JAMINAN FIDUSIA
OLEH :
RETNO WULANDARI
11300108
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
UU fidusia lahir adalah karena kebutuhan praktis, kebutuhan tersebut dapat dilihat dari fakta-
fakta berikut :
1. Barang Bergerak Sebagai Jaminan Hutang. Sebagaimana diketahui bahwa menurut sistim
hukum kita, dan juga hukum di kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika
yang menjadi objek jaminan utang adalah benda bergerak, maka jaminannya diikat dalam
bentuk gadai. Dalam hal ini, objek gadai tersebut harus diserahkan kepada pihak yang
menerima gadai (kreditor). Sebaliknya, jika yang menjadi objek jaminan hutang adalah benda
tidak bergerak, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang ada hak
tanggungan). Dalam hal ini barang objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditor, tetapi
tetap dalam kekuasaan debitor. Akan tetapi terdapat kasus-kasus dimana barang objek
jaminan hutang masih tergolong barang bergerak, tetapi pihak debitor enggan menyerahkan
kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditor, sementara pihak kreditor tidak mempunyai
kepentingan, bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya. Karena itulah
dibutuhkan adanya satu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong benda
bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditor.
Akhirnya, muncullah bentuk jaminan baru dimana objeknya benda bergerak, tetapi kekuasaan
Latar belakang lain yang mendorong timbul atau berkembangnya praktek fidusia adalah
adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak
tanggungan.
Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang bergerak, tetapi mempunyai
sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga pengikatnya dengan gadai dirasa tidak
cukup memuaskan, terutama karena adanya kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda
objek jaminan hutang tersebut. Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan..
barang tertentu yang tidak selamanya dapat diikuti oleh perkembangan jaminan, sehingga
hak-hak atas barang sebenarnya tidak bergerak, tetapi tidak dapat diikatkan dengan hipotik.
Ada kalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama tidak berkeberatan agar diikatkan
jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi barang yang dijaminkan
karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada hak kreditor. (lihat
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 1.)
Selain fakta di atas yang melatarbelakangi lahirnya UU No. 42 Tahun 1999 tentang
Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana,
perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur
mengenai lembaga jaminan. Pengaturan lembaga jaminan fidusia masih didasarkan pada
Yurisprudensi. Dalam rangka memberi kepastian hukum dari perlindungan hukum bagi pihak
yang berkepentingan. B.
Dasar Hukum Penetapan Jaminan Fidusia. Sejak lahirnya jaminan fidusia ini sangat
kental dengan rekayasa. Sebab dalam sistem hukum Belanda tempo dulu, oleh karena juga di
Indonesia untuk jaminan barang bergerak hanya dikenal gadai, sedang barang tidak bergerak
dikenal dengan hipotek. (lihat Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur
Tetapi dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang
secara fisik. Untuk maksud tersebut tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang
mensyaratkan penyerahan benda) dan juga dapat digunakan hipotek yang hanya
diperuntukkan terhadap barang tidak bergerak saja. Karena itu dicarikanlah jalan untuk dapat
menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan fisik barang tersebut akhirnya muncul
rekayasa untuk memenuhi kepentingan praktek seperti itu dengan jalan pemberian jaminan
Fidusia yang akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi dan
diundangkan pada tahun 1999. Rekayasa tersebut dalam bentuk globalnya disebut dengan
sama sekali). Bentuk rincian dari constitutum possessorium dalam Fidusia ini dilakukan
melalui proses tiga fase. (lihat Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, 2000, hal.
3. Sebutkan dan jelaskan mengenai asas – asas yang terdapat dalam UU Fidusia ?
BAB II
PEMBAHASAN
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti
kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.
Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu
Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam
tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan
fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang. Pada Pasal 12 Undang-Undang
1. Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan utang
dengan :
2. Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan pelunasan kredit
yang dimakksudkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang
tersebut.
Jaminan Fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara debitur dan kreditur.
Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya.
Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia ini memberikan kedudukan yang diutamakan privilege kepada penerima
fidusia terhadap kreditor lainnya. Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia
dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak
kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
“Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya
akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-leveringdan hanya
sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan
atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987).
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli
adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai)
mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat
undangan, yang menjadi dasar hokum berlakunya fidusia, dapat disajikan berikut ini.
Arrest Hoge Raad 1929, tertanggal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij Arrest
(negeri Belanda);
Fidusia, maka yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri
dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin,
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka objek jaminan fidusia diberikan
pengertian yang luas. Berdasarkan undang-undang ini, objek jaminan fidusia dibagi 2
macam, yaitu:
benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
Pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau
korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima
fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang
1. Dibuat dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia. Akta jaminan sekurang-kurangnya
memuat:
Nilai penjaminan;
2. Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam
jumlah tertentu.
4. Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada
5. Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap suatu atau lebih satuan atau jenis
benda termasuk piutang , baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan
jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan
fidusia diasuransikan.
Jaminan fidusia biasanya dituangkan dalam akta notaries. Subtansi perjanjian ini telah
dibakukan oleh pemerintah. Ini dimaksudkan untuk melindungi pemberi fidusia. Hal-
hal yang kosong dalam akta jaminan fidusia ini meliputi tanggal, identitas para pihak,
jenis jaminan, nilai jaminan, dan lain-lain. Berikut ini disajikan perjanjian
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia)
Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan : “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
Kemudian Pasal 1 butir 2 menyebutkan : “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada
dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang
lainnya”.
anggapan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah memberikan nama baru bagi
lembaga hak jaminan yang semula dikenal sebagai fidusia, yaitu jaminan fidusia. Akan tetapi
pembedaan ini masih dapat dipertanyakan konsistensinya jika melihat ternyata Undang-
Undang ini menyebut pemberi fidusia terhadap pihak yang memberi jaminan fidusia dan
penerima fidusia terhadap kreditor selaku pihak yang menerima jaminan fidusia. Apalagi jika
Pasal 33 yang berbunyi : “Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima
fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila kreditor cedera
Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian yang lahir dan tidak terpisahkan dari
perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit. Hal ini memberikan bukti bahwa
perjanjian jaminan fidusia tidak mungkin ada tanpa didahului oleh suatu perjanjian pinjam-
meminjam atau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok atau perjanjian induknya.
Dalam Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, diatur mengenai pembebanan benda dengan
jaminan fidusia, dituangkan dengan akta Notaris : “Pembebanan benda dengan jaminan
fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan
Fidusia”.
Menurut Pasal 1 angka (7) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris :
“Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk
Namun UU Jaminan Fidusia tidak mengatur mengenai definisi dari akta Notaris
tersebut, maka tentu saja definisi akta notaris tersebut hanya akan mengacu pada Pasal 1
Kewajiban akta jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia
sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, mengisyaratkan bahwa
pembuatan aktanya tunduk pada ketentuan Pasal 38 sampai dengan Pasal 65 Undang-Undang
Penegasan bentuk perjanjian jaminan fidusia dengan akta Notaris oleh pembuat Undang-
Undang Fidusia, seharusnya ditafsirkan sebagai norma hukum yang bersifat imperatif
(memaksa) bukan bersifat fakultatif. Hal ini akan semakin jelas jika dikaitkan dengan proses
terjadinya jaminan fidusia ketika dilakukan pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu
permohonan pendaftaran jaminan fidusia harus dilengkapi dengan salinan akta Notaris
rangkaian yang sangat penting dan menentukan yaitu saat kelahiran jaminan fidusia.
Pasal 13 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan
tersebut diajukan oleh Penerima Fidusia sendiri, kuasa, atau wakilnya. Kuasa disini adalah
mereka yang mendapat pelimpahan wewenang berdasarkan Surat Kuasa dari Penerima
Fidusia, sedangkan wakil disini adalah mereka yang berdasarkan ketentuan peraturan
prakteknya, umumnya pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh Notaris sebagai kuasa dari
Perlu juga mendapat perhatian, bahwa perjanjian fidusia sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-Undang Fidusia berlaku bukan hanya untuk keperluan yang berkaitan dengan
operasionalnya dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu tahap pemberian jaminan fidusia dan
tahap pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 13 ayat
(14) undang-undang Jaminan Fidusia, dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Karena UU Jaminan Fidusia mengatur bahwa akta fidusia dibuat dengan akta Notaris, maka
berkaitan dengan hal tersebut kita harus mengingat adanya pembedaan dua jenis akta Notaris,
yaitu :
a. Akta yang dibuat “oleh” (door) Notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau “akta
b. Akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan “akta para
Berkaitan dengan adanya dua jenis akta Notaris tersebut, jika dihubungkan dengan
ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, tidaklah jelas apakah akta fidusia termasuk
“Ambtelijke Akte” (akta relaas/akta pejabat) atau termasuk jenis “Partij Akte” (akta para
pihak).
Dari uraian pada pendahuluan, maka dapat disimpulkan dua permasalahan, yaitu sebagai
berikut :
1. Apakah akta jaminan fidusia itu termasuk jenis Ambtelijk Akte atau Partij Akte ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditor dalam hal tidak didaftarkannya akta
Menurut Pasal 6 UU Jaminan Fidusia, dinyatakan bahwa Akta Jaminan Fidusia sebagaimana
sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 UU Jaminan Fidusia, dan dengan mendasarkan kepada
ketentuan Pasal 38 UU Jabatan Notaris, maka ketentuan Pasal 6 huruf a UU Jaminan Fidusia
hanya berfungsi mengingatkan saja. Karena ada kemungkinan, bahwa pemberi fidusia adalah
pihak ketiga, maka adalah logis dengan pertimbangan kepastian hukum bahwa dalam hal
demikian perlu pula disebutkan identitas debitor yang bersangkutan, sebab dalam peristiwa
seperti itu, pemberi fidusia dan debitor adalah dua orang yang berlainan.
Dalam Penjelasan Pasal 6 huruf b UU Jaminan Fidusia dikatakan bahwa data perjanjian
pokok adalah mengenai macam perjanjian dan hutang yang dijamin. Karena tujuannya adalah
demi kepastian hukum, maka hubungan hukum pokoknya yang dijamin menjadi tertentu.
Syarat yang disebutkan dalam huruf c mengenai uraian benda jaminan adalah sayarat
hukum yang hanya dapat diberikan kalau data-datanya tersaji dengan pasti dan
tertentu, yang mana syarat tersebut sesuai dengan asas spesialitas yang dianutnya.
Nilai Penjaminan.
Nilai jaminan menunjukkan berapa besar beban yang diletakkan atas benda jaminan.
Syarat penyebutan besarnya nilai penjaminan mempunyai kaitan yang erat dengan
sifat hak jaminan fidusia sebagai hak yang mendahulu atau preferen sebagaimana
kreditor preferen penerima fidusia maksimal dalam mengambil pelunasan atas hasil
penjualan benda jaminan fidusia. Sifat fidusia yang accessoir menyebabkan besarnya
tagihan ditentukan oleh perikatan pokoknya. Dengan kata lain, besarnya beban
jaminan ditentukan berdasarkan besarnya beban yang dipasang (nilai jaminan) tetapi
pendaftaran adalah penerima fidusia, jadi yang mencantumkan nilai benda jaminan dalam
permohonan pendaftaran adalah penerima fidusia. Mengenai waktu penyebutannya kiranya
adalah patut dan logis kalau penyebutan nilai benda jaminan fidusia adalah pada saat
Sebagaimana diuraikan dalam pendahuluan, akta yang dibuat oleh notaris terbagi
menjadi dua jenis/golongan, yaitu; akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan
akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten), dan akta yang dibuat di hadapan (ten
Perbedaan dari kedua jenis akta itu dapat dilihat dari bentuk akta itu. Pada akta partij/akta
atau dikenakan denda, adanya tandatangan para pihak yang bersangkutan, atau setidaknya di
dalam akta itu diterangkan apa yang menjadi alasan tidak ditandatanganinya akta itu oleh
pihak atau para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta
huruf, atau tangannya lumpuh, atau sebab lainnya. Keterangan mana harus dicantumkan
Notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai ganti tandatangan.
Dengan demikian penandatanganan dari para pihak merupakan suatu keharusan pada akta
Pada akta relaas/akta pejabat tidak menjadi soal apabila orang-orang yang hadir
menolak untuk menandatangani akta itu, misalnya pada pembuatan berita acara rapat
pemegang saham dalam perseroan terbatas orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat
sebelum akta itu ditanda tangani, maka Notaris cukup menerangkan dalam akta, bahwa para
pemegang saham yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu, dan
Pembedaan kedua akta tersebut penting dalam kaitannya dengan beban pembuktian
sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta itu. Terhadap kebenaran isi dari akta relaas/akta
pejabat tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu, sedangkan
pada akta partij/akta para pihak dapat digugat isinya tanpa menuduh akan kepalsuannya,
dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan adalah tidak
benar, artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya
(tegenbewijs).
Pembedaan tersebut juga menimbulkan ciri pada masing-masing akta, maka yang dapat
dipastikan secara otentik dalam akta partij/akta para pihak terhadap pihak lain, adalah :
4. Bahwa apa yang tercantum dalam akta itu adalah sesuai dengan apa yang
akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti
Mengacu pada pendapat atau teori dari Hartkamp yang menyatakan bahwa perjanjian adalah
perihal aturan bentuk formal oleh perjumpaan pernyataan kehendak yang saling bergantung
satu sama lain sebagaimana dinyatakan oleh dua atau lebih pihak, dan dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak serta atas beban pihak
lainnya, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah (semua) pihak bertimbal balik,
diperoleh hasil analisa bahwa tindakan hukum yang terbentuk dengan memperhatikan
kehendak antara para pihak, yang dalam penelitian ini diawali dengan perjanjian pokok
berupa perjanjian kredit yang kemudian pembebanannya dilakukan dengan akta jaminan
fidusia, dan berpedoman pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, serta ketentuan
mengenai bentuk akta Notaris, yang termuat dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 65 UU
Jabatan Notaris, serta mengacu pula pada ketentuan dalam Pasal 6 UU Jaminan Fidusia, hasil
penelitian terhadap jenis akta jaminan fidusia memperoleh suatu kesimpulan bahwa; akta
jaminan fidusia adalah termasuk jenis akta partij atau akta para pihak.
Ciri yang paling menonjol dalam akta jaminan fidusia yang memberikannya kepastian secara
otentik terhadap pihak lain, sehingga dapat digolongkan sebagai jenis partij akte / akta para
pihak, adalah :
4. Bahwa apa yang tercantum dalam akta jaminan fidusia itu adalah sesuai
dengan apa yang diterangkan oleh para pihak/para penghadap kepada notaris
2. asas publisitas.
Jaminan fidusia harus didaftarkan, seperti yang diatur dalam Pasal 11 UUJF. Dengan
adanya pendaftaran tersebut, UUJF memenuhi asas publisitas yang merupakan salah satu asas
utama hukum jaminan kebendaan. Ketentuan tersebut.dibuat dengan tujuan bahwa benda
yang, dijadikan obyek benar-benar merupakan barang kepunyaan debitor atau pemberi
fidusia sehingga kalau ada pihak lain yang hendak mengklaim benda tersebut, ia dapat
RI, dimana untuk pertama kalinya, kantor tersebut didirikan dengan wilayah kerja mencakup
Untuk pertama. sekali dalam sejarah hukum Indonesia, adanya kewajiban untuk
mendaftarkan fidusia ke instansi vang berwenang. Kewajiban tersebut bersumber dan Pasal
11 dari UUJF. Pendaftaran fidusia. dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat
kedudukan pihak pemberi fidusia. Pendaftaran fidusia dilakukan terhadap hal-hal sebagai
berikut:
a. Benda Objek Jaminan Fidusia yang berada di dalam negeri (Pasal 11 ayat (l)).
b. Benda objek jaminan Fidusia yang berada di luar negeri (Pasal 11 ayat (2)).
c. Terhadap perubahan isi sertifikat jaminan fidusia. (Pasal 16 ayat (1)). Perubahan ini tidak
perlu dilakukan dengan akta notaris tetapi perlu diberitahukan kepada para pihak.
pendaftaran, maka pihak ketiga dianggap tahu ciri-ciri yang melekat pada benda yang
bersangkutan dan adanya ikatan jaminan dengan ciri-ciri yang disebutkan di sana, dan dalam
hal pihak ketiga lalai untuk memperhatikan/ mengontrol register/daftar, maka ia dengan tidak
bias mengharapkan. Adanya perlindungan berdasarkan itikad baik harus memikul risiko
kerugian Namun, sehubungan. dengan adanya KPF hanya terbatas di kota-kota besar dan hal
itu membawa konsekuensi pada biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran dan
checking. Tujuan dari, pendaftaran adalah memberikan kepastian hukum kepada penerima
fidusia dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang berkepentingan. Segala keterangan
mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia terbuka untuk umum. Kecuali terhadap
barang persediaan, melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri yang sempuma dari jaminan
fidusia sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan (right in reni) dengan asas droit de
suit.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jenis akta jaminan fidusia adalah termasuk jenis akta partij atau akta para pihak. Ciri
yang paling menonjol dalam akta jaminan fidusia yang memberikannya kepastian secara
otentik terhadap pihak lain, sehingga dapat digolongkan sebagai jenis akta partij/akta para
pihak, adalah adanya kepastian mengenai; tanggal dari akta jaminan fidusia,tandatangan yang
ada dalam akta jaminan fidusia, identitas dari para pihak maupun saksi, dan yang terpenting
adalah bahwa apa yang tercantum dalam akta jaminan fidusia itu adalah sesuai dengan apa
yang diterangkan oleh para pihak/para penghadap kepada notaris untuk dicantumkan dalam
akta itu.
Perlindungan hukum terhadap kreditor dalam hal tidak didaftarkannya akta jaminan
fidusia, diwujudkan dalam surat kuasa pendaftaran/pemasangan akta jaminan fidusia yang
dibuat terpisah dengan akta jaminan fidusia. Selain itu kreditor selaku pemegang jaminan
jaminan fidusia sesuai surat kuasa yang diberikan. Tanggung jawab hukum notaris yang
dapat dituntut oleh kreditor adalah membayar ganti rugi kepada kreditor berdasarkan alasan
hukum bahwa notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan kreditor.
Saran
Dalam konsep yang paling dasar notarislah yang sebenarnya harus memberikan
arahan pentingnya tindak lanjut berupa pendaftaran terhadap akta jaminan fidusia, karena
dengan tidak didaftarkannya akta jaminan fidusia akan memberikan risiko pada kliennya.
Para Pihak dalam akta jaminan fidusia harus mengetahui bahwa pendaftaran fidusia sangatlah
penting, diharapkan dengan kesadaran yang demikian, praktek akta jaminan fidusia yang
hanya berakhir di meja notaris (sehingga melemahkan perlindungan hukum terhadap kreditor
selaku penerima jaminan fidusia atau tidak terdapat perlindungan kepadanya sebagai kreditor
preferen) tidak terjadi lagi, dan kepentingan para pihak dapat terlindungi.
UU Jaminan Fidusia tidak merinci lebih tegas sampai kapan pendaftaran jaminan
fidusia tersebut harus didaftarkan (setelah Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia
banyaknya jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Untuk itu selayaknya undang-undang
mengatur secara tegas mengenai batas waktu untuk melakukan pendaftaran tersebut, agar
tidak ada lagi celah bagi Pemberi Fidusia, Penerima Fidusia maupun Notaris untuk tidak
kewajiban yang diperintahkan oleh undang-undang, namun seringkali tidak dilakukan dengan
pembuat kebijakan mengkaji ulang mengenai besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
melakukan pendaftaran tersebut, agar dapat mencapai rasa keadilan bagi para pihak,
khususnya kreditor selaku penerima jaminan fidusia sebagai pihak yang berkewajiban untuk
melakukan pendaftaran.
DAFTAR PUSTAKA :
Satrio, J. S.H., 2002, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Sjahdeini, Sutan Remy. 1996, Hak Tanggungan, Cetakan Pertama, Airlangga University
Press, Surabaya.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. 1982, Himpunan Karya Tentang Jaminan,, Cetakan