TINJAUAN PUSTAKA
2.3.2 Epidemiologi
Berdasar atas data World Health Organization (WHO),7 pada tahun 2015
terdapat kurang lebih 10,4 juta kasus baru tuberkulosis di seluruh dunia. Paling
tidak, menginfeksi 5,9 juta (56%) pria, 3,5 juta (34%) wanita, dan 1,0 juta (10%)
anak-anak. Enam negara menyumbang 60% kasus baru tersebut antara lain India,
Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan. Pada tahun 2015
diperkirakan sebanyak 1,4 juta kematian terjadi karena tuberkulosis. Hal ini
menempatkan tuberkulosis sebagai salah satu dari 10 penyebab tersering kematian
di seluruh dunia.
Berdasar atas data Kementerian Kesehatan RI,8 pada tahun 2015 ditemukan
jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus di Indonesia. Jumlah ini
meningkat bila dibanding dengan seluruh kasus tuberkulosis yang ditemukan pada
tahun 2014 yang sebesar 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan
terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 38%
dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis baru di Indonesia.
Berdasar atas data penelitian oleh Te Beek dkk., distribusi tuberkulosis
ekstraparu di dunia menunjukkan limfadenitis TB paling sering terjadi (1.963
kasus), diikuti tuberkulosis pleural (1.036 kasus), dan tuberkulosis tulang (465
kasus). Menurut penelitian pada tahun 2014 di Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat (BBKPM) Bandung, TB ekstraparu terbanyak adalah limfadenitis TB
sebanyak 22 (68,7%) kasus dari total 32 (100%) kasus. Limfadenitis tuberkulosis
lebih sering terjadi pada dekade ke-2 kehidupan dengan perbandingan 2:1 antara
perempuan dan laki – laki.9,10
2.3.3 Etiologi
Limfadenitis TB disebabkan oleh M.tuberculosis complex, yaitu
M.tuberculosis (pada manusia), M.bovis (pada sapi), M.africanum, M.canetti dan
M.caprae. Secara mikrobiologi, M.tuberculosis merupakan basil tahan asam yang
dapat dilihat dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau Kinyoun-Gabbett. Pada
pewarnaan tahan asam akan terlihat kuman berwarna merah berbentuk batang halus
berukuran 3 x 0,5 μm.11
2.3.4 Patogenesis
Untuk pasien-pasien tanpa infeksi HIV, terjadinya Limfadenopati
Tuberkulosis perifer yang terisolasi, kemungkinan besar disebabkan oleh reaktivasi
dari penyakit pada bagian tersebut melalui jalur hematogen ketika pasien terinfeksi
Tuberkulosis Primer. Akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa limfadenitis
tuberkulosis pada bagian cervical mungkin disebabkan oleh infeksi pada tonsil,
adenoid, dan cincin waldeyer’s dimana hal ini akan menyebabkan terlibatnya nodal
cervical.9
2.3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian,
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya
yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu
pilihan terapi yang utama, karena pembedahan tidak memberikan keuntungan
tambahan dibandingkan terapi farmakologis biasa.13 Namun pembedahan dapat
dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini:
1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua)
jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.
Kategori 1
Tahap 2 bulan 1 1 3 3
intensif
(dosis harian)
Kategori 3