Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkolusis (TBC) saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia,
menurut WHO 9 juta orang penduduk dunia setiap tahunnya menderita TBC. Diperkirakan
95% penderita TBC berada di Negara berkembang. Selain itu diperkirakan ditemukan 8 juta
kasus baru TBC setiap tahunnya (Media Litbangkes, 2004).
Profil kesehatan Indonesia 2001, cakupan penemuan kasus TB paru BTA (+)
sebanyak 128.901 kasus. Provinsi dengan case Detection Rate (CDR) terbesar adalah
Sulawesi Utara dengan ditemukan 3.056 kasus BTA (+), Gorontalo ditemukan 1.088 kasus
BTA (+), Sulawesi Selatan diperkirakan BTA (+) 9.793 kasus (Depkes RI,2004).
1
Menurut Karyadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit
TB tidak hanya faktor medis saja tetapi dipengaruhi juga faktor non medis seperti
urbanisasi, kepadatan penduduk dan ekonomi. Insiden TB paru tidak hanya dijumpai di
daerah pedesaan tetapi juda di daerah perkotaan. Faktor yang berkontribusi terjadinya
insiden TB paru yang tinggi di daerah perkotaan antara lain faktor gizi, anemia, kemiskinan,
dan masalah sanitasi. Kusnindar, et al (1993) mengatakan bahwa kualitas lingkungan fisik
rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuni seperti ventilasi dan pencahayaan yang
buruk berhubungan dengan kejadian penyakit TB paru di daerah Tangerang, dan seseorang
penderita TB paru yang telah berobat ke Puskesmas diperkirakan dapat menularkan kepada
anggota keluarganya sebanyak 33,3% Sukarni (1997), mengatakan bahwa bangunan
perumahan, luas lantai per penghuni dan ventilasi sangat mempengaruhi penularan penyakit
terutama saluran pernapasan seperti penyakit TB paru, batuk rejan. Begitu juga halnya
dengan hasil penelitian Dahlan (2000) bahwa pencahayaan, ventilasi yang buruk dan
kepadatan penghuni yang tinggi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
penyakit TB paru di Kota Jambi.
Faktor lingkungan dapat dinilai dari berbagai cakupan di antaranya indikator akses
pada air bersih dan rumah tangga dengan lantai dan tanah. Data (Susenas) 2004
menunjukkan persentase rumah tangga yang memiliki akses air bersih di perkotaan (92%)
lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (69%). Mengenai data rumah tangga dengan lantai
bukan tanah menunjukkan persentase rumah berlantai bukan tanah lebih tinggi di perkotaan
(93%) dibanding di pedesaan (79%). Masih adanya rumah tangga yang mempunyai lantai
tanah menunjukkan lingkungan rumah tangga yang tidak sehat. Hal ini berpotensi dan
berisiko tertular penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberkulosis (TB), diare
dan cacingan. 5 Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC, bahkan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC yang menular dan dari setiap 100 penduduk
Indonesia, 3-6 orang menderita TBC , dimana TBC lebih banyak terdapat dikalangan
penduduk dengan kondisi sosial ekonomi rendah. 6
2
perlu dilakukan penelitian mengenai kasus TB paru BTA (+) di Kota Manado dihubungkan
dengan faktor lingkungan fisik dalam rumah.
Kondisi kualitas lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor risiko penyakit
TB paru. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kodya Sulawesi Utara tahun 2009 ditemukan
sebanyak 418.151 kasus TB paru BTA (+) di Kota Manado dan target Case Detection Rate
(CDR) sebanyak 95 orang. Kota Manado merupakan salah satu wilayah dengan kepadatan
penduduk yang cukup tinggi dimana kasus TB paru BTA (+) cukup banyak ditemukan di
daerah tersebut.
3
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi pemerintah daerah Sulawesi Utara khususnya Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk
pengambilan keputusan dan perencanaan program Kesehatan Lingkungan dan
Pencegahan Penyakit Menular dalam menentukan alternative pemecahan masalah
sehubungan dengan penanggulangan penyakit TB paru BTA (+) di wilayah Sulawesi
Utara
1.5.2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengethuan
khususnya mengenai faktor-faktor kualitas lingkungan fisik rumah yang
berhubungan dengan peningkatan TB paru BTA (+) di Provinsi Sulawesi Utara
tahun 2009.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi bagi masyarakat untuk
mengetahui factor-faktor kualitas lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan
peningkatan TB paru BTA (+) di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2009.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya
tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan
penting dalam terjadinya infeksi TBC.7
6
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat
memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta
dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial
Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
a. Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya
sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban
udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus
diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela
tidak terlalu banyak.
b. Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan
mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal
10% dari jumlah luas lantai.
c. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk
proses pergantian udara.
d. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh
suarasuara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
e. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan,
ruang tidur, dll.
f. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya.
2. Perlindungan terhadap penularan penyakit
a. Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas,
sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air
untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya.
b. Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga
air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.
7
c. Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu
harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan
sumber air bersih.
d. Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan
binatang serangga dan debu.
e. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight.
f. Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.
g Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter.
8
b. Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan
menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam
dua jenis, yaitu:
a. Ventilasi alam.
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas,
gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur,
mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan
kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun
dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan,
atap dan lantai.
b. Ventilasi buatan
Ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik, seperti : kipas
angin, exhauster dan AC (air conditioner).
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
- Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
- Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot
kendaraan, debu dan lain-lain.
- Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi
berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-
barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain.
c. Suhu Rumah
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu.
Suhu udara dibedakan menjadi:
- Suhu kering, yaitu umumnya suhu kering antara 24 – 34 ºC;
- Suhu basah, yaitu antara 20-25 ºC.
9
d. Pencahayaan Rumah
Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar
matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya
matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya berdasarkan
sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Cahaya Alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC, luasnya sekurang-
kurangnya 15 % - 20 %.
- Cahaya Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,
seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain.
e. Kepadatan Penghuni Rumah
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah
anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh
perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang.
10
4. Mencegah resisten
• TAHAP LANJUTAN:
1. Jenis obat lebih sedikit
2. Waktu lebih lama 5 bulan
3. Mencegah persisten
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
TBC atau tuberculosis adalah salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman yang disebut dengan Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat menyerang di
seluruh bagian tubuh kita.Penyakit Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang perlu diwaspadai (re-emerging). Resiko meningkatnya penyakit tuberkulosis ini
disebabkan antara lain oleh faktor lingkungan rumah, yaitu luas ventilasi rumah,
kelembaban rumah, suhu rumah, pencahayaan rumah dan kepadatan penghuni rumah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan.
Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis adalah faktor genetik,
malnutrisi, vaksinasi, kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tuberkulosis terutama banyak
terjadi di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang
tidak bersih, perawatan kesehatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat. Genetik
berperan kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan berperan besar pada insidensi kejadian
tuberculosis.
Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya
gangguan kesehatan masyarakat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang
memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya yang berperan dalam
penyebaran kuman tuberkulosis.
Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 – 2 jam bahkan sampai beberapa hari
hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah. Pada umumnya kurang
memenuhi persyaratan kesehatan, yang ditandai dengan ventilasi rumah yang kurang, dan
pencahayaan alami yang kurang karena jendela kurang luas dan sebagian besar jendela
ditutupi oleh triplek sehingga cahaya matahari tidak dapat masuk. Selain itu karena sinar
matahari tidak dapat masuk mengakibatkan keadaan di dalam rumah cenderung lembab.
Jumlah penghuni, karena sebagian besar anak yang menderita tuberkulosis tinggal dengan
12
keluarga besar (extended family), sehingga jumlah penghuni rumah sangat banyak dan
menyebabkan perjubelan (overcrowded).
Penyakit TBC dianggap menakutkan karena bila menyerang paru-paru dan tidak diobati
dapat menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru sehingga dapat menyebabkan
kematian. Selain itu penularannya sangat mudah, yaitu melalui dahak penderita yang keluar
bersama batuknya, kemudian mengering dan menjadi droplet di udara sehingga dapat
mengenai siapa saja.
3.2 Saran
Kasus penyakit TB paru sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan,karena
faktor lingkungan, sanitasi dan hygiene terutama terkait dengan keberadaan kuman, dan
proses penularan penyakit TBC. Sedangkan faktor perilaku sangat berpengaruh pada
kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi kuman TB.
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar
dengan kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup
untuk memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak
akan timbul gejala.
13
DAFTAR PUSTAKA
7. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Hasil Pengkajian Pengembangan Produk TBC di
Propinsi DKI Jakarta Tahun 2002, halaman 1-4, Jakarta, 2002.
14
Lampiran
Tahun 2007
Bitung 24 22 91%
Sitaro 10 8 80%
Bolmut 48 45 93%
Boltim - -
Bolsel - -
15
Angka Penemuan Penerita TB BTA (+) (CDR) di Propinsi Sulawesi Utara t
Tahun 2008
Sangihe 168 82
Minahasa 546 98
Bolmong 389 91
Manado 1181 75
Talaut 316 86
Tomohon 152 95
Minsel 319 89
Minut 386 99
Sitaro 33 100
Mitra 156 85
Bolmut 78 91
Kotamobagu 203 96
Boltim 53 96
Bolsel 57 86
16
Angka Penemuan Penerita TB BTA (+) (CDR) di Propinsi Sulawesi Utara t
Tahun 2009
Sangihe 139 51
Minahasa 463 73
Bolmong 308 76
Manado 835 95
Bitung 321 87
Tomohon 159 85
Minsel 294 69
Minut 345 94
Sitaro 73 54
Mitra 182 71
Bolmut 94 67
Boltim 62 49
Bolsel 69 53
17
18