Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta sampai kepada kita
sebagai umatnya.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bakteriologi III di
Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung dan berjudul “Infeksi
Menular Seksual”.
Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan dan perbaikan makalah ini dimasa mendatang.
Penyusun
1|
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
2|
1.1. Latar Belakang
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual (Daili,2007; Djuanda, 2007). Menurut WHO
(2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan
adalah infeksi gonorrhoeae, Chlamydia, syphilis,trichomoniasis,chancroid, herpes
genitalis, dan HIV. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS)
merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper,
2005)
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-laki dan
penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di Negara berkembang.
Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif
secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS
baru yang didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%-
80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan
“screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Daros, 2008).
Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan
dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya
pengetahuan remaja akan infeksi menular seksial. Wanita dalam hal ini sering
menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih
kurangnya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah dan badan-
badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus
mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas,
terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi
menular seksual di kalangan remaja.
Maka untuk mencegah perkembangan Infeksi Menular Seksual, harus
dimengerti bagaimana etiologi, epidemiologi, pathogenesis, gejala klinis, dan
pengobatan dari Infeksi Menular Seksual tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah definisi dari penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma
venereum (LGV), dan Chancroid ?
3|
2. Bagaimana morfologi dari bakteri penyebab penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
3. Bagaimana patogenesis penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum
(LGV), dan Chancroid ?
4. Apa saja Gejala dan Gambaran Klinis penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
5. Bagaimana pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis penyakit
Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma
venereum (LGV), dan Chancroid
2. Mengetahui morfologi dari bakteri penyebab penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
3. Mengetahui patogenesis penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma
venereum (LGV), dan Chancroid
4. Mengetahui Gejala dan Gambaran Klinis penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
5. Mengetahui pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis penyakit
Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
6. Mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
BAB II
PEMBAHASAN
4|
2.1. Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS)
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS)
atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STD), Sexually
Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian dari IMS ini
adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan
yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun ini
hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya,
karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM & PL, 1997). IMS atau Seksually
Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan da ri satu
orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. IMS yang sering terjadi adalah
Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS, kaena
mengakibatkan sepenuhnya pada kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati
dengn antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999). Menurut Aprilianingrum (2002), Infeksi
Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya
invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular
melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.
5|
rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya,
terutama kulit dan persendian.Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran
kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri
panggul dan gangguan reproduksi.
Gonore (GO) adalah penyakit Menular Seksual yang paling sering
terjdi dan paling mudah terjadi. Penyakit menular seksual (PMS) adalah
penyakit yang ditularkan secara langsung dari seseorang ke orang lain
melalui kontak seks. Kuman patogen tertentu yang mudah menular dapat
ditularkan melalui makanan, transfusi darah, alat suntik yang digunakan
untuk obat bius.
Penyakit menular seksual juga disebut penyakit venereal merupakan
penyakit yang paling sering ditemukan di seluruh dunia. Pengobatan
penyakit ini efektif dan penyembuhan cepat sekali. Namun, beberapa
kuman yang lebih tua telah menjadi kebal terhadap obat-obatan dan telah
menyebar ke seluruh dunia dengan adanya banyak perjalanan yang
dilakukan orang-orang melalui transportasi udara.
b. Morfologi
Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus yang bersifat Gram-negatif
dengan ukuran garis tengahnya lebih kurang 1 mikron. Pada penderita
wanita kuman ini harus dibedakan dengan Nisseria lainnya atau dengan
M. polymorpha. Untuk itu perlu dilakukan kultur atau pemeriksaan secara
teknik fluoresen antibody. Kultur sebaiknya menggunakan medium yang
selektif yaitu medium Thaye-Martin yang dihangatkan sesuai dengan suhu
kamar. Koloni berbentuk konveks dengan diameter 1-2 mm, transparan,
tidak membentuk pigmen dan tidak menimbulkan hemolisa. Inkubasi
dilakukan pada CO2-incobatur pada suhu 35 derajat sampai 36 derajat
Celsius.
Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan
meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya
pencegahan. Salah satu di antara PMS ini adalah penyakit gonore yang
6|
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi selaput
lendir saluran kencing, leher rahim, dubur dan tenggorokan atau selaput
lendir Gonore adalah PMS yang paling sering ditemukan dan paling
mudah ditegakkan diagnosisnya. Nama awam penyakit kelamin ini adalah
“kencing nanah”. Masa inkubasi 3-5 hari.
c. Gejala Klinik
Pada pria
7|
Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan
terkena uretritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah
masa tunas yang berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh
nyeri dan panas pada waktu kencing yang kemudian diikuti keluarnya
nanah kental berwarna kuning kehijauan. Pada keadaan ini umumnya
penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti
gejala konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada laki-laki dapat
memberikan gejala yang sangat ringan atau tanpa gejala klinis sama
sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya merupakan
stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada
laki-laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari
laporan sebelumnya. Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu maka sering
menimbulkan komplikasi lokal berupa epididymitis, seminal
vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih
berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan
keluarnya tetes darah pada akhir kencing.
Pada wanita
Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada,
karena uretra pada wanita selain pendek, juga kontak pertama pada
cervix sehingga gejala yang menonjol berupa cervicitis dengan
keluhan berupa keputihan. Karena gejala keputihan biasanya ringan,
seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan fisiologis lain,
sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat. Dengan demikian
wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi sumber penularan
yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan
keputihan harus dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain
seperti trichomoniasis, vaginosis, candidiasis maupun uretritis non-
gonore yang lain. Pada wanita, infeksi primer tejadi di endocerviks
dan menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan
yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterine,
8|
menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidaksuburan
( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena
gonococci.
Pada bayi
Ophtalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu
suatu infeksi mata pada bayi yang baru lahir yang didapat selama bayi
berada dalam saluran lahir yang terinfeksi. Conjungtivitis inisial
dengan cepat dapat terjadi dan bila tidak diobati dapat menimbulkan
kebutaan. Untuk mencegah ophtalmia neonatorum ini, pemberian
tetracycline atau erythromycin ke dalam kantung conjungtiva dari bayi
yang baru lahir banyak dilakukan.
d. Diagnosis Gonore
9|
Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis gonore pada
seseorang. Pada hampir sebagian besar kasus, dokter akan melakukan
pengujian sampel cairan dari vagina atau penis untuk kemudian diperiksa
di laboratorium.
Pada wanita, dokter atau perawat biasanya akan menggunakan cotton
bud untuk mengambil sampel cairan di vagina atau mulut rahim. Namun,
dokter mungkin juga bisa meminta pasien untuk menggunakan tampon
guna mengambil sampel cairan tersebut. Prosedur ini tidak menimbulkan
rasa sakit, namun pasien mungkin akan merasa sedikit tidak nyaman.
Prosedur pada pria sedikit berbeda, di mana dokter mungkin akan
memeriksa sampel urine pasien untuk kemudian diperiksa hasilnya di
laboratorium. Pemeriksaan urine ini kurang akurat hasilnya pada pasien
wanita. Selain itu, dokter mungkin juga akan mengambil sampel cairan
yang keluar di ujung penis dengan menggunakan cotton bud.
f. Identifikasi laboratorium
Bahan pemeriksaan:
1. Hapus Urogenital (uretra, vagina, serviks) endapa urine
2. Cairan sendi
3. Darah
4. Eksudat mata
10 |
5. Hapus tenggorokan
Cara kerja:
1. Pemeriksaaan mikroskopik dengan pewarnaaan Gram
Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram dari bahan
langsung (direct-preparate),hasilnya sebagai berikut:
Bentuk kokus berpasangan (diplococcus) seperti kopi atau
ginal
Gram negatif (biasanya intraseluler dalam lekosit)
2. Pembiakan
Perbenihan yang dipakai:
Agar coklat (G.C. Agar)
Agar coklat dari Thayer-Martin
Cystine trypticase agar (CTA)
Agar darah
11 |
a. Bahan pemeriksaan ditanamkan pada agar coklat, agar coklat
Thayer-Martin dan agar darah sebagai kontrol.
b. Dieramkan pada suhu 35OC-37OC selama 2 malam dengan
ditambah CO2 (2-10%) di dalam eksikator yang di bawahya
diberi kapas supaya basah menjadi lembab. Atau juga bisa
dengan menyalakan lilin di dalam eksikator yang apabila llilin
mati berarti O2 telah habis terbakar, konsentrasi CO2 yang
tercapaii kira-kira 2% saja. Agar darah dieramkan seperti biasa
saja (aerob), jika tumbuh pada perbenihan berarti Neisseria
pathogen. Pada agar coklat dan Thayer-Martin setelah tumbuh
tampak koloni bulat, dengan diameter 2-3 mm, jernih mengkilat.
c. Darikoloni tersebut selanjutnya ditanam subkutur pada agar
coklat dan Thayer-Martin
3. Uji oksidase
Reagen HCl-tetrametil-finildiamin 1% dengan hati-hati diteteskan
di atas koloni bakteri. Bila tes positif maka koloni berubah mula-mula
merah jambu, kemudian menjadi merah ungu dan akhirnya hitam setelah
kira-kira 5 menit.
12 |
4. Uji biokimiawi
Hasil fermentasi pada CIA N. gonorrhoeae N. meningitidis
Glukosa + +
Maltosa - +
Sakarosa - -
Kerajaan : Eubacteria
Filum : Spirochaetae
Kelas : Spirochaetae
Ordo : Spirochaetales
Famili : Spirochaetaceae
Genus : Treponema
Spesies : Treponema pallidum
14 |
bakteri. Dari lipid total, 68% adalah fosfolipid (terutama fosfatidilkolin,
sfingomiolin, serta kardiolipin) dan 32% merupakan lipid netral (terutama
kolesterol).
a. Morfologi
15 |
b. Patogenitas
16 |
makrofag. Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari (rata-rata 21 hari) setelah
infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul dalam beberapa stadium
penyakit. Sejumlah besar treponema dalarn darah dan jaringan musnah
selama sifilis sekunder. Penisilin adalah antibiotik untuk pengobatan sifilis.
c. Cara Penularan
Sifilis adalah salah satu di antara sexually transmitted infection.
Penyebabnya adalah bakteri sphirochaeta pallida atau Triponema pallidum.
Orang tidak dapat tertular oleh sifilis dari handuk, pegangan pintu, atau WC
umum model duduk. Tetapi, melalui hubungan seks ataupun transfusi
darah.Gejalanya bergantung pada stadium yang diderita. Pada stadium early
(awal), sifilis terdiri atas stadium satu, dua, dan laten. Lalu late sifilis.
Pada stadium satu, terdapat luka infeksi di sekitar kemaluan.
Lukanya single dan berbentuk bulat dengan diameter 1-1,5cm. Selain itu, jika
diraba, tidak terasa sakit dan warnanya merah tembaga. Luka ini bisa sembuh
dan hilang sendir setelah dua minggu. Stadium ini merupakan stadium yang
sangat menular.Ada perbedaan letak luka pada kelamin pria dan wanita. Jika
menyerang pria, luka terletak pada batang penis, glans, ataupun mukosa
(selaput lendir) mulut. Sedangkan pada wanita, yang terkena adalah serviks,
vulva di dalam vagina ataupun mukosa mulut. Bila tak segera menjalani
pengobatan, si penderita akan masuk ke stadium dua. Penderita akan
17 |
mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan. Selain itu, terdapat
luka-luka di bibir, mulut, tenggorok, vagina dan dubur. Biasanya berlangsung
antara satu hingga dua minggu. Bila tak juga diobati, penderita akan
memasuki sifilis laten. Maksudnya semua gejala penyakit menghilang,
namun kuman aktif sesungguhnya masih bersarang di dalam tubuh. Sifilis
laten dapat berlangsung hingga bertahun-tahun. Tetapi saat darahnya dites
bisa positif sifilis.
d. Epidemiologi
Sejak 1962, kasus-kasus sifilis di Amerika Serikat yang dilaporkan
bertambah setiap tahunnya sekurang-kurangnya 4,7%. Seperti gonorae,
jumlah sifilis dini (kasus primer, sekunder dan laten dini) yang dilaporkan
tidak merupakan indikasi insiden yang sebenamya, karena kebanyakan kasus
tidak dilaporkan.
e. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik sifilis bersifat kompleks, serta periode timbulnya
masing-masing stadium sangat berbeda. Pada saat jumlah bakteri Treponema
meningkat, timbul manifestasi klinik dan apabila jumlahnya berkurang
sebagai akibat respon respons hospes yang efektif, maka terjadi periode
asimtomatik.
Pembagian sifilis berdasarkan manifestasi klinik
1. Masa inkubasi yang berlangsung sekitar 3 minggu.
2. Stadium primer yang ditandai oleh lesi kulit yang tidak nyeri
(chancre) pada tempat infeksi yang terkait dengan limfadenopati
regional dan bakteremia dini.
3. Stadium bakteremia sekunder atau stadium diseminata yang disertai
lesi mukokutan dan limfadenopati umum, sifilis sekunder terjadi
sekitar 3 bulan setelah infeksi dan menampilkan dirinya dengan
18 |
berbagai gejala, terutama lesi pada kulit dan selaput lendir. Ini
termasuk ruam umumnya di telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan
kulit kepala. Rincian dari selaput lendir muncul sebagai tambalan di
bibir, di dalam vulva, mulut, dan vagina. Individu yang terinfeksi juga
bisa mengalami demam, kehilangan nafsu makan dan kehilangan
berat badan selama tahap ini.
4. Masa infeksi subklinis (sifilis laten). Meskipun individu yang
terinfeksi tidak lagi menunjukkan gejala, pengujian secara serologik
menegaskan bahwa T.pallidum tetap ada. Transmisi pada tahap ini
melalui kontak seksual jarang. Jika tidak diobati, fase laten akan
berlanjut ke fase tersier.
5. Pada sejumlah kecil penderita, stadium lanjut atau tersier yang
ditandai oleh penyakit yang progresif dan dapat mengenai hampir
seluruh organ tubuh, terutama aorta asendens dan susunan syaraf
pusat.
f. Diagnosis
19 |
Pada mikroskop lapangan gelap, Treponema pallidum akan tampak
seperti pembuka tutup botol (corkscrew), dan akan bergerak seperti spiral,
undulasi yang khas pada titik tengahnya. Suatu lesi hanya dianggap bersifat
non sifilitik bila telah didapatkan hasil negative pada tiga kali pemeriksaan.
Spesimen
20 |
2. Imunofluoresensi
Cairan jaringan atau eksudat disebarkan pada kaca objek,
dikeringkan diudara, dan dikirim ke laboratorium. Di laboratorium,
sediaan di fiksasi, diwarnai dengan serum anitroponemal berlabel
fluoresensein, dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi
untuk mencari Spirochaeta berfluoresensi yang khas.
3. Serologi
Uji serologik untuk sifilis penting dalam diagnosis, terutama
pada kasus dengan manifestasi klinik yang membingungkan atau bila
tidak terdapat bahan eksudat. Selama bertahun – tahun telah
dikembangkan berbagai uji serologik, yang terbagi dalam 2 kelompok
umum, yaitu
21 |
Uji nontreponemal mengukur kadar antibody Wassermann, yang timbul
sebagai respons terhadap antigen kardiolipin, kemungkinan berasal dari
jaringan hospes.
Uji treponemal mengukur kadar antibody yang timbul sebagai respon
terhadap komponen antigenic T. pallidum. Uji antibody spesifik
kemungkinannya tinggi apabila ada infeksi treponemal pada saat ini
maupun pada waktu lampau.
g. Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan
kondom sangat efektif. Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah
melalui pengendalian yang meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan
penderita. Sifilis bawaan dapat dicegah dengan perawatan prenatal (sebelum
kelahiran) yang semestinya.
h. Pengendalian
22 |
menemukan pasangan seks yang mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk
segera menemui dokter secepat mungkin.
i. Pengobatan
23 |
2.2.3. Limphogranuloma Venereum (LGV)
Kerajaan : Bacteria
Filum : Chlamydiae
Ordo : Chlamydiales
Famili : Chlamydiaceae
24 |
Bentuk yang tersering adalah sindrom inguinal, sindrom tersebut
berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal
medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi,
kemudian akan mengalami perlunakan yang serentak.
LGV terjadi di seluruh dunia dengan beberapa gejala klinis, gejala
yang tersering berupa papula atau ulkus dengan limfadenopati inguinal,
diikuti dengan proktitis. Meskipun LGV secara klasik merupakan proses
infeksi yang sangat invasif, namun pasien kadang tidak memiliki gejala klinis
limfadenopati yang signifikan atau memiliki gejala kilinis yang sedang.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa LGV sangat responsif
terhadap terapi antibakterial golongan siklin seperti doksisklin atau
tetrasiklin. Namun jika LGV tidak diterapi, akan terjadi kerusakan jaringan
yang luas yang berlanjut menjadi abses jaringan yang dalam, kronik fisura,
striktur, dan abdominal pain yang berat.
a. Morfologi
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat
berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam
koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia
membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma. C. trachomatis
berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu
25 |
siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa
Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan
Inisial. Badan elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak
ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan
retikulat lebih besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius.
Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen di
dalamnya. C. trachomatis peka terhadap sulfonamida, memiliki plasmid,
dan jumlah serovarnya adalah 15. Morfologi inklusinya adalah bulat dan
terdapat glikogen di dalamnya. Chlamydia trachomatis peka terhadap
sulfonamida, memiliki plasmid, dan jumlah immune typenya adalah 15
yaitu A-C menyebabkan trachoma, D-K menyebabkan infeksi saluran
genital, dan L1-L3 menyebabkan lymphogranuloma venerum (Debra, 2008;
CDC, 2006; Karmila, 2001).
b. Epidemiologi
26 |
yang masih aktif. Pria lebih banyak dijumpai dari pada wanita (Mulyono,
1986).
27 |
dalam sel dengan cara fagositosis. Di sekelilingnya terbentuk vakuola.
Dalam waktu 8 jam badan elementer berkembang menjadi badan inisial
yang berukuran 0,8 – 1,5 mikron. Bentuk ini juga disebut sebagai badan
retikuler, isi sel kurang padat jika dibandingkan badan elementer, kadar
RNA 4x lebih banyak dari DNA, dan tidak bersifat infeksius.
28 |
terbentuk suatu bangunan yang khas yang berbentuk segitiga atau bentuk
segi empat yang lebih dikenal dengan ‘stellate abses’.
Proses inflamasi berlangsung beberapa minggu sampai bulan.
Proses penyembuhan melalui fibrosis, dimana struktur normal dari nodus
limfe akan dirusak terjadi obstruksi pembuluh limfe. Edema kronik dan
fibrosis menyebabkan indurasi dan pembesaran daerah yang
terkena.Fibrosis juga mengganggu suplai darah ke kulit dan mukosa
didaerah tersebut sehingga terjadi ulkus. LGV dapat mengenai satu atau dua
limfe nodes, organisme menyebar secara hematogen. Tapi penyebaran
bergantung dari imunitas hospes.
29 |
Stadium primer
Setelah masa inkubasi selama 3-30 hari, infeksi primer LGV
memberikan gejala klinis berupa erosi yang dangkal, vesikel, pustul,
papul yang kecil atau ulkus yang tidak nyeri, muncul pada tempat
inokulasi bakteri (biasanya pada prepusium atau glans penis, uretra,
vulva, vagina, rektum, perineum, dan pada serviks). Lesi ekstra genital
bisa terjadi pada kavum oris (tonsil) dan ekstra genital limfo nodi. Lesi
biasanya soliter dan cepat hilang tanpa meninggalkan jaringan parut.
Karena itu penderita biasanya tidak datang pada waktu timbul stadium
primer.
Stadium sekunder
Stadium sekunder terjadi 2-6 minggu setelah infeksi primer.
Stadium ini berlangsung sistemik dan menyerang limfo nodi inguinal,
anus, dan rektum. Jika lesi primer terletak pada penis, vulva, atau
perianal, maka akan tampak limfadenopati inguinal atau femoral.
Limfadenopati ingunal lebih sering terjadi pada pria jika lesi primernya
terletak pada genitalia eksterna. Sedangkan pada wanita terjadi, jika lesi
primernya terletak pada genitalia eksterna dan vagina 1/3 bawah. Itulah
sebabnya limfadenopati lebih sering terdapat pada pria dari pada wanita,
karena pada umumnya lesi primer pada wanita terjadi pada tempat yg
lebih dalam, yakni di vagina 2/3 atas dan serviks. Jika lesi primernya
pada tempat tersebut, maka yang mengalami peradangan adalah
kelenjar Gerota. Pada stadium ini, yang terserang adalah kelenjar getah
bening inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan kelenjar
regional bagi genitalia eksternal.
Pada stadium ini, yang terserang adalah kelenjar getah bening
inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan kelenjar regional
bagi genitalia eksterna. Kelenjar yang dikenal adalah beberapa dan
dapat diketahui karena permukaannya berbenjol-benjol. Kemudian akan
30 |
berkonfluensi. Karena LGV merupakan penyakit sub akut, maka akan
tampak kelima tanda radang, yakni dolor, rubor, kalor, tumor, dan
fungsio lesa. Selain limfadenitis, terjadi pula periadenitis yang
menyebabkan perlekatan dengan jaringan sekitarnya
Stadium tersier
Pada LGV kronik yang tidak diterapi, kelenjar limfo nodi akan
mengalami fibrosis sehingga aliran limfe terbendung yang
menyebabkan terjadinya edema dan elefantiasis pada genitalia.
Elefantiasis tersebut dapat bersifat vegetatif, dapat terbentuk fistel-fistel
dan ulkus-ulkus. Pada pria, elefantiasis dapat terjadi di penis dan
skrotum, sedangkan pada wanita di labia dan klitoris, yang disebut
“Sindrom Esthiomen” dengan genitalia eksterna yang mengalami
destruksi luas. Jika meluas akan terbentuk elefantiasis genito-
anorektalis yang disebut “Sindrom Jersild”.
31 |
Biakan
Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis
terutama berdasarkan pada isolasi organisme dalam biakan sel jaringan. Ini
merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap
sebagai metode pilihan untuk specimen medikolegal
dimanasensitivitasdiperkirakan 80-90% dan spesifitasnya 100%.
Tes dengan biakan Sedikit pus bubo dibiakkan dalam ‘yolk sac’
embrio ayam. Koloni yang terjadi diambil untuk preparat Giemsa.
Perbenihan ‘irradecatedMc coy cell’ digunakan untuk membedakan
‘subgroup A Chlamydia’ terhadap ‘subgroup B pittacosis’. Koloni sejenis
virus tadi diambil dan diwarnai dengan PAS (Periodic Acid Schiff). Pada
pemeriksaan dengan mikroskop tampak inklusi yang mengandung glikogen
pada subgroup A Chlamydia Prosedur ini membutuhkan mikroskop
fluorescens.(Mulyono, 1986).
Pemeriksaan Mikroskopik
Chlamydia trachomatis mempunyai sifat pewarnaan yang dapat
dibedakan (sama seperti riketsia). EB berwarna ungu dengan pewarnaan
Giemsa, berlawanan dan berwarna biru pada sitoplasma sel pejamu. RB
noninfektif yang lebih besar berwarna biru dengan pewarnaan Giemsa.
Reaksi Gram klamidia adalah negative atau bervariasi dan tidak
memberikan manfaat dalam mengidentifikasi bakteri tersebut. Partikel
klamidia dan inklusi berwarna 26 terang dengan imunofluresens, dengan
antibody yang spesifik-grup, spesifik spesies, atau spesifik serovar. Jika
telah terbentuk dengan sempurna, inklusi Chlamydia trachomatis
intraseluler yang matang berupa massa padat dekat nucleus yang berwarna
ungu gelap jika diwarnai dengan Giemsa. Jika diwarnai dengan larutan
Lugol iodine yang diencerkan, beberapa inklusiChlamydia trachomatis
tampak coklat karena matriks glikogen yang melingkari partikel tersebut
(Jawetz et al, 2008).
32 |
Hasil Pewarnaan dengan Giemsa
33 |
h. Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit ini
adalah abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual dengan mitra
seksual yang diketahui menderita penyakit ini). Untuk mengurangi resiko
tertular oleh penyakit ini, sebaiknya menjalani prilaku seksual yang aman,
tidak berganti-ganti pasangan seksual.Penggunaan kondom yang benar,
baik pada pria maupun wanita, dapat sangat menurunkan resiko terinfeksi
penyakit menular seksual. Kondom perlu digunakan sejak awal hingga
akhir aktivitas seksual.
i. Pengobatan
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat disembuhkan dengan
antibiotik secara efektif setelah terdeteksi. Centers for Disease Control
(CDC – US) menyediakan pedoman untuk perawatan berikut:
Azitromisin 1 gram oral sebagai dosis tunggal, atau
Doxycycline 100 mg dua kali sehari selama tujuh hingga empat
belas hari.
Tetrasiklin
Eritromisin
34 |
2.2.4. Ulkus Mole Chancroid
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Ordo : Pasteurellales
Family : Pasteurellaceae
Genus : Haemophilus
35 |
a. Defenisi ulkus mole (chancroid)
Chancroid (ulkus mole) adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh
Haemophilus ducreyi (Streptobacillus ducreyi), dengan gejala klinis khas
berupa ulkus pada tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar
getah bening regional. bakteri tersebut mempunyai sifat mati pada suhu
500C selama 1 jam dan mati dengan antiseptik. Ulkus mole diketahui
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual. Sinonim
ulkus mole adalah chancroid, soft chancre, atau soft sore. Ulkus mole lebih
sering menyerang pria terutama yang sering melakukan prostitusi dibanding
wanita. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang berpotensi
adalah 10 : 1, dan lebih banyak pada laki-laki heterosexual, di dapat dari
penderita yang asimtomatik, biasanya pada wanita pekerja seksual.
Penyebaran infeksi ulkus mole dari kontak seksual dengan wanita
pekerja seks yang memiliki ulkus genital. Kemungkinan penyebaran ulkus
mole setelah seseorang berhubungan seksual adalah 0,35%, dan wanita
yang terinfeksi tanpa pengobatan tetap menularkan penyakit ini sampai 45
hari dimana gejala klinis berupa lesi mulai terlihat.
36 |
Tempat predileksi lesi ulkus mole di daerah genital
Laki- laki Wanita
Frenulum Vulva
Skrotum Uretra
Anus
37 |
d. Penyebab dari Chancroid (ulkus mole)
Penyebabnya adalah Streptobacillus ducrey (Haemophilus ducreyi)
merupakan bakteri gram negative, anaerobic fakultatif, berbentuk batang
pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak memiliki motil, mereduksi
nitrat menjadi nitrit, dan berukuran sekitar 1,5 μm (panjang) da 0,2 μm
(lebar). Basil seringkali berkelompok, berderet membentuk rantai
(Streptobacillus) pada pewarnaan Gram.(buku kulit merah, habif, adrew,
Rook, Holmes, Filtzpatrick, Bolognia, ABC of STD, pediatric dermatology,
jurnal IJDVL, jurnal tropical medicine series, Bolognia, pediatric
dermatology, tropical dermatology, Tropical dermatopathology) tidak
membentuk spora dan memerlukan hemin untuk pertumbuhannnya.
Bassereau memisahkan ulkus mole dan sifilis tahun 1852. ‘Mix chancre’
dimana ulkus mole dan sifilis terjadi bersamaan dijelaskan pertama kali oleh
Rollet tahun 1859. Ducreyi mengidentifikasi bakteri H. ducreyi tahun 1889.
Penyakit ini hanya mengenai orang dewasa yang aktif serta mayoritas lebih
pada kaum pria.
H. ducreyi menghasilkan toksin sitoletal, faktor virulensi penting
pada patogenesis ulkus mole. Diduga toksin ini yang meyebabkan prognosis
ulkus pada genitalia sulit untuk sembuh.Penyebaran ulkus mole melalui
virus yang menyerang sistem imun manusia yang menurun. Reseptor
berupa simokin CCR5 dan CXCR4 yang termasuk kelas 7 transmembran
G-protein-reseptor, dan ikatan alami yang menyerang sel imun pada satu
tempat dan terbentuk inflamasi. CCR5 dan 2 co-reseptor penting, esensial
keluar menjadi HIV. Makrofag dalam lesi dari cancroid berpeluang besar
meningkatkan ekspresi dari CCR5 dan CXCR4 bersama dengan sel darah
perifer, sel CD4 T berpeluang menurunkan regulasi dari CCR5. Beta-
simokin RANTES (mengaktifkan regulasi, sel T normal dan sekretnya)
dalam ikatan yang penting untuk CCR5. RANTES menimbukan papul dan
pustul dari infeksi ulkus mole tetapi tidak menyebabkan infeksi pada kulit.
Bersama dengan mukosa dan barier kulit, muncul sel dengan regulasi yang
38 |
menurun dari HIV-1 co-reseptor dalam lesi infeksi H ducreyi dengan
lingkungan yang fasilitasnya buruk dan menyebabkan infeksi HIV-1.
Pengobatan yang mudah dan efektif dari ulserasi genital, dan ulkus mole
dari partikuler, bagian yang penting dari beberapa strategi untuk mengontrol
perkembangan dari infeksi HIV di negara-negara tropis
Pada pemeriksaan biopsi dari ulkus mole dikalsifikasikan menjadi 3
daerah inflamasi dibawah ulkus. Daerah pertama terdiri dari daerah yang
nekrotik, fibrin, dan neutropil. Daerah tengah adalah daerah dengan
jaringan granulasi dan zona yang paling bawah terdiri dari limfosit dan
plasma sel. Gram-negatif dari basil hanya daapt ditemukan dengan
menggunakan pewarnaan Gram atau Giemsa dan dapat dilhat baik dengan
Smears. Awalnya, mikroorganisme melakukan penetrasi pada defek
pertahanan epidermis. Bakteri yang masuk memberi rangsangan inflamasi
sehingga terjadi infiltrasi limfosit, makrofag, granulosit dengan mediator
utama TH-1 sebagai respon imun dan inflamasi pyogenik. Perkembangan
ulkus mole disertai juga limfadenitis akibat inflamasi pyogenik.
39 |
f. Gejala atau Gambaran klinis dari Chancroid (ulkus mole)
Setelah masa inkubasi satu hari hingga dua minggu, chancroid
menimbulkan benjolan kecil yang kemudian menjadi borok/lesi dalam satu
hari. Borok yang khas memiliki karakteristik:
1. Rentang ukuran 3-50 mm
2. Nyeri terlihat jelas tapi batasnya tidak jelas ditutupi oleh lapisan
berwarna abu-abu atau abu kekuning-kuningan jika tutupnya dilukai
atau dikikis misal dengan kuku maka akan keluar darah. Sekitar
setengah dari orang yang terinfeksi hanya memiliki satu borok.
Perempuan sering memiliki empat atau lebih bisul/borok. Bisul
yang muncul di lokasi tertentu, seperti pada kulit yang menutupi
kepala penis (kulit yang biasanya dihilangkan pada saat
khitan/sunat) atau di fourchette dan labia minora perempuan. Borok
pada orang yang terkena sipilis memiliki lapisan lebih keras
disbanding pada chancroid.
40 |
intrauretra. Ekstensi lokal terdapat pada abdomen, perineum, atau paha.
Ulkus ekstragenital dapat terjadi di tangan, dada, bibir, atau mulut.
Secara klinis, ulkus mole ditandai dengan ulserasi kronik dan nyeri,
dekstruktif yang dimulai di prepusium atau glans dan menyebar langsung
sepanjang penis. Sering kali menyerang skrotum atau pubis. Tepi yang
ulserasi cenderung meninggi dan tegang.Dasar granulasi yang gampang
berdarah ditutupi oleh jaringan nekrotik yang tipis, eksudat purulen dan
kotor.Jaringan disekitarnya bisa juga udem dan berwarna kemerahan serta
jaringan limpa dapat juga membengkak..Meskipun tidak khas untuk
menandai gamabaran klinisnya.
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan gram (Gram stain). Spesimen diambil dari apusan
eksudat ulkus. Eksudat diperoleh dari dasar ulkus dengan cotton
swab. dapat memperlihatkan basil gram negatif, pendek, berantai,
yang disebut dengan tampilan “school of fish”, namun, H. ducreyi
sulit dilihat pada apusan gram dan spesimennya sering mengalami
kontaminasi polimikrobial. Sensitivitas metode ini < 50%.
2. Metode kultur. Ini merupakan metode diagnostik yang paling baik.
H. ducreyi tidak dapat dibiakkan pada medium rutin. Akan tetapi,
dapat dibiakkan pada media khusus yakni media yang diperkaya
41 |
gonococcal agar dan Mueller-Hinton chocolate agar atau Mueller-
Hinton agar dibagian dasar, kemudian dibagian atasnya ditambah
dengan chocolate horse blood and isovitale X (MH-HBC). Selain
itu, pada media ini ditambahkan vancomycin hydrochlorida untuk
menghambat pertumbuhan yang berlebihan dari bakteri
kontaminan. Organisme ini paling baik tumbuh pada suhu 33 oC –
35 oC dengan kelembaban tinggi. Koloni-koloninya berwarna
kuning keabu-abuan dan nonmukoid. Sensitivitas metode kultur
adalah < 80 %.
3. PCR adalah tes diagnostik yang mempunyai sensibilitas dan
spesifisitas paling tinggi. Teknik PCR ini disebut juga dengan M-
PCR (multiplex polymerase chain reaction) yang melibatkan
penambahan pasangan primer multipel ke campuan reaksi dalam
rangka memperbanyak sekuans DNA dari bahan lesi. PCR dianggap
merupakan tes gold-standar untuk diagnosis chancroid, hanya saja
harganya mahal dan tidak tersedia secara komersil.
43 |
h. Pencegahan Chancroid (ulkus mole)
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang
menutupi kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan)
untuk mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan
jangan berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi
pada praktek-praktek prostitusi. Pemberantasan secara tindak lanjut :
1. Segera pergi dokter untuk di obati
2. Ikuti saran dokter
3. Jangan berhubunganseks selama dalam pengobatan IMS
4. Jangan hanya berobat sendiri saja tanpa melibatkan pasangan
seks (khususnya pasangan sah)
Hari 1:
Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksan mikroskopis dengan pengecatan gram
44 |
Hasil sebagai berikut:
Pembiakan
Pembernihan yang dipakai:
1. Agar darah
2. TSB
a. Sampel bakteri yang ditanam pada agar darah dan TSB
b. Diinkubasi pada suhu 37’C selama 24 jam didalam
inkubator
c. Keesokan harinya perhatikan hasilnya, koloni berupa
warna abu dan hemolysis beta pada pembernihan agar
darah. Hasil keruh pada pembernihan TSB.
45 |
Hari ke 2:
46 |
Uji Motilitas
Dengan Media Semi Solid
47 |
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual
(IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi. Infeksi Menular Seksual
(IMS) tersebut diantaranya ialah Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum (LGV), dan
Chancroid. Penyakit Gonor disebabkan oleh Neiserria gonorrhoeae (Gonococcus), Sifilis
disebabkan oleh Treponema pallidum, Lymphogranuloma venereum (LGV) disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis, dan Chancroid disebabkan oleh Haemophilus ducreyi.
Pencegahan dari setiap penyakit infeksi menular seksual ini ialah dengan
menghindari atau tidak melakukan hubungan seksual (heteroseksual) secara sembarangan
karena penyakit-penyakit tersebut ini banyak terjadi pada praktek-praktek prostitusi.
Sedangkan untuk mengobati penyakit menular seksual salah satunya adalah dengan
mengkonsumsi antibiotik yang sesuai dengan penyakitnya.
48 |
DAFTAR PUSTAKA
https://haeryn.wordpress.com/2012/05/30/makalah-bakteriologi-patogenesis/
http://zheebear151010.blogspot.co.id/2012/05/makalah-mikrobiologi-treponema-pallidum.html
http://bestpublichealth.blogspot.co.id/2015/11/makalah-mikrobiologi.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35135/Chapter%20II.pdf;jsessionid=3D1
AD0E7541398FAA746EDC31B8D1E23?sequence=4
https://blognyahana.wordpress.com/2010/11/11/chlamydia-trachomatis/
http://www.alodokter.com/penyakit-menular-seksual-pms
http://rian3260.blogspot.co.id/2011/01/infeksi-chlamydia-trachomatis.html
http://dokterz-jurnal.blogspot.co.id/2010/09/limfogranuloma-venereum.html
http://yuliasmindesofyana.blogspot.co.id/2014/09/isk-infeksi-saluran-kemih.html
49 |