Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TAHUN 2018
Pembimbing Lapangan :
dr. Dhini Pusptosari
Disusun Oleh :
Riyanda Rama Putri G4A016027
2018
2
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Riyanda Rama Putri G4A016027
Preseptor Lapangan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang
berbagai organ terutama paru-paru (Kemenkes RI, 2015). WHO
mendefinisikan penderita TB sebagai penderita yang terbukti secara positif
terinfeksi tuberkulosis berdasarkan hasil apusan basil tahan asam TB dibagi
menjadi sputum positif atau sputum negatif (WHO,2011). TB masih menjadi
salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia yang dapat menimbulkan
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) meskipun telah diterapkan
upaya pengendaliannya berupa strategi DOTS sejak tahun 1995 (Aditama &
Chairil, 2002). Laporan World Health Organization pada tahun 2013
menyatakan bahwa terdapat 8,6 juta kasus baru TB pada tahun 2012 dan 1,1
juta (13%) merupakan pasien TB dengan HV positif. Pada tahun 2012
perkirakan terdapat 450000 orang menderita MDR TB dan 170000 meninggal
akibat TB (Kemenkes, 2014).
Setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 9 juta penderita baru dan
kematian 3 juta orang akibat TB. Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54
juta kasus) menempati urutan keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan
dengan kontribusi penderita tuberkulosis terbesar (Kemenkes, 2013). Sekitar
75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomi
yaitu rentang usia 15-50 tahun. Selain merugikan secara ekonomi, TB juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma dan bahkan
dikucilkan oleh masyarakat (Kemenkes, 2014).
Pada tahun 2016, kasus baru TB BTA positif di Indonesia ditemukan
sebanyak 156.723 kasus dimana 95.382 kasus (61%) laki-laki dan 61.341 kasus
(39%) perempuan. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi
dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa
Tengah. Kasus baru TB BTA positif di tiga provinsi tersebut merupakan hampir
sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Penemuan kasus baru
dan tercatat TB BTA positif di Jawa Tengah pada tahun 2015 adalah sebesar
4
115,17 kasus per 100.000 penduduk dengan total 38.899 kasus baru. Penemuan
ini meningkat dari tahun 2014 yaitu sebanyak 55,99 per 100.000 penduduk.
Puskesmas Pekuncen merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten
Banyumas Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk yaitu sebesar
36.352 jiwa. Pada Pusekesmas ini, kasus TB Paru (BTA Positif) dari data yang
telah diolah pada tahun 2017 sebanyak 24 kasus, sedangkan yang sembuh 18
orang (75%), masih dalam pengobatan 5 orang, dan meninggal selama
pengobatan 1 orang. Target minimal Angka Penemuan Penderita TB Paru BTA
positif (Case Detection Rate/CDR) dalam Program Penanggulangan
Tuberkulosis Nasional yaitu sebesar 70%. Target berdasarkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas adalah sebesar 100%. Sedangkan target Puskesmas
Pekunncen itu sendiri sebesar 100%. Berdasarkan data yang diperoleh dari
bulan Januari hingga Desember 2017, cakupan penemuan penderita TB BTA
positif (Case Detection Rate/CDR) hanya sebesar 27.43% dan masih jauh dari
SPM yang ditetapkan oleh puskesmas yaitu 100%. Hal ini dimungkinkan
karena kurangnya skrining atau kurang aktifnya pemegang program, medis dan
paramedis untuk melakukan penjaringan di keluarga penderita TB BTA positif.
Permasalahan yang saat ini dihadapi Puskesmas Pekuncen dalam
pemberantasan TB adalah penemuan deteksi kasus BTA positif dan
kesembuhan pengobatan kasus TB yang masih belum mencapai target. Hal ini
mungkin terjadi dikarenakan penemuan kasus hanya mengandalkan pasien
yang berkunjung ke BP saja dan memiliki tanda dan gejala TB selain itu
kepatuhan masyarakat yang masih rendah dalam pengobatan. Sementara
deteksi secara aktif dan kedisiplinan pengobatan TB dengan melibatkan
masyarakat, terutama kader kesehatan belum berjalan dengan baik.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menganalisa masalah kesehatan dan metode pemecahan masalah
kesehatan di Puskesmas Pekuncen.
2. Tujuan Khusus
5
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Pekuncen pada tahun 2017 yaitu
sebesar 882 jiwa/km2. Tingkat kepadatan tertinggi yaitu di Desa
Cikembulan sebesar 2.677 jiwa/km2, sedangkan Desa Krajan memiliki
tingkat kepadatan tersendah yaitu sebesar 210 jiwa/km2.
7
Tabel 2.1 Kepadatan Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen Tahun 2017
Luas Wilayah Kepadatan
No Desa
(km2) Penduduk (/km2)
1 Pekuncen 10.0 895,80
2 Kranggan 1.6 2224,20
3 Karang Kemiri 6.8 1008,86
4 Banjaranyar 3.1 2032,25
5 Cikawung 2.1 2118,66
6 Krajan 24.6 210,65
7 Glempang 9.6 331,56
8 Pasiraman Lor 1.1 2621,43
9 Pasiraman Kidul 0.8 2427,85
10 Karang Klesem 3.3 1611,01
11 Candi Negara 2.8 1666,90
12 Tumiyang 7.0 895,41
13 Cikembulan 2.0 2677,16
14 Cibangkong 6.8 1087,98
15 Semedo 6.1 916,67
16 Petahunan 5.2 799,42
Jumlah 92,7 882
Sumber : Kecamatan Pekuncen Tahun 2017
c. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Berdasarkan data statistik kecamatan, dapat diketahui bahwa
proporsi penduduk menurut umur di Kecamatan Pekuncen adalah
kelompok umur terbesar pada umur 35-39 tahun yaitu sebanyak 6.666
jiwa, sedangkan kelompok umur terkecil yaitu pada kelompok umur 70-
74 tahun sebanyak 2.163 jiwa.
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur di
Kecamatan Pekuncen tahun 2017
Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah
Umur
(tahun)
0–4 1.839 1.881 3.720
5–9 3.042 2.615 5.657
10 – 14 3.085 2.828 5.913
15 – 19 3.256 2.952 6.208
20 – 24 3.272 3.117 6.389
25 – 29 3.065 2.931 5.996
30 – 34 3.386 3.235 6.621
35 – 39 3.505 3.377 6.882
40 – 44 3.279 3.250 6.529
45 – 49 2.863 2.800 5.663
50 – 54 2.536 2.654 5.190
55 – 59 2.199 2.264 4.463
60 – 64 1.804 1.779 3.583
65 – 69 1.488 1.398 2.886
70 – 74 1.136 1.148 2.284
8
e. HIV
Jumlah kasus HIV-AIDS di kecamatan Pekuncen pata tahun 2017
adalah 0 kasus. Kasus HIV-AIDS merupakan fenomena gunung es
sehingga kemungkinan adanya kasus HIV-AIDS yang tidak terdeteksi
atau tidak terdata. Hingga saat ini belum adanya kerjasama tentang
laporan data penyakit HIV-AIDS dari rumah sakit.
f. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Jumlah penemuan kasus AFP di kecamatan Pekuncen pada tahun
2017 sebanyak 0 kasus.
g. Pneumonia Balita
Jumlah kasus pneumonia pada balita tahun 2017 ditemukan atau
ditangani di Kecamatan Pekuncen adalah sebanyak 74 kasus dari
jumlah perkiraan penemuan kasus pneumonia balita sebanyak 175 atau
sebesar 42,2%.
D. Status Gizi Masyarakat
Tujuan umum dari upaya perbaikan gizi puskesmas adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap keluarga di
wilayah Puskesmas untuk mencapai Keluarga Sadar Gizi agar dapat terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Tujuan khususnya yaitu untuk
11
A. Analisis Sistem
1. Input
a. Man
Sumber daya manusia di Puskesmas Pekuncen dalam
menjalankan program Penemuan kasus Tuberkulosis (TB) BTA Positif
secara kuantitatif sudah baik. Puskesmas Pekuncen memiliki sumber
daya manusia yang secara kuantitatif sudah baik. Puskesmas memiliki 3
dokter umum, 1 dokter gigi, 12 perawat umum, 23 bidan yang bertugas
19
2. Proses
a. Perencanaan
Telah dibuat suatu Standar Operational Procedur (SOP) untuk
pelaksanaan program TB di Puskesmas Pekuncen. Program CDR TB
Paru di dalam puskesmas sudah memiliki perencanaan yang baik, berupa
dan preventif seperti kegiatan penemuan TB dan pemantauan penyakit
TB Paru.
b. Pengorganisasian
Kerjasama yang dilakukan bersama bidan desa (PKD), Balai Pengobatan
di Puskesmas Pekuncen dan tempat praktek dokter mandiri.
c. Penggerakan dan Pelaksanaan Program
Penggerakan dan Pelaksanaan Program UKM untuk TB dilaksanakan
oleh pemegang program TB, dokter dokter di Balai Pengobatan, petugas
laboratorium, dan bekerja sama dengan PKD, bidan desa di wilayah kerja
Puskesmas Pekuncen dan juga kader kesehatan untuk menindak lanjuti
program pengelolaan penyakit menular.
d. Pengawasan dan Penilaian
Penggerakan dan Pelaksanaan Program UKM TB dari internal dilakukan
oleh Kepala Puskesmas dan juga pelaksana pemegang program TB.
Sedangkan pengawasan dan pengendalian ekternal dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Wilayah Banyumas.
3. Output
Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas Pekuncen, data yang diolah
tahun 2017 kasus TB Paru (BTA Positif) sebanyak 24 kasus, sedangkan
yang sembuh 18 orang, masih dalam pengobatan 5 orang, dan meninggal
selama pengobatan 1 orang. Target minimal Angka Penemuan Penderita TB
Paru BTA positif (Case Detection Rate/CDR) dalam Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional yaitu sebesar 70% dan target
Puskesmas Pekuncen sebesar 100%. Berdasarkan data yang diperoleh,
cakupan penemuan penderita TB BTA positif (CDR) hanya sebesar 27.43%
dan masih jauh dari SPM yang ditetapkan oleh puskesmas yaitu 100%. Hal
ini dimungkinkan karena kurangnya skrining atau kurang aktifnya
pemegang program, medis dan paramedis untuk melakukan penjaringan di
keluarga penderita TB BTA positif. Tidak tercapainya target penemuan
kasus TB Paru menunjukkan kelemahan program UKM TB Paru dari segi
21
d. Method
Penemuan pasien baru TB Paru BTA positif di Puskesmas Pekuncen
sudah dilakukan secara pasif dan aktif. Penemuan pasien baru TB Paru
BTA positif secara pasif dilakukan di balai pengobatan puskesmas oleh
dokter. Pasien dengan keluhan klasik TB dilakukan edukasi mengenai
penyakit TB dan untuk melakukan pemeriksaan sputum 3 kali dan
selanjutnya dikonsultasikan ke analis laboratorium untuk pemeriksaan.
Selanjutnya pasien yang terdiagnosis TB Paru BTA positif akan diberi
edukasi agar orang yang memiliki kontak erat dengan pasien
memeriksakan diri ke puskesmas karena ada kemungkinan tertular.
Penemuan pasien baru TB Paru BTA positif secara aktif dilakukan
dengan screening ke rumah warga yang terkonfirmasi TB Paru BTA
positif untuk pemeriksaan keluarga yang kontak dengan pasien.Keluarga
pasien yang memiliki kontak erat dengan pasien dilakukan pemeriksaan
sputum.Untuk mendukung pelaksanaan program penemuan kasus baru
TB BTA Positif berupa pembentukan kader TB di setiap desa yang
berjumlah 1 orang di setiap desanya.
e. Minute
Adanya penyuluhan/promosi kesehatan tentang TB kepada warga
desa Pekuncen dijadwalkan setiap 1 bulan sekali yang dilakukan saat
kegiatan pusling, posyandu balita, posyandu lansia.
23
f. Market
Sasaran dari program penemuan kasus baru TB Paru BTA Positif
adalah masyarakat seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen.
Proses
Penemuan kasus TB Paru didapatkan secara aktif dan pasif. Penemuan
pasif yaitu dengan deteksi dini tanda dan gejala penyakit TB Paru di ruang
periksa umum Puskesmas oleh dokter umum. Penemuan aktif dilakukan
dengan screening ke rumah warga yang terkonfirmasi TB Paru BTA positif
untuk pemeriksaan keluarga yang kontak dengan pasien.
2. Weakness
Aspek kelemahan dari program pengobatan (TB) Paru terdapat pada
beberapa aspek yaitu:
Input
a. Man
1) Hanya 1 petugas khusus di bidang UKM TB paru, hal ini dapat
menyebabkan tugas kerja yang diberikan melebihi dari kemampuan
petugas.
2) Petugas khusus di bidang UKM TB paru masih kurang aktif dalam
menggerakkan tenaga kesehatan lain dalam menjalankan program.
b. Method
1) Penemuan kasus TB yang sifatnya cenderung pasif salah satunya
ditunjukkan dengan belum ada program screening secara aktif untuk
kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti
pada pasien HIV, DM, dan malnutrisi. Kemudian belum ada program
penjaringan pada kelompok yang rentan karena berada di lingkungan
yang berisiko tinggi terjadi penularan TB, seperti: tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh, tempat kerja, asrama dan
panti jompo.
2) Pemeriksaan sputum pada orang yang memiliki kontak erat dengan
pasien yang terdiagnosis TB Paru BTA Positif sudah dilakukan, namun
belum dilakukan sesegera mungkin setelah pasien terdiagnosis TB
BTA Positif.
24
pencegahan penyakit TB sehingga kader desa lebih aktif dan tidak takut dan
dapat melakukan pelacakan sesegera mungkin pada warga desa yang
memiliki kontak erat dengan pasien TB Paru BTA positif.
7. Lebih dioptimalkan pemberian edukasi ke masyarakat mengenai penyakit
TBC melalui penyuluhan rutin, sehingga masyarakat dapat secara mandiri
sesegera mungkin memeriksakan dirinya apabila memiliki gejala TBC dan
warga desa yang memiliki kontak erat dengan pasien TB dapat sesegera
mungkin datang ke puskesmas secara mandiri untuk diperiksa sputumnya.
8. Edukasi secara intensif dengan lisan maupun tulisan (pemberian leaflet) di
poli rawat jalan kepada pasien TB dan keluarganya tentang penyakit, cara
penularan, pengobatan, serta pentingnya menjaga kepatuhan minum obat.
A. Kesimpulan
1. Program kesehatan penemuan kasus Tuberkulosis (TB) BTA Positif tahun
2017 belum efektif dan belum memenuhi standar SPM.
2. Program kesehatan penemuan kasus Tuberkulosis (TB) BTA Positif masih
perlu diperbaiki, antara lain:
a. Keterlibatan bidan desa, kader, organisasi dan masyarakat untuk
menemukan kasus TB BTA positif.
b. Upaya untuk memotivasi dan menciptakan komunikasi yang efektif
dengan bidan desa dalam pelaksanaan program penemuan kasus TB
BTA positif, ikut untuk memberdayakan masyarakat, dan aktif dalam
melakukan penyuluhan pada masyarakat dan kader.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Membuat program kerja screening untuk penemuan kasus
Tuberkulosis
b. Meningkatkan kerjasama antar pemegang program di puskesmas dan
kerjasama dengan praktik swasta (dokter dan bidan mandiri)
c. Menjadwalkan kegiatan penyuluhan tentang penyakit tuberculosis di
semua desa
2. Bagi bidan dan kader desa
a. Meningkatkan kewaspadaan terhadap tanda dan gejala penyakit TB
b. Menjalin komunikasi yang efektif dengan masyarakat dan puskesmas
dalam rangka penanganan kasus TB
c. Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis di setiap momen
pertemuan warga
3. Bagi masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit TB
b. Berperan secara akif dalam pengendalian TB
30
DAFTAR PUSTAKA