Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

EKSTRAKSI METALURGI DAN PEMURNIAN


Modul: Proses Reduksi Langsung

Disusun Oleh:

Kelompok

Anggota:

MUHAMMAD RAZKAN ADLI 02511440000139

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINERAL DAN MATERIAL

DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

SURABAYA

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum untuk modul praktikum proses aglomerasi ini telah disusun sesuai dengan
arahan dan bimbingan dari dosen dan asisten laboratorium.

Surabaya

Dibuat oleh,

Mengetahui,
Dosen Mata Kuliah Ekstraksi Metalurgi dan Pemurnian,

Dian Mughni
NIP.

Menyetujui,
Kepala Laboratorium
Teknologi Pengolahan Mineral dan Material

Sungging Pintowantoro, S.T, M.T, Ph. D.


NIP. 19680930 200003 1 001

ii
ABSTRAK
Salah satu bahan galian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi yaitu nikel yang merupakan
baja nirkarat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun sifat-sifat nikel
merupakan logam berwarna putih keperak – perakan, ringan, kuat antin karat, mempunyai daya
hantar listrik dan panas yang baik. Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui cara melakukan
proses reduksi langsung nikel laterit yang baik. Alat yang digunakan Muffle Furnace, Crucible,
R-type Thermocouple, Blower, Burner, Timbangan Digital, Mortar dan Alu, Magnetic
separator. Bahan-Bahan yang digunakan Bricket Nikel (4 buah), Batubara seberat 68 gram –
sebagai bed), Dolomit seberat 43 gram – sebagai bed, LPG 2 tabung per trial. Prosedur
Praktikum menimbang massanya sebelum dimasukkan ke dalam crucible, Memasukkan briket
ke dalam crucible yang didalamnya berisi campuran batubara dan dolomit. Meletakkan crucible
di muffle furnace dan dilakukan pemanasan awal hingga temperatur 700°C dengan heat rate
10°C/menit. Kemudian holding pada 700°C selama 2 jam. Meningkatkan temperatur hingga
temperatur 1400°C dengan heat rate 10°C/menit. Kemudian hoding pada temperatur 1400°C
selama 6 jam. Briket didinginkan didalam muffle furnace selama 12 jam. Briket hasil reduksi
dikeluarkan dari muffle furnace. Briket hasil reduksi ditimbang massanya. Briket hasil reduksi
dihitung derajat reduksinya. Briket hasil reduksi diuji dengan menggunakan pengujian EDX.
Briket hasil reduksi dihancurkan menggunakan mortar dan alu. Partikel briket yang sudah
berukuran halus dipisahkan logam dan non logamnya menggunakan magnetik separator.
Kesimpulan dari Percobaan dan analisis data Proses Reduksi kabotermik Nikel yang telah
dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu diperoleh nilai recovery reduksi ore nikel
senilai 72,96 %. Kadar Ni yang didapat cenderung mengalami kenaikan seiring dengan
meningkatnya waktu proses reduksi. Semakin tinggi penambahan reduktor, kadar Ni dan Fe
yang didapat mengalami peningkatan.

Keyword: Bricket, Reduksi Langsung dan Recovery Metal

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...............................................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................................................1
I.1 Latar Belakang .........................................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................2
I.3 Tujuan Percobaan .....................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................................3
II.1 Reduksi Langsung ....................................................................................................................3
II.2 Mekanisme Reduksi Langsung ................................................................................................5
II.3 Recovery Metal ........................................................................................................................7
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................................................9
III.1 Diagram Alir ............................................................................................................................9
III.2 Alat dan Bahan .........................................................................................................................9
III.2.1 Alat ...................................................................................................................................9
III.2.2 Bahan................................................................................................................................9
III.3 Langkah Percobaan ............................................................................................................... 10
III.4 Skema Percobaan .................................................................................................................. 10
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 14
IV.1 Analisa Data .......................................................................................................................... 14
IV.1.1 Recovery Metal ............................................................................................................. 14
IV.2 Pembahasan ........................................................................................................................... 14
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................. 17
V.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 17
V.2 Saran...................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. v

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan


Gambar 3.2 Menimbang Bricket
Gambar 3.3 Memasukkan bricket kedalam crusible
dengan menambahkan batubara dan dolomit
Gambar 3.4 Holding pada temperatur 700°C selama 2 jam
Gambar 3.5 Menaikkan hingga 1400°C selama 6 jam
Gambar 3.6 Didinginkan di dalam muffle furnace selama 12 Jam
Gambar 3.7 Menimbang bricket setelah reduksi
Gambar 3.8 Dilakukan pengujian dengan EDX
Gambar 3.9 Menghancurkan hasil reduksi dengan mortar dan alu
Gambar 3.10 Memisahkan Logam dan Non logam dengan magnetik separator

v
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Kadar Ni Sebelum dan setelah reduksi


Tabel IV.2 Massa Ni Sebelum dan setelah reduksi

vi
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ekstraksi metalurgi adalah praktek menghapus logam tidak berharga dari sebuah bijih
dan pemurnian logam mentah yang diekstrak ke dalam bentuk murni. Metalurgi adalah seni dan
ilmu pengetahuan untuk mendapatkan logam dari bijihnya dan pembuatan logam menjadi
berbagai produk. Ruang lingkup metalurgi terbagi menjadi dua bagian yaitu mineral processing
dan metal processing. Mineral processing yaitu perlakuan bijih untuk mendapatkan logam atau
konsentrat mineral. Sedangkan metal processing yaitu pembuatan produk dari logam. Adapun
proses-proses dari ekstraksi metalurgi / ekstraksi logam itu sendiri antara lain adalah
pyrometalurgy (proses ekstraksi yang dilakukan padatemperatur tinggi), hydrometalurgy
(proses ekstraksi yang dilakukan pada temperatur yang relatif rendah dengan cara pelindian
dengan media cairan), dan electrometalurgy (proses ekstraksi yang melibatkan penerapan
prinsip elektrokimia, baik pada temperatur rendah maupun pada temperatur tinggi).
Salah satu bahan galian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi yaitu Nickel yang
merupakan baja nirkarat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun sifat-
sifat nickel merupakan logam berwarna putih keperak – perakan, ringan, kuat antin karat,
mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik. Spesifik gravity nya 8,902 dengan titik
lebur 14530C dan titik didih 27320C, resisten terhadap oksidasi, mudah ditarik oleh magnet,
larut dalam asam nitrit, tidak larut dalam air dan amoniak, sedikit larut dalam hidrokhlorik dan
asam belerang. Memiliki berat jenis 8,8 untuk logam padat dan 9,04 untuk kristal tunggal.
Batuan ultra basa yang mengandung unsur nikel adalah gabro, basalt, peridotit dan norit.
Endapan nickel tembaga sulfide dihasilkan dari pemisahan lelehan sulfida oksida dari lelehan
silikat bersulfur pada sebelum, selama atau sesudah proses alihan pada suhu diatas 9000C,
mineral utamanya adalah pentlandit (Fe,Ni)gS8. mineral lainnya antara lain nikolit (NiAs),
skuterudit (Co, Fe, Ni)As3 dan violurit (FeNi2S4).
Di indonesia endapan Bijih Nickel banyak terdapat didaerah sulawesi. Bijih Nickel
berbeda dengan bahan tambang lainnya dikarenakan Bijih Nickel tidak dapat diketahui secara
Spontanitas dengan pengamatan mata biasa, Oleh karena itu diperlukan penelitian serta
pengamatan di ruang Khusus.

1
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul pada percobaan ini adalah bagaimana
melakukan proses reduksi langsung nikel laterit yang baik?

I.3 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan ini adalah mengetahui cara melakukan proses reduksi
langsung nikel laterit yang baik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Reduksi Langsung


Reduksi pemanggangan merupakan proses reduksi logam oksida menjadi logam
menggunakan reduktor tertentu yang dilakukan pada temperatur dibawah temperatur lebur
oksida tersebut (<1000°C). Reduktor yang digunakan biasanya adalah C, gas CO dan gas H2.
Reduktor-reduktor tersebut dapat diperoleh dari kokas (cooking coal), briket anthrasite (coal
briquette), serbuk batu bara (pulverized coal) maupun potongan kayu. Selain itu gas alam dan
minyak bumi (hidrokarbon) juga dapat menjadi sumber gas CO dan gas H2. Reduksi
pemanggangan sering juga disebut dengan istilah reduksi selektif dan reduksi karbotermik.
Pada reduksi karbotermik digunakan reduktor yang berbasis karbon (C-CO-CO2), sedangkan
reduksi selektif secara terminologi berarti mereduksi logam oksida secara selektif dan
mencegah tereduksinya senyawa oksida lain yang tidak diinginkan, contohnya mencegah
terbentuknya ferit dalam reduksi bijih limonit.
Karbon merupakan reduktor yang paling sering digunakan karena memiliki harga yang
murah dan merupakan reduktor yang efektif. Kemampuan karbon untuk berfungsi sebagai
reduktor yang efektif didasarkan pada sifat unik dari karbon tersebut yang membentuk dua
macam gas oksida yaitu karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) yang memiliki
stabilitas termodinamika yang sangat baik. Reaksi pembentukan gas CO dan CO2 adalah
sebagai berikut:
C + O2 → CO2
2C + O2 → 2CO
Dengan adanya kandungan air pada bijih maupun udara yang kemudian bereaksi dengan
karbon, dapat terjadi reaksi yang menghasilkan gas karbon monoksida dan gas hidrogen.
C + H2O → CO + H2
Posisi garis CO dan CO2 pada diagram Ellingham sangat penting dalam proses reduksi
oksida. Garis Ellingham dari CO2 paralel dengan sumbu x, ini berarti hanya terjadi sedikit
perubahan stabilitas dari gas CO2 dengan semakin bertambahnya temperatur. Sedangkan garis
Ellingham CO mempunyai gradien garis negatif yang sangat besar, hal ini menandakan bahwa
kestabilan dari gas CO semakin bertambah dengan meningkatnya temperatur. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada temperatur rendah gas CO2 bersifat lebih stabil daripada gas CO
sedangkan pada temperatur tinggi gas CO bersifat lebih stabil daripada gas CO2. Fase gas pada
kesetimbangan dengan menggunakan karbon sebagai reduktor pada setiap temperatur adalah

3
campuran antara gas CO dan CO2. Pada PCO + PCO2 = 1 atm dan temperatur dibawah 400°C,
kesetimbangan gas mengandung kurang dari 1% CO. Sedangkan pada temperatur diatas
980°C mengandung kurang dari 1% CO2. Campuran gas akan sama ketika berada pada suhu
674°C. Rasio antara PCO/PCO2 pada garis karbon akan selalu tetap pada setiap temperatur
karena terjadi kesetimbangan oleh reaksi :
C + CO2 →2 CO
CO + ½ O2 →CO2
Berdasarkan posisi dari garis karbon terhadap garis pembentukan oksida logam maka
dapat diketahui kemampuan dari karbon untuk mereduksi oksida menjadi logam. Jika garis
karbon berada dibawah garis oksida maka karbon dapat digunakan untuk mereduksi oksida
tersebut menjadi logam. Sedangkan jika garis oksida berada dibawah garis karbon maka karbon
tidak dapat digunakan untuk mereduksi oksida tersebut. Perpotongan antara garis karbon
dengan garis oksida dapat dijadikan sebagai acuan untuk menetukan temperatur minimum yang
dibutuhkan untuk mereduksi oksida menjadi logamnya. Contoh pada reduksi hematite menjadi
magnetite dapat direduksi oleh karbon pada temperatur 275°C.
3 Fe2O3 + C → 2 Fe3O4 + CO T = 275°C
Contoh lainnya adalah nikel oksida dapat direduksi oleh karbon pada temperatur 475°C,
dengan reaksi sebagai berikut :
NiO + C → Ni + CO T = 475°C
(Kumar,
2003)
Reduksi menggunakan reduktor padat. Reduktor dengan karbon merupakan jenis
reduktor yang paling banyak digunakanuntuk reduksi bijih nikel karena kelimpahannya yang
sangat besar. Salah satu proses yang popular yaitu produksi ferronikel Krupp-Renn process.
Tahapan proses ini yaitu penggerusan bijih dengan mencampur dengan material berkarbon
yaitu batu-bara antrasit, kokas dan limestone sebagai flux kemudian dibuat briket. Tahap
selanjutnya direduksi dengan dialiri gas panas dari hasil pembakaran batu bara. Produk yang
terbentuk didinginkan, digerus, dipisahkan secara fisik dan terakhir pemisahan dengan
magnetik. Produk akhir berupa partikel dengan ukuran 2 - 3 mm dengan komposisi Ni 18-22%
(T. Watanabe). Peneliti lain yang melakukan hal yang mirip yaitu T.Watanabe, Beggs,
Hoffman, Diaz.
(Iwan, 2016)

4
II.2 Mekanisme Reduksi Langsung
II.2.1 Pembentukan Gas Reduktor
Pada temperatur tertinggi, reaksi antara karbon dengan oksigen akan membentuk gas
CO menurut reaksi:
C + O2 → CO2
CO2 + C → 2CO
Karbondioksida yang dibentuk dapat bereaksi kembali dengan karbon sehingga
terbentuk karbonmonoksida sesuai dengan reaksi boudouard. Karbon tersebut berasal dari
karbon dan gas CO yang merupakan gas reduktor yang akan mereduksi nikel oksida. Pada
proses pembakaran karbon terjadi pembentukan lapisan film. Gas CO yang terbentuk
konsentrasinya lebih rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi gas CO pada fraksi padat.
Selain gas CO sebagai reduktor yang terbentuk dari pembakaran tadi, dihasilkan juga abu yang
mempengaruhi jumlah molekul gas reduktor tiap satuan volume. Gas-gas yang terjadi
dipengaruhi oleh kecepatan molar transformasi karbon padat tiap satuan waktu dan satuan
volume. Proses pembentukan gas CO berjalan dengan seiring waktu, semakin lama waktu
reaksi maka semakin banyak karbon yang bereaksi dengan karbondioksida membentuk
karbonmonoksida yang digunakan sebagai pereduktor.
Reaksi gasifikasi karbon dengan CO2 merupakan reaksi endotermik, oleh karena itu
reaksi ini terjadi pada temperatur tinggi. Pada temperatur 1000°C akan dihasilkan 100% CO
pada tekanan 1 atm. Laju reaksi secara keseluruhan dikendalikan oleh laju gasifikasi karbon.
Laju gasifikasi karbon ditentukan oleh beberapa faktor yaitu reaktivitas karbon, temperatur dan
juga ketersediaan panas yang digunakan untuk mempertahankan reaksi hingga mencapai
temperatur operasi.
Reaktivitas yang dimiliki oleh material yang mengandung karbon sangat bervariasi.
Luas permukaan karbon yang memungkinkan terjadinya reaksi antara karbon dengan CO2
merupakan hal yang penting, yang ditentukan oleh ukuran partikel material dan juga porositas
yang dimiliki oleh material. Charcoal, arang dan juga kokas memiliki porositas dan reaktivitas
yang lebih tinggi daripada material karbon alami. Charcoal lebih reaktif daripada kokas pada
temperatur rendah. Kokas yang dibuat dengan tipe karbon yang berbeda-beda juga akan
memberikan reaktivitas yang berbeda-beda. Pada banyak kasus, laju reaksi serta produktivitas
dari proses reduksi langsung ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terhubung yaitu :
 Transfer panas (heat transfer)
 Reaktivitas karbon (carbon reactivity)
 Reducibility nikel oksida (nickel oxide reducibility)
Ukuran partikel karbon, jumlah karbon yang tersedia, serta tipe karbon yang digunakan
5
sangat berpengaruh terhadap laju gasifikasi. Ukuran partikel yang kecil dan ketersediaan dalam
jumlah banyak akan meningkatkan luas permukaan.
II.2.2 Adsorpsi Gas pada Nikel Oksida
Proses bereaksinya molekul-molekul gas reduktor dengan permukaan nikel oksida yang
disebabkan oleh adanya kekuatan fisika dan kimia disebut sebagai reaksi adsorpsi. Fisika
adsorpsi merupakan pengikatan yang terjadi oleh bergeraknya masing-masing molekul gas.
Proses adsopsi gas reduktor ke permukaan nikel oksida secara fisika dipengaruhi oleh jumlah
molekul gas reduktor yang menumbuk permukaan nikel oksida dalam periode waktu tertentu.
Kimia adsopsi merupakan reaksi antara gas reduktor dengan padatan, di mana gas melingkupi
dan berinteraksi dengan permukaan padatan. Proses adsopsi gas reduktor nikel oksida ke
permukaan nikel oksida bergantung pada kemampuan dan kecenderungan antara gas dengan
nikel oksida dalam bertukar ion elektron atau memberi orbitnya.
Pengurangan oksigen dalam nikel oksida dapat ditunjukkan dengan adanya beda
konsentrasi gas CO2 antara fasa gas dengan fasa kesetimbangan pada permukaan nikel oksida.

II.2.3 Proses Difusi pada Nikel Oksida


II.2.3.1 Dasar Difusi
Difusi didefinisikan sebagai pergeseran atom di dalam bahan dalam bentuk padat, cair,
dan gas. Sedangkan yang dibahas di sini adalah dalam bentuk padat yaitu nikel oksida pada
temperatur tinggi. Pada temperatur tinggi, tempat atom kosong akan bergerak cepat dengan
meningkatnya temperatur. Diperlukan energi untuk menggerakan sebuah tempat atom kosong
dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang lainnya, sebesar ΔHm. Selain itu
diperlukan juga energi untuk membentuk tempat atom kosong, sebesar ΔHv. Sehingga difusi
tidak hanya tergantung pada pergerakan tempat atom kosong (termasuk pergerakan atom )
tetapi juga pada fraksi dari kedudukan tempat atom kosong.
Konsekuensi dengan bertambahnya tempat atom kosong adalah meningkatnya
kecepatan difusi, atau meningkatnya difusifitas dengan naiknya temperatur.

II.2.3.2 Mekanisme Reaksi


Reduciability dari nikel oksida sangat dipengaruhi oleh porositas yang dimiliki oleh
nikel oksida tersebut. Semakin tinggi porositas maka akan mempermudah difusi gas pereduktor
CO pada nikel oksida sehingga akan meningkatkan laju reduksi. Bricket hasil aglomerisasi
memiliki porositas yang jauh lebih tinggi daripada piloow yang disinter, sehingga reduciability
pillow hasil aglomerisasi jauh lebih tinggi daripada pillow hasil sinter. Ukuran partikel pereaksi
seperti karbon juga sangat berpengaruh. Semakin kecil partikel karbon maka semakin luas
6
permukaan yang memungkinkan terjadi reaksi, sehingga laju pembentukan CO semakin tinggi.
Mekanisme reaksi reduksi langsung pada pillow berpori sangat tergantung dari difusi CO untuk
menyentuh permukaan nikel oksida dan bereaksi. Semakin banyak pori-pori, semakin mudah
CO berdifusi kedalam pillow sehingga laju reaksi reduksi akan berjalan semakin cepat.
Semakin sedikit pori-pori, semakin sulit CO untuk bereduksi sehingga laju reaksi reduksi akan
berjalan semakin lambat.
(Komarudin, 2008)

II.3 Recovery Metal


Recovery adalah proses pengolahan untuk memisahkan logam yang diinginkan dengan
logam yang lainnya atau pengotornya. Pada proses ini, logam yg didapatkan belum berkualitas
baik. Ini adalah proses awal dari rangkaian proses pengolahan. Pemrosesan nikel laterit
membutuhkan energi yang intensif, biasanya nikel laterit langsung dilebur untuk menghasilkan
ferronikel kadar rendah dengan jumlah slag yang banyak. Proses secara pirometalurgi hanya
dapat menghasilkan nikel dengan kadar 1,50%, sedangkan rata-rata kadar nikel laterit dunia
sekitar 1,45% sehingga pirometalurgi secara konvensional tidak efektif. Metalurgi ekstraksi
biasanya digunakan untuk recovery nikel dari laterit, termasuk reduksi roasting yang diikuti
dengan ammonia leaching atau HPL (high pressure leaching) dengan asam sulfat. Namun
proses leaching dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan serta dapat
meningkatkan biaya produksi[8]. Kim dkk. telah melakukan penelitian untuk meningkatkan
kadar nikel laterit dengan proses kalsinasi pada suhu 500 °C selama 1 jam yang diikuti
denganpemisahan magnetik. Dengan proses tersebut, kadar Ni dapat ditingkatkan dari 1,50%
menjadi sekitar 2,90% dengan recovery sekitar 48%. Zhu dkk. telah melakukan penelitian
untuk meningkatkan kadar nikel dengan proses reduksi selektif yang ditambahkan aditif CaSO4
pada suhu 1100 °C selama 1 jam dan diikuti dengan pemisahan magnetik, peningkatan kadar
Ni yang didapatkan mencapai 6,01% dan recovery 92,10%. Bijih nikel yang digunakan adalah
bijih nikel campuran, nikel limonit (Ni = 0,97%) dan saprolit (Ni = 1,42%). Dari penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan diketahui bahwa komposisi bijih serta kondisi proses
berpengaruh dalam peningkatan kadar Ni pada bijih nikel. Selain itu, penambahan aditif CaSO4
juga berpengaruh dalam peningkatan kadar Ni pada bijih nikel, sehingga reduksi selektif lebih
dipilih daripada kalsinasi.
Selain itu, berhubungan pula dengan persen reduksi dan recovery. Persen reduksi dan
recovery dipengaruhi oleh massa perolehan hasil reduksi dan pembentukan logam selama
reduksi. Semakin tinggi suhu reduksi, memberikan kecenderungan persen reduksi dan recovery
yang semakin besar. Menurut O’Connor, dkk., peningkatan suhu akan mengurangi porositas
7
bijih, sehingga luas permukaan bijih menurun yang disebabkan oleh inklusi nikel pada
rekristalisasi oksida nikel, sehingga recovery menurun. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan
pengukuran luas permukaan bijih hasil reduksi, namun dapat didekati dengan hasil analisis
SEM-EDS, yaitu dengan ukuran partikel yang semakin besar seiring dengan meningkatnya
suhu reduksi, dan dengan meningkatnya ukuran partikel, maka luas permukaan semakin kecil,
sehingga penurunan recovery yang terjadi sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
O’Connor, dkk.
(Mayangsari, 2016)

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Diagram Alir

Mulai

Persiapan alat dan bahan

Percobaan

Analisa Data dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan


III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Muffle furnace 1 buah
2. Crucible 1 buah
3. R-type thermocouple 1 buah
4. Blower 1 buah
5. Burner 1 buah
6. Timbangan digital 1 buah
7. Mortar dan alu 1 buah
8. Magnetic separator 1 buah
III.2.2 Bahan
1. Bricket nikel 4 buah
9
2. Batubara 68 gram
3. Dolomit 43 gram
4. LPG 2 tabung

III.3 Langkah Percobaan


1. Menimbang massa bricket sebelum dimasukkan ke dalam crucible.
2. Memasukkan bricket ke dalam crucible yang sudah diisi dengan campuran batubara
dan dolomit.
3. Meletakkan crucible di muffle furnace dan melakukan pemansan awal hingga
temperature 700OC dengan heat rate 10oC/menit. Kemudian holding pada
temperature 700OC selama 2 jam.
4. Meningktakan temperatur hingga 1400OC dengan heat rate 10oC/menit. Kemudian
holding pada temperature 1400OC selama 6 jam.
5. Mendinginkan bricket di dalam muffle furnace selama 12 jam.
6. Mengeluarkan bricket hasil reduksi dari muffle furnace.
7. Menimbang massa bricket hasil reduksi langsung.
8. Menghitung derajat reduksi bricket hasil reduksi langsung.
9. Menguji bricket hasil reduksi langsung dengan pengujian EDX.
10. Menghancurkan bricket hasil reduksi langsung menggunakan mortar dan alu.
11. Memisahkan partikel bricket yang sudah dihancurkan halus antara logam dan non
logam dengan magnetic separator.

III.4 Skema Percobaan

Gambar 3.2 Menimbang Bricket

10
Gambar 3.3 Memasukkan Bricket kedalam crusible dengan menambahkan batubara dan
dolomit

Gambar 3.4 Holding pada temperatur 700°C selama 2 jam

Gambar 3.5 Menaikkan hingga 1400°C selama 6 jam

11
Gambar 3.6 Didinginkan di dalam muffle furnace selama 12 Jam

Gambar 3.7 Menimbang bricket setelah reduksi

Gambar 3.8 Dilakukan pengujian dengan EDX

12
Gambar 3.9 Menghancurkan hasil reduksi dengan mortar dan alu

Gambar 3.10 Memisahkan Logam dan Non logam dengan magnetik separator

13
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Data


IV.1.1 Recovery Metal
Tabel IV.1 Kadar Ni Sebelum dan setelah reduksi
No. Kadar Ni Kadar (%)
1. Kadar Ni Awal 1.25
2. Kadar Ni Akhir 11,4

Tabel IV.2 Massa Ni Sebelum dan setelah reduksi


No. Massa Massa (gram)
1. Massa Awal 72
2. Massa Akhir 60
Recovery= [(W produk x c) / (W feed x f)] x 100%
Recovery= [(60x11,4) / (72x1.25)] x 100%
Recovery= 72,96%

IV.2 Pembahasan
Salah satu bahan galian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi yaitu Nickel yang
merupakan baja nirkarat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun sifat-
sifat nickel merupakan logam berwarna putih keperak – perakan, ringan, kuat antin karat,
mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik. Tujuan dari percobaan ini adalah
mengetahui cara melakukan proses reduksi langsung nikel laterit yang baik. Reduksi
pemanggangan merupakan proses reduksi logam oksida menjadi logam menggunakan reduktor
tertentu yang dilakukan pada temperatur dibawah temperatur lebur oksida tersebut (<1000°C).
Reduktor yang digunakan biasanya adalah C, gas CO dan gas H2. Reduktor-reduktor tersebut
dapat diperoleh dari kokas (cooking coal), briket anthrasite (coal briquette), serbuk batu bara
(pulverized coal) maupun potongan kayu. Selain itu gas alam dan minyak bumi (hidrokarbon)
juga dapat menjadi sumber gas CO dan gas H2. Proses bereaksinya molekul-molekul gas
reduktor dengan permukaan nikel oksida yang disebabkan oleh adanya kekuatan fisika dan
kimia disebut sebagai reaksi adsorpsi. Reduciability dari nikel oksida sangat dipengaruhi oleh
porositas yang dimiliki oleh nikel oksida tersebut. Semakin tinggi porositas maka akan
mempermudah difusi gas pereduktor CO pada nikel oksida sehingga akan meningkatkan laju
reduksi. Alat yang digunakan Muffle Furnace, Crucible, R-type Thermocouple, Blower, Burner,
14
Timbangan Digital, Mortar dan Alu, Magnetic separator. Bahan-Bahan yang digunakan Bricket
Nikel (4 buah), Batubara seberat 68 gram – sebagai bed), Dolomit seberat 43 gram – sebagai
bed, LPG 2 tabung per trial.
Prosedur Praktikum menimbang massanya sebelum dimasukkan ke dalam crucible,
Memasukkan briket ke dalam crucible yang didalamnya berisi campuran batubara dan dolomit.
Meletakkan crucible di muffle furnace dan dilakukan pemanasan awal hingga temperatur 700°C
dengan heat rate 10°C/menit. Kemudian holding pada 700°C selama 2 jam. Meningkatkan
temperatur hingga temperatur 1400°C dengan heat rate 10°C/menit. Kemudian hoding pada
temperatur 1400°C selama 6 jam. Briket didinginkan didalam muffle furnace selama 12 jam.
Briket hasil reduksi dikeluarkan dari muffle furnace. Briket hasil reduksi ditimbang massanya.
Briket hasil reduksi dihitung derajat reduksinya. Briket hasil reduksi diuji dengan menggunakan
pengujian EDX. Briket hasil reduksi dihancurkan menggunakan mortar dan alu. Partikel briket
yang sudah berukuran halus dipisahkan logam dan non logamnya menggunakan magnetik
separator.
Kesimpulan dari Percobaan dan analisis data Proses Reduksi kabotermik Nikel yang
telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu diperoleh nilai recovery reduksi ore nikel
senilai 72,8 %. Kadar Ni yang didapat cenderung mengalami kenaikan seiring dengan
meningkatnya waktu proses reduksi. Semakin tinggi penambahan reduktor, kadar Ni dan Fe
yang didapat mengalami peningkatan.
Salah satu variabel yang sangat mempengaruhi hasil dari proses reduksi adalah waktu
reduksi. Semakin lama waktu proses reduksi, intensitas puncak fasa logam juga akan semakin
meningkat dan intensitas pengotor akan turun. Kadar Ni yang didapat cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan meningkatnya waktu proses reduksi.
Kadar nikel tertinggi yang didapat pada variabel waktureduksi yaitu 1,34% dengan
persen perolehan yang terendah yaitu 57,67%. Kadar Fe pada variasi ini merupakan yang
terendah yaitu 20,16% dengan perolehan sebesar 39,43%.
(Hakim,2017)
Dari data hasil percobaan, dapat dilihat bahwa kenaikan kandungan batubara dalam
pelet nikel laterit dari 5% menjadi 15% tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
kenaikan kadar nikel dalam konsentrat. Akan tetapi apabila kandungan batubara dalam pelet
dinaikkan menjadi 20% maka kadar nikel dalam konsentrat naik menjadi 5,20%, dan perolehan.
nikel serta besi dalam konsentrat turun masing-masing menjadi 30,17% dan 26,14%.
(Subagja, 2016)
Variabel penambahan reduktor juga sangat mempengaruhi hasil dari proses reduksi
selektif. Semakin tinggi penambahan reduktor, kadar Ni dan Fe yang didapat mengalami
15
peningkatan namun pada saat kandungan karbon telah mencapai nilai optimal, penambahan
karbon selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya residu karbon dalam jumlah besar yang
akan menghalangi berlangsungnya proses reduksi
Kadar nikel tertinggi yang didapat pada variabel persen reduktor yaitu 1,74% dengan
persen perolehan yang didapat yaitu 89,35%. Kadar Fe pada variasi ini yaitu 14,53% dengan
perolehan sebesar 34,1%.
(Bunney, 2013)

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Dari Percobaan dan analisis data Proses Reduksi kabotermik Nikel yang telah dilakukan
diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:
1. Diperoleh nilai recovery reduksi ore nikel senilai 72,96 %
2. Kadar Ni yang didapat cenderung mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya
waktu proses reduksi
3. Semakin tinggi penambahan reduktor, kadar Ni dan Fe yang didapat mengalami
peningkatan

V.2 Saran
Pada praktikum aglomerasi ini beberapa alat yang digunakan ada beberapa yang
bermasalah. Misalnya Timbangan yang menunjukkan nilai berubah-ubah. Mungkin untuk
praktikum kedepannya bisa diperbaiki.

17
DAFTAR PUSTAKA
Kim J, Dodbiba G, Okaya K, Matsuo S, Fujita T,. 2009. “Calcination of low-grade laterite
for concentration of Ni by magnetic separation,” Journal of Mineral Engineering.
Komarudi. 2008. “Studi Pengaruh Penambahan Karbon Pada Proses Reduksi”. Depok,
FT Universitas Indonesia.
Mayangsari, Wahyu. 2016. “Proses Reduksi Selektif Bijih Nikel Limonit Menggunakan
Zat Aditif CaSO4”. Tangerang Selatan. Pusat Penelitian Metalurgi dan Material –
LIPI.
Norgate, T., Jahanshahi, S. 2011. “Assesing the energy and greenhouse gas footprint
of nickle laterite processing,” Elseiver: Mineral Engineering.
O’Connor F., Cheung W.H., Valix M,. 2006. “Reduction roasting of limonite ore: effect
of dehydroxylation,”.International Journal of Mineral Processing., vol. 80, Issue 2-4,
pp.88-99,
Setiawan, Iwan. 2017. “Pengolahan Nikel Laterit Secara Pirometalurgi”. Jakarta :
Fakultas Teknik Universitas Muhammaduyah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai