Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam
kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan kekurangan
gizi tingkat buruk yang terjadi pada periode ini bersifat permanen. Untuk
mendapatkan gizi yang baik pada bayi yang baru lahir maka ibu harus
sesegera mungkin menyusui bayinya. ASI memberikan peranan penting dalam
menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi. Oleh
karena itu, bayi yang berumur kurang dari enam bulan dianjurkan hanya diberi
ASI tanpa makanan pendamping (Suraji, 2003).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia sesuai dengan World Health
Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) melalui
SK Menkes No.450/Menkes./SK/IV/2004 telah menetapkan rekomendasi
pemberian ASI eksklusif selama 0 sampai 6 bulan. Dalam rekomendasi
tersebut, dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan
kesehatan yang optimal, bayi usia 0 sampai 6 bulan pertama harus diberi ASI
eksklusif. Selanjutnya demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu akan mulai
memberikan makanan pendamping ASI dan ASI dapat dilanjutkan hingga bayi
berusia sampai 2 tahun (Menkes, 2004).
Berdasarkan data Susenas tahun 2010-2014 cakupan pemberian ASI
ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan.
Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2%
(2010) menjadi 56,2% tahun 2012, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun
dari 28,6% (2012) menjadi 24,3% (2014) (Minarto, 2016). Berdasarkan profil
data kesehatan Indonesia tahun 2016 menunjukkan pemberian ASI eksklusif
di Indonesia masih rendah, persentase bayi yang menyusu eksklusif 0 sampai
6 bulan hanya 54%. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam

1
2

mendorong peningkatan pemberian ASI eksklusif masih relatif rendah


(Kemenkes, 2017).
Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena
dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan balita, upaya
peningkatan kualitas hidup manusia harus dimulai sejak dini yaitu sejak masih
dalam kandungan hingga usia balita. Didalam ASI terkandung kolostrum yang
kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan
pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Pada masa kehamilan perlu
dipersiapkan tentang pengetahuan, sikap, perilaku dan keyakinan ibu tentang
menyusui, asupan gizi yang cukup, perawatan payudara dan persiapan mental
agar mereka siap secara fisik dan psikis untuk menerima, merawat dan
menyusui bayinya sesuai dengan anjuran pemberian ASI eksklusif hingga bayi
berusia enam bulan dan tetap menyusui hingga anaknya berusia 24 bulan
(Zainuddin, 2008).
Masih banyak ibu yang tidak mau memberikan ASI eksklusif selama
enam bulan dengan beragam alasan. Rendahnya cakupan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif pada bayi, baik di perkotaan maupun pedesaan,
dipengaruhi oleh banyak hal. Diantaranya rendahnya pengetahuan dan
kurangnya informasi pada ibu dan keluarga mengenai pentingnya pemberian
ASI eksklusif, tatalaksana rumah sakit ataupun tempat bersalin lain yang
seringkali tidak memberlakukan bed in (ibu dan bayi berada dalam satu kasur)
ataupun rooming-in (ibu dan bayi berada dalam satu kamar atau rawat
gabung), selain itu ibu bekerja yang menganggap repot menyusui dalam
bekerja (Fikawati, S., Syafiq, 2010).
Target yang sedang diupayakan Indonesia untuk ibu menyusui
memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan kehidupan bayi dan diteruskan
pemberian ASI bersama makanan pendamping ASI (MP-ASI) sampai anak
berumur 2 tahun adalah sebesar 80%. Keberhasilan program pemberian ASI
ekkslusif tidak hanya tergantung pada ibu menyusui saja tetapi perlu
dilaksanakan secara lintas sektor secara terpadu, disamping itu diperlukan
peran serta masyarakat (Kemenkes, 2017).
3

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin menganalisis masalah


rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Puskesmas
Kalidoni Tahun 2017 yang belum mencapai target.

1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan bayi
mendapat ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kalidoni Tahun 2017.

1.3.Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui kendala-kendala mengenai rendahnya cakupan dan
pemberian ASI Eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kalidoni
tahun 2017.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Identifikasi penyebab masalah.
2. Identifikasi penyelesaian masalah pada penyebab masalah prioritas.
3. Diketahui penyelesaian masalah yang terpilih.
4. Menyusun matriks rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK).

1.4.Manfaat
1.4.1. Bagi Mahasiswa
1. Adanya pengalaman dalam mencari penyebab dan cara pencapaian
target cakupan pemberian ASI Eksklusif.
2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang
ada.
3. Melatih kemampuan dalam menyusun Rencana Usulan kegiatan
(RUK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) khusunya mengenai
pemberian ASI ekslusif.
4

3.4.1. Bagi Puskesmas


Sebagai bahan kajian bagi Puskesmas dalam penentu kebijakan dalam
meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi di tahun yang
akan datang.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus PPOK
    Laporan Kasus PPOK
    Dokumen42 halaman
    Laporan Kasus PPOK
    Rivhan Fauzan
    67% (3)
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen18 halaman
    Bab 2
    Padhalah Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen2 halaman
    Bab 5
    Padhalah Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen12 halaman
    Bab 4
    Padhalah Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1 Kelas Ix.9
    Kelompok 1 Kelas Ix.9
    Dokumen12 halaman
    Kelompok 1 Kelas Ix.9
    Padhalah Ramadhani
    Belum ada peringkat