Bab I (Sulasmi)
Bab I (Sulasmi)
PENDAHULUAN
Rabies adalah penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat disebabkan
oleh Virus (Lyssa virus). Penyakit ini menyerang manusia dan hewan. Rabies ditularkan
kepada manusia melalui gigitan atau jilatan pada luka terbuka oleh hewan yang menderita
rabies. Penyakit ini bersifat fatal atau selalu diakhiri dengan kematian namun dapat di cegah.
Hewan yang dapat menularkan rabies adalah hewan berdarah panas terutama anjing, kucing,
kera, dan kelelawar. Sapi, kambing dan domba dapat menderita apabila digigit oleh hewan
penular rabies.
World Health Organization (WHO) memeperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini
terdapat sekurang kurangnya 50.000 korban yang meninggal karena rabies. Jumlah ini
terhitung sangat besar, dan angka ini menurut WHO diperkirakan jauh dari jumlah korban
yang sebenarnya. Kematian yang diakibatkan oleh rabies ini dialami oleh berbagai negara
walaupun memang terbilang relatif kecil seperti di negara Thailand, laos, srilangka, Kamboja,
Filipina, Banglades, Myanmar, Vietnam dan termasuk Indonesia serta negaraberkembang
lainnya (Akoso, 2007)
Di Indonesia 98% kasus rabies ditularkan akibat gigitan anjing dan 2% adalah akibat
gigitan kucing dan kera. Gejala rabies pada manusia biasanya diawali dengan demam, nyeri
kepala, sulit menelan, hipersalivasi, takut air, peka terhadap rangsang angin dan suara,
kemudian diakhiri dengan kematian. Di Indonesia, rabies pada hewan sudah ditemukan sejak
tahun 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa
Barat. Jadi sesungguhnya penyakit ini sudah ada di Indonesia sejak lama. Sampai dengan
tahun 2012 ini kasus rabies menyebar di 24 provinsi di Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi
Utara, Sumatera Utara, Bali, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Bengkulu,
Nusa Tenggara Timur, Lampung merupakan daerah ditemukan kasus rabies pada manusia.
Hanya 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB,
Papua dan Papua Barat. Rata-rata selama 5 tahun terakhir (2008 - 12 September 2012)
tercatat di Kementerian Kesehatan, terdapat 44.981 kasus gigitan hewan penular rabies dan
40.552 kasus diantaranya mendapat Vaksin Anti Rabies dan sebanyak 51 orang positif rabies
(Kemenkes, Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jendral Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Selain rabies penyakit yang sering menimbulkan KLB salah satunya adalah keracunan
makanan. Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan
ke dalam tubuh baik dari saluran cerna, kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya yang
menimbulkan tanda dan gejala klinis. Menurut data World Health Organization (WHO), ada
dua juta orang meninggal tiap tahun akibat keracunan makanan dan minuman. Di Afrika
diperkirakan memiliki angka keracunan makanan yang paling tinggi di dunia dengan korban
sebanyak 91 juta orang per tahun. Angka kematiannya mencapai 137.000 orang. Sementara
itu, 150 juta kasus keracunan makanan terjadi di Asia Tenggara dengan angka kematian
sebanyak 175.000 orang. Sedangkan Di Indonesia, sekitar 200 kasus keracunan makanan
terjadi tiap tahunnya. Untuk 2015, Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) merilis ada 100 kasus keracunan pangan yang dilaporkan terjadi
hingga akhir triwulan ketiga 2015. Pada bulan April hingga Juni 2016, terdapat 35 berita
insiden keracunan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia yang diperoleh dari 138 media
massa online. Keracunan akibat pangan mendominasi sebanyak 29 insiden, satu insiden
keracunan akibat tumbuhan, satu insiden keracunan akibat binatang dan empat insiden
keracunan akibat pencemar lingkungan. Total korban keracunan sedikitnya berjumlah 2.869
korban dengan delapan belas korban meninggal dunia (BPOM, 2016).
TINJAUAN PUSTAKA
KLB sama dengan wabah adalah terjadinya sejumlah kasus penyakit, yang diketahui
atau diduga disebabkan oleh infeksi atau infestasi parasit yang melampau jumlah wajar
atau yang tidak selayaknya ada ditempat atau pada waktu tertentu(1,16,17). Yang
membedakan antara KLB dan wabah yaitu KLB tanpa ad pernyataan dari Menteri
Kesehatan. Kriteria kerja KLB menururt Depkes (1991) yaitu :
2.2 Rabies
2.2.1 Pengertian Rabies
Penyakit rabies atau dikenal juga dengan penyakit anjing gila merupakan salah satu
penyakit zoonosa (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) dan penyakit hewan
menular yang akut dari susunan syarat pusat yang dapat menyerang hewan berdarah
panas serta manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit rabies menular pada
manusia melalui gigitan hewan penderita atau dapat pula melalui luka karena air liur
hewan penderita rabies.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus Lysavirus dari family Rhapdoviridae. Virus
rabies ini masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka gigitan hewan
penderita rabies dan luka terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies, maka
selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya, kemudian
bergerak mencapai ujung-ujung serabut syaraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-
perubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya
2-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum
mencapai otak. Sesampainya di otak, virus memperbanyak diri dan menyebar luas dalam
semua bagian neuron sentral, kemudian ke arah perifer dalam serabut syaraf eferen dan
pada syaraf volunteer maupun syaraf otonom. Virus ini menyerang hampir tiap organ dan
jaringan dalam tubuh dan berkembangbiak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah,
ginjal, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).
Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan, karena
sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Sementara itu anjing liar,
anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama
lainnya. Apabila salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif (+) rabies,
maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi (Depkes RI, 2000).
Secara alami dan yang sering terjadi, pola penyebaran rabies adalah seperti
2.1.4. Tipe dan Tanda-Tanda Penyakit Rabies Pada Hewan dan Manusia
1. Tipe Rabies
Tipe rabies pada hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala-gejala
sebagai berikut:
a. Rabies Ganas
Gejala-gejalanya adalah: Tidak menuruti lagi perintah pemilik, air liur keluar berlebihan,
hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa saja yang ditemukan dan ekor
dilengkungkan ke bawah perut di antara dua paha, kejangkejang kemudian lumpuh, biasanya
mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.
b. Rabies Tenang
Tanda rabies pada anjing: Menggonggong, menyerang secara tiba-tiba anjing tidak lagi
kenal tuannya, banyak mengeluarkan air liur, menggigit segala sesuatu, kesulitan melihat,
berjalan tanpa arah, rahang turun, tidak mampu menelan, makan tanah dan batang kayu,
sukar bernafas, muntah, susah berjalan, kelumpuhan, ekor menggantung terletak di antara
kedua kaki belakang (Hiswani, 2003).
a) Stadium Prodromal
Gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit, kehilangan nafsu makan, mual,
rasa nyeri di tenggorokan, batuk, dan kelelahan luar biasa selama beberapa hari (1-4 hari).
Gejala ini merupakan gejala yang spesifik dari orang yang terinfeksi virus rabies yang
muncul 1-2 bulan setelah gigitan hewan penular rabies.
b) Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada bekas luka gigitan dan secara
bertahap terus berkembang menyebar ke anggota badan yang lain, kemudian disusul
dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan sensorik.
c) Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivasi simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupildilatasi. Bersama dengan stadium eksitasi ini
penyakit mencapai puncaknya. Keadaan yang khas pada stadium ini adalah adanya
macam-macam fobia, yang sangat sering diantaranya adalah hidrofobia (ketakutan
terhadap air). Kontraksi otot faring dan otot-otot pernafasan dapat pula ditimbulkan oleh
rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah penderita atau menjatuhkan sinar
ke mata atau dengan menepuk tangan di dekat telinga penderita.
d) Stadium Paralisis
Predisposisi terjadinya ragam gejala klinis rabies pada manusia dipengaruhi antara lain
oleh perbedaan galur virus yang menginfeksi, jenis hewan penular, dan letak gigitan di
anggota badan (Budi Tri Akoso, 2007). Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium paralisis
rabies pada manusia dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari kasus yang
terjadi, tetapi untuk hewan merupakan gejala paling sering dijumpai sebelum terjadi
kematian. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-
kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala eksitasi, melainkan gejala-gejala paresis, yaitu
otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot yang bersifat asenden, yang selanjutnya
meninggal karena kelumpuhan otot-otot pernafasan (Depkes RI, 2000).
Langkah operasional pembebasan rabies garis besarnya telah dituangkan dalam surat
keputusan bersama tiga Direktur (Peternakan, PUOD, dan PPM & PLP) yang mencakup
antara lain:
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Adapun
pengertian makanan yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-
obatan dan semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Depkes RI,
1989).
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi
tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu
zat atau makanan yang menyebabkan efek bahaya bagi tubuh. Keracunan makanan dapat
disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia,
mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk kedalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan saluran
cerna. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sitem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan
(parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernapasan (Arisman, 2009). Suarjana (2013)
menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut,
mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan diare.
2.2.1 Penyebab Keracunan Makanan
Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika,
mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Adapun yang menjadi
penyebabnya adalah :
a. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun,
seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, gadung atau umbi racun.
b. Infeksi mikroba (Bacterial Food Infection), yaitu disebabkan bakteri pada saluran
pencernaan makanan yang masuk ke dalam tubuh atau tertelannya mikroba dalam
jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti Salmonellosis dan
Streptoccocus.
c. Racun/toxin mikroba (BacterialFood Poisoning), yaitu racun atau toksin yang
dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah
yang membahayakan, seperti racun Botulism yang disebabkan oleh Clostridium
botulism, Staphylococcus dan keracunan tempe bongkrek, disebabkan oleh
Pseudomonas cocovenenas.
d. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam
jumlah yang membahayakan, seperti arsen, antimon, cadmium, pestisida dengan
gejala depresi pernafasan sampai koma dan dapat meninggal.
e. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitif
kepada orang-orang yang rentan, seperti histamin pada udang, tongkol, bumbu masak
dan sebagainya.