Anda di halaman 1dari 21

PAPER FARMAKOLOGI

ANTIHIPERTENSI DAN ANTIHIPOTENSI

Dosen Pengampuh :

Rachmawati Felani Djuria., Apt.,MPH

Disusun Oleh:

Ergi Widyastuti (174840107)

Salsa Sabillah (174840123)

Sarfira Umami (174840124)

JURUSAN FARMASI

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2017/2018
PAPER FARMAKOLOGI

ANTIHIPERTENSI DAN ANTIHIPOTENSI

Dosen Pengampuh :

Rachmawati Felani Djuria., Apt.,MPH

Disusun Oleh:

Ergi Widyastuti (174840107)

Salsa Sabillah (174840123)

Sarfira Umami (174840124)

JURUSAN FARMASI

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada ALLAH SWT karena hanya atas
Berkah dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul
“Antihipertensi dan Antihipotensi”.Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi 1 semester ketiga.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepadaRachmawati Felani
Djuria S.Farm, Apt, selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Farmakologi 1 serta kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan manfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal yang berkaitan dengan
likupan farmakologi farmasi.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkal Pinang , 4 September 2018

Penulis
DAFTARISI

HALAMANJUDUL……………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI…………………………………………..…………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….4


1.2 Tujuan.......................................................................................................5
1.3 Manfaat....................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1AntiHipertensi…….........................................................................….....6

2.2AntiHipotensi…………………...…………..……………….……….....15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………..……….………..…19

3.2 Saran…………………………………………………..…………...…..20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebanyakan orang Indonesia tidak memperdulikan tentang masalah kesehatan
dalam hal kecil. Menurut kebanyakan orang penyakit dalam hal kecil seperti demam, flu,
tekanan darah rendah dan lain-lain sering dianggap ringan, karena penyakit ini bisa
sembuh sendiri dengan cepat.
Tekanan darah adalah ukuran dari tekanan sistolik yang berpengaruh pada darah
karena kontraksi otot jantung dan kekuatan atau tekanan diastolik pada dinding
pembuluh darah yang lebih kecil yang mengalirkan darah dan yang mempercepatkan
jalan darah pada waktu jantung mengendur antar denyut.
Tekanan darah dikatakan normal apabila tekanan sistoliknya 120- 140 mmHg
manakala tekanan diastoliknya 80- 90 mmHg (WHO). Menurut National Heart, Lung
and blood Institute (NHLBI) dari National Institute of Health (NH), mendefinisikan
tekanan darah normal adalah tekanan sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan
diastolik kurang dari 80 mmHg. Bayi dan anak- anak secara normal memiliki tekanan
darah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Tekanan darah terjadi
pada saat darah mengalir melalui arteri, darah memberikan tekanan pada dinding arteri,
tekanan itulah yang dinilai sebagai ukuran kekuatan aliran darah. Gejala- gejalan ketika
mengalami tekanan darah rendah atau hipotensi, seperti jantung berderbar dengan
kencang atau tidak teratur, pusing, mual, lemas, pingsan, kehilangan keseimbangan atau
merasa buram, dan pandangan buram.
Hipertensi adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah
melebihi normal. Di seluruh dunia hipertensi telah menjadi suatu penyakit yang
dihubungkan dengan angka morbiditas, mortalitas serta biaya (cost) yang tinggi di
masyarakat. Hipertensi juga merupakan faktor risiko penting, yang dapat dimodifikasi,
untuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, gagal ginjal dan
penyakit arteri periferal.
Tekanan darah rendah atau Hipotensi adalah keadaan ketika tekanan darah di
dalam arteri lebih rendah dibandingkan normal dan biasa. Hipotensi terjadi pada saat
berdiri, dan pada saat setelah makan. Hipotensi terjadi pada saat tekanan darah 90/60
mmHg. Menurut Stedman’s Medical Dictionary for the Health Professions and Nursing,
tekanan darah adalah tekanan pada darah dalam arteri sistemik, yang dipengaruhi oleh
kontraksi pada vertikel kiri, resistensi pd arteriol dan kapilari, elastisitas dinding arteri,
viskositas serta volume darah.
1.2 Tujuan
1. Agar Mahasiswa mengetahui tentang Antihipertensi dan hipotensi beserta obat-
obatnya
2. Agar Mahasiswa mengetahui khasiat dan penggunaan obat antihipertensi dan
Antihipotensi.
3. Agar Mahasiswa mengetahui jenis-jenis obat dan penggolongannya.
4. Agar Mahasiswa mengetahui macam-macam obat antihipertensi dan Antihipotensi.
5. Agar Mahasiswa mengetahui efek samping dan cara mengatasi obat antihipertensi dan
Antihipotensi.
1.3 Manfaat
1. Mampu menjelaskan aspek farmakologi obat-obatan kardiovaskuler golongan
antihipertensi dan antihipotensi.
2. Mahasiswa dapat terlatih dalam membuat suatu karya ilmiah
3. Dapat bertambahnya pengetahuan mahasiswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antihipertensi
2.1.1 Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Hipertensi
adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi
normal.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
2.1.2 Khasiat dan Penggunaanya
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas
dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin
yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil
dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH)
telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke,
iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.
2.1.3 Jenis-Jenis Obat Antihipertensi dan Penggolongannya
1. Diuretik
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan
menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air.
2. Antagonis Reseptor- Beta
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan
curah jantung.
3.Antagonis Reseptor-Alfa
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon
terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
4. Kalsium Antagonis
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi
influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium
memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung.
Volume sekuncup dan resistensi perifer.
5. ACE inhibitor
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini
menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer.
Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan
meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dan
curah jantung menurun.
6. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah :
Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari
pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
2.1.4 Obat Antihipertensi
1. Diuretik
a. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix,
uresix.
Sediaan obat : Tablet,capsul, injeksi.
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli
ke dalam intersitium pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung
kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit
meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan
bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan
bersamaan.
Dosis :Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
b. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium
sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer
menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi
keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung,
cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi
pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam
2. Antagonis reseptor beta
a. Asebutol (Beta bloker)
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas
renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati
obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus,
bradikardia, depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama
insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila
diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila
diberikan bersama dengan penghambat kalsium.
Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
b. Atenolol (Beta bloker)
Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat
aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia
perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
c. Metoprolol (Beta bloker)
Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin
akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi.
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 – 100 mg/kg.
d. Propranolol (Beta bloker)
Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus
simpatetik di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah
berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang
juga sangat mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis
subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok
jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada
penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena
menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan
penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan
bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan
kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol
menurukan absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
3. Antagonis reseptor alfa
a. Klonidin (alfa antagonis)
Nama paten : Catapres, dixarit
Sediaan obat : Tablet, injeksi.
Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
Indikasi : hipertensi, migren.
Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik,
alcohol. Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya.
Dosis : 150 – 300 mg/hr.
4. Antagonis kalsium
a. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium
melalui slow cannel calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran
cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta
bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama
amiodaron dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
b. Nifedipin (antagonis kalsium)
Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard,
Vasdalat.
Sediaan obat : Tablet, kaplet
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan
spasme arteri coroner.
Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal
jantung refrakter.
Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan
menyusui.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi
berat atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah.
Meningkatkan waktu protombin bila diberikan bersama antikoagulan.
Simetidin meningkatkan kadarnya dalam plasma.
Dosis : 3 x 10 mg/hr
c. Verapamil (Antagonis kalsium)
Nama paten : Isoptil
Sediaan obat : Tablet, injeksi
Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung
dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan
menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren.
Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok
jantung tingkat II dan III, hipersensivitas.
Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu,
dipsnea, bradikardia, kulit kemerahan.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek
negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan
kadar digoksin dalam darah. Pemberian bersama antihipertensi lain
menimbulkan efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin,
litium, siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan
kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan penurunan tekanan
darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital nemingkatkan
kebersihan obat ini.
Dosis : 3 x 80 mg/hr
5. Ace inhibitor (penghambat enzim konversi angiotensin)
a. Kaptopril
Nama paten : Capoten
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan
aldosterone.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat
angioedema dan wanita menyusui.
Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia,
pandangan kabur, myalgia.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau
preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini.
Meningkatkan toksisitas litium.
Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
b. Lisinopril
Nama paten : Zestril
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil,
hipersensivitas.
Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia,
pusing.
Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic.
Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila
diberikan bersama.
Dosis : awal 10 mg/hr
c. Ramipril
Nama paten : Triatec
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas.
Hati – hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung,
susah tidur.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
Dosis : awal 2,5 mg/hr
6. Vasodilator
a. Hidralazin
Nama paten : Aproseline
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer
menurun, meningkatkan denyut jantung.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka
merah, kulit kemerahan.
Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.
2.1.5 Efek Samping
Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung
mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali
fasodilator langsung : justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan
penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada kalanya impotensi (terutama
obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang hilang dalam
waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran
“menyelinap”, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan.
Dengan demikian, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula
obat sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan
mendadak mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian
terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk
mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect) Khusus. Lebih
serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara lain:
1) Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (= ortho,
Lat.) daripada dalam keadaan berbaring, dapat terjadi pada terutama
simpatolitika.
2) Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral, khususnya reserpin dan
metildopa, juga pada beta-blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-
nolol, alprenolol, dan metoprolol.
3) Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema,
anatra lain antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini
dapat diatasi degan kombinasi bersama suatu deuretikum.
4) Penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi metabolisme lipida
secara buruk, yakni menurunkan kadar kolesterol-HDL plasma yang dianggap
sebagai faktor-pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga
meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP.
Sifat ini telah dipastikan pada diuretika (kelompok thiazida dan klortalidon) dan
pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak kardioselektif atau tak
memiliki ISA.
2.2 Antihipotensi
2.2.1 Pengertian Hipotensi
Tekanan darah adalah ukuran dari tekanan sistolik yang berpengaruh pada
darah karena kontraksi otot jantung dan kekuatan atau tekanan diastolik pada
dinding pembuluh darah yang lebih kecil yang mengalirkan darah dan yang
mempercepatkan jalan darah pada waktu jantung mengendur antar denyut.
2.2.2 Terapi Hipotensi Akut
Hipotensi akut dapat terjadi pada berbagai keadaan misalnya perdarahan berat,
penurunan volume darah, aritmia jantung, penyakit neurologik atau kecelakaan,
reaksi akibat efek samping obat atau kelebihan obat misalnya obat antihipertensi,
dan infeksi. Jika perfusi otak, ginjal, dan jantung dipertahankan, hipotensi itu
sendiri biasanya tidak memerlukan terapi langsung yang intensif. Menempatkan
pasien dalam posisi terbaring dan memastikan volume cairan yang adekuat
sementara masalah utama ditentukan dan diatasi biasanya sudah merupakan
tindakan yang tepat. Pemakaian obat simpatomimetik untuk meningkatkan tekanan
darah yang bukan merupakan ancaman segera bagi pasien, dapat meningkatkan
morbiditas. Obat simpatomimetik dapat digunakan pada kedaruratan hipotensif
untuk mempertahankan aliran darah otak dan koronaria. Terapi biasanya singkat,
sementara cairan intravena atau darah sedang diberikan. Agonis α kerja-langsung
misalnya norepinefrin, fenilefrin, dan metoksamin pernah digunakan dalam
situasi ini ketika efek vasokontriksi diinginkan
2.2.3 Hipotensi Ortostatik Kronik
Ketika berdiri, gaya tarik bumi menyebabkan terkumpulnya darah di vena
sehingga aliran balik vena berkurang. Dalam keadaan normal, penurunan tekanan
darah dicegah oleh pengaktifan refleks simpatis disertai peningkatan denyut
jantung serta vasokontriksi arteri dan vena perifer. Gangguan refleks autonom yang
mengatur tekanan darah dapat menyebabkan hipotensi ortostatik kronik. Hal ini
lebih sering disebabkan oleh obat yang dapat mengganggu fungsi autonom (misal.,
imipramin dan obat antidepresan trisiklik lainnya, penghambat α untuk mengobati
retensi urin, dan diuretika), diabetes, dan penyakit lain yang menyebabkan
neuropati autonom perifer, dan, yang lebih jarang, gangguan degeneratif primer
sistem saraf autonom.
Meningkatkan resistensi perifer adalah salah satu strategi untuk mengobati
hipotensi ortostatistik kronik, dan obat- obat yang mengaktifkan reseptor α dapat
digunakan untuk tujuan ini. Midodrin suatu agonis α1 yang aktif jika diberikan per
oral, sering digunakan untuk indikasi ini. Simpatomimetik lain, misalnya efedrin
atau fenilefrin oral, dapat dicoba.
Efek Obat simpatomimeti pada sistem organ
a. Efek pada Pengaktifan Reseptor Alfa1
Reseptor alfa1 tersebar luas di jaringan pembuluh darah, dan pengaktifan
reseptor ini menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena. Efek langsung reseptor
ini pada fungsi jantung relatif kurang penting. Antagonis α yang relatif murni
misalnya fenilefrin meningkatkan resistensi arteri perifer dan menurunkan
kapasitansi vena. Meningkatnya resistensi arteri biasanya menyebabkan
peningkatan tekanan darah bergantung pada dosis obat. Jika refleks
kardiovaskular normal, peningkatan tonus vagus yang diperantai oleh
baroreseptor, sehingga kecepatan jantung melambat, yang dapat cukup
mencolok.
b. Efek Pengaktifan Reseptor Alfa2
Adrenoseptor alfa2 terdapat di pembuluh darah, dan pengaktifan reseptor ini
menyebabkan vasokonstriksi. Namun efek ini diamati hanya ketika agonis α2
diberikan secara local, dengan penyuntikan intravena cepat atau dalam dosis
oral yang sangat tinggi. Jika diberikan secara sistemik, efek vascular ini
tersamar oleh efek sentral reseptor α2 yang menyebabkan inhibisi terhadap tonus
simpatis dan tekanan darah.
c. Efek Pengaktifan Reseptor Beta
Respons tekanan darah terhadap agonis β-adrenoseptor bergantung pada
efek berlawannya di jantung dan pembuluh darah. Stimulasi reseptor β di
jantung meningkatkan curah jantung dengan meningkatkan kontraktilitas dan
melalui pengaktifan langsung nodus sinus untuk meningkatkan denyut jantung.
Agonis beta juga menurunkan resistensi perifer dengan mengaktifkan reseptor
β2, menyebabkan vasodilatasi di jaringan vascular tertentu.
d. Efek Pengaktifan Reseptor Dopamin
Pemberian dopamine mendorong melalui jalur intravena vasodilatasi
pembuluh ginjal, splanknik, koronaria, otak, dan mungkin pembuluh resistensi
lain, melalui pengaktifan reseptor D1. Pengaktifan reseptor D1 di pembuluh
ginjal juga dapat memicu natriuresis. Efek dopamine pada ginjal telah
digunakan secara klinis untuk memperbaiki perfusi ke ginjal dalam situasi-
situasi oliguria (pengeluaran urin yang rendah abnormal). Pengaktifan reseptor
D2 prasinaps menekan pengeluaran norepinefrin, tetapi masih belum jelas
apakah hal ini berperan dalam efek dopamine. Pada kardiovaskular. Selain itu,
dopamine mengaktifkan reseptor β1 di jantung. Pada dosis rendah, resistensi
perifer mungkin berkurang. Pada kecepatan infuse yang lebih tinggi, dopamin
mengaktifkan reseptor α vascular, menyebabkan vasokonstriksi, termasuk di
jaringan pembuluh darah ginjal. Karena itu, infuse dopamine kecepatan tinggi
dapat meniru efek epinefrin.
Efek Non-jantung Simpatomimetika
- Di mata, otot dilator pupil radialis pada iris mengandung reseptor α; pengaktifan
oleh obat misalnya fenilefrin menyebabkan midriasis. Stimulan alfa juga
memiliki efek penting pada tekanan intaokular. Agonis alfa menigkatkan aliran
keluar aqueous humor dari mata dan dapat dimanfaatkan secara klinis untuk
menurangi tekanan intraokuler. Sebaliknya, agonis β memiliki efek yang kecil,
tetapi antagonis β mengurangi produksi aqueous humor. Efek- efek ini penting
dalam penatalaksanaan glaucoma, penyebab utama kebutaan.
- Pada organ- organ genitourinaria, dasar kandung kemih, sfingter uretra, dan
prostat mengandung reseptor α yang memperantai kontraksi dan karenanya
mendorong pengendalian pengeluaran urin. Subtipe spesifik reseptor α1 yang
terlibat dalam mediasi konstriksi dasar kandung kemih dan prostat masih belum
jelas, tetapi reseptor α1A mungkn berperan penting. Efek ini menjelaskan
mengapa retensi urin menjadi efek samping pemberian agonis α1 midodrin.
- Pengaktifan reseptor alfa di duktus deferens, vesikula seminalis, dan prostat
berperan dalam ejakulasi normal. Melemasnya jaringan erektil yang terjadi
setelah ejakulasi juga ditimbulkan oleh norepinefrin (dan mungkin neuropeptida
Y) yang dikeluarkan oleh saraf- saraf simpatis. Pada jaringan erektil hewan
betina, pengakifan alfa tampaknya memiliki efek melemaskan yang sama.
- Kelenjar ludah mengandung adrenoseptor yang mengatur sekresi amylase dan
air. Namun, obat simpatomimetik tertentu, mis. Klonidin, menimbulkan gejala
mulut kering. Mekanisme efek ini belum jelas; ada kemungkinan bahwa efek
pada susunan saraf pusat bertanggung jawab, meskipun efek di saraf perifer juga
mungkin berperan.
- Kelenjar keringat apokrin, yang terletak di telapak tangan dan beberapa bagian
tubuh lainnya, berespons terhadap rengsangan adrenoseptor dengna
meningkatkan produksi keringat. Ini adalah kelenjar non-termoregulasi apokrin
yang biasanya terkait dengan stress psikologis. (Kelenjar keringat ekrin
termoregulatorik yang tersebar luas diatur oleh saraf pascaganglion kolinergik
simpatis yang mengaktifkan kolinoseptor muskarinik).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg
dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes). Obat antihipertensi adalah obat yang
digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah
normal. Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis
dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi
TD.Pengobatan farmakologi
1. Diuretik
2. Antagonis Reseptor- Beta
3. Antagonis Reseptor-Alfa
4. Kalsium Antagonis
5. ACE inhibitor
6. Vasodilator
Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung
mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator
langsung : justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-
usus (mual, diare), ada kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).
Hipotensi akut dapat terjadi pada berbagai keadaan misalnya perdarahan berat,
penurunan volume darah, aritmia jantung, penyakit neurologik atau kecelakaan, reaksi
akibat efek samping obat atau kelebihan obat misalnya obat antihipertensi, dan infeksi.
Jika perfusi otak, ginjal, dan jantung dipertahankan, hipotensi itu sendiri biasanya tidak
memerlukan terapi langsung yang intensif. Agonis α kerja-langsung misalnya
norepinefrin, fenilefrin, dan metoksamin pernah digunakan dalam situasi ini ketika
efek vasokontriksi diinginkan.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Theodorus. 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Penerbit Buku Kedokteran
EK:Jakarta.
Katzung G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika:Jakarta.
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar. Penerbit Lenskofi: Depok, Jawa Barat.
Katzung, Betram G.(2013).Farmakologi Dasar dan Klinik Ed.12 Vol.1, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai