TINJAUAN TEORITIS
Konsep perawat jiwa meliputi definisi perawat kesehatan jiwa, peran perawat
penggunaan diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai alat atau instrumen
pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik
(Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi
tindakan tersebut.
yaitu perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan
komunitas agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga
masyarakat bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa. Peran yang ketiga yaitu
dan asuhan keperawatan secara tidak langsung (Erlinafsiah, 2010). Fungsi tersebut
dapat memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik, mental,dan sosial sehingga
klien “here and now” yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak ditunda
sehingga tidak terjadi penumpukkan masalah. Ketiga, sebagai model peran yaitu
Fungsi perawat yang keempat yaitu memperhatikan aspek fisik dari masalah
kesehatan klien merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu
diatasi dengan cara yang tepat. Kelima, memberikan pendidikan kesehatan yang
kesehatan jiwa, gangguan jiwa, ciri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri-
ciri gangguan jiwa, fungsi dan tugas keluarga, dan upaya perawatan pasien
ganggua jiwa. Keenam, sebagai perantara sosial yaitu perawat dapat menjadi
Fungsi yang ketujuh adalah kolaborasi dengan tim lain adalah perawat
sehubungan dengan kesehatan mental. Hal ini penting diketahui oleh perawat
kekerasan, rentang respon marah pada klien dengan perilaku kekerasan, faktor
perilaku kekerasan
tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari
gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari 1 % (Purba dkk, 2009).
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Sujono
dan Teguh, 2009). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi
dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995 dalam
Sujono dan Teguh, 2009). Perilaku kekerasan seperti perilaku mencederai orang
lain dapat berupa acaman melukai diri sendiri; perilaku merusak lingkungan
seperti peraot rumah tangga, membangting pintu; ancaman verbal berupa kata-
kata kasar, nada suara yang tinggi dan bermusuhan (Morrisson, 1993 dalam Purba
dkk, 2009). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih
jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai
yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan
Menurut Stuart dan Laraia dalam Purba dkk (2009), klien dengan perilaku
psikologis maupun spiritual. Perubahan secara fisik yang diperlihatkan oleh klien
dengan perilaku kekerasan yaitu dengan mencederai diri klien itu sendiri dan
peningkatan mobilitas tubuh. Perubahan secara psikologis yang terlihat dari klien
yaitu emosional, marah yang tidak dapat dikontrol, mudah tersinggung dan
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat dijelaskan sebagai berikut (Keliat, 1997,
2) Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat
menurut teori biologik, teori psikologi dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh
1) Teori biologik
perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
dkk, 2009)
b. Biokimia
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
c. Genetik
kekerasan.
2) Teori psikologik
a. Teori psikoanalitik
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan
b. Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang
teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak
3) Teori Sosiokultural
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
unik. Stresor tersebut dapat disebabkan dari luar maupin dalam. Contoh stresor
yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, dan lain-
lain. Sedangkan stresor yang berasal dari dalam adalah putus hubungan dengan
orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan
antara lain (Sujono dan Teguh, 2009), perilaku-perilaku tersebut antara lain : (1)
Menyerang atau menghindar (fight or flight) Pada keadaan ini respon fisiologis
timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin.
agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku
ini dapat juga untuk pengembangan diri klien. (3) Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain. (4) Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau
amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
perilaku kekerasan
klien dengan perilaku kekerasan adalah : (1)Bina hubungan saling percaya. Dalam
membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien merasa aman
perilakukekerasan saat ini dan yang lalu. (3) Diskusikan bersama klien jika terjadi
baik secara fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan intelektual. (4) Diskusikan
bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara
sosial atau verbal, terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, dan
dengan latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal, olahraga, kemudian susun
jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal serta olahraga. (8) Latihan
Kemudian susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal. (9) Latihan
mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan sholat atau berdoa sesuai
dengan keyakinan dan cara klien kemudian susun jadwal untuk berdoa. (10)
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat secara teratur
dengan prinsip lima benar kemudian susun jadwal minum obat secara teratur.
pengelolaan klien dengan perilaku kekerasan (Sujono dan Teguh, 2009). Prinsip
yang perlu diperhatikan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Seluruh staf
keperawatan. Perbandingan klien dengan perawat 1:1. (2) Pada pasien kehilangan
kendali secara akut, tangani segera dengan pengekangan fisik. Untuk memberikan
menghadapi klien dengan perilaku kekerasan seorang diri. (3) Berikan informasi
atas tindakan yang akan dilakukan dan pemberian obat. (4) Staf sebaiknya harus
segera mungkin staf mendiskusikan insiden yang terjadi. (6) Setelah klien tenang
mengekspresikan perasaannya.
fenomenologi adalah pengalaman nyata. Hal ini yang dikaji adalah deskriptif
mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka
memahami respon seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi
pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan
sumber data utama adalah data percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan
kemudahan untuk memaknai pengalaman hidup mereka (Polit, Beck, & Hungler,
2001).
dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985). (1) kreabilitas, merupakan kriterian
dilakukan dalam konteks tertentu dapat di transfer ke subjek lain yang memiliki
tipologi yang sama. Dengan kata lain, apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan
pada situasi yang lain, (3) dependabilitas, digunakan untuk menilai kualitas dari
proses yang ditempuh oleh peneliti, (4) komfirmabilitas, yang dilakukan dengan
membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak
berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.