Anggraeni : “Kangmas!”
Kemudian tanpa bicara lagi, keduanya mengambil jarak, bersiap untuk berperang
tanding.
Harjuna sebagai sang penantang mempersilakan Ekalaya melepaskan senjata terlebih
dahulu. Segeralah Ekalaya memasang anak panah dan menarik gandewanya. Gandewa
pusaka itu bercahaya, menerangi sekelilingnya. Harjuna memandang tajam, memusatkan
kesaktiannya menghadapi serangan
Arjuna : “Ekalaya, jangan meremehkan aku, seranglah aku dengan sungguh-
sungguh.”
Ekalaya : “Jika aku meremehkanmu aku tidak mungkin datang memenuhi
tantanganmu dalam keadaanku yang seperti ini,” (jawab Ekalaya sembari
menunjukkan tangan kanannya yang tanpa ibu jari.)
Arjuna : “Apa yang terjadi dengan ibu jari tanganmu?”
Ekalaya : “Bapa Durna telah memotongnya.”
Arjuna : “Jadi.. jadi ibu jari yang menempel di ibu jari tanganku ini ibu
jarimu?!” (Harjuna menunjukkan jari tangannya yang berjumlah enam.)
Ekalaya : “Baiklah Harjuna! Kini saatnya telah tiba, giliranmu menyerang aku. Aku
semakin mantap bahwa pusakaku Mustika Ampal pemberian Sang Hyang
Pada Wenang itulah yang akan mengantar aku ke pangkuanNya. Harjuna,
engkau adalah musuhku, engkau adalah sesamaku, dan engkaulah yang
mendapat tugas untuk menyempurnakan hidupku. Terima kasih Harjuna.
Lakukanlah!”
(Busur pusaka yang telah dipegangnya tidak juga segera ditarik. Tangan kanannya bergetar
tak beraturan. Ia merasa bersalah setelah mengetahui bahwa ibu jari yang menempel ini
adalah ibu jari Ekalaya, musuh utamanya. Jika pun dalam perang tanding kali ini Harjuna
menang, apakah arti kemenangan itu? Gagahkah seorang kesatria dapat mengalahkan
musuhnya dengan senjata hasil rampasan dari musuh yang bersangkutan?)
Ekalaya : “Harjuna, lepaskan segera panah itu. Jangan merasa bersalah bahwa engkau
telah merampas pusakaku. Dan jangan ragu menggunakan pusaka Mustika
Ampal untuk mengalahkan aku. Karena sesungguhnya hanya dengan
Cincin Mustika Ampal itulah engkau dapat mengalahkan aku.
Maka kemudian Harjuna telah benar-benar menarik busurnya. Sungguh luar biasa
daya cincin Mustika Ampal yang sudah berpindah tuan tersebut. Dari mata anak panah yang
telah lepas dari busurnya itu munculah bola api berwarna kebiru-biruan. Bola api itu
semakin besar sehingga mengakibatkan tanaman perdu yang ada di sekitarnya layu terbakar.
Dengan cepat bagai kilat dan gesit laksana petir api yang berwarna biru itu telah
menggulung Ekalaya.