Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Encephalitis adalah sindrom neurologis kompleks yang disebabkan oleh

peradangan parenkim otak.4 Ensefsalitis dapat disebabkan oleh berbagai macam

mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Penyebab tersering

dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis

dengan gejala yang sama.6

II. ETIOLOGI

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan

oleh berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa).

Sebagian besar kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya.5 Dari patogen yang

dilaporkan menyebabkan ensefalitis mayoritas adalah virus.7 Sesuai dengan jenis

virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus :

I. Infeksi-infeksi Virus

a) Infeksi virus yang bersifat epidemik :

 Golongan Enterovirus : poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

 Golongan Arbovirus : Japanese B encephalitis, St. Louis enchepalitis, Western

equine encephalitis, Eastern equine encephalitis, Russian spring summer

encephalitis, Murray valley encephalitis.

3
b) Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex,

Herpeszoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan

jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

c) Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca

vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti

infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

II. Infeksi-infeksi Non virus

a) Riketsia : Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.

b) Mycoplasma pneumoniae : Terdapat interval beberapa hari antara gejala

tuberculosis dan bakteri lain; sering mempunyai komponen ensefalitik.

c) Bakteri : Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki

komponen-komponen ensefalitis.

d) Spirochaeta : Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis

e) Jamur : Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai

resiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis,

moniliosis; koksidioidomikosis

f) Protozoa : Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp;

Acanthamoeba; Toxoplasma gondii.

g) Metazoa : Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis.

III. EPIDEMIOLOGI

Ensefalitis berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan

mempengaruhi anak-anak terutama yang berusia kurang dari 9 tahun dan orang

4
dewasa. berusia lebih dari 60 tahun.4 Angka kematian akibat ensefalitis cukup

tinggi berkisar 35-50%, dengan gejala sisa pada pasien yang hidup berkisar 20-

40%.5 Penelitian berbasis populasi melaporkan insiden ensefalitis berkisar antara

3,5 dan 7,4 kasus per 100.000 pasien per tahun. Virus dianggap sebagai agen

etiologi terpenting dari ensefalitis di seluruh dunia. Dalam penelitian berbasis

populasi di Inggris, virus herpes simplex (HSV) adalah virus yang paling umum

menyebabkan ensefalitis, dengan proporsi kasus 33% pada anak-anak dan 45%

pada orang dewasa.8

IV. MANIFESTASI KLINIS


Ensefalitis adalah infeksi akut pada parenkim otak dengan

karakteristik klinis demam tinggi, nyeri kepala, dan penurunan

kesadaran. Gejala lain yang mungkin adalah defisit neurologis fokal

atau multifokal, dan kejang fokal atau general.9


Perlu diingat bahwa kejang umum pada ensefalitis akibat HSV

dapat diawali oleh kejang fokal yang berkembang menjadi kejang

umum. Bila kejang fokal sangat singkat, orangtua seringkali tidak

mengetahui. Empat puluh persen pasien datang di rumah sakit dalam

keadaan koma sedangkan sisanya dalam keadaan letargi. Koma adalah

faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma

seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.

Kematian biasanya terjadi dalam 2 minggu pertama. 12

V. PATOGENESIS
Virus yang menyebabkan ensefalitis memiliki ciri khas tertentu yang

membuat mereka patogen di parenkim otak. Pada dasarnya adalah neurotropik,

5
yaitu, mereka memiliki kemampuan untuk menyerang, menginfeksi, dan

kemudian bereplikasi dalam sistem saraf manusia. Virus tertentu, misalnya, HSV-

1, virus varicella zoster, dan Human Herpes Virus (HHV) -6 dan -7 dapat tetap

aktif di jaringan saraf untuk jangka waktu yang lama setelah infeksi awal.

Kemampuan ini dianggap bertanggung jawab dalam menghasilkan infeksi laten

dan persisten, relaps serta reaktivasi beberapa tahun setelah infeksi awal. Dalam

kasus HSV-1, infeksi awal diikuti oleh transportasi axoplasmik virus ke ganglion

sensorik trigeminal di mana ia menetapkan latensi. Virus Laten HSV-1 terdeteksi

pada ganglia trigeminal pada hampir semua individu yang seropositif (anti-HSV-1

antibodi). Reaktivasi menghasilkan transport retrograde virus yang biasanya

menyebabkan herpes labialis. Namun, jalur dimana HSV-1 mencapai parenkim

otak manusia untuk menghasilkan ensefalitis masih belum diketahui. Pada infeksi

primer, virus mungkin memperoleh akses ke bulbus olfaktorius melalui hidung

dan kemudian menyebar melalui jalur penciuman ke lobus temporal orbitofrontal

dan mesial. HSV-I memiliki afinitas untuk korteks temporal dan korteks basi-

frontal dan mesial (limbik) dan nukleus, dan materi putih. Mungkin, kedekatan

saraf dural ke lobus basi-frontal dan temporal membuat mereka rentan. Selain itu,

virus ini tertidur di fosa kranial anterior dan menengah dan mudah untuk

menyerang korteks frontotemporal dari sini. Virus dapat melakukan perjalanan

dengan sel ke kontak sel dan melintasi meninges ke dalam korteks yang

berdekatan.10
Bagian utama serangan adalah sistem saraf pusat, terutama batang otak.

Mereka mengembangkan hiperaktivitas simpatis progresif cepat, edema paru (PE)

dan / atau perdarahan paru, dan kolaps kardiopulmoner. PE yang luar biasa adalah

6
penyebab utama kematian pada anak-anak ini. Mediator inflamasi sistemik

meningkat pada pasien dengan PE tampaknya dipicu oleh aktivasi simpatik terus-

menerus sebagai konsekuensi dari kehancuran batang otak langsung oleh virus.

Leukositosis dan trombositosis secara signifikan lebih sering terjadi pada pasien

dengan PE. Peningkatan yang signifikan dari kadar interleukin plasma (IL) -10,

IL-13, dan interferon (IFN) -g telah diamati pada pasien dengan PE. Pasien

dengan PE juga memiliki sel T CD4z bersirkulasi rendah, sel T CD8z, dan sel

pembunuh alami (NK).11

VI. DIAGNOSIS

1. Anamnesis 6

- Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia

- kesadaran bisa naik dan turun dengan cepat. Anak agak besar sering

mengeluh sakit kepala, kejang dan kesadaran menurun

- kejang bersifat umum atau fokal,

- Mual dan muntah-muntah

- Pada bayi dan anak kecil bisa tanda-tanda kurang specifik, misalnya

mencret, batuk, pilek.

2. Pemeriksaan fisik 6

- Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan

kejang. Kejang dapat berupa status konvulsivus.

- Gejala peningkatan tekanan intrakranial : Muntah, Sakit kepala, Perubahan

kepribadian, Diplopia, Papil edema, Pembesaran lingkar kepala, Ubun ubun besar

7
membonjol, Trias Cushing : bradikardi, hipertensi, pernafasan ireguler,

Herniasi otak.

- Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper motor

neuron (spastis, hiperrefleks, refleks patologis dan klonus).

3. Pemeriksaan penunjang 6

- Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit dilakukan jika ada

indikasi.

- Pungsi lumbal : pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bisa normal atau

menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang :

 Peningkatan jumlah sel 50-200 / mm


 Hitung jenis didominasi sel limfosit
 Protein meningkat tapi tidak melebihi 200 mg/dl
 Glukosa normal
 Diagnosis pasti mengisolasi virus dari LCS : yaitu didapatkan kenaikan

titer antibody yang spesifik terhadap virus penyebab.

- Pencitraan CT-Scan atau magnetic resonance imaging (MRI kepala)

menunjukkan gambaran edema otak baik umum maupun fokal.

- Pemeriksaan elektroensefalografi merupakan pemeriksaan penunjang yang

sangat penting pada pasien dengan ensefalitis, walaupun didapatkan

gambaran yang normal pada beberapa pasien, umumnya didapatkan

gambaran perlambatan atau gelombang epileptiform baik umum maupun fokal.

VI. TERAPI
Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tatalaksana

hiperpireksia, kesimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan intra

8
kranial, serta tatalaksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat

intensif.6
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat

antiepilepsi, kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang

dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi. Peningkatan

tekanan intrakranial dapat diatasi dengan pemberian diuretik osmotik manitol 0,5-

1 gram/kg/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali.6


Pasca rawat inap pasien memerlukan pemantauan tumbuh-kembang, jika

terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait (rehabilitasi medik,

mata, dll) sesuai indikasi. 6


Pengobatan Ensefalitis akibat HSV adalah Vidarabin telah diteliti pada

tahun 70-an dan dapat menurunkan mortalitas dari 70% sampai 40%. Saat ini,

acyclovir intravena telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin dan

merupakan obat pilihan pertama. Preparat acyclovir tersedia dalam kemasan

250mg dan 500mg, yang harus diencerkan dengan air atau larutan garam

fisiologis. Dosis adalah 30mg/kgbb/24jam dibagi dalam 3 dosis. Cara pemberian

secara perlahan-lahan dengan pompa suntik atau diencerkan lagi menjadi 100ml

dalam larutan glukosa 5% diberikan selama 1 jam. Efek samping adalah

peningkatan kadar ureum dan kreatinin, tergantung kadar obat dalam plasma.

Pemberian acyclovir perlahan-lahan akan mengurangi efek samping ini.13


VII. KOMPLIKASI
Kejang berulang yang terjadi pada ensefalitis meningkatkan risiko terjadinya

epilepsi pascaensefalitis. Status epileptikus pada ensefalitis secara klinis meningkatkan

risiko terjadinya epilepsi pascaensefalitis. Epilepsi pascaensefalitis terjadi paling tinggi

pada 5 tahun pertama setelah ensefalitis, tetapi masih meningkat pada pemantauan setelah

9
15 tahun. Tipe infeksi susunan saraf pusat dan adanya kejang pada periode ensefalitis

akut merupakan risiko terjadinya kejang tanpa provokasi setelah ensefalitis. 12


VIII. PROGNOSIS
Mortalitas dan morbiditas sangat tergantung pada umur, derajat

kesadaran pasien serta saat pemberian obat. Bila pasien tidak sadar (kecuali

setelah kejang), biasanya prognosisnya buruk. Bila pengobatan dimulai pada hari

sakit ke-4 pada pasien sadar, keberhasilan pengobatan di atas 90%. Sekuele

neurologis biasanya serius, termasuk amnesia Korsakoff, demensia global, kejang

dan afasia. Tanpa pengobatan, penyakit ini mematikan pada sekitar 70 - 80 %;

pasien yang dapat melewati fase akut, sering cacat menetap.

10

Anda mungkin juga menyukai