 2008. Journal of Endodontics.


34(7).1-61.
Debski BF, Tew JG. 1981. Pathogenesis of gingivitis and periodontal disease in
children and young adults. 3(89):89–100.
Gonul O, Aktop S, Satilmis T. 2013. Odontogenic Infections. intech. 1(3):7–65.
Kemenkes RI, 2014. Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Lang N, Schatzle M, Loe H. 2009. Gingivitis as a risk factor in periodontal
disease. J Clin Periodontol. [Online Journal]. Tersedia Dari:
http://onlinelibrary.wiley.com/resolve/doi?DOI=10.1111/j.1600-
051X.2009.01415.x.
Lindhe, Jan. 2006. Clinical Periodontology and Implant Dentisry. Denmark:
Blackwell.
Moore LK, Dalley FA. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Jakarta : EMS.
Mustaqimah DN. 2009. Inflamasi Gingiva dan Penanggulangan Praktisnya.
Dental Journal. 1(1):1–12.
Patel PV, Kumar S, Patel A. 2011. Periodontal Abscess : A Review. JCDR. 5(1)
:404–409.
Tatakis D, Kumar P. 2005. Etiology and Pathogenesis of Perioidontal Disease.
Dent Clin North Am. 49(3):491–516.
Weinberg M, et.al., 2006. Comprehensive Periodontics for the dental hygienist.
New York: Pearson Prentice Hall.

17

Anda mungkin juga menyukai