Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Secara umum ada jenis lereng berdasarkan proses terjadinya yaitu lereng alami dan
lereng buatan. Lereng alami adalah lereng yang terbentuk secara alami melalui proses
geologi misalnya lereng perbukitan dan tebing sungai. Sedangkan lereng buatan adalah
lereng yang dibuat manusia untuk keperluan tertentu, misalnya tanggul sungai, urugan
untuk jalan raya, dan lereng bendungan.
2.2 Definisi Analisis Stabilitas Lereng
Pada permukaan tanah yang tidak datar atau mempunyai sudut kemiringan maka akan
cenderung menggerakan massa tanah ke arah permukaan yang lebih rendah. Analisis
yang menjelaskan tentang kejadian tersebut dikenal dengan analisis stabilitas lereng.
Analisis stabilitas lereng banyak digunakan dalam perencanaan konstruksi, seperti :
timbunan untuk jalan raya, galian lereng untuk jalan raya serta konstruksi tubuh
bendung. Maksud dari analisis ini adalah menentukan faktor keamanan (safety factor) dari
bidang potensial longsor. Faktor keamanan didefinisikan sebagai perbandingan antara
gaya yang menahan dengan gaya yang menggerakkan, atau :
FK
= ………………………………………………………………………………………………….(2
.1)
Dimana :
FK = Faktor Keamanan
τ = Tahanan geser tanah (Kuat geser yang tersedia)
τd = Tegangan geser tanah (Tegangan geser yang terjadi)
Stabilitas lereng (slope stability) sangat erat kaitannya dengan kelongsoran tanah.
Kelongsoran tanah (landslides) merupakan proses perpindahan massa tanah secara
alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Hal ini terjadi karena tanah
kehilangan kesetimbangan daya dukungnya dan akan terhenti jika telah mencapai
kesetimbangan baru (Yulvi Zaika,2011). Analisis stabilitas lereng tidaklah mudah.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perhitungannya.
4
Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis
(limit plastic equilibrium). Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor
keamanan dari bidang longsor potensial (Hardiyatmo,2006). Hardiyatmo menjelaskan
dalam analisis stabilitas lereng, terdapat beberapa asumsi :
1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap
sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
3. Tahanan geser dari massa tanah, di sembarang titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung
dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.
4. Faktor keamanan didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang
longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser
tanah mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor keamanan
hasil perhitungan lebih besar satu.
Tabel 2.2. Hubungan faktor keamanan dan kejadian longsor
Umumnya , faktor keamanan stabilitas lereng atau faktor aman terhadap kuat geser
tanah diambil lebih besar atau sama dengan 1,2-1,5. Menurut Bowles (1989) nilai dari
faktor keamanan berdasarkan intensitas kelongsorannya seperti tabel 2.2 dibawah ini :
Nilai faktor keamanan Kejadian atau intensitas kelongsoran

FK kurang dari 1,07FK antara 1,07 sampai


1,25 Longsor terjadi biasa/sering (lereng
FK diatas 1,25 labil)Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
2.3 Lereng Tak Terhingga
Hardiyatmo (2006) menjelaskan bahwa lereng tak hingga adalah lereng yang
panjangnya (L) sangat lebih besar dibandingkan dengan kedalamannya (H) yang
terletak pada lapisan batuan yang kemiringan permukaannya sama. Ada dua kondisi
yang terjadi pada lereng ini yaitu kondisi dengan rembesan air dan tanpa rembesan air.
2.3.1 Kondisi tanpa rembesan
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.1 Lereng tak hingga
Berat massa tanah PQTS adalah :
W=
γbH …………………………………………………………………………………………..(2.2)
Gaya berat tanah W dapat diuraikan menjadi :
Na = W cos α = γbH cos α …………………………………………………………………..(2.3)
Ta = W sin α = γbH sin
α ……………………………………………………………………(2.4)
Tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) pada bidang AB per satuan lebar adalah :
………………………………………………………………… (2.5)
τ = …………………………………………………………….. (2.6)
Reaksi akibat gaya berat W adalah gaya P yang besarnya sama dengan W, dengan arah
yang berlawanan. Uraian gaya P memberikan
Nr = P cos α = W cos α = γbH cos α ……………………………………………………(2.7)
Tr= P cos α = W cos α = γbH sin α …………………………………………………….(2.8)
Dalam kondisi seimbang , tegangan yang bekerja pada bidang AB adalah :
τd = = ………………………………………………………….(2.9)
Tegangan geser yang terjadi ini dapat dituliskna dalam persamaan
τd = cd+ tg Ød ……………………………………………………………………………….(2.10)
Subtitusi persamaan (2.5) dan (2.9) ke (2.10) diperoleh :
= Cd + ………………………………………………………. (2.11)

Persamaan (2.12) dapat disusun dalam bentuk :


Cd/ = ……………………………………………………………………..(2.12)
Dari persamaan 2.11, bila faktor aman diberikan pada masing-masin komponen
gesekan dan kohesi,
= ……………………………………………………………………………………….(2.13)
cd = ………………………………………………………………………………………………(2
.14)
Subbtitusi persamaan (2.13) dan (2.14) ke dalam persamaan maka akan didapat
F = + ……………………………………………………………..(2.15)
Dimana :
F = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m3)
Ø= Sudut geser tanah (º)
α= Sudut kemiringan lereng (º)
γ= berat volume tanah (kN/m3)
Untuk tanah yang mempunyai Ødan c , ketebalan tanah pada kondisi kritis (Hc) terjadi
bila F = 1, yaitu :
Hc = ………………………………………………………………………..(2.16)
Dengan Hc adalah ketebalan maksimum, dimana lereng dalam kondisi kritis akan
longsor.
Untuk tanah granuler (c = 0) , pada kondisri kritis, persamaan (2.15) menjadi :
F = …………………………………………………………………………………………………
(2.17)
Persamaan (2.17) memberikan pengertian bahwa pada lereng tak terhingga, untuk
tanah granuler, selama α < Ø, maka lereng masih dalam kondisi stabil karena faktor
keamanan F > 1.
Untuk tanah kohesif dengan Ø = 0 (lempung jenuh) persamaan (2.15) menjadi :
F = …………………………………………………………………………………..(2.18)
Pada kondisi kritis , F= 1 maka tanah untuk tanah kohesif dengan Ø = 0 dapat diperoleh
persamaan :
F = …………………………………………………………………………………….(2.19)
Parameter c / disebut Angka Stabilitas (stability number), yaitu parameter yang
menyatakan rasio komponen kohesi dari tahanan geser terhadap yang dibutuhkan
guna memelihara stabilitas atau keseimbangan pada faktor F = 1.
2.3.2 Kondisi dengan rembesan
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.2 Lereng tak terhingga yang dipengaruhi aliran rembesan
Gambar diatas merupakan suatu lereng dengan kemiringan α dengan muka air tanah
dianggap terdapat pada permukaan tanah. Dengan adanya pengaruh air tanah maka
kuat geser tanah dapat ditulis sebagai berikut :
τd = c+ ( – u )
tg Ø……………………………………………………………………………………..(2.20)
atau
τd = c+ ’
tg Ø……………………………………………………………………………………………..(2.2
1)
Dimana :
= Tegangan normal (kN/m2)
’ = Tegangan normal efektif (kN/m2)
u = Tekanan air pori (kN/m2)
Ditinjau dari elemen PQTS. Gaya-gaya yang bekerja pada permukaan-
permukaan PS dan QT besarnya sama , jadi saling meniadakan. Selanjutnya, akan
dievaluasi faktor aman terhadap kemungkinan longsor di sepanjang bidang AB yang
terletak pada kedalaman H, dibawah permukaan tanah.
Berat tanah pada elemen PQTS adalah :
W=
γsatbH(1) …………………………………………………………………………………………..(
2.22)
Gaya berat tanah W dapat diuraikan menjadi :
Na = W cos α = γbH cos
α …………………………………………………………………..(2.23)
Ta = W sin α = γbH sin
α ……………………………………………………………………(2.24)
Reaksi akibat gaya berat W adalah P dengan arah yang berlawanan dengan gaya W.
Gaya P dapat diuraikan menjadi 2 komponen, yaitu :
Na = P cos α = W cos α = γsatbH cos α
………………………………………………………..(2.23)
Ta = P sin α = W sin α = γsatbH sin
α ……………………………………………………..(2.24)
Tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) pada bidang AB per satuan lebar adalah :
………………………………………………………………… (2.25)
τd = …………………………………………………………….. (2.26)
Tegangan geser yang terjadi atau tegangan geser yang dibutuhkan untuk memelihara
keseimbangan pada bidang AB :
τd = cd+ tg Ød…………………………………………………………………………….(2.27)
dengan u adalah tekanan air pori yang besarnya =
Subtitusi persamaan (2.25) ke dalam persamaan (2.27) maka diperoleh :
τd = cd+ tg Ød.…………………………………………….(2.28)
= cd + γ’
Hcos2 tg Ød…………………………………………………………………………(2.29)
Subtitusi persamaan (2.26) ke persamaan (2.29) diperoleh :
= cd + γ’ Hcos2 tg Ød ………………………………………………..(2.30)
diselesaikan :
= cos2 ………………………………………………………………(2.31)
Dengan memberikan faktor aman pada masin-masing komponen kuat geser :
= dan cd =
maka dapat diperoleh persamaan faktor keamanan sebagai berikut :
F = ………………………………………………………………(2.32)
Dimana :
γsat= berat volume jenuh tanah (kN/m3)
γ’= berat volume efektif tanah (kN/m3)
Dari persamaan (2.32), untuk tanah granuler dengan c = 0 , maka faktor keamanannya :
F = ……………………………………………………………………………………………..(2.
33)
Sedangkan untuk tanah kohesif dengan Ø= 0,
F = …………………………………………………………………………………(2.34)
2.4 Lereng Terbatas

(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.1 Lereng terbatas
Berat massa tanah timbunan yang akan longsor
W = 0,5 H CB γ (1)
= 0,5 Hγ ( H/tan α – H/tg β ) ………………………………………………………..(2.35)
= 0,5 H2γ ……………………………………………………..(2.36)
Dimana :
W = Berat tanah di atas bidang longsor (kN)
α = Sudut bidang longsor terhadap horizontal (º)
β = Sudut lereng timbunan baru (º)
γ = Berat volume tanah (kN/m3)
Tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) yang terjadi akibat berat tanah ABC pada
bidang AB adalah :
σ = = …………………………….(2.37)
τd = = ………………………………….(2.38)
Tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan tanah pada bidang AB adalah :
τd = c+ tg Ø………………………………………………………………………………..(2.39)
Tegangan geser yang terjadi pada bidang AB :
τd = cd + tg Ød………………………………………………………………………………(2.40)
Pada saat keseimbangan batas tercapai (F=1), τ = τd. Subtitusi persamaan (2.37) dan
(2.38) ke persamaan (2.39) maka diperoleh :
= cd+ tg Ød.………………..(2.41)
atau
cd = ……………………………………………………….(2.42)
Dari persamaan (2.42) terlihat bahwa cd adalh fungsi dari sudut α, karena nilai-nilai
Β,γ, H, dan Ød adalah konstan.
Dengan mengambil = = 0…………………………………………………………………(2.43)
Diperoleh nilai sudut kritis (αc) sebesar
αc = /2…………………………………………………………………………………….(2.42)
subtitusi persamaan α = αc ke persamaan (2.42)
cd = ……………………………………………………………………(2.43)
saat kondisi kritis F=1. Dari subttitusi cd = c dan = ke persamaan (2.43) diperoleh
persamaan tinggi H kritis :
Hc = …………………………………………………………………..(2.44)
Dimana :
Hc = tinggi kritis lereng (m)
α = Sudut bidang longsor terhadap horizontal (º)
β = Sudut lereng timbunan baru (º)
γ = Berat volume tanah (kN/m3)
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Lereng
Secara umum faktor yang menyebabkan keidakstabilan lereng ada dua (2) yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari tubuh lereng
seperti material tanah pembentuk lereng, muka air tanah, kemiringan lereng, retakan
pada lereng, pelapukan tanah, dan aktivitas geologi dari lereng untuk lereng alami.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti infiltrasi air
hujan, aktivitas manusia, keberadaan vegetasi, rayapan lereng, dan gempa.
2.5.1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor pereduksi kuat geser tanah dan berasal dari tubuh
lereng sendiri yang menyebabkan kelongsoran. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Material pembentuk lereng
Material pembentuk lereng sangat mempengaruhi stabilitas lereng. Diantara material
pembentuk lereng adalah tanah granuler dan tanah kohesif. Tanah granuler meliputi
pasir, kerikil, batuan dan campurannya. Kelemahan tanah granuler adalah jenis tanah ini
mempunyai sifat meloloskan air. Jadi, lereng yang material pembentuknya tanah
granuler akan mudah terjadinya longsor ketika musim hujan, karena material pembentuk
akan ikut terbawa aliran air permukaan. Selain itu, jika terjadi getaran dengan frekuensi
tinggi dan beban yang besar, penurunan besar akan terjadi terutama jika kondisi butiran
tanah tidak padat. Keunggulan tanah granuler adalah mempunyai kuat geser yang baik.
Semakin kasar permukaan butirannya maka akan semakin besar kuat gesernya.
Sedangkan tanah kohesif meliputi tanah lempung, lempung berlanau, dan lempung
pasiran. Kelemahan tanah kohesif adalah sifat kembang-susutnya, dan kuat geser
rendah. Sifat kembang susut dari tanah kohesif pembentuk lereng sangat berpengaruh
pada stabilitas lereng. Jika tanah jenuh air, maka tanah akan mengembang yang akan
mereduksi kuat geser dari lereng. Sebaliknya jika kondisi kering maka tanah akan
susut, kedua kondisi akan mempengaruhi stabilitas lereng. Tanah kohesif mempunyai
kuat geser yang rendah, hal ini terjadi jika susunan tanahnya terganggu akibat
perubahan kadar air pada tubuh lereng. Keunggulan tanah kohesif adalah sifat yang
tidak mudah lolos air. Lereng yang material pembentuknya tanah kohesif akan sulit
untuk terjadinya infiltrasi air hujan.
b. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng juga memberikan pengaruh terhadap bahaya kelongsoran. Secara
visual lereng terjang akan sangat mudah untuk terjadinya kelongsoran tanah. Yulvi zaika
(2011) menyimpulkan bahwa semakin besar derajat kemiringan lereng maka akan
semakin menurunkan angka keamanan lereng, yang artinya lereng tersebut berpotensi
untuk terjadinya longsor.
c. Muka air tanah
Keberadaan air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi stabilitas
lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan)
yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan,dan muka air tanah.
Keberadaan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka
air tanah meningkatkan tekanan pori yang berarti memperkecil ketahanan geser dari
massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga
memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan
(pipingatau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa
tanah yang di hanyutkan, sehingga ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984,
dalam Zakaria).
d. Struktur geologi lereng
Struktur geologi material pembentuk sangat menentukan stabilitas lereng, sebagai
contoh, rangkaian, tebal dan letak bidang dasar batuan berpengaruh secara langsung
terhadap potensi perkembangan dan pembentukan lereng, pembentukan lembah,
punggung bukit, tebing curam dan pembentukan tanah redusial, talus dan endapan.
Ketidakmenerusan (discontinuity) seperti : patahan (faults), lipatan (folds) dan kekar (joints)
harus dipelajari dengan cermat dan dipetakan. Dalam memprediksi stabilitas lereng
secara akurat, penting untuk memperhatikan urutan bidang lemah dan kuat, permukaan
runtuhan yang telah lalu, zona patahan, dan pengaruh hidrogeologi (Hardiyatmo,2006).
e. Pelapukan tanah
Terdapat dua macam pelapukan, yaitu pelapukan secara kimiawi dan secara mekanis.
Kecepatan pelapukan secara kimiawi berkisar diantara beberapa hari sampai tahunan
dan mempengaruhi stabilitas jangka pendek dan jangka panjang lereng (Blyth dan
Freitas dalam Hardiyatmo,2006). Sebaliknya, pelapukan secara mekanis dapat
berlangsung sebelum pelapukan secara kimiawi (yang berakibat buruk pada lereng).
Pelapukan secara kimiawi berupa pecahnya mineral ke dalam komponen yang baru
oleh akibat reaksi kimia dengan asam di dalam udara, hujan dan air sungai. Pelapukan
secara mekanik adalah proses hancurnya batuan ke dalam fragmen-fragmen lebih kecil
disebabkan oleh proses fisik, seperti siklus beku-cair es dan perubahan temperatur.
Ketika air membeku dalam retakan batuan, energi yang besar dapat memecah batuan.
2.5.2 Faktor eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang menambah gaya-gaya penyebab longsor (kausatif).
Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Infiltrasi air hujan
Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang tidak kedap air dapat bergerak ke
dalam tanah akibat gaya gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi.
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah sedangkan air yang telah
ada di dalam tanah kemudian bergerak ke bawah oleh gravitasi disebut perkolasi.
Kelongsoran lereng pada musim hujan, disebabkan terutama olehinfiltrasi air hujan ke
dalam tanah yang menyebabkan tanah menjadi jenuh disertai perubahan pada
karakteristik tanah terutama kekuatannya (Wardana, 2011). Kenaikan muka air tanah
meningkatkan tekanan air pori yang memperkecil ketahanan geser dari tanah.
b. Keberadaan vegetasi
Vegetasi atau tanaman juga berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Akar tanaman akan
menyerap air hujan yang berinfiltrasike dalam tanah melalui proses evapotranspirasioleh
tanaman yang dapat meningkatkan tegangan pori negatif dan membatasi timbulnya
tegangan pori positif. Pengaruh ini menyebabkan perubahan pada kedua parameter
(tegangan air pori dan tegangan udara pori) yang memberikan pengaruh terhadap
tegangan geser serta volume tanah. (Santiawan,dkk,2007). Namun demikian,
keberadaan tanaman secara hidrologi maupun mekanis tidak hanya memberikan
keuntungan tetapi juga dapat memberikan kerugian, seperti yang dijelaskan Greenway
dalam Hardiyatmo (2006 ) pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pengaruh hidromekanik tumbuhan terhadap lereng

No. Mekanisme secara Hidrologi Pengaruh

Daun-daun memotong hujan


menyebabkan hilangnya absorpsi dan
transpirasi yang mereduksi hujan untuk
1. berinfiltrasi. Menguntungkan

Akar dan batang menambah kekasaran


permukaan dan permeabilitasnya
2. sehingga menambah kapasitas infiltrasi. Merugikan

Akar menyerap air dari tanah, air yang


hilang ke udara oleh transpirasi,
menyebabkan tekanan air pori
3. berkurang. Menguntungkan

Pengurangan kelembaban tanah akibat


penyerapan akar dapat menyebabkan
tanah retak, sehingga menambah
4. kapasitas infiltrasi. Merugikan

Mekanisme secara Mekanis Pengaruh

Akar memperkuat tanah, menambah


5. kuat geser . Menguntungkan

Akar pohon menembus sampai ke


lapisan kuat, memberikan dukungan
pada tanah bagian atas karena berfungsi
sebagai penyangga (buttressing) dan
6. memberi efek lengkung (arching). Menguntungkan

Berat pohon membebani lereng ,


menambah komponen gaya normal dan
7. gaya ke bawah lereng. Menguntungkan/Merugikan

Tumbuh-tumbuhann menimbulkan gaya


8. dinamik ke lereng akibat angin. Merugikan

Akar mengikat partikel tanah


dipermukaan dan menambah kekasaran
permukaan, sehingga mengurangi
9. kemudahan tererosi. Menguntungkan
c. Kegempaan
Gempa bumi adalah peristiwa goncangan bumi karena penjalaran gelombang seismik
dari suatu sumber gelombang kejut (shock wave) yang diakibatkan oleh pelepasan
akumulasi tekanan di bawah permukaan bumi secara tiba-tiba. Sumber gempa yang
paling umum ada dua, yaitu pergerakan (slip) pada zona patahan aktif yang disebut
sebagai gempa tektonik dan pergerakan magmapada aktivitas gunung api yang disebut
sebagai gempa vulkanik (Karim, 2011). Indonesia sangat rawan dengan bencana
gempa bumi karena terletak pada zona batas empat lempeng besar yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng India, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik.

(Sumber:PMB ITB,2007)
Gambar 2.1. Peta pertemuan lempeng di Indonesia
Hardiyatmo (2006) menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh gempa bumi terhadap
lereng antara lain :
1. Liquefaction, yaitu kondisi dimana tekanan air pori sama dengan tekanan overburden sehingga sifat
tanah seperti zat cair.
2. Perubahan tekanan air pori dan tegangan efektif dalam massa tanah.
3. Timbulnya retak-retak (cracks) yang dapat mereduksi kuat geser tanah.
d. Rayapan (creep)
Rayapan atau rangkak didefinisikan sebagai gerakan tanah atau batuan pembentuk
lereng yang kurang lebih kontinyu dalam arah tertentu. Rayapan ini bisa terjadi pada
tanah permukaan maupun pada kedalaman tertentu. Proses terjadinya rayapan sering
digambarkan sebagai peristiwa geser kental (viscos shear) yang menyebabkan terjadinya
deformasi permanen tetapi tidak ada keruntuhan seperti longsoran (Hardiyatmo,2006).

(Sumber: Materi kuliah,2012)


Gambar 2.2. Rayapan (Creep)
e. Aktivitas manusia
Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikutsertakan peranan
aktivitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang aspek
estetika belaka, misalnya dengan membuat perumahan (real-estate)atau villa di tepi-tepi
lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan tindakan ceroboh yang dapat
mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut menyebabkan berubahnya kesetimbangan
tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka
keamanan lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak
menurunkan faktor keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin
besar pula penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga lereng makin labil atau
makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini.
Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan
galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan serta erosi (Hirnawan
dalam Zakaria ).
2.6 Jenis-jenis Gerakan Tanah
Gerakan massa tanah (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar
disepanjang bidang longsor kritisnya. Menurut Cruden dan Varnes dalam Hardiyatmo
(2006) karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam
:
1. Jatuhan (falls)
2. Robohan (topples)
3. Longsoran (slides)
4. Sebaran (spreads)
5. Aliran (flows)
2.3.1. Jatuhan (falls)
Jatuhan merupakan jenis gerakan tanah lempung yang terjadi bila air hujan mengisi
retakan di puncak sebuah lereng yang terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan
yang dalam umumnya runtuh miring ke belakang, sedangkan untuk retakan yang
dangkal rutuhanya ke depan. Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan
dan umumnya terjadi karena pelapukan, perubahan tempetatur, tekanan air atau
penggalian bagian bawah lereng. Jatuhan terjadi di sepanjang kekar, bidang dasar atau
zona patahan lokal. Sampai saat ini tidak ada metoda yang cocok untuk menganalisis
stabilitas lereng dengan tipe jatuhan. Menurut Zakaria, Jatuhan adalah jatuhan atau
massa batuan bergerak melalui udara,termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan
penggelindingan bongkah batu dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu
dengan yang lain. Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche)
batu,bahan rombakan maupun tanah.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.3. Jatuhan (falls)
2.3.2. Robohan (topples)
Robohan adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan yang
sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang
relatif vertikal. Tipe gerakan ini hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan
longsor adalah mengguling hingga roboh, yang berakibat batuan lepas dari permukaan
lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan, adalah seperti halnya kejadian
jatuhan batuan, yaitu air yang mengisi retakan.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.4. Robohan (topples)
2.3.3.Longsoran (slides)
Longsoran adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya
kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang
bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Longsoran juga terbagi menjadi beberapa
jenis diantaranya adalah longsor rotasi, longsor translasi, dan kelongsoran blok.

(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.5. Jenis-jenis longsoran (slides)
2.3.4.Sebaran (spreads)
Sebaran merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa
batuan dan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.6. Sebaran (spreads)
2.3.5.Aliran (flows)
Aliran adalah gerakan dari material yang telah hancur ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Alirannya sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material
yang terbawa oleh aliran biasanya terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk
batu-batu besar), kayu, ranting,dan lain-lain. Adapun jenis-jenis dari aliran,adalah :
1. Aliran tanah (earth flow)
Adalah aliran yang terjadi pada tanah lempung dan lanau sehabis hujan lebat.
1. Aliran lumpur (mud flow)
Adalah aliran yang biasanya terjadi pada kemiringan 5 sampai 15 derajat pada tanah
lempung yang padat dan retak-retak di antara lapisan-lapisan pasir yang bertekanan air
pori tinggi.
1. Aliran debris (debris flow)
Merupakan aliran yang biasa terjadi pada material berbutir kasar misalnya pada lereng
yang kering dimana tidak ditumbuhi pepohonan.
1. Aliran Longsoran (flow slide)
Gerakan material pembentuk lereng akibat likuifasi pada lapisan pasor halus atau lanau
yang tidak padat dan umumnya terjadi pada lereng bagian bawah.
(Sumber: USGS,2004)
Gambar 2.6. Jenis-jenis aliran (flows)
2.4 Metode perhitungan faktor keamanan lereng
a. Metode Fellinius

(Sumber: Zakaria)
Gambar 2.7. Sketsa lereng dan gaya yang bekerja
Analisis stabilitas lereng dengan metode Fellinius (1936) menganggap gaya-gaya yang
bekerja pada sisi kanan-kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah
tegak lurus bidang longsor. Dengan anggapan ini, keseimbangna arah vertikal dan
gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah :
Ni + Ui = Wi Cos θi …………… (3)
Atau
Ni = Wi Cos θi – Ui
= Wi Cos θi – uiai …………… (4)
Faktor keamanan didefinisikan sebagai :
FK = Jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor
Jumlah momen dari berat tanah yang longsor
= Σ Mr …………… (5)
Σ Md
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ maka :
Σ Md = R …………… (6)
Dimana :
R = Jari-jari lingkaran bidang longsor
n = Jumlah irisan
Wi = Berat massa tanah irisan ke-i
θi = Sudut yang didefinisikan pada gambar 2.8
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah dasar longsor, adalah :
Σ Mr = R …………… (7)
Sehingga persamaan untuk faktor aman terjadi,
…………… (8)
Bila terdapat air pada lereng, tekanan air pori pada bidang longsor tidak menambah
momen akibat tanah yang akan longsor (Md), karena resultan gaya akibat tekanan gaya
akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Subtitusi persamaan (4) ke
persamaan (8).
…………..(9)
Dimana :
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m3)
Ø = Sudut geser dalam tanah (º)
ai = Panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = Berat massa tanah irisan ke-i (kN)
ui = Tekanan air pori pada irisan ke-I (kN/m2)
θi = Sudut yang didefinisikan pada gambar 2.8

Gambar 2.8. Sketsa lereng dan gaya yang bekerja


Jika terdapat gaya-gaya selain berat tanah sendiri, misalnya pembebanan bangunan
atau beban lalulintas diatas lereng , maka momen akibat beban ini diperhitungkan
sebagai Md.
b. Perhitungan Pengaruh InfiltrasiAir Hujan Terhadap Stabilitas Lereng
Dalam penelitian ini Intensitas air hujan dihitung menggunakan persamaan yang
diperoleh dari pengamatan curah hujan terbesar dunia,WMO (World
Meterologi Organization).
t = ……………………… (10)
I = ……………………………..(11)
(Sumber: Sri Hartati,dkk,,2008)
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata (mm)
t = Durasi hujan (Jam)
I = Intensitas hujan (mm/Jam)
Sedangkan laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah dihitung menggunakan model infiltasi
Green-Ampt dan persamaan Darcy dengan asumsi batas kandungan air dan infiltrasi air
dianggap konstan.
f = Ks ……………… (12)
FF = Zw. = Ks.t + .ln ……… (13)
(Sumber: Sri Hartati,dkk,,2008)
Dimana :
f = Laju Infiltrasi (mm/jam)
FF = kedalaman infiltrasi total (m)
t = waktu (mm/Jam)
Ks = Konduktivitas hidrolik jenuh tanah (mm/Jam)
Ψf = parameter penyerapan batas pembahasan tanah Green-Ampt (mm)
∇Өi = Beda air tanah (mm3/mm3)
Zw = Kedalaman bidang pembasahan (m)
Faktor keamanan dari lereng dengan parameter intensitas hujan adalah sebagai
berikut:
FK = ……………(14)
Dimana :
FK = Faktor keamanan Ø’= Sudut geser tanah efektif (º)
c’ = Kohesi efektif jenuh tanah (kN/m )2 α = kemiringan lereng (º)
γsat = Berat jenis tanah jenuh (kN/m 3) uw = Tekanan air pori (kN/m2)
Adapun Parameter tekstur tanah yang digunakan dalam model ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.3. Properti Hidrolik dan Geomekanik tanah

Wilting
Point
Porositas Water
Tektur Efektif Content ∇Өi = Ks Ψf
Tanah (Ө e) (Ө w ) Өe-Өw (mm/jam) (mm)

Pasir 0,471 0.033 0,384 235,6 96,2

Pasir
Lempungan 0,401 0,055 0,346 59,8 119,6

Lempung
Pasiran 0,412 0,095 0,317 21,8 215,3

Lempung 0,434 0,117 0,317 13,2 175,0

Lempung
Liatan 0,390 0,197 0,193 2,0 408,9

Liat Pasiran 0,321 0,239 0,082 1,2 466,5

Liat
Lempungan 0,423 0,250 0,173 1,0 577,7

Liat 0,385 0,272 0,113 0,6 622,5

(Sumber: Rawls dalam Sri Hartati,dkk,,2008)


1. c. Perhitungan Pengaruh Kegempaan Terhadap Stabilitas Lereng
Untuk memperhitungkan pengaruh gravitasi akibat gempa, hal yang sering dilakukan
dalam analisis stabilitas lereng adalah dengan menggunakan konstanta numerik yang
biasanya disebut koefisien gempa (kg). Koefisien ini diberikan dalam persen dari
gravitasi. Sebagai contoh, koefisien gravitasi 10% (0,1g) sering digunakan dalam
hitungan. Jadi, gaya-gaya dinamis dianggap sebagai gaya statis, yang kadang-kadang
disebut pseudostatic analysis. Analisis stabilitas lereng yang paling sederhana adalah
analisis pendekatan pseudostatic, dimana efek dari gempa digantikan akselerasi horizontal
atau vertikal konstan. Bentuk yang paling umum dari analisis pseudostatic adalah dengan
mengganti gaya percepatan gempa horizontal dan vertikal menjadi gaya statis Fk dan
Fv.
………….(15)
…………..(16)
(Sumber: Wardana,2011)
Dimana :
ak = percepatan pseudostatik horizontal
av = percepatan pseudostatik vertikal
kk = koefisien pseudostatik horizontal
kv = percepatan pseudostatik vertikal
g = koefisien gravitasi (%)
W = Berat dari tanah yang akan runtuh (kN)
Nilai faktor keamanannya :
…………..(17)
…………..(18)
(Sumber: Wardana,2011)
Dimana :
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah (kN/m3)
Ø= Sudut geser tanah (º)
lab = Panjang bidang keruntuhan (m)
β = kemiringan lereng (º)
(Sumber: Rawls dalam Sri Hartati,dkk,,2008)
Gambar 2.9. Peta zona gempa Indonesia
3. Perhitungan Pengaruh Vegetasi Terhadap Stabilitas Lereng
Tumbuh-tumbuhan mempengaruhi stabilitas lereng. Peran tumbuh-tumbuhan dalam
stabilitas lereng bergantung pada tipe tumbuh-tumbuhan dan proses degradasi lereng.
…………..(19)
τ’ = f (c’.Ø’.σn.u) = c’.( σn – u ) tan Ø’ …………..(20)

τm = f (β.h.γ.h.g.a) …………..(21)
Bila terdapat akar tanaman maka persamaannya merubah menjadi :
τ’ = (c’+ c’R) + ( σn – u ) tan (Ø’+ Ø’R)…………..(22)
Dimana :
FK = Faktor keamanan
τ’ = Kekuatan geser tanah
τm = Tegangan geser yang bekerja
Ø’ = Sudut geser tanah efektif (º)
Ø’ R = Kontribusi akar tanaman terhadap sudut geser dalam efektif (º)
lab = Panjang bidang keruntuhan (m)
β = kemiringan lereng (º)
c’ = Kohesi tanah efektif (kN/m3)
c’ R = Kontribusi akar tanaman terhadap kohesi tanah efektif (kN/m3)
σn = Tegangan normal yang tergantung kemiringan lereng, tinggi, berat volume,
beban merata
h = Tinggi lereng (m)
γ = Berat volume tanah (kN/m3)
g = Beban merata (kN/m3)
a = percepatan gempa
4. Perhitungan Stabilitas Lereng menggunakan Geo-Slope
Geo-Slope adalah produk Software yang menggunakan batas kesetimbangan dalam
perhitungan faktor keamanan lereng. Untuk perhitungan dengan bantuan program Geo
Slope dibutuhkan parameter tanah sebagai berikut :
1. c’ = Kohesi tanah (kN/m2)
2. Ø = Sudut gese tanah (º)
3. γ = Berat jenis tanah ( kN/m3)
4 . Ө = Kemiringan Lereng (º)
Langkah – langkah dalam melakukan perhitungan dengan Geo Slope :
1. Menentukan ukuran halaman (page) , skala (scale) dan diagram
kartesius (axes), semua perintah terdapat pada toolbar Set.
1. Menggambar lereng dengan terlebih dahulu menetapkan titik acuan
pada lereng lalu titik tersebut dihubungkan dengan garis (points and
lines command) pada toolbar KeyIn.
1. Menentukan properti – properti tanah (soil properties) untuk
perhitungan, semua perintah terdapat pada toolbar KeyIn.
1. Menentukan muka air tanah (pore pressure) dengan perintah pada
toolbar KeyIn.
1. Menentukan titik pusat longsor (grid) dalam bentuk matriks dan jari –
jari kelongsoran (radius) dengan perintah pada toolbar KeyIn.
1. Menentukan ketetapan – ketetapan dalam melakukan analisa dengan
perintah Analysis Settings pada toolbar KeyIn.
1. Melakukan verifikasi terhadap gambar lereng dan parameter lainnya
dengan perintah verivy pada toolbar Tools.
1. Memulai perhitungan dengan perintah solve pada toolbar Tools.
2. Maka akan didapat faktor keamanan dan penampang melintang lereng.

(Sumber: Google ,2012 )


Gambar 2.10. Tampilan Software Geoslope
2.7 Pengujian Parameter tanah
1. 1. Pengujian Geolistrik
Geolistrik adalah hasil perpaduan disiplin ilmu geoteknik dan listrik. Geolistrik
merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis
lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC
(Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini
menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan
jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik
bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut
maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di
permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2
buah ”elektroda tegangan” M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak
elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan
listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan
yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar. Dengan asumsi bahwa
kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh
dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka
diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan
jari-jari AB/2 (Surdaryo,2008).
(Sumber: Google ,2012 )
Gambar 2.11. Alat dan Siklus Geolistrik
1. 2. Pengujian Sondir
Pengujian adalah pengujian lapangan guna pendugaan profil lapisan tanah terhadap
kedalamannya yang didapatkan dari pembacaan tahanan ujung dan gesekan selimut
dari batangan besi yang dimasukkan kedalam tanah. Pengujian Sondir dilakukan untuk
mengetahui pelawanan tanah yang dilakukan dengan cara menusukkan Bikonis/ Konis
kedalam Tanah. Dari gesekan dan tekanan bikonos yang terjadi di dalam tanah
dihantarkan melalui Stang Sondir bagian dalam yang kemudian dibaca pada
Manometer. Dari data yang diperoleh maka dibuatlah Grafik Perlawanan Tanah dan
Hambatan Konis. Dengan adanya Grafik Sondir maka dapat diketahui Kondisi dan
kedalaman tanah untuk Perencanaan Pondasi.
(Sumber:Google,2012 )
Gambar 2.12. Alat pengujian Sondir
1. 3. Pengujian Hand-bore
Hand-bore adalah pengujian lapangan dengan memasukan batangan pipa kedalam
lapisan tanah dengan kedalaman tertentu untuk mengambil sampel tanah tak terganggu
(Undisturb samples) yang nanti akan dilakukan pengujian laboratorium.

(Sumber:Hasil analisis,2012 )
Gambar 2.13. Sketsa pengujian Hand-bore

1. 4. Pengujian Triaxial
Pengujian triaxial adalah pengujian lanjutan dari hand-bore untuk mendapatkan nilai
kohesi (c) dan sudut geser tanah (Ø) yang kemudian akan di-input kedalam persamaan
untuk mendapatkan proses perhitungan stabilitas lereng. Adapun proses pengujiannya
adalah sebagai berikut :
 Bentuk contoh = Silinder ; 2 £ 1/D £ 2.5
 Jumlah untuk sekali pengujian = 3 buah per-contoh
 Nilai-nilai yang diperoleh :
1. selubung kekuatan (strength envelope = kurva intrinsik)
2. kuat geser (shear strength)
3. sudut geser dalam ( f )
4. kohesi ( c )
Proses pengujian :
1. Contoh dimasukkan ke dalam selubung kemudian dimasukkuan ke dalam cell.
2. Cell diisi oli sampai penuh, kemudian tutup
3. Letakkan cell di bawah mesin tekan, pasang dial gauge
4. Ukur perubahan panjang selama ditekan
5. Nilai s3 disesuaikan dengan keperluan rencana
6. s1 dinaikan secara perlahan, sampai contoh pecah
(Sumber: Google,2012 )
Gambar 2.14. Alat pengujian triaxial dan kurva hasil pengujian
1. 5. Pengujian Berat Jenis tanah
Berat jenis tanah (γ) adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat
isi air suling pada temperatur dan volume yang sama. Pengujiannya dilakukan di
laboratorium dengan contoh tanah lolos saringan 4,75 mm (No. 4) atau saringan 2,00
mm (No. 10) . Contoh tanah yang diuji diambil dari hasil hand-bore.

1. 6. Pengukuran Kemiringan Lereng


Pengukuran kemiringan lereng menggunakan Waterpass atau Theodolit. Langkah kerja
dari pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Tentukan BM atau titik patokan
2. Tinjau lokasi pengukuran dan tentukan titik-titik yang akan kita buat konturnya
3. Pertama-tama yang kita lakukan dilokasi pengukuran adalah menentukan arah utara dan titik BM
4. Bidik alat kearah utara lalu nol kan semua sudutnya kemudian lalu kunci
5. Bidik titik BM dari titik tersebut lalu baca rambu ukur serta sudut horizontal dan vertikal yang
terbaca dialat.
6. BM adalah titik patokan kita, mengawali kita untuk membuat kontur. BM (0.00)
7. Dari titik tersebut kita bidik titik yang memanjang lereng yang berjarak tertentu misalnya 5 m
antar tiap titiknya. Misal titik memanjang Lereng titik A1, B1, C1,…..n1.
8. Lalu dari titik itu kita dapat membidik ketittik yang memanjang lereng yang berjarak masing-
masing 5 m dari titik tersebut. Misal titik melintang lereng titik A2,A3,A4,…..An.
9. Selanjutkan pindahkan alat ketitik B1, dan dari B1 kita bidik dulu ketititk A1 lalu kita atur
sudutnya 0°, lalu putar alatnya dengan sudut 180° membidik ketitik C1, kemudian putar alatnya
sehingga sudut yang terbaca adalah 270° lalu kita dapat membidik kearah B2 sampai B10.
10. Kita dapat membaca rambu ukur disetiap titik tersebut sehingga kita dapat mendapatkan beda
tinggi dari lokasi tersebut.
11. Lalu lakukan hal tersebut disetiap titik sehingga kita dapat memperoleh beda tinggi.
12. Kemudian kita dapat membuat penampang melintang dari lereng.

(Sumber:Google,,2012 )
Gambar 2.16. Sketsa penggunaan Waterpass dan Theodolit

2.8 Metode Interpretasi Data


Data-data yang telah didapat dari pengujian di lapangan dan di laboaratorium akan di in-
put kedalam persamaan-persamaan dan Software pendukung untuk memperoleh faktor
keamanan lereng berdasarkan faktor yang mempengaruhinya. Setelah diketahui angka
keamanan lereng dari masing-masing faktor, akan dilakukan analisis preventif terhadap
kelongsoran. Kemudian dihitung ulang faktor keamanan dari desain preventif tersebut
hingga mencapai faktor keamanan yang diinginkan.
2.9 Upaya-upaya Preventif Kelongsoran Lereng
Sebelum memilih metode stabilisasi yang tepat, maka perlu diketahui lebih dahulu
penyebab ketidakstabilan dari lereng tersebut. Karena sering terdapat lebih dari satu
faktor yang memicu ketidakstabilan lereng. Hardiyatmo (2006) menjelaskan bahwa
perbaikan stabilias lereng umunya dilakukan untuk mereduksi gaya-gaya yang
menggerakkan, menambah tahanan geser tanah atau keduanya.
Gaya-gaya yang menggerakkan dapat direduksi dengan cara :
1. Menggali material yang berada pada zona tidak stabil
2. Mengurangi tekanan air pori dengan mengalirkan air pada zona tidak stabil.
Gaya-gaya yang menahan gerakan longsor dapat ditambah dengan cara :
1. Membuat drainase, yang menambah kuat geser tanah
2. Menghilangkan lapisan lemah atau zona berpotensi longsor yang lain
3. Membangun struktur penahan atau sejenisnya
4. Melakukan perkuatan tanah
5. Penanganan secara kimia, atau yang lain (misalnya mengeraskan tanah ) untuk menambah kuat
geser tanah.
Adapun macam-macam metoda perbaikan lereng adalah sebagai berikut :
1. Merubah geometrik lereng
2. Mengontrol drainase dan rembesan
3. Pembuatan struktur untuk stabilisasi
4. Pembongkaran dan pemindahan
5. Perlindungan permukaan lereng
6. Perbaikan dengan revegetasi
2.8.1 Perbaikan dengan Merubah Geometrik Lereng
Penggalian bagian tertentu pada lereng dimaksudkan untuk mengurangi gaya-gaya
yang menyebabkan gerakan lereng. Perbaikan stabilitas lereng dengan merubah
geometri lereng meliputi :
1. Pelandaian kemiringan lereng
Membuat lereng lebih landai merupakan perbaikan lereng yang relatif murah , namun
bergantung ruang bebas yang tersedia. Jika timbunan terletak pada lereng alam yang
curam, hal ini mungkin sulit dilakukan.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.17. Pelandaian lereng
1. Pembuatan trap-trap/bangku (benching)
Penggalian berbentuk trap atau bangku cocok dilakukan pada lereng terjal, di mana
perbaikan stabilitas dengan membuat lereng lebih landai sulit dilakukan.
Struktur trap dapat mengurangi erosi dan menahan gerakan turun debris (campuran
material granuler) pada longsoran kecil. Oleh adanya trap, laju aliran permukaan yang
sering diikuti dengan aliran debris menjadi terhambat.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.18. Pembuatan trap-trap
2.5.2. Perbaikan dengan Revegetasi
Perbaikan lereng dengan melakukan penanaman tumbuhan pada permukaannya
merupakan alternatif perbaikan yang murah. Penanaman pohon-pohon pada lereng
akan mengurangi besarnya aliran air pada permukaan lereng yang dapat menyebabkan
longsor karena air hujan akan dipecah sebelum sampai ke tanah dengan adanya
dedaunan. Secara mekanis akar tanaman akan memperkuat ikatan antar partikel tanah.
(Sumber: http://www.mining-technology.com/projects/misima/misima6.html,2011)
Gambar 2.19. Perbaikan dengan revegetasi
2.5.3. Pembuatan Struktur Bangunan Penahan
Pembuatan struktur bangunan pada lereng adalah untul menambah gaya-gaya yang
menahan kelongsoran. Biasanya dilakukan dengan cara meletakakn massa tanah atau
batuan atau dinding penahan di kaki lereng. Pembuatan struktur untuk stabilisasi
meliputi:
1. Struktur berm
Berm merupakan timbunan batuan atau tanah yang digunakan untuk menahan berat
tanah atau bauan pada bagian kaki lereng. Berm biasanya digunakan dalam masalah
keruntuhan rotasional yang dalam, yang biasanya terjadi pada tanah kohesif seperti
lempung dan lempung berlanau.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.20. Perbaikan dengan Berm
1. Parit geser (shear trenches)
Parit geser akan menambah stabilitas dari lereng. Selain itu, parit geser dapat
mendrainase air tanah pada lereng. Parit geser dapat dikombinasikan dengan metode
pelandaian lereng dan berm.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.21. Parit Geser
1. Dinding Penahan (retaining wall)
Struktur penahan yang dibangun di kaki lereng memperbesar stabilitas lereng karena
dapat menahan gerakan massa tanah yang akan longsor. Struktur penahan di kaki
lereng juga melindungi kaki lereng terhadap gerusan atau erosi. Dinding penahan dapat
dibuat pada dua tempat yaitu pada kaki lereng dan memotong kaki lereng. Dinding
penahan yang dibuat dengan memotong lereng, dimaksudkan untuk mendapatkan
kelandaian lereng di atas dinding panahan, metode ini biasa dikombinasikan dengan
revegetasi dan pelandaian lereng.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.22. Dinding penahan dengan memotong lereng
Dinding penahan dengan tidak memotong lereng memiliki fungsi yang sama dengan
dinding penahan yang memotong lereng. Perbedaannya ada pada ketersediaan lahan.
Jika memungkinkan maka struktur ini dapat diterapkan.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.23. Dinding penahan dengan tidak memotong lereng
Ada banyak jenis dari dinding penahan yang biasa digunakan untuk perbaikan lereng.
Metode ini merupakan metode yang relatif mahal dan sulit dikerjakan. Jenis dinding
penahan yang sering digunakan dalam perbaikan lereng adalah sebagai berikut :
1. Struktur penyangga dari tanah atau batu
Struktur ini terdiri urugan batuan atau tanah yang digunakan untuk menahan gerakan
darri lereng. Metode ini cukup murah untuk diterapkan jika didaerah sekitar lokasi
terdapat banyak material batu.
1. Dinding bronjong
Bronjong adalah kotak-kotak yang biasanya terbuat dari anyaman kawat besi dengan
dimensi tertentu yang diisi dengan batuan dengan diameter 10-20 cm atau biasa disebut
batu bujang. Struktur ini bersifat fleksibel terhadap gerakan lereng dan lolos air.
1. Dinding krib
Dinding yang terbuat dari balok-balok yang saling mengikat.Struktur ini cocok untuk
perbaikan lereng dengan tipe kelongsoran dangkal.
1. Dinding tanah bertulang
Struktur ini terdiri dari dinding-dinding yang berupa timbunan tanah yang diperkuat
dengan bahan-bahan tertentu misalnya geoteksil atau metal.
1. Dinding gravitasi
Dinding gravitasi merupakan dinding penahan mengandalkan berat sendiri dalam
nenahan gerakan lereng. Biasanya bahan penyusunya merupakan batu, beton
bertulang, atau tanah bertulang dengan perkuatan geotekstil.
1. Dinding kantilever
Dinding kantilever adalah dinding yang terbuat dari beton yang didisain untuk menahan
lereng dengan mengandalakan berat sendirinya dan berat tanah yang berada
dibelakangnya atau yang berada diatas plat dasar dari strukturnya.
1. Dinding counterfort
Dinding ini adalah dinding yang terdiri dari dinding beton bertulang yang terdapat
tambahan penahan dari beton atau skur sebagai tambahan dalam menahan gerakan
tanah.
1. Dinding angker
Merupakan struktur yang terdiri dari dari dinding beton yang diangker oleh batangan
besi,baja,atau kabel prategang yang dinjeksi kedalam lapisan tanah keras yang
kemudian dikakukan dengan semen pada bagian ujung dari angker.
(Sumber: Google,2012)
Gambar 2.24. Jenis-jenis dinding penahan
1. Tiang-tiang atau kaison
Metode perbaiakan ini adalah dengan menanamkan tiang-tiang atau kaison yang
terbuat beton pada tanah secara bersusun agar terbentuk dinding penahan yang
berfungsi sebagai penahan tekanan tanah lateral yang dapat melongsorkan lereng.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.25. Perbaikan dengan tiang-tiang atau kaison
2.5.4. Pembongkaran dan Pemindahan
Proses ini digunakan untuk lereng buatan, yaitu dengan membongkar atau mengganti
material penyusun lereng dengan material yang lebih ringan. Hal ini dapat mereduksi
gaya-gaya yang menggerakkan tanah untuk longsor.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.26. Contoh pembongkaran lereng
2.5.5. Perlindungan Permukaan Lereng
Perlindungan permukaan lereng dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infiltrasi air
hujan ke tubuh lereng yang dapat mengakibatkan kelongsoran. Perlindungan
permukaan lereng meliputi.
1. Shotcrete atau plester chunam
Shotcrete adalah perlindungan lereng dengan pelapisan beton pada lereng. Campuran
beton harus diuji di laboratorium untuk kesesuaian kuat tekannya. Plester Chunan adalah
tanah yang dicampur dengan semen kapur untuk memplester permukaan galian supaya
terlindung dari erosi dan infiltrasi. Namun penggunaan cara ini maksimal pada
ketinggian lereng maksimum 3 meter.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.27. Shotcrete
1. Pasangan batu (masonry blocks) atau rip-rap
Konstruksi ini merupakan susunan batu disusun dipermukaan lereng untuk melindungi
lereng dari erosi dan pelapukan.
(Sumber: Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.28. Pasangan batu atau rip-rap

2.5.6. Pengontrolan Drainase dan Rembesan


Infiltrasi air hujan kedalam lereng akan membuat ketidakstabilan lereng. Usaha yang
dapat dilakukan adalah mengalirkan air pada permukaan lereng dengan sistem
drainase. Salah satu sistem drainase yang digunakan untuk mengalirkan air permukaan
agar tidak terjadi infiltrasi air ke tubuh lereng adalah drainase pemotong rembesan ( Cut-
off drain).
(Sumber: GCO dalam Hardiyatmo,2006)
Gambar 2.29. Cut-off drain

Proyeksi Stereografi, dan Schmidt Net,


Posted by sangminer on 22 Mei 2011

 Stereography Projection (Proyeksi Stereografi)

1. Pengertian Proyeksi Stereografi


Sebuah proyeksi yang memproyeksikan poin pada permukaan bola dari lingkup kutub utara ke titik dalam
bidang bersinggungan dengan kutub selatan (Coxeter 1969, hal 93). Dalam proyeksi yang memproyeksikan bola
ke sebuah bidang datar . Proyeksi didefinisikan pada seluruh wilayah, kecuali pada satu titik – titik proyeksi.
Apabila didefinisikan, pemetaan yang halus dan bijektif . Hal ini konformal , artinya mempertahankan sudut . Hal
ini tidak isometrik: artinya, tidak menjaga jarak atau bidang angka. Secara intuitif, proyeksi stereografik adalah
cara membayangkan bola sebagai Bidang datar, dengan beberapa aturan yang harus diikuti. Dalam prakteknya,
proyeksi dilakukan oleh komputer atau dengan tangan menggunakan jenis khusus dari kertas grafik
disebut stereonet atau Wulff net dan Schmidtt Net.
2. Cara Kerja Proyeksi Stereografi
Di bola tiga dimensi R-3 adalah himpunan titik (x, y, z) sedemikian rupa sehingga x 2 + y 2 + z 2 = 1. Biarkan N =
(0, 0, 1) menjadi “kutub utara”, dan biarkan M sisa bola. Bidang datar z = 0 berjalan melalui pusat sphere, yang
“khatulistiwa” adalah persimpangan lingkup dengan Bidang datar ini.
Untuk setiap titik P di M, ada garis yang unik N dan P, dan garis ini memotong Bidang datar z = 0 dalam tepat
satu titik P ‘. Tentukan proyeksi stereografik P menjadi titik P ‘di Bidang datar.
Dalam koordinat Cartesian (x, y, z) pada bidang dan (X, Y) di Bidang datar, proyeksi dan invers yang diberikan
oleh rumus
Dalam koordinat bola (φ, θ) pada bidang (dengan φ pada sudut zenith , 0 ≤ φ ≤ π, dan θ yang azimut , 0 ≤ θ ≤ π
2) dan koordinat polar (R, Θ) di Bidang datar, proyeksi dan invers adalah
Di sini, φ dipahami memiliki nilai π apabila R = 0. Juga, ada banyak cara untuk menulis ulang formula ini
menggunakan identitas trigonometri . Dalam koordinat silinder (r, θ, z) pada bola dan koordinat kutub (R, Θ) di
Bidang datar, proyeksi dan invers perusahaan
Proyeksi stereografik berkaitan dengan inversi Bidang datar dengan cara yang sederhana. Misalkan P dan Q
adalah dua titik pada bola dengan proyeksi P ‘dan Q’ di Bidang datar. Kemudian P ‘dan Q’ adalah gambar
inversive satu sama lain dalam gambar lingkaran khatulistiwa jika dan hanya jika P dan Q adalah cerminan dari
satu sama lain dalam bidang ekuator.
Dengan kata lain, jika:

 P adalah titik pada bola, tapi tidak ‘a’ N kutub utara dan bukan nya antipoda , yang ‘kutub selatan’ S,
 P ‘adalah gambar dari P dalam proyeksi stereografik dengan titik proyeksi N dan
 P “adalah gambar dari P dalam proyeksi stereografik dengan proyeksi titik S,
maka P ‘dan P “adalah gambar inversive satu sama lain dalam lingkaran satuan.
3. Kegunaan Proyeksi stereografi dalam struktur geologi
Para peneliti di struktur geologi prihatin dengan orientasi dari Bidang datar dan baris untuk sejumlah alasan.
foliasi dari batu adalah struktur planar yang sering berisi struktur linier yang disebut Lineasi . Demikian pula,
sebuah kesalahan Bidang datar adalah struktur planar yang mungkin berisi struktur linier seperti slickensides .
Orientasi ini garis dan Bidang datar pada berbagai skala dapat diplot dengan menggunakan metode-metode
Visualisasi garis dan Bidang datar bagian atas. Seperti dalam kristalografi, Bidang datar biasanya diplot oleh
tiang mereka. Tidak seperti kristalografi, belahan bumi selatan digunakan sebagai ganti dari utara (karena
struktur geologi di bawah permukaan terletak pertanyaan bumi). Dalam konteks ini proyeksi stereografik sering
disebut sebagai menurunkan proyeksi belahan bumi-sama-sudut. Yang sama-area yang lebih rendah-
proyeksi belahan bumi ditentukan oleh azimut sama-daerah proyeksi Lambert juga digunakan, terutama ketika
plot harus dikenakan analisis statistik selanjutnya seperti kepadatan contouring .
 Ø Lambert Equal Area (schmidtt net)
Defenisi
Lambert equal area atau schmidtt net digunakan untuk memproyeksikan peta kesamaan daerah dalam proyeksi
stereografi

A cross sectional melihat lingkup dan Bidang datar bersinggungan dengan di titik S. Setiap titik pada bidang
(kecuali antipoda) adalah diproyeksikan untuk Bidang datar sepanjang busur lingkaran berpusat pada titik
singgung antara lingkungan dan Bidang datar.
Untuk menentukan azimut proyeksi Lambert, bayangkan Bidang datar satu set bersinggungan dengan bola di
beberapa titik S pada bola. Misalkan P akan ada titik pada bola selain antipoda S. Biarkan d menjadi jarak
antara S dan P dalam dimensi ruang tiga (bukan jarak sepanjang permukaan bola). Kemudian proyeksi
mengirim P ke titik P ‘pada bidang yang merupakan jarak d dari S.
Untuk membuat ini lebih tepat, ada yang unik lingkaran berpusat di S, melewati P, dan tegak lurus ke Bidang
datar. Ini memotong Bidang datar di dua titik, marilah P ‘menjadi lebih dekat ke P. Ini adalah titik diproyeksikan.
Lihat gambar. The antipoda S dikeluarkan dari proyeksi karena lingkaran yang diperlukan tidak unik.
Kasus S merosot; S diproyeksikan pada dirinya sendiri, sepanjang lingkaran 0 jari-jari. [5]
formula eksplisit diperlukan untuk melakukan proyeksi pada komputer . Pertimbangkan proyeksi berpusat di S =
(0, 0, -1) pada bidang unit , yang adalah himpunan titik (x, y, z) dalam ruang tiga dimensi
2 2 2
sehingga x + y + z = 1. Dalam koordinat Cartesian (x, y, z) pada bidang dan (X, Y) di Bidang datar, proyeksi
dan inversenya kemudian dijelaskan oleh
Dalam koordinat bola (φ, θ) pada bidang (dengan φ dan θ zenit azimut) dan koordinat polar (R, Θ) pada disk,
peta dan invers yang diberikan oleh [5]
Dalam koordinat silinder (r, θ, z) pada bola dan koordinat kutub (R, Θ) di Bidang datar, peta dan invers yang
diberikan oleh
Proyeksi dapat berpusat pada titik-titik lainnya, dan didefinisikan pada bola dengan jari-jari lain dari 1,
menggunakan rumus yang sama.
Cara Kerja Schmidt Net
Proyeksi Lambert azimut dapat dilakukan oleh komputer menggunakan rumus eksplisit seperti dijelaskan diatas.
Namun, untuk grafik dengan tangan formula ini yang berat, melainkan, sudah umum untuk menggunakan kertas
grafik, yang disebut Stereo Net atau Wulf net dan Schmidt Net, dirancang khusus untuk tugas tersebut. Untuk
membuat kertas grafik, Pertama tempatkan grid paralel dan meridian di belahan bumi, dan kemudian
proyeksikan kurva ini ke lingkaran.
Dalam gambar, bagian baru daerah-proyeksi tersebut dapat dilihat dengan membandingkan sektor grid dekat
pusat Net dengan satu di ujung kanan yang Net. Kedua sektor memiliki wilayah yang sama di lingkungan dan
daerah yang sama pada lingkaran. Properti sudut-distorsi bisa dilihat dengan memeriksa garis-garis grid;
kebanyakan mereka tidak berpotongan pada sudut kanan di Schmidt Net.

Untuk contoh penggunaan Schmidt Net, bayangkan bahwa kita memiliki dua salinan pada kertas tipis, satu di
atas yang lain, selaras dan ditempelkan di pusat bersama mereka. Misalkan kita ingin plot titik (0,321, 0,557, -
0,766) di belahan unit yang lebih rendah. Titik ini terletak pada baris yang berorientasi 60 ° berlawanan dari
sumbu x positif (atau 30 ° searah jarum jam dari sumbu-y positif) dan 50 ° di bawah bidang horizontal z = 0.
Setelah sudut ini diketahui, ada empat langkah:
1. Menggunakan garis grid, yang berjarak 10 ° terpisah pada gambar di sini, tanda titik pada tepi Net yaitu 60 °
berlawanan arah jarum jam dari titik (1, 0) (atau 30 ° searah jarum jam dari titik, (0 1 )).
2. Putar Net atas sampai titik ini sejalan dengan (1, 0) di internet bawah.
3. Menggunakan garis-garis grid di internet bawah, tanda titik yang 50 ° menuju pusat dari titik itu.
4. Putar Net atas malah untuk bagaimana hal itu diputar sebelumnya, untuk membawanya kembali ke
keselarasan dengan Net bawah. Titik hanya ditandai ini kemudian proyeksi yang kita inginkan.
Proyeksi Stereografi Dan Proyeksi Kutub
2.1 Proyeksi Peta secara Umum
Berdasarkan bidangnya, dibagi menjadi 3 yaitu proyeksi Azimut atau Zenithal, proyeksi silinder, dan proyeksi
kerucut.
a. Proyeksi azimut / zenithal adalah bidang proyeksi yang menyinggung bola pada kutub. proyeksi azimuth
normal adalah proyeksi menyinggung bola bumi bagian kutub apabila menyinggung bola bumi diantara equator
dan kutub proyeksi disebut proyeksi oblique. Dan yang menyinggung bola bumi bagian equator disebut proyeksi
azimut transversal.
b. Proyeksi sillinder adalah bidang proyeksi yang menyinggung bola bumi pada lingkaran tertentu.proyeksi
sillinder transversal adalahsillindernya menyinggung bola bumi dikutub apabila sillindernya menyinggung bola
bumi diantara ekuator dan kutubdisebut proyeksi oblique. jika sillindernya menyinggung bola bumi ekuator
disebut proyeksi normal.
c. Proyeksi kerucut adalah kerucut yang menyinggung lingkaran paralel.Proyeksi kerucut normal adalah sumbu
kerucut berimpit dengan sumbu bumi apabila sumbu kerucut tegak lurus dengan sumbu bumi disebut proyeksi
kerucut transversal. dan proyeksi kerucut oblique jika menyinggung bola bumi antara kutub dan equator.

Macam-Macam Proyeksi
–Proyeksi Sinusoidal (Peta Homolografik)
Merupakan jenis proyeksi peta yang serupa dengan irisan kulit jeruk. atau juga nama lainnya yaitu peta
homolografik, sanson flamsteed atau mercator equal – area projection. menunjukkan proyeksi peta dalam bentuk
garis lurus kathulistiwa dengan garais melengkung dengan meridian digunakan untuk memetakan tropis latitude.
– Proyeksi Globe dari irisan globe
Proyeksi Globe adalah proyeksi kartografi yang berasal dari bola bumi yang apabila diris menjadi beberapa
bagian akan terbentuk irisan globe. menurut sejarah, proyeksi ini dahulu disebut dengan ‘analemma’ yang
pertama kali menemukan adalah Albrecht Duner.
-Proyeksi Fuller (Proyeksi Dymaxion)
Merupakan proyeksi diatas permukaan polihedron yang dibuat oleh Buckminster Fuller karena itu Proyeksi ini
sering disebut dengan Proyeksi Fuller.
-Proyeksi Oronteusfinnaeus
Merupakan proyeksi hasil karya dari oroteus finaeus yang sampai sekarang terus menjadi misteri, karena pada
zaman itu belum ada yang pernah ke benua termuda yaitu benua antartika namun beliau dapat mengetahui ada
daerah yang selama ini ditutupi oleh salju abadi.
-Waterman Butterfly Projection
Benhard J.S. Canhill merupakan orang yang pertama kalinya menemukan proyeksi tersebut.
-Proyeksi Stereografi
Proyeksi stereografi merupakan metode pendeskripsian geometri yang mampu menunjukkan hubungan antara
‘besar sudut’ dan ‘kedudukan’ dari garis atau bidang.
-Proyeksi Azimuthal Stereografik
Titik sumber proyeksi di kutub berlawanan dengan titik singgung bidang proyeksi dengan kutub bola bumi. Jadi
jarak antara lingkaran paralel tergambar semakin membesar ke arah luar. Pada Proyeksi Stereografi langkah-
langkah pengerjaan yang harus dilakukan yaitu,Cara penggambaran unsur struktur dengan jaring stereografi
Meredian (Wulfnett) :
1. Letakkan kalkir di atas jaring dan gambarkan lingkaran luarnya. Beri tanda N, E, S, W dan pusat lingkaran.
2. Gambarkan jurus melalui pusat lingkaran sesuai harga jurusnya.
3. Putar kalkir sehingga jurus berhimpit dengan jurus Utara-Selatan dimana titik utama jaring berhimpit dengan
harga jurusnya.
4. Gambarkan garis lengkung merediannya sesuai dengan besarnya kemiringan dengan ketentuan 00 dipinggir
dan 900 di pusat lingkaran.
5. Stereogram bidang yang dimaksud dapat di lihat bila Utara kalkir berhimpit dengan Utara net.

-Proyeksi Kutub
Aplikasi ilmu geologi dalam pengolahan sumber daya alam, didasarkan pada hukum-hukum alam, sebagai calon
ahli geologi dituntut untuk penguasaan pengetahuan dasar geologi, kemampuan menganalisis dan
menginterpretasikan data yang selanjutnya akan diterapkan dalam penelitian geologi.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam membuat peta kita hanya dapat menggambar beberapa bagian
permukaan bumi. Untuk dapat membuat peta yang meliputi wilayah yang lebih luas atau bahkan seluruh
permukaan bumi. Untuk dapat membuat peta yang meliputi wilayah yang lebih luas atau bahkan seluruh
permukaan bumi kita harus mengadakan kompromi antara ketiga syarat di atas. Sebagian dampak kompromi
tersebut, keluarlah bermacam-macam jenis proyeksi peta. Masing-masing proyeksi mempunyai kelebihan dan
kelemahan sesuai dengan tujuan peta dan bagian mukabumi yang digambarkan.
Bila diminta untuk memetakan seluruh permukaan bumi, maka Kita dituntut harus tepat dalam memilih proyeksi
yang digunakan. Pemilihan proyeksi tergantung pada bentuk, luas dan letak daerah yang dipetakan, ciri-ciri
tertentu/ciri asli yang akan dipertahankan.
Geoteknik Tambang
Posted by sangminer on 11 Oktober 2011

Sifat-sifat Data Teknis Batuan

Geoteknik atau dikenal sebagai engineering geology merupakan bagian dari rekayasa perencanaan tambang
(mine plan) yang didasarkan pada pengetahuan yang terkumpul selama sejarah penambangan. Seorang mine
plan yang merancang terowongan, jalan raya, bendungan atau yang lainnya memerlukan suatu estimasi
bagaimana tanah dan batuan akan merespon tegangan, sehingga dalam hal ini penyelidikan geoteknik
merupakan bagian dari uji lokasi dan merupakan dasar untuk pemilihan lokasi. Bagian dari ilmu geoteknik yang
berhubungan dengan respon material alami terhadap gejala deformasi disebut dengan geomekanika.
Dalam urutan kegiatan pertambangan, eksplorasi merupakan proses evaluasi teknis untuk mendapatkan model
badan bijih. Model cadangan suatu badan bijih yang diinterpretasikan dari hasil eksplorasi langsung maupun tak
langsung, sebelum ditentukan cara penambangannya apakah dengan open pit atau underground mining harus
dianalisis secara geoteknik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah ketidakselarasan
struktur geologi. Pola-pola dari patahan, rekahan, dan bidang perlapisan mendominasi perilaku batuan dalam
tambang terbuka karena terdapat gaya penahan yang kecil untuk mencegah terjadinya luncuran dan karena
terdapat semacam gaya tekan ke atas dari permukaan air yang terdapat dalam rekahan.
Dalam tambang bawah tanah pengaruh ketidakselarasan kurang dominan namun tetap harus diperhatikan.
Permukaan patahan pada kedalaman tertentu merupakan tempat yang memiliki kohesi yang rendah dan
berakumulasinya tegangan. Permukaan rekahan dan belahan merupakan bidang lemah dengan resistansi yang
rendah untuk menahan tegangan, dan memiliki kecenderungan terbuka saat terganggu oleh aktivitas peledakan
(blasting).
Instrumentasi yang modern dalam mekanika batuan memberikan cara pengukuran yang lebih baik terhadap
pengaruh kombinasi kekuatan batuan dan cacat struktur. Keuntungan khusus dari studi mekanika batuan
modern adalah lokasi dan material dapat diuji lebih lanjut. Daerah kerja tambang dapat dirancang secara
detail. Detail-line mapping dilakukan untuk menggambarkan proyeksi rekahan dan kontak yang orientasinya
menyebar sepanjang singkapan atau suatu muka tambang. Gambar 8.1 adalah lembar data tipikal yang
digunakan dalam metoda ini, menunjukkan jenis informasi yang dikumpulkan. Posisi rekahan yang dihasilkan
dalam detail-line mapping diplot pada stereonet untuk dievaluasi. Pendekatan lainnya untuk studi struktur detail
dalam pertambangan adalah fracture-set mapping yang dalam hal ini semua rekahan diukur dan dideskripsikan
dalam beberapa area tambang kemudian dikelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu. Kelompok tersebut
dideskripsikan dan posisi individualnya diplot pada Schmidt net (equal-area net).
Persentase terbesar tentang informasi struktur yang digunakan dalam perencanaan tambang berasal dari inti
bor. Spasi rekahan, posisi relatif terhadap lubang bor, dan jenis pengisian rekahan harus dideskripsikan
secermat mungkin. Dalam pengamatan inti bor untuk informasi struktur dikenal istilah RQD (rock-quality
designation) yaitu persen inti bor yang diperoleh dan hanya dihitung untuk inti bor yang memiliki panjang 10 cm
atau lebih.
Tabel 1 Klasifikasi kualitas batuan berdasarkan RQD (Peters, 1978)

RQD (%) Kualitas

0 – 25 Sangat buruk

25 – 50 Buruk
50 – 75 Sedang

75 – 90 Baik

90 – 100 Baik sekali

Sebagai contoh :

Jika total kemajuan pemboran 130 cm, total inti bor yang diperoleh 104 cm, maka perolehan inti bor (core
recovery) adalah 104/130 = 80%. Jumlah panjang inti bor dengan panjang 10 cm atau lebih adalah 71,5 cm,
sehingga besarnya RQD = 71,5/130 = 55% artinya kualitas batuan yang bersangkutan adalah sedang.
Penyelidikan dengan seismik kadang-kadang digunakan untuk pengukuran secara tidak langsung terhadap “rock
soundness”. Salah satu aplikasi khusus metoda seismik adalah untuk menentukan rippability yaitu suatu ukuran
dimana batuan dan tanah dapat dipindahkan oleh bulldozer-ripper dan scraper tanpa peledakan.
Tabel 2 memberikan penjelasan lebih detail mengenai informasi geologi yang digunakan dalam rock-slope
engineering., yang menunjukkan apa saja yang diperlukan dalam merekam cacat struktur batuan.
Tabel 2 Informasi geologi yang diperlukan untuk merekam cacat struktur dalam batuan (Peters, 1978)

Informasi geoteknik

1. Peta lokasi atau rencana tambang.

2. Kedalaman di bawah datum referensi.

3. Kemiringan (dip).
4. Frekuensi atau spasi antar bidang ketidakselarasan yang berdekatan.

5. Kemenerusan atau perluasan bidang ketidakselarasan.

6. Lebar atau bukaan bidang ketidakselarasan.

7. Gouge atau pengisian antar muka bidang ketidakselarasan.


8. Kekasaran permukaan dari muka bidang ketidakselarasan.

9. Waviness atau lekukan permukaan bidang ketidakselarasan.


10. Deskripsi dan sifat-sifat batuan utuh diantara bidang ketidakselarasan.

Berikut ini merupakan beberapa istilah dan pengertiannya berkaitan dengan pengujian geomekanika :

1. Tegangan (stress) adalah gaya yang bekerja tiap satuan luas permukaan. Simbolnya adalah untuk tegangan
normal dan untuk tegangan geser.
2. Regangan (strain) adalah respon yang diberikan oleh suatu material akibat dikenai tegangan. Simbolnya
adalah yang menunjukkan deformasi (pemendekan atau pemanjangan) per satuan panjang mula-mula.
3. Kuat geser (shear strength) adalah besarnya tegangan atau beban pada saat material hancur dalam
geserannya.
4. Modulus Young (E) adalah ukuran kekakuan yang merupakan suatu konstanta untuk setiap padatan yang
klastik. Sering disebut modulus elastisitas yang merupakan perbandingan antara tegangan terhadap
regangan.
5. Rasio Poisson berkaitan dengan besarnya regangan normal transversal terhadap regangan normal
longitudinal di bawah tegangan uniaksial. Nilainya berkisar sekitar –0,2.
Terdapat beberapa jenis kekuatan batuan, yaitu :

1. Kuat kompresif tak tertekan (uniaksial) yang diuji dengan suatu silinder atau prisma terhadap titik pecahnya.
Gambar 2 menunjukkan jenis uji dan rekahan tipikal yang berkembang di atas bidang pecahnya.

2. Kuat tarik (tensile strength) ditentukan dengan uji Brazilian dimana suatu piringan ditekan sepanjang diameter
atau dengan uji langsung yang meliputi tarikan sebenarnya atau bengkokan dari prisma batuan.
3. Kuat geser (shear strength) yang diuji secara langsung dalam suatu “shear box” atau diukur sebagai
komponen pecahan kompresi.
4. Kuat geser kompresif triaksial yang diuji dengan penempatan dalam suatu silinder berselubung dimana
batuan ditempatkan pada tempat yang diisi fluida, sehingga tekanan lateral maupun pembebanan aksial
dapat diberikan.

Kekuatan batuan dapat diukur secara insitu (di lapangan) sebaik pengukuran di laboratorium. Regangan
(deformasi) diukur di area tambang kemudian dihubungkan terhadap tegangan dengan berpedoman pada
konstanta elastik dari laboratorium. Tegangan sebelum penambangan merupakan kondisi tegangan asli, sulit
dihitung, tetapi merupakan parameter desain tambang yang penting. Tegangan tersebut umumnya diperkirakan
dan diberi beberapa kuantifikasi dengan memasang sekelompok pengukur tegangan elektrik dalam “rosette”
pada permukaan batuan, memindahkan batuan-batuan yang berdekatan, dan mengukur respon tegangan
sebenarnya yang dilepaskan. Kondisi tegangan yang berkembang selama penambangan merupakan hal penting
yang harus diperhatikan dalam operasi tambang sebaik dalam perancangan tambang. Regangan yang
dihasilkan dari pola tegangan baru diukur dari waktu ke waktu atau dimonitor secara menerus selama
penambangan berlangsung.

Hubungan tegangan-regangan merupakan dasar dari semua pekerjaan mekanika batuan. Istilah deskriptif untuk
hubungan tersebut adalah brittle versus ductile dan elastik versus plastik. Hubungan yang dihasilkan dari uji
statik (fungsi waktu), dimana F merupakan titik pecah dalam kompresi uniaksial tak tertekan.
Beberapa karakteristik kuat tekan dan kuat tarik yang telah diukur untuk beberapa jenis batuan yang umum
ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kuat tekan uniaksial dan kuat tarik dari beberapa jenis batuan (Peters, 1978)

Jenis batuan Kuat tekan (kg/m2) Kuat tarik (kg/m2)

Batuan intrusif 1000-2800 40-250

Granit 1800-3000 150-300

Diorit 1500-3000 50-300

Gabro 2000-3500 150-350


Dolerit

Batuan ekstrusif

Riolit 800-1600 50-90

Dasit 800-1600 30-80

Andesit 400-3200 50-110

Basal 800-4200 60-300

Tufa vulkanik 50-600 5-45

Batuan sedimen

Batupasir 200-1700 40-250

Batugamping 300-2500 50-250

Dolomit 800-2500 150-250

Serpih 100-1000 20-100

Batubara 50-500 20-50

Batuan metamorfik

Kuarsit 1500-3000 100-300

Gneis 500-2500 40-200

Marmer 1000-2500 70-200

Sabak 1000-2000 70-200

Anda mungkin juga menyukai