Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Tempat dan Subjek Penelitian


Penelitian ini melibatkan delapan sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis.
Responden dalam penelitian ini 18 orang yang
terdiri dari 8 orang kepala sekolah, 8 orang guru,
dan 2 orang pengawas TK/SD di wilayah Kecamatan
Pakis. Jadi masing-masing kepala sekolah diikutkan
sebagai responden, sementara guru diambil masing-
masing satu orang dari setiap sekolah dasar
berdasarkan pengetahuan terhadap program
Pengembangan Diri tersebut atas dasar informasi
dari kepala sekolahnya.
Daerah Binaan I (Dabin I) Kecamatan Pakis
terdiri dari 9 sekolah dasar yang terbagi dalam 2
gugus sekolah yaitu Gugus Sindoro dan Gugus
Sumbing. Anggota Gugus Sindoro adalah SDN
Bawang, SDN Rejosari, SDN Daseh, SDN Losari,
SDN Wiropati sedangkan anggota Gugus Sumbing
terdiri dari SDN Pakis, SDN Banyusidi, SDN
Gejayan, dan SDN Krasak. Jumlah total kepala
sekolah ada 9 orang dan jumlah total guru ada 85
orang, sedangkan jumlah total siswa ada 1.570
anak. Dari sembilan SD tersebut terdapat satu SD
yang tidak dilibatkan dalam penelitian karena
jumlah siswanya sangat sedikit pada tahun ajaran
2011/2012.
47
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak minggu kedua
bulan Januari 2012 dengan melakukan survei awal
ke beberapa sekolah. Pengambilan data dimulai
sejak minggu kedua Januari 2012 tersebut dan
berakhir pada awal bulan Mei 2012. Setelah peneliti
menyusun pedoman wawancara, Peneliti melakukan
wawancara dengan subjek. Sedangkan untuk
pengamatan, dilakukan dengan datang di sekolah-
sekolah pada saat jam pelaksanaan kegiatan
Pengembangan Diri sesuai jadwal pelajaran pada
masing-masing sekolah. Selain itu Peneliti juga
melakukan wawancara terhadap beberapa orang
siswa untuk mencari informasi tentang pelaksanaan
kegiatan Pengembangan Diri di sekolahnya.
Selain melakukan wawancara dan
pengamatan, peneliti juga melakukan studi
dokumentasi. Peneliti meminjam dokumen KTSP
dari masing-masing sekolah untuk mengetahui
apakah Pengembangan Diri sudah dicantumkan di
dalam dokumen KTSP dan bagaimana
pelaksanaannya. Peneliti juga melihat buku catatan
prestasi yang diraih siswa pada lomba-lomba yang
diadakan baik tingkat kecamatan maupun tingkat di
atasnya. Peneliti mencocokkan antara buku catatan
prestasi dengan hasil perolehan piala dan piagam.
Peneliti juga melihat buku Daftar Kelas milik guru
untuk mengetahui himpunan data siswa yang ditulis
di sana, seperti identitas diri; potensi dasar:
48
inteligensi, bakat, minat; identitas keluarga; riwayat
kesehatan; nilai hasil belajar; riwayat pendidikan;
pekerjaan orang tua/keluarga; catatan prestasti non
akademik siswa, catatan perkembangan fisik (berat
dan tinggi badan) dan lain-lain. Buku rapor juga
menjadi perhatian Peneliti untuk mengetahui
bagaimana penilaian Pengembangan Diri siswa
ditulis sebagai laporan kepada pihak-pihak yang
memerlukan, terutama orang tua siswa.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Dalam kegiatan ini Peneliti merangkum hasil
wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi
untuk mengambil data yang diperlukan yaitu
pemahaman subjek tentang pengertian
Pengembangan Diri dan kebijakan pemerintah
mengenai Pengembangan Diri, penyususan panduan
pelaksanaan Pengembangan Diri, pelaksanaan
Pengembangan Diri, dan kendala-kendala dalam
pelaksanaannya. Hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Konsepsi tentang Pengembangan Diri di


Sekolah
Program Pengembangan Diri dipahami oleh
subjek (guru dan kepala sekolah) dalam beberapa
versi yang berbeda. Guru dan kepala sekolah
masih belum memahami antara konsep
Pengembangan Diri dan cara-cara melakukan

49
Pengembangan Diri. Hanya Pengawas Satuan
Pendidikan TK/SD (11%) yang sudah memahami
pengertian Pengembangan Diri sesuai yang
dimaksud dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 (KTSP). Beberapa pemahaman tersebut
tampak pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Pemahaman Responden terhadap


Pengertian Pengembangan Diri

Sebagai Sebagai Sebagai


Pengembangan Sesuai
Pembia- Ekstra- Layanan
Diri KTSP
saan kurikuler Konseling

f 2 6 10 0

Prosentase 11 33 56 0

Dari tabel di atas dapat diketahui


pemahaman respoden tentang konsep
Pengembangan Diri yaitu:
a. Pengembangan Diri dipahami sebagai kegiatan
yang sama dengan pembiasaan (istilah yang
digunakan KBK dimana KTSP pembiasaan
termasuk dalam kegiatan Pengembangan Diri
tidak terprogram). Sebanyak 33% subjek
mengatakan Pengembangan Diri sama dengan
pembiasaan yang merupakan aktivitas di
bawah bimbingan guru yang memungkinkan
terbentuknya perilaku siswa yang baik.
Aktivitas tersebut diantaranya adalah
kebiasaan mengucap salam, cium tangan,

50
membuang sampah pada tempatnya,
pemeriksaan rambut, gigi dan kuku,
menggunakan WC dengan benar, melakukan
upacara bendera, senam bersama, berpakaian
bersih dan rapi, berbahasa yang baik dan
sopan, rajin membaca, dan lain-lain.
b. Pengembangan Diri adalah kegiatan
ekstrakurikuler saja. Sebagian besar sebanyak
56% subjek memahami Pengembangan Diri
sebagai kegiatan pengembangan bakat dan
minat siswa berupa kegiatan Pramuka, seni,
dan olah raga prestasi. Subjek dapat
menjelaskan sedikit mengapa kegiatan
tersebut masuk Pengembangan Diri. Beberapa
guru memandang bahwa olah raga masuk
dalam Pengembangan Diri karena banyak nilai
yang dapat diperoleh dengan kegiatan olah
raga prestasi. Misalnya melatih sportivitas,
kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, dsb.
Dalam kegiatan kepramukaan, juga banyak
kegiatan yang berkaitan pengembangan
kepribadian siswa, misalnya kejujuran,
kedisiplinan, toleransi, kerjasama, dsb.
Sementara di bidang seni membuat siswa
dapat menghargai keindahan, kebudayaan
orang lain, dan melatih kedisiplinan juga.
c. Tidak ada guru dan kepala sekolah (0%) yang
menyatakan layanan konseling termasuk
dalam Pengembangan Diri, akan tetapi mereka
51
menyatakan bahwa layanan konseling
memang merupakan salah satu tugas guru
selain mengajar. Menurut mereka,
membimbing siswa memang salah satu tugas
pendidik (UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 39
ayat 2). Subjek kurang menyadari/memahami
bahwa salah satu cara Pengembangan Diri
siswa adalah dengan kegiatan Layanan
Konseling. Konsep layanan konseling seperti
dalam buku panduan Pengembangan Diri
belum dipahami dengan baik. Menurut hasil
wawancara, layanan konseling dipahami
sebagian besar subjek secara sempit. Mereka
berpendapat bahwa layanan konseling hanya
dalam hal memberikan nasehat serta teguran
terhadap siswa yang berkelakuan buruk.
Kegiatan semacam itulah yang dipahami
sebagai kegiatan konseling. Hal ini nampak
dari salah satu pernyataan responden sebagai
berikut:

“kalau yang namanya bimbingan konseling itu ya


kegiatan guru dalam menasehati dan menegur
siswa yang melanggar aturan di sekolah saja.
Kesalahan siswa di rumah bukanlah tanggung
jawab guru di sekolah. Jadi guru hanya
bertanggung jawab atas perilaku siswa di
sekolah saja”.

Dari pernyataan tersebut nampak sekali


pemahaman guru tentang fungsi dan tugas guru
sebagai guru bimbingan dan konseling di sekolah

52
masih sangat terbatas, karena apa yang
dilakukan oleh guru baru merupakan salah satu
dari layanan konseling. Guru kelas belum
mampu melaksanakan kegiatan konseling
sebagaimana layaknya konselor seperti yang
dimaksud dalam buku Model dan Contoh
Pengembangan Diri di Sekolah Dasar (Puskur:
2007), yang meliputi layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penempatan dan penyaluran,
layanan penguasaan konten, konseling
perorangan, konseling kelompok, konsultasi, dan
layanan mediasi serta kegiatan pendukung
berupa aplikasi instrumentasi, himpunan data,
konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan
kepustakaan, dan alih tangan kasus.
Diantara jenis-jenis layanan konseling
tersebut yang sudah dilaksanakan oleh guru
adalah kunjungan rumah. Kunjungan rumah
itupun hanya dilakukan sesekali ketika ada
masalah pada siswa yang dikunjungi. Misalnya
siswa tidak masuk beberapa hari tanpa ada ijin,
membuat kenakalan yang cukup serius di
sekolah, dan sebagainya.
Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten
Magelang tentang Pengembangan Diri siswa
sekolah dasar masih lebih banyak menekankan
Program Pengembangan Diri terprogram yang
berupa kegiatan ekstrakurikuler. Dukungan
tersebut nampak pada even-even yang berupa
53
lomba pada bidang kepramukaan, olah raga dan
seni, serta bidang akademik seperti lomba
olimpiade sains dan matematika. Lomba di
bidang yang berkaitan dengan layanan konseling
belum pernah ada. Perhatian pemerintah daerah
untuk mendukung kegiatan layanan konseling,
seperti penyediaan konselor pada masing-masing
sekolah atau beberapa sekolah, atau sosialisasi
penyelenggaraan layanan konseling di sekolah
dasar sampai saat ini masih belum ada.
Kebijakan dalam pengembangan kegiatan
ekstrakurikuler di wilayah kabupaten Magelang
tersebut adalah dengan menyelenggarakan even-
even lomba pengembangan bakat minat peserta
didik. Dalam satu tahun ajaran, pemerintah
daerah menyelenggarakan berbagai even, yaitu
Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA meliputi
berbagai cabang olahraga), Festival dan Lomba
Seni Siswa Nasional (FLS2N yang meliputi Lomba
Menyanyi Tunggal, Lomba Pidato, Lomba Kriya
Anyam, dan Lomba Cipta Cerita Bergambar);
Lomba Cipta Seni Pelajar (meliputi Lomba Cipta
Baca Puisi, Lomba Cipta Seni Membatik, dan
Lomba Seni Lukis); Lomba Macapat, Geguritan,
Lomba Mapel (meliputi mapel Bahasa Indonesia,
IPA, Matematika dan Pengetahuan Umum);
Olimpiade Siswa Nasional (OSN meliputi mapel
IPA dan Matematika), Lomba Cerdas Cermat
(LCC); Lomba Cipta Karya Ilmiah; Lomba Tata
54
Upacara; Pesta Siaga; Lomba Tingkat II (LT-II
Pramuka Penggalang); Lomba Siswa Teladan;
Lomba Mata Pelajaran Agama dan Seni Islami
(MAPSI) dan Lomba Dokter Kecil. Dari Dinas
Pariwisata Kabupaten Magelang,
menyelenggarakan Festival Gerak Lagu Dolanan
yang merupakan agenda rutin tiap tahun.
Untuk setiap lomba, pemerintah daerah
selalu menyertakan petunjuk pelaksanaan
(juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Apabila
sekolah jeli dalam memperhatikan juklak dan
juknis tersebut, sebenarnya sekolah sudah bisa
membuat perencanaan program Pengembangan
Diri terutama untuk kegiatan ekstrakurikulernya.
Namun, yang dilakukan sebagian besar sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis selama
ini adalah menyelenggarakan pembinaan dan
pelatihan menghadapi lomba (yang sebenarnya
merupakan salah satu kegiatan Pengembangan
Diri) apabila sudah ada undangan lomba di
tingkat kecamatan. Alhasil, siswa diorbitkan
secara mendadak. Siswa yang akan mengikuti
lomba dipilih/ditunjuk atas penilaian guru
bahwa siswa tersebut berbakat, dan pembinaan
juga hanya satu sampai dua minggu tergantung
berapa lama datangnya surat undangan lomba
dengan waktu pelaksanaan lomba.

55
Kadangkala ada beberapa sekolah yang
beruntung menemukan siswa-siswa berbakat
baik dalam bidang akademik, keolahragaan
maupun di bidang seni. Apalagi dari rumah
sudah ada pembinaan (diikutkan les oleh orang
tuanya atau di masyarakat sekitar terdapat
wahana pengembangan bakat seperti adanya
perkumpulan seni atau adanya sarana prasarana
olahraga). Dengan waktu pembinaan yang relatif
singkat, sekolah sudah mampu melahirkan
juara-juara di tingkat kecamatan maupun di
tingkat lebih atas. Sayangnya keberuntungan ini
tidak selalu berpihak setiap tahun di sekolah
tersebut sehingga tidak setiap tahun bisa
melahirkan juara. Terdapat satu sekolah yang
sering menjadi langganan juara di berbagai
lomba. Hal ini bukan karena penyelenggaraan
program Pengembangan Diri yang baik, namun
lebih dikarenakan banyaknya sumber daya siswa
(jumlah siswanya banyak) yang memungkinkan
banyak pilihan siswa yang berpotensi. Selain itu,
keintensifan waktu pembinaan, dan kemampuan
sekolah menghadirkan pelatih ahli di bidangnya
sehingga mampu mendukung lahirnya juara-
juara pada masing-masing lomba.
Berdasarkan tanggapan pihak sekolah atas
kebijakan pemerintah berupa lomba-lomba
tersebut, nampak bahwa sekolah belum begitu
memandang penting atas Program Pengembangan
56
Diri tersebut. Hal ini terlihat tidak adanya
rutinitas pembinaan di sebagian besar sekolah.
Sesungguhnya jika sekolah merasa bahwa
Pengembangan Diri itu penting bagi bekal siswa
dalam meniti kehidupan, penyelenggaraan tidak
harus ketika akan ada lomba saja, tetapi rutin
terprogram secara baik.
Ada juga guru yang menyatakan bahwa
keikutsertaan pada lomba-lomba yang diadakan
oleh pemerintah daerah karena adanya
keterpaksaan mengikuti. Pihak sekolah malu
karena dana BOS yang dapat untuk membiayai
kegiatan tersebut sudah tersedia. Dalam hal
persiapan lomba inipun tidak semua guru mau
menyiapkan secara serius karena keterbatasan
kemampuan, pengetahuan, waktu, dan fasilitas.

2. Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa di


Sekolah Dasar
Menurut hasil penelitian sebagaimana
terlihat pada tabel di bawah ini, sekolah-sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis rata-
rata telah melakukan Program Pengembangan
Diri yang tidak terprogram berupa kegiatan rutin:
upacara bendera, senam, keberaturan,
pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri,
sedangkan untuk ibadah khusus keagamaan
terutama bagi siswa dan guru muslim belum
semua SD melakukan karena keterbatasan

57
sarana. Baru ada dua SD yang mempunyai
mushalla sendiri. Bagi yang belum memiliki,
biasanya memanfaatkan ruang di sekolah yang
kosong atau ke masjid terdekat. Untuk kegiatan
spontan dan keteladanan, semua SD sudah
melaksanakannya.

Tabel 3. Bentuk Pelaksanaan Pengembangan


Diri Tidak Terprogram

No Nama SD Rutin Spontan Keteladanan


1 Pakis V (sudah V V
mempunyai
mushala)
2 Bawang V (sudah V V
mempunyai
mushala)
3 Rejosari V V V
4 Losari V V V
5 Wiropati V V V
6 Banyusidi V V V
7 Gejayan V V V
8 Krasak V V V

Kegiatan Pengembangan Diri tidak


terprogram sudah terlaksana karena konsep
kegiatan ini mudah dipahami, mudah
dilaksanakan, materinya menyangkut keseharian
anak, dan tidak membutuhkan dana yang besar.
Cukup dengan nasihat, teguran, keteladan guru
dan penyediaan fasilitas seperti tempat
pembuangan sampah, alat-alat kebersihan,
58
slogan-slogan tertulis yang bisa dibuat baik oleh
siswa maupun guru, kegiatan tersebut sudah
bisa dilakukan.
Pengembangan Diri yang terprogram
membutuhkan perencanaan, penyelenggaraan,
penilaian, dan pengawasan yang cukup rumit
secara administratif maupun dalam
pelaksanaannya maka sebagian besar SD belum
melaksanakan dengan maksimal. Diantara
banyak kegiatan Pengembangan Diri yang
terprogram tersebut bagian yang dirasa oleh guru
dan kepala sekolah sulit dilaksanakan adalah
dalam penyusunan rencana program layanan
konseling dan ekstrakurikuler. Selama ini
memang sekolah telah diakui melaksanakan
kegiatan layanan konseling dan ekstra kurikuler,
tetapi kegiatan tersebut tidak diprogramkan
dengan baik, sekedar berjalan. Dari hasil
penelusuran atas pedoman salah satu
pelaksanaan program Pengembangan Diri, yaitu
pramuka belum ada jadwal program kerja secara
rinci. Memang buku pedoman pembinaan
kepramukaan sudah ada di masing-masing
sekolah tetapi jadwal pencapaian target-target
pada masing-masing kegiatan atau pertemuan,
tidak ada.
Adapun pelaksanaan kegiatan Program
Pengembangan Diri yang terprogram di wilayah
Dabin I Kecamatan Pakis adalah sebagai berikut:
59
a. Pelaksanaan Layanan Konseling dan
Layanan Kegiatan Pendukung Konseling
Hasil penelitian tentang layanan
konseling dan kegiatan pendukung konseling
di sekolah dasar di wilayah Dabin I Kecamatan
Pakis dibagi dalam empat hal yaitu
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengawasan.

1) Perencanaan
Dalam perencanaan kegiatan layanan
konseling, masih terbatas pada
pencantuman layanan dalam dokumen
KTSP. Dari 8 sekolah di Dabin 1
Kecamatan Pakis yang diteliti, perencanaan
program yang disusun secara tahunan,
semesteran, bulanan, dan mingguan,
bahkan sampai harian belum ada yang
menyusun. Akan tetapi semua sekolah
telah mencantumkan Pengembangan Diri
secara terjadwal pada masing-masing kelas
dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran
(termasuk di dalamnya ekstrakurikuler).
Menurut hasil wawancara, belum
tersusunnya program layanan konseling
tersebut dikarenakan belum adanya buku
pedoman pelaksanaan Pengembangan Diri
di sekolah dasar sehingga subjek belum
tahu dan belum mampu menyusun

60
program Pengembangan Diri dengan baik.
Dari kenyataaan di atas nampak bahwa
sekolah belum mampu menyusun
perencanaan layanan konseling dan
kegiatan pendukungnya dengan baik.
Semua sekolah belum menyusun Satuan
Layanan (SATLAN), Satuan Pendukung
(SATKUNG) dan Laporan Pelaksanaan
Program (LAPELPROG) untuk layanan
konseling.
Para guru kelas selaku petugas
konseling hanya mempunyai semacam
laporan kegiatan bimbingan yang dibuat
sebagai salah satu syarat administrasi
kenaikan pangkat. Isinya berupa catatan
kegiatan pembimbingan yang dilakukan.
Kebanyakan catatan pembimbingan berisi
kenakalan siswa (misalnya menasehati
siswa berkelahi, suka mengganggu, tidak
mengerjakan PR). Beberapa SD membuat
laporan rutin kegiatan tiap bulan kepada
kepala sekolah, namun terdapat beberapa
SD yang membuatnya secara insidental,
kalau ingat saja dan dilaporkan kepada
kepala sekolah setahun sekali ketika
kenaikan kelas. Pada momen ini biasanya
para guru meminta tanda tangan kepala
sekolah untuk berbagai administrasi kelas
seperti daftar nilai, daftar kelas, buku
61
bimbingan, buku laporan kenaikan/
kelulusan, dan lain-lain. Ini menunjukkan
kurangnya perhatian baik kepala sekolah
maupun guru akan pentingnya layanan
konseling.

2) Pelaksanaan
Meskipun tertulis dalam dokumen
KTSP dan pada jadwal kelas, pelaksanaan
Pengembangan Diri di sekolah sangat
beragam. Ada sekolah yang menggunakan
jam terjadwal untuk kegiatan akademik
yang lain, ada sekolah yang menggunakan
untuk kegiatan ekstra kurikuler saja,
sementara layanan konseling dilakukan
insidental pada saat menemukan siswa
bermasalah. Berdasarkan hasil wawancara,
penggunaan alokasi waktu Pengembangan
Diri terjadwal pada masing-masing sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis
Kabupaten Magelang dapat dilihat pada
tabel berikut.

62
Tabel 4. Penggunaan Alokasi Waktu
untuk Pengembangan Diri
dalam Jadwal Kelas

Alokasi
No Nama SD Penggunaan
Waktu
1 Pakis 2 jp hari Kegiatan
Sabtu ekstrakurikuler
2 Bawang 2 jp hari Kegiatan
Sabtu ekstrakurikuler
3 Rejosari 2 jp hari Kegiatan akademik,
Sabtu kegiatan ekstra
kalau akan lomba
saja
4 Losari 2 jp hari Kegiatan akademik,
Sabtu kegiatan ekstra
kalau akan lomba
saja
5 Wiropati 2 jp hari Kegiatan akademik,
Sabtu kegiatan ekstra
kalau akan lomba
saja
6 Banyusidi 2 jp hari Kegiatan akademik,
Jumat ekstra Pramuka
hari Jumat tapi di
luar jam reguler,
ekstra yang lain
kalau akan lomba
saja
7 Gejayan 2 jp hari Kegiatan akademik,
Jumat kegiatan ekstra
kalau akan lomba
saja
8 Krasak 2 jp hari Kegiatan
Sabtu ekstrakurikuler

Dari hasil wawancara dan


pengamatan di delapan sekolah dasar di

63
wilayah Dabin I Kecamatan Pakis nampak
pelaksanaan konseling belum maksimal.
Realitas implementasi layanan Konseling di
SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis
jauh dari apa yang seharusnya bisa
diterapkan di tingkat pendidikan dasar.
Semua SD baru melaksanakan sebagian
dari bidang layanan konseling dan kegiatan
pendukung konseling. Layanan konseling
tersebut dilakukan oleh guru kelas
biasanya dalam bentuk bimbingan
individual dan klasikal. Layanan konseling
belum dilakukan secara rutin sesuai jadwal
yang ada, yaitu dua jam pelajaran
perminggu untuk Pengembangan Diri yang
dibagi dalam dua kegiatan yaitu layanan
konseling dan kegiatan ekstrakurikuler.
Layanan konseling masih dilakukan
secara insidental ketika guru kelas
menemukan adanya permasalahan yang
terjadi pada seorang atau lebih siswanya,
misalnya siswa yang nilainya selalu jelek,
siswa yang suka mengganggu, siswa
berkelahi, dan lain-lain. Juga ketika siswa
menghadapi masa-masa penting seperti
saat penyesuaian atau adaptasi dengan
lingkungan dan teman yang baru, atau
ketika siswa memilih teknologi dan
informasi saat ini yang baik dan tepat
64
untuk usia mereka (bimbingan pribadi-
sosial), ketika masa-masa menghadapi
ulangan atau ujian (bimbingan belajar)
serta masa-masa persiapan memilih
sekolah lanjutan yang sesuai (bimbingan
karier).
Dapat diambil kesimpulan bahwa
sesuai buku pedoman, berbagai jenis
layanan Konseling hampir semua sudah
dilaksanakan di sekolah dasar di wilayah
Dabin I Kecamatan Pakis akan tetapi
cakupan materi layanan konseling dan
intensitas pelayanannya belum maksimal.
Misalnya, pelaksanaan layanan orientasi
untuk kelas satu pada saat pertama masuk
sekolah sebagai usaha pengenalan
lingkungan dan adaptasi. Layanan
orientasi kelas I ini hanya dilakukan 1
sampai 3 hari saja pada hari-hari pertama
masuk. Materinya rata-rata hanya
pengenalan nama gurunya, letak kamar
kecil dan perkenalan sesama teman.
Sedangkan layanan penguasaan konten
pada jenjang kelas VI pada waktu
persiapan menjelang Ujian Akhir sekolah,
dengan les atau pelajaran tambahan agar
memiliki nilai yang baik sehingga dapat
memilih sekolah yang diinginkan.

65
Untuk layanan kegiatan pendukung
konseling masih sebagian saja yang
terlaksana, seperti aplikasi instrumentasi
yang pernah dilakukan di SD-SD di wilayah
Dabin I Kecamatan Pakis adalah tes IQ. Tes
ini dilakukan oleh pihak luar sekolah,
namun kegiatan ini tidak dilaksanakan
secara rutin/berkala. Selain itu, terdapat
dua SD (itupun hanya pada kelas tertentu)
yang sudah melakukan tes sosiometri
setiap pergantian tahun ajaran. Hal ini
dapat dilihat pada papan pajangan yang
ada di dalam kelas. Himpunan data berupa
data masing-masing siswa (terdapat dalam
buku Daftar Kelas masing-masing guru)
sudah ada di semua sekolah. Kunjungan
rumah (sebagian kecil guru membuat buku
kunjung) juga merupakan kegiatan
pendukung yang sudah dilakukan hampir
di seluruh SD di wilayah Dabin I
Kecamatan Pakis. Untuk kegiatan
konferensi kasus, tampilan kepustakaan,
dan alih tangan kasus, belum ada SD yang
melakukan.
Pada setiap sekolah ditemukan buku
bimbingan dan konseling yang digunakan
untuk catatan pembimbingan terhadap
siswa. Dalam kenyataannya buku tersebut
terisi namun tidak rutin dan tidak untuk
66
setiap siswa. Padahal, setiap siswa pasti
memiliki permasalahan meskipun
tingkatan kesulitan masalah yang mereka
hadapi berbeda-beda. Masih banyak guru
di sekolah dasar hanya memperhatikan
kemampuan akademik siswa tanpa melihat
latar belakang yang dimiliki siswa. Jika ada
siswa yang selalu mendapat nilai jelek,
yang dilakukan guru adalah melakukan
perbaikan nilai melalui remedial test atau
remedial teaching saja. Rata-rata guru di
wilayah Dabin I Kecamatan Pakis jarang
yang melakukan penelusuran terhadap
latar belakang atau penyebab masalah
siswa tersebut. Atau ketika guru
mengetahui latar belakang keluarga
seorang siswa yang bermasalah, bukan
layanan konseling yang dicoba untuk
diberikan oleh guru ataupun pihak sekolah
namun terkadang justru terkesan tidak
mau tahu atau tidak tahu tindakan apa
yang sebaiknya dilakukan.
Keterbatasan layanan konseling
terjadi karena guru kelas menyadari
kemampuannya yang terbatas sebagai guru
yang sekaligus bertugas sebagai
pembimbing atau petugas konseling. Guru
merasa belum mempunyai pengetahuan
yang cukup sebagai seorang konselor.
67
Hampir semua guru mengusulkan adanya
guru khusus yang diangkat untuk hal
tersebut. Mereka juga mengusulkan
apabila kegiatan konseling harus ditangani
oleh guru kelas, pemerintah dihimbau
untuk mengadakan training atau workshop
yang cukup intensif tentang hal tersebut.
Dalam pada itu semua guru juga merasa
berat jika tugas tentang pembimbingan
layaknya konselor tersebut diserahkan
kepada mereka. Mereka mengusulkan agar
ada seorang guru bimbingan dan konseling
di setiap sekolah.

3) Penilaian
Untuk layanan konseling tersebut,
siswa tidak diberikan nilai. Temuan
menunjukkan bahwa memang semua SD di
Dabin I tersebut belum ada penilaian bagi
siswa peserta kegiatan. Tidak ada catatan
kemajuan/perkembangan siswa di masing-
masing sekolah. Di dalam rapor pun belum
ada penilaian untuk layanan konseling
seperti dicontohkan dalam buku panduan
Model dan Contoh Pengembangan Diri di
Sekolah Dasar terbitan Puskur tahun 2007.
Pada kolom penilaian Pengembangan Diri,
rata-rata kosong (tidak diisi). Hal ini
dikarenakan ketidaktahuan guru tentang
68
cara menuliskan nilai layanan konseling
untuk siswa, dan memang dalam
memberikan layanan konseling, guru
belum melakukan penilaian terhadap siswa
yang dibimbing.
Hampir semua guru dan kepala
sekolah yang terpikir bagi siswanya adalah
bagaimana kegiatan di sekolah dapat
mendukung sedemikian rupa sehingga nilai
ujian akhir khususnya Ujian Nasional
adalah yang terbaik. Dengan kata lain, nilai
akademik masih tetap dipandang sebagai
hal terpenting oleh pihak guru atau kepala
sekolah. Hal ini nampak pada jawaban
salah satu guru atas pertanyaan peneliti
tentang tidak adanya nilai rapor pada
kegiatan Pengembangan Diri di sekolahnya.

“Memangnya harus diisi ya nilai


Pengembangan Diri? Saya belum pernah
mengisinya. Lha wong menghitung nilai
pelajaran saja kalau pas membuat rapor
sudah repot kok. Nggak usah ditambah
kegiatan macam-macam. Yang penting
nantinya anak-anak bisa lulus semua, kalau
bisa ya dengan nilai yang baik.”

Penilaian atas pelaksanaan program


oleh kepala sekolah juga tidak pernah
dilakukan. Sebagian besar guru atau
kepala sekolah hampir tidak pernah
membicarakan layanan konseling yang

69
diberikan kepada siswanya. Rata-rata
hanya membicarakan kenakalan atau
keistimewaan siswanya, akan tetapi tidak
sekaligus mencari solusi penanganannya.
Evaluasi terhadap keterlaksanaan program
layanan kurang diperhatikan. Hal ini
terbukti dari penyelenggaraan kegiatan
yang tidak begitu banyak perubahan dari
waktu ke waktu sehingga tidak nampak
perubahan perilaku pada siswa yang
mendapat layanan konseling.

4) Pengawasan
Kegiatan pengawasan terhadap
layanan konseling di semua SD di wilayah
Dabin I Kecamatan Pakis telah dilakukan
meskipun kurang intensif. Pengawasan
pelaksanaan layanan konseling dan
kegiatan pendukung koseling di sekolah
dasar dilakukan secara intern oleh Kepala
Sekolah dan ekstern oleh Pengawas Tk/SD.
Di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis,
pengawasan terhadap layanan konseling
secara langsung jarang dilakukan. Kepala
Sekolah maupun Pengawas biasanya hanya
membaca hasil laporan guru dalam buku
kegiatan bimbingan.

70
b. Pelaksanaan Layanan Kegiatan
Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler sebagai bagian
tak terpisahkan dari proses pembelajaran di
sekolah tentunya memerlukan dukungan dari
berbagai komponen. Anwar dalam
Hermansyah (2004) mengemukakan beberapa
komponen yang diperlukan dalam
pembelajaran yaitu (1) sumber daya manusia
(kepala sekolah, guru, tenaga administrasi,
dan siswa), (2) kurikulum dan bahan
pembelajaran, (3) sarana dan prasarana, (4)
alat bantu belajar, dan (5) sumber-sumber
pembiayaan operasional pendidikan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa ketersediaan komponen-komponen
tersebut pada setiap sekolah beragam, namun
rata-rata sekolah dasar di wilayah Dabin I
Kecamatan Pakis dihadapkan pada empat
keterbatasan yaitu: (1) terbatasnya jumlah
guru pembina kegiatan ekstrakurikuler, (2)
terbatasnya kemampuan guru pembina dalam
menyusun program kerja ekstrakurikuler
secara sistimatis, (3) terbatasnya ruangan dan
fasilitas lainnya, dan (4) masih terbatasnya
anggaran dalam membiayai kebutuhan
operasional kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini
terlihat dalam hasil penelitian di bawah ini
yang dibagi dalam empat hal berikut ini.

71
1) Perencanaan
Hasil kajian di Dabin I Kecamatan
Pakis menunjukkan bahwa dari 8 sekolah
dasar, baru terdapat 2 jenis kegiatan ekstra
yang dilakukan oleh sekolah. Kedua jenis
kegiatan ekstra tersebut adalah krida yang
bentuknya Pramuka, senam dan Paskibra,
serta latihan/lomba keberbakatan/prestasi
di bidang olahraga, seni dan keagamaan.
Hal ini disebabkan eleh keterbatasan
kemampuan guru dalam menerjemahkan
aspek-aspek kegiatan yang termasuk dalam
kegiatan ekstrakurikuler dan terbatasnya
jumlah dan kemampuan guru.
Diantara 8 SD tersebut, semua telah
menuliskan agenda pada kegiatan
ekstrakurikuler dengan baik. Jenis, bentuk
dan jadwal kegiatan telah dituangkan
dalam KTSP namun dalam pelaksanaannya
belum sepenuhnya dijalankan sesuai
dengan yang tertulis. Penjadwalan hanya
menyangkut penentuan hari saja,
sedangkan target-target operasional setiap
pertemuan, pelaksana, pembiayaan, dan
sarana-prasarana yang dibutuhkan belum
ditentukan oleh masing-masing sekolah.
Jadi, belum ada SD yang menyusun
program kerja operasional untuk masing-
masing kegiatan ekstrakurikuler.
72
2) Pelaksanaan
Semua SD telah mengalokasikan
waktu khusus untuk kegiatan
ekstrakurikuler pada jam Pengembangan
Diri. Rata-rata di hari Sabtu dan ada yang
di hari Jumat. Pada hari tersebut terdapat
tiga SD yang telah menyelenggarakan
beberapa kegiatan ekstrakurikuler yaitu
drumband untuk kelas 4-6, latihan
keberbakatan /prestasi (renang, volley dan
bulu tangkis) untuk kelas 1- 6, latihan
paskibra, senam dan Pramuka. Sementara
itu, SD-SD yang lain mencantumkan waktu
khusus kegiatan ekstrakurikuler pada
jadwal namun belum melaksanakan sesuai
yang tercantum. Rata-rata hanya
melakukan kegiatan senam dan latihan
Paskibra yang setiap hari Senin selalu
digunakan untuk melaksanakan upacara
bendera. Kegiatan ekstra tersebut rata-rata
diampu oleh guru kelas maupun guru
mapel (olahraga dan agama), namun ada
dua SD yang sudah mengalokasikan dana
khusus untuk mendatangkan pelatih dari
luar yaitu pelatih drumband dan pelatih
Pramuka.
Untuk jenis kegiatan ekstrakurikuler
yang lain seperti karya ilmiah dan
seminar/lokakarya/pameran/bazaar belum
73
ada SD di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis
yang menyelenggarakannya. Hal ini
dikarenakan keterbatasan guru dan kepala
sekolah dalam memahami konsep jenis
kegiatan tersebut. Misalnya, Guru dan
Kepala Sekolah belum memahami secara
mantap tentang kegiatan karya ilmiah dan
seminar/lokakarya/pameran/bazaar apa
yang bisa dilakukan dan cocok untuk anak
Sekolah Dasar. Di samping itu juga karena
keterbatasan kemampuan guru dan kepala
sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan
tersebut.
Khusus ekstra Pramuka sebagai
kegiatan ekstra wajib, ada empat SD yang
sudah melaksanakan secara rutin terlepas
apakah akan ada lomba atau tidak di
bidang tersebut. Sementara, 4 SD yang lain
masih melaksanakan secara insidental.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pihak
sekolah manakala ada undangan mengikuti
kegiatan lomba, baik tingkat kecamatan
atau kabupaten. Kegiatan lomba ini
biasanya diadakan pada bulan Januari
untuk lomba pesta Siaga, dan bulan
Agustus untuk Lomba Tingkat II
Penggalang.

74
Tiap tahun di masing-masing SD
selalu mampu meraih prestasi dalam even-
even lomba. Ada yang baru mencapai
tingkat kecamatan, namun ada yang sudah
sampai di tingkat propinsi. Kenyataan ini
sangat kontras dengan pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler yang belum
maksimal. Ternyata, sebagian besar SD
mampu berprestasi karena untuk
menghadapi lomba, sekolah memilih
beberapa siswa berbakat untuk dilatih
secara intensif. Oleh karena hanya siswa-
siswi tertentu saja yang mendapat
pelatihan, tentu saja ini merugikan bagi
sebagian besar siswa di sekolah tersebut
karena mereka tidak terlayani bakat dan
minatnya.
Dalam mencapai kemenangan,
sekolah juga menjalankan strategi dengan
membidik cabang-cabang lomba mana yang
sekiranya dapat diraih kejuaraannya.
Terbukti di almari kantor masing-masing
sekolah terpajang piala-piala hasil lomba
siswa-siswinya, sedangkan piagam-piagam
hanya berupa foto-kopinya karena yang asli
diberikan kepada siswa bersangkutan.
Prestasi siswa-siswi di masing-masing
sekolah dicatat dalam buku catatan
prestasi sekolah. Seluruh SD di wilayah
75
Dabin I Kecamatan Pakis telah membuat
buku tersebut karena dibutuhkan dalam
akreditasi.
Sebagian besar sekolah dasar di
wilayah Dabin I Kecamatan Pakis masih
belum mengalokasikan dana khusus
penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler.
Baru dua SD yang menganggarkan untuk
pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler. SD-
SD yang lain hanya menganggarkan dana
transportasi dan akomodasi lomba.

Tabel 5. Pembiayaan Kegiatan


Ekstrakurikuler

No Nama SD Alokasi Dana Penggunaan


1 Pakis Menganggarkan Honor pelatih,
biaya kegiatan
rutin, sarana
prasarana,
transportasi
dan akomodasi
lomba
2 Bawang Menganggarkan Honor pelatih,
biaya kegiatan
rutin, sarana
prasarana,
transportasi
dan akomodasi
lomba
3 Rejosari Menganggarkan transportasi
dan akomodasi
lomba
4 Losari Menganggarkan transportasi
dan akomodasi
lomba

76
No Nama SD Alokasi Dana Penggunaan
5 Wiropati Menganggarkan transportasi
dan akomodasi
lomba
6 Banyusidi Menganggarkan transportasi
dan akomodasi
lomba
7 Gejayan Menganggarkan transportasi
dan akomodasi
lomba
8 Krasak Menganggarkan transportasi
dan akomodasi
lomba

Anggaran biaya untuk sarana dan


prasarana kegiatan ekstrakurikuler
biasanya menjadi satu dengan anggaran
untuk pembelajaran di kelas. Misalnya,
peralatan olahraga. Biasanya alat olahraga
digunakan untuk pembelajaran dan juga
untuk sarana kegiatan ekstrakurikuler.
Meskipun jenis alatnya lengkap, namun
kurang dalam jumlah. Rasio jumlah alat
dengan jumlah siswa tidak sebanding. Hal
ini menunjukkan bahwa alokasi dana yang
tersedia untuk kegiatan ekstrakurikuler
masih terbatas, belum teranggar secara
maksimal.

3) Penilaian
Untuk kegiatan ekstrakurikuler
tersebut, siswa tidak diberikan nilai untuk

77
kegiatan wajib atau kegiatan pilihan/
fakultatif. Temuan menunjukkan bahwa
memang semua SD di Dabin I tersebut
belum ada penilaian bagi siswa peserta
kegiatan. Untuk penilaian keikutsertaan
siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler
maupun catatan kemajuan siswa di
masing-masing sekolah, belum ada. Di
dalam rapor pun belum ada penilaian
untuk Pengembangan Diri seperti
dicontohkan dalam buku panduan Model
dan Contoh Pengembangan Diri di Sekolah
Dasar terbitan Puskur tahun 2007. Pada
kolom penilaian Pengembangan Diri, rata-
rata kosong (tidak diisi) sebagaimana
penilaian layanan konseling. Hal ini juga
dikarenakan ketidaktahuan guru tentang
cara menuliskan nilai Pengembangan Diri,
dan memang dalam menyelenggarakan
Pengembangan Diri siswa belum dinilai.

4) Pengawasan
Pengawasan dilakukan oleh guru
kelas (jika pelatih dari luar sekolah) dan
kadang-kadang oleh kepala sekolah secara
langsung terhadap keikutsertaan siswa
dalam kegiatan ekstrakurikuler. Guru dan
kepala sekolah mengamati langsung
jalannya kegiatan, namun tidak ada tindak
78
lanjut yang memungkinkan terjadi
peningkatan mutu layanan maupun mutu
prestasi. Kalaupun ada, hanya dalam hal
mengintensifkan kegiatan pelatihan jika
akan ada lomba. Hal ini dikarenakan
keterbatasan dana untuk membiayai
kegiatan ekstrakurikuler dan keterbatasan
sarana maupun fasilitas yang mendukung.

3. Kendala-kendala dalam Penyelenggaraan


Pengembangan Diri di Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat
kendala-kendala dalam penyelenggaraan program
Pengembangan Diri yang meliputi pemahaman
terhadap konsep Pengembangan Diri,
penyusunan program, dan pelaksanaan program.
Kendala-kendala tersebut adalah:
- Tidak adanya panduan pelaksanaan Program
Pengembangan Diri di sekolah di wilayah
Dabin I Kecamatan Pakis, sehingga baik
Kepala Sekolah maupun guru hanya
melaksanakan kegiatan Pengembangan Diri
sesuai pengetahuan mereka masing-masing.
- Kurangnya sosialisasi tentang bagaimana
pelaksanaan Pengembangan Diri. Sementara
untuk pembelajaran (mapel dan mulok) lebih
sering diberikan.

79
- Sebagian besar guru tidak memandang
penting program Pengembangan Diri secara
rutin tetapi lebih mementingkan kegiatan
akademik.
- Guru dan Kepala Sekolah merasa beban
mengajar dan administrasi sudah terlalu
banyak sehingga tidak merasa penting untuk
menyusun program Pengembangan Diri.
- Orientasi Pengembangan Diri (khususnya
kegiatan ekstrakurikuler) masih pada
kepentingan sekolah belum memihak kepada
siswa. Kegiatan tidak rutin pun telah
membuahkan hasil (prestasi dalam lomba),
sehingga sekolah-sekolah merasa kurang
perlu bersusah payah menyelenggarakan
Pengembangan Diri dengan baik. Alhasil,
siswa tidak terbina dengan baik, atau hanya
siswa-siswa tertentu saja yang memperoleh
pembinaan.
- Sekolah terkendala dalam menentukan jenis
kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai, tenaga
pembimbing, juga sarana prasarana. Sekolah
juga merasa repot apabila mengelola kegiatan
ekstrakurikuler yang terlalu banyak sesuai
bakat dan minat siswa.
- Sekolah belum mampu menganggarkan dana
untuk berbagai kegiatan Pengembangan Diri
secara rutin, tetapi untuk kegiatan insidental
dianggarkan.
80
Dari hasil penelitian di atas, tentang
pemahaman konsep Pengembangan Diri yang
beragam, kebijakan pemerintah yang baru
mendukung pada salah satu jenis kegiatan
Pengembangan Diri, keberagaman pelaksanaan
Pengembangan Diri pada masing-masing sekolah
serta kendala-kendala dalam pelaksanaan
Pengembangan diri, ternyata penyebab paling
mendasar adalah tidak adanya buku pedoman di
masing-masing sekolah dan kurangnya sosialisai
tentang penyelenggaraan Pengembangan Diri dari
pemerintah sampai ke tingkat sekolah.
Oleh karena itu, para guru dan kepala
sekolah diharapkan proaktif mencari buku
pedoman pelaksanaan Pengembangan Diri, bisa
dengan cara mengunduh di internet. Pemerintah
sebaiknya mensosialisasikan pelaksanaan
Pengembangan Diri sampai kepada pelaku di
sekolah (dalam hal ini, guru) agar guru
mempunyai pemahaman yang benar tentang
Pengembangan Diri sehingga mampu
melaksanakannya dengan baik sesuai pedoman.
Dengan pelaksanaan Pengembangan Diri yang
baik diharapkan dapat dihasilkan siswa-siswa
yang mempunyai bekal baik akdemis maupun
non-akademis serta keterampilan hidup dalam
menjalani kehidupan di masyarakat. Sekolah
juga secara proaktif mau memanfaatkan
lingkungan sekitar secara optimal dalam rangka
81
mendukung pelaksanaan Pengembangan Diri
siswa karena keterbatasan-keterbatasan yang
dimilikinya. Agar pelaksanaan Pengembangan
Diri berjalan maksimal, tidak hanya insidental,
diharapkan adanya peningkatan pengawasan dan
perhatian dari pihak pemerintah atau penentu
kebijakan.

82

Anda mungkin juga menyukai