Anda di halaman 1dari 49

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta sampai kepada kita
sebagai umatnya.

Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bakteriologi III di
Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung dan berjudul “Infeksi
Menular Seksual”.

Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang turut


membantu terselesaikannya makalah ini, dan kepada dosen Bakteriologi III yang telah
membantu.

Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan dan perbaikan makalah ini dimasa mendatang.

Bandung, 12 April 2017

Penyusun

1|
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 2


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
1.3. Tujuan ........................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 4
2.1. Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS) ........................................................................ 5
2.2 Jenis Jenis Penyakit Menular Seksual ........................................................................... 5
2.2.1 Gonore ................................................................................................................... 5
2.2.2 Sifilis (Treponema Palidum) ............................................................................... 14
2.2.3. Limphogranuloma Venereum (LGV)................................................................ 24
2.2.4. Ulkus Mole Chancroid ........................................................................................ 35
2.3. Pemeriksaan Bacillus.Sp ............................................................................................. 44
BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 48
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 49

BAB I
PENDAHULUAN

2|
1.1. Latar Belakang
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual (Daili,2007; Djuanda, 2007). Menurut WHO
(2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan
adalah infeksi gonorrhoeae, Chlamydia, syphilis,trichomoniasis,chancroid, herpes
genitalis, dan HIV. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS)
merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper,
2005)
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-laki dan
penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di Negara berkembang.
Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif
secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS
baru yang didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%-
80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan
“screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Daros, 2008).
Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan
dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya
pengetahuan remaja akan infeksi menular seksial. Wanita dalam hal ini sering
menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih
kurangnya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah dan badan-
badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara khusus
mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas,
terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi
menular seksual di kalangan remaja.
Maka untuk mencegah perkembangan Infeksi Menular Seksual, harus
dimengerti bagaimana etiologi, epidemiologi, pathogenesis, gejala klinis, dan
pengobatan dari Infeksi Menular Seksual tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah definisi dari penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma
venereum (LGV), dan Chancroid ?

3|
2. Bagaimana morfologi dari bakteri penyebab penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
3. Bagaimana patogenesis penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum
(LGV), dan Chancroid ?
4. Apa saja Gejala dan Gambaran Klinis penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
5. Bagaimana pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis penyakit
Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma
venereum (LGV), dan Chancroid
2. Mengetahui morfologi dari bakteri penyebab penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
3. Mengetahui patogenesis penyakit Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma
venereum (LGV), dan Chancroid
4. Mengetahui Gejala dan Gambaran Klinis penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
5. Mengetahui pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis penyakit
Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid
6. Mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit Gonore, Sifilis,
Lymphogranuloma venereum (LGV), dan Chancroid

BAB II
PEMBAHASAN

4|
2.1. Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS)
atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STD), Sexually
Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian dari IMS ini
adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan
yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun ini
hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya,
karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM & PL, 1997). IMS atau Seksually
Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan da ri satu
orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. IMS yang sering terjadi adalah
Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS, kaena
mengakibatkan sepenuhnya pada kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati
dengn antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999). Menurut Aprilianingrum (2002), Infeksi
Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya
invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular
melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.

2.2 Jenis Jenis Penyakit Menular Seksual


2.2.1 Gonore
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Beta Proteobacteria
Ordo : Neisseriales
Familia : Neisseriaceae
Genus : Neisseria
Spesies : Neisseria gonorrhoeae
a. Pengertian
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher

5|
rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya,
terutama kulit dan persendian.Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran
kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga timbul nyeri
panggul dan gangguan reproduksi.
Gonore (GO) adalah penyakit Menular Seksual yang paling sering
terjdi dan paling mudah terjadi. Penyakit menular seksual (PMS) adalah
penyakit yang ditularkan secara langsung dari seseorang ke orang lain
melalui kontak seks. Kuman patogen tertentu yang mudah menular dapat
ditularkan melalui makanan, transfusi darah, alat suntik yang digunakan
untuk obat bius.
Penyakit menular seksual juga disebut penyakit venereal merupakan
penyakit yang paling sering ditemukan di seluruh dunia. Pengobatan
penyakit ini efektif dan penyembuhan cepat sekali. Namun, beberapa
kuman yang lebih tua telah menjadi kebal terhadap obat-obatan dan telah
menyebar ke seluruh dunia dengan adanya banyak perjalanan yang
dilakukan orang-orang melalui transportasi udara.

b. Morfologi
Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus yang bersifat Gram-negatif
dengan ukuran garis tengahnya lebih kurang 1 mikron. Pada penderita
wanita kuman ini harus dibedakan dengan Nisseria lainnya atau dengan
M. polymorpha. Untuk itu perlu dilakukan kultur atau pemeriksaan secara
teknik fluoresen antibody. Kultur sebaiknya menggunakan medium yang
selektif yaitu medium Thaye-Martin yang dihangatkan sesuai dengan suhu
kamar. Koloni berbentuk konveks dengan diameter 1-2 mm, transparan,
tidak membentuk pigmen dan tidak menimbulkan hemolisa. Inkubasi
dilakukan pada CO2-incobatur pada suhu 35 derajat sampai 36 derajat
Celsius.
Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan
meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya
pencegahan. Salah satu di antara PMS ini adalah penyakit gonore yang

6|
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi selaput
lendir saluran kencing, leher rahim, dubur dan tenggorokan atau selaput
lendir Gonore adalah PMS yang paling sering ditemukan dan paling
mudah ditegakkan diagnosisnya. Nama awam penyakit kelamin ini adalah
“kencing nanah”. Masa inkubasi 3-5 hari.

Neisseria gonorrhoeae Pewarnaan Gram

c. Gejala Klinik
 Pada pria

7|
Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan
terkena uretritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah
masa tunas yang berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh
nyeri dan panas pada waktu kencing yang kemudian diikuti keluarnya
nanah kental berwarna kuning kehijauan. Pada keadaan ini umumnya
penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti
gejala konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada laki-laki dapat
memberikan gejala yang sangat ringan atau tanpa gejala klinis sama
sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya merupakan
stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada
laki-laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari
laporan sebelumnya. Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu maka sering
menimbulkan komplikasi lokal berupa epididymitis, seminal
vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih
berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan
keluarnya tetes darah pada akhir kencing.

 Pada wanita
Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada,
karena uretra pada wanita selain pendek, juga kontak pertama pada
cervix sehingga gejala yang menonjol berupa cervicitis dengan
keluhan berupa keputihan. Karena gejala keputihan biasanya ringan,
seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan fisiologis lain,
sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat. Dengan demikian
wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi sumber penularan
yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan
keputihan harus dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain
seperti trichomoniasis, vaginosis, candidiasis maupun uretritis non-
gonore yang lain. Pada wanita, infeksi primer tejadi di endocerviks
dan menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan
yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterine,

8|
menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidaksuburan
( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena
gonococci.

 Pada bayi
Ophtalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu
suatu infeksi mata pada bayi yang baru lahir yang didapat selama bayi
berada dalam saluran lahir yang terinfeksi. Conjungtivitis inisial
dengan cepat dapat terjadi dan bila tidak diobati dapat menimbulkan
kebutaan. Untuk mencegah ophtalmia neonatorum ini, pemberian
tetracycline atau erythromycin ke dalam kantung conjungtiva dari bayi
yang baru lahir banyak dilakukan.

d. Diagnosis Gonore

9|
Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis gonore pada
seseorang. Pada hampir sebagian besar kasus, dokter akan melakukan
pengujian sampel cairan dari vagina atau penis untuk kemudian diperiksa
di laboratorium.
Pada wanita, dokter atau perawat biasanya akan menggunakan cotton
bud untuk mengambil sampel cairan di vagina atau mulut rahim. Namun,
dokter mungkin juga bisa meminta pasien untuk menggunakan tampon
guna mengambil sampel cairan tersebut. Prosedur ini tidak menimbulkan
rasa sakit, namun pasien mungkin akan merasa sedikit tidak nyaman.
Prosedur pada pria sedikit berbeda, di mana dokter mungkin akan
memeriksa sampel urine pasien untuk kemudian diperiksa hasilnya di
laboratorium. Pemeriksaan urine ini kurang akurat hasilnya pada pasien
wanita. Selain itu, dokter mungkin juga akan mengambil sampel cairan
yang keluar di ujung penis dengan menggunakan cotton bud.

e. Penyebab Penyakit Gonore (Kencing Nanah)


Penyebab utama dari penyakit gonore (kencing nanah) adalah bakteri
yang memasuki vagina atau penis. Untuk bakteri yang bias menginfeksi
tubuh menyebabkan peyakit gonore ialah bakteri Neisseria gonorrhoeae
atau gonococcus. Bakteri tersebut dapat ditemukan pada cairan yang
dikeluarkan oleh vagina atau penis seseorang yang terinfeksi bakteri yang
menjadi penyebab penyakit gonore (kencing nanah) tidak dapat bertahan
hidup lama ditubuh, sehingga penularan dengan kontak jabat tangan,
ciuman, ataupun dengan cairan bersin tidak akan terjadi. Namun, banyak
penularan melalui kontak langsung dengan melaukan hubungan seksual.

f. Identifikasi laboratorium
Bahan pemeriksaan:
1. Hapus Urogenital (uretra, vagina, serviks) endapa urine
2. Cairan sendi
3. Darah
4. Eksudat mata

10 |
5. Hapus tenggorokan

Identifikasi berdassarkan atas:


1. Pemeriksaaan mikroskopik dengan pewarnaaan Gram
2. Pembiakan
3. Uji oksidase
4. Uji biokimiawi
5. PPNG tes (Betalaktamase tes)

Cara kerja:
1. Pemeriksaaan mikroskopik dengan pewarnaaan Gram
Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram dari bahan
langsung (direct-preparate),hasilnya sebagai berikut:
 Bentuk kokus berpasangan (diplococcus) seperti kopi atau
ginal
 Gram negatif (biasanya intraseluler dalam lekosit)

2. Pembiakan
Perbenihan yang dipakai:
 Agar coklat (G.C. Agar)
 Agar coklat dari Thayer-Martin
 Cystine trypticase agar (CTA)
 Agar darah

11 |
a. Bahan pemeriksaan ditanamkan pada agar coklat, agar coklat
Thayer-Martin dan agar darah sebagai kontrol.
b. Dieramkan pada suhu 35OC-37OC selama 2 malam dengan
ditambah CO2 (2-10%) di dalam eksikator yang di bawahya
diberi kapas supaya basah menjadi lembab. Atau juga bisa
dengan menyalakan lilin di dalam eksikator yang apabila llilin
mati berarti O2 telah habis terbakar, konsentrasi CO2 yang
tercapaii kira-kira 2% saja. Agar darah dieramkan seperti biasa
saja (aerob), jika tumbuh pada perbenihan berarti Neisseria
pathogen. Pada agar coklat dan Thayer-Martin setelah tumbuh
tampak koloni bulat, dengan diameter 2-3 mm, jernih mengkilat.
c. Darikoloni tersebut selanjutnya ditanam subkutur pada agar
coklat dan Thayer-Martin

3. Uji oksidase
Reagen HCl-tetrametil-finildiamin 1% dengan hati-hati diteteskan
di atas koloni bakteri. Bila tes positif maka koloni berubah mula-mula
merah jambu, kemudian menjadi merah ungu dan akhirnya hitam setelah
kira-kira 5 menit.

12 |
4. Uji biokimiawi
Hasil fermentasi pada CIA N. gonorrhoeae N. meningitidis
Glukosa + +
Maltosa - +
Sakarosa - -

5. PPNG tes (Betalaktamase tes)


Tes ini gunanya untuk menentukan suku kuman Neisseria
gonorrhoeae yang resiten terhadap antibiotika penicilin. Suku kuman yang
reisten merusak Penicilin dengan perantaraan enzim Penicillinase
(Betalaktamase) menjadi senyawa yang tidak aktif.
Cara kerja:
a. Dibuat suspensi N. gonorrhoeae (umur 2 malam) dalam larutan 0,1 mL
Penicilin 600 mikrogram/mL.
b. Didiamakan dalam suhu kamar selama 30 detik.
c. Ditambahkan 2 tetes larutan kanji 1%
d. Ditambah 1 tetes larutan lugol (pro Gram) sampai terjadi warna biru.
e. Uji positif jika warna biru tidak berubah.

g. Pengobatan dan pencegahan


Dokter biasanya akan memberikan satu suntikan antibiotik dan satu tablet
antibiotik untuk mengobati gonore, serta menganjurkan agar kembali lagi satu
atau dua pekan setelah pengobatan awal untuk pemeriksaan ulang dan
memastikan bakteri gonore telah hilang sepenuhnya. Gejala akibat bakteri
gonore akan membaik setelah beberapa hari jika dilakukan pengobatan yang
efektif dan sesegera mungkin. Tapi jika dibiarkan, bisa menjadi masalah yang
serius. Untuk mencegah penularan pada orang lain atau terinfeksi kembali,
Anda dan pasangan Anda sebaiknya tidak berhubungan seks hingga
perawatan benar-benar tuntas dan pemeriksaan ulang telah terbukti
13 |
negatif.Anda bisa terkena penyakit gonore kembali jika tidak melakukan
hubungan seks yang sehat dan aman di kemudian hari. Cara terbaik untuk
mencegah infeksi menular seksual adalah dengan tidak berganti-ganti
pasangan, tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah.

2.2.2 Sifilis (Treponema Palidum)


Klasifikasi Treponema pallidum :

Kerajaan : Eubacteria
Filum : Spirochaetae
Kelas : Spirochaetae
Ordo : Spirochaetales
Famili : Spirochaetaceae
Genus : Treponema
Spesies : Treponema pallidum

Treponema pallidum merupakan bakteri yang motil (dapat bergerak),


yang umumnya menginfeksi m elalui kontak seksual langsung, masuk
ke dalam tubuhinang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga
dapat ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa
akhir kehamilan. Struktur tubuhnya yang berupa heliks
memungkinkan Treponema pallidum bergerak dengan pola gerakan yang
khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lendir (mucus). Dengan
demikian organisme ini dapat mengakses sistem peredaran darah dan getah
bening inang melalui jaringan dan membran mukosa.

Struktur bakteri Treponema pallidum identik dengan struktur


Treponema secara umum, hanya kandungannya lebih jelas diketahui.
Susunan Treponema pallidum(bobot kering) kira-kira adalah 70% protein,
20% lipid,dan 5% karbohidrat. Kandungan lipidnya relative tinggi untuk

14 |
bakteri. Dari lipid total, 68% adalah fosfolipid (terutama fosfatidilkolin,
sfingomiolin, serta kardiolipin) dan 32% merupakan lipid netral (terutama
kolesterol).

a. Morfologi

Mikroorganisme ini halus, berpilin ketat dengan ujung meruncing dan


terdiri dari 6 sampai 14 spiral; berukuran lebar 0,25 sampai 0,3 um dan
panjang 6 sampat 15 um. Organisme ini dapat dikenali paling jelas pada suatu
spesimen klinis yang berasal dari luka sifilitik stadium primer dan sekunder
dibawah mikroskop medan gelap ; ini jelas terlihat dari bentuk spiral dan
pergerakannya yang seperti putaran pembuka sumbat.

Treponema pallidum mempunyai membran luar, atau selongsong


yang disebut periplas yang melingkungi komponen-komponen dalam sel
(keseluruhannya disebut silinder protoplasma). Suatu filamen aksial, yang
terdiri dari tiga sampai enam fibril, terletak diantara periplas dan silinder
protoplasma. Treponama pallidum yang virulen belum berhasil di biakkan
secara in vitro. Galur-galur T.pallidum yang non virulen (tidak patogenik),
seperti galur Reiter dan Noguchi, telah berhasil dibiakkan invitro dan menjadi
sumber antigen untuk uji-uji diagnostik laboratoris.

Treponema Pallidum Pewarnaan Gram

15 |
b. Patogenitas

Manusia merupakan hospes alami satu-satunya bagi Treponema


pallidum, dan infeksi terjadi melalui kontak seksual. Organisme ini
menembus mukosa atau masuk melalui kulit yang mempunyai luka kecil.
Setelah berada di dalam hospes, organisme tersebut akan memperbanyak diri.
Treponema pallidum segera memasuki aliran darah dan pembuluh limfe dan
menyebar ke jaringan lain.

Jaringan yang menjadi sasaran meliputi kelenjar limfe, kulit, selaput


mukosa, hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, mata, selaput otak, dan susunan
syaraf pusat. Pada wanita, lesi awal biasanya terdapat pada labia, dinding
vagina, atau pada serviks. Pada pria, lesi awal terdapat pada batang penis atau
glans penis. Lesi primer dapat pula terjadi pada bibir, lidah, tonsil, atau daerah
kulit lainnya.

Setelah menembus aliran darah secara specifik Treponema


pallidum menambatkan diri pada sejumlah besar jaringan. Selain
menambatkan diri, Treponema pallidum memiliki sedikitnya 3 faktor
virulensi yang secara parsial menetralkan respons imun. Zat
glikosaminoglikan yang serupa dengan asam hialuronat bekerja sebagai
faktor antikomplemen. Polisakarida berantai lurus panjang ini melapisi
seluruh permukaan luar organisme. Zat tersebut mengganggu daya bunuh
bakteri Treponema pallidum melalui jalur komplemen klasik (tergantung
antibodi). Disamping itu Treponema pallidum membawa asam sialat pada
permukaannya, yang dapat memperlambat aktivasi dan pembunuhan melalui
jalur komplemen alternative (tidak tergantung antibodi). Treponema
pallidum tampaknya memiliki suatu jalur siklooksigenase yang utuh dan
mampu membentuk prostaglandin E2-nya sendiri dan mampu menghambat
pemrosesan imun dini dengan cara merangsang kegiatan supresor dari

16 |
makrofag. Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari (rata-rata 21 hari) setelah
infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul dalam beberapa stadium
penyakit. Sejumlah besar treponema dalarn darah dan jaringan musnah
selama sifilis sekunder. Penisilin adalah antibiotik untuk pengobatan sifilis.

c. Cara Penularan
Sifilis adalah salah satu di antara sexually transmitted infection.
Penyebabnya adalah bakteri sphirochaeta pallida atau Triponema pallidum.
Orang tidak dapat tertular oleh sifilis dari handuk, pegangan pintu, atau WC
umum model duduk. Tetapi, melalui hubungan seks ataupun transfusi
darah.Gejalanya bergantung pada stadium yang diderita. Pada stadium early
(awal), sifilis terdiri atas stadium satu, dua, dan laten. Lalu late sifilis.
Pada stadium satu, terdapat luka infeksi di sekitar kemaluan.
Lukanya single dan berbentuk bulat dengan diameter 1-1,5cm. Selain itu, jika
diraba, tidak terasa sakit dan warnanya merah tembaga. Luka ini bisa sembuh
dan hilang sendir setelah dua minggu. Stadium ini merupakan stadium yang
sangat menular.Ada perbedaan letak luka pada kelamin pria dan wanita. Jika
menyerang pria, luka terletak pada batang penis, glans, ataupun mukosa
(selaput lendir) mulut. Sedangkan pada wanita, yang terkena adalah serviks,
vulva di dalam vagina ataupun mukosa mulut. Bila tak segera menjalani
pengobatan, si penderita akan masuk ke stadium dua. Penderita akan

17 |
mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan. Selain itu, terdapat
luka-luka di bibir, mulut, tenggorok, vagina dan dubur. Biasanya berlangsung
antara satu hingga dua minggu. Bila tak juga diobati, penderita akan
memasuki sifilis laten. Maksudnya semua gejala penyakit menghilang,
namun kuman aktif sesungguhnya masih bersarang di dalam tubuh. Sifilis
laten dapat berlangsung hingga bertahun-tahun. Tetapi saat darahnya dites
bisa positif sifilis.

d. Epidemiologi
Sejak 1962, kasus-kasus sifilis di Amerika Serikat yang dilaporkan
bertambah setiap tahunnya sekurang-kurangnya 4,7%. Seperti gonorae,
jumlah sifilis dini (kasus primer, sekunder dan laten dini) yang dilaporkan
tidak merupakan indikasi insiden yang sebenamya, karena kebanyakan kasus
tidak dilaporkan.

e. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik sifilis bersifat kompleks, serta periode timbulnya
masing-masing stadium sangat berbeda. Pada saat jumlah bakteri Treponema
meningkat, timbul manifestasi klinik dan apabila jumlahnya berkurang
sebagai akibat respon respons hospes yang efektif, maka terjadi periode
asimtomatik.
Pembagian sifilis berdasarkan manifestasi klinik
1. Masa inkubasi yang berlangsung sekitar 3 minggu.
2. Stadium primer yang ditandai oleh lesi kulit yang tidak nyeri
(chancre) pada tempat infeksi yang terkait dengan limfadenopati
regional dan bakteremia dini.
3. Stadium bakteremia sekunder atau stadium diseminata yang disertai
lesi mukokutan dan limfadenopati umum, sifilis sekunder terjadi
sekitar 3 bulan setelah infeksi dan menampilkan dirinya dengan

18 |
berbagai gejala, terutama lesi pada kulit dan selaput lendir. Ini
termasuk ruam umumnya di telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan
kulit kepala. Rincian dari selaput lendir muncul sebagai tambalan di
bibir, di dalam vulva, mulut, dan vagina. Individu yang terinfeksi juga
bisa mengalami demam, kehilangan nafsu makan dan kehilangan
berat badan selama tahap ini.
4. Masa infeksi subklinis (sifilis laten). Meskipun individu yang
terinfeksi tidak lagi menunjukkan gejala, pengujian secara serologik
menegaskan bahwa T.pallidum tetap ada. Transmisi pada tahap ini
melalui kontak seksual jarang. Jika tidak diobati, fase laten akan
berlanjut ke fase tersier.
5. Pada sejumlah kecil penderita, stadium lanjut atau tersier yang
ditandai oleh penyakit yang progresif dan dapat mengenai hampir
seluruh organ tubuh, terutama aorta asendens dan susunan syaraf
pusat.

f. Diagnosis

Diagnosis penyakit sifilis secara pasti dipersulit karena Treponema


pallidum belum dapat dibiakkan secara in vitro. Manifestasi klinik,
demonstrasi bakteri Treponema pada bahan lesi, dan reaksi serologi
digunakan untuk mendiagnosis. Pada sebagian besar kasus, manifestasi klinik
sudah cukup khas. Bila manifestasi tersebut mencakup lesi eksudatif, harus
dapat ditemukan bakteri Treponema di dalam bahan lesi. Mikroskop lapangan
gelap digunakan untuk memvisualisasi organisme motil dan non motil.

19 |
Pada mikroskop lapangan gelap, Treponema pallidum akan tampak
seperti pembuka tutup botol (corkscrew), dan akan bergerak seperti spiral,
undulasi yang khas pada titik tengahnya. Suatu lesi hanya dianggap bersifat
non sifilitik bila telah didapatkan hasil negative pada tiga kali pemeriksaan.

Spesimen

Spesimen yang digunakan dapat berasal dari cairan jaringan yang


diambil dari lesi superfisial dini untuk memperlihatkan adanya bakteri
spirochaeta, sedangkan serum digunakan untuk uji serologik. Kadang dapat
diperlihatkan adanya spirochaeta dari bahan biopsi. Dari bahan tersebut yang
paling umum dilakukan adalah dengan pewarnaan perak (Levaditi).

1. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap


Pada pemerikdsaan sifilis pemeriksaan mikroskop lapangan
gelap merupakan pemeriksaan metode paling cepat dan langsung
untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan transudat serosa lesi
lembab atau basah, karena lesi dapat menunjukkan jumlah Treponema
yang paling banyak.
Lokasi pengambilan harus dibersihkan dengan larutan garam
faal dan dilakukan abrasi dengan kasa secara hati-hati pada sehingga
tidak timbul perdarahan yang nyata. Kemudian eksudat serosanya
diperiksa dengan miroskop lapangan gelap atau kontras fase dengan
memakai kaca objek yang ditutup dengan deck glass (dapat
ditambahkan setetes garam faal nonbakterisidik bila sediaan terlalu
tebal) untuk mencari spirochaeta motil yang khas.
Treponema pallidum akan tampak seperti pembuka tutup botol
(corkscrew), dan akan bergerak seperti spiral, dengan undulasi yang
khas pada titik tengahnya.

20 |
2. Imunofluoresensi
Cairan jaringan atau eksudat disebarkan pada kaca objek,
dikeringkan diudara, dan dikirim ke laboratorium. Di laboratorium,
sediaan di fiksasi, diwarnai dengan serum anitroponemal berlabel
fluoresensein, dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi
untuk mencari Spirochaeta berfluoresensi yang khas.

3. Serologi
Uji serologik untuk sifilis penting dalam diagnosis, terutama
pada kasus dengan manifestasi klinik yang membingungkan atau bila
tidak terdapat bahan eksudat. Selama bertahun – tahun telah
dikembangkan berbagai uji serologik, yang terbagi dalam 2 kelompok
umum, yaitu

21 |
 Uji nontreponemal mengukur kadar antibody Wassermann, yang timbul
sebagai respons terhadap antigen kardiolipin, kemungkinan berasal dari
jaringan hospes.
 Uji treponemal mengukur kadar antibody yang timbul sebagai respon
terhadap komponen antigenic T. pallidum. Uji antibody spesifik
kemungkinannya tinggi apabila ada infeksi treponemal pada saat ini
maupun pada waktu lampau.

g. Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan
kondom sangat efektif. Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah
melalui pengendalian yang meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan
penderita. Sifilis bawaan dapat dicegah dengan perawatan prenatal (sebelum
kelahiran) yang semestinya.

h. Pengendalian

Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti


kerusakan sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat
berakibat fatal. Orang yang memiliki kemungkinan terkena sifilis atau

22 |
menemukan pasangan seks yang mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk
segera menemui dokter secepat mungkin.

Penyakit ini pada laki-laki lebih terlihat gejalanya dibandingkan


dengan perempuan. Biasanya kaum perempuan tidak mengetahui
gejalanya.Gejala yang ada yaitu seperti ruam berwarna merah pada daerah
kelamin,dan biasanya sangat gatal. Meski kaum perempuan tidak akan tau
apakah dia menderita penyakit sifilis,sebaiknya menjaga diri agar tidak
tertular penyakit ini dan menularkan penyakit ini pada orang lain. Dan bagi
kaum lelaki sebaiknya juga menjaga diri sendiri agar tidak tertular atau
menularkannya pada orang lain. Cara satu-satunya untuk mencegah hal ini
terjadi adalah setia pada pasangannya dan juga rutin diperiksa oleh dokter
agar tidak menjadi terlalu parah.

i. Pengobatan

Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya.


Menurut statistik, perawatan dengan pil kurang efektif dibanding perawatan
lainnya, karena pasien biasanya tidak menyelesaikan pengobatannya. Cara
terlama dan masih efektif adalah dengan penyuntikan procaine penisilin di
setiap pantat (procaine diikutkan untuk mengurangi rasa sakit) dosis harus
diberikan setengah di setiap pantat karena bila dijadikan satu dosis akan
menyebabkan rasa sakit. Cara lain adalah memberikan
kapsul azithromycin lewat mulut (memiliki durasi yang lama) dan harus
diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada beberapa jenis sifilis kebal
terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus terjadi pada tahun 2004.
Perawatan lain kurang efektif karena pasien diharuskan memakan pil
beberapa kali per hari.

23 |
2.2.3. Limphogranuloma Venereum (LGV)

Kerajaan : Bacteria

Filum : Chlamydiae

Ordo : Chlamydiales

Famili : Chlamydiaceae

Species : - Chlamydia muridarum (menyerang tikus dan hamster)

- Chlamydia suis (menyerang babi)

- Chlamydia trachomatis (menyerang manusia)

Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual


yang disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Chlamydia trachomatis (C.
trachomatis) sub tipe L1, L2, dan L3. Chlamydia trachomatis (C. trachomatis)
adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi urethra dan serviks,
merupakan bakteri Gram negatif, terlihat berwarna kemerahan dibawah
mikroskop setelah diwarnai dengan pewarnaan Gram.

24 |
Bentuk yang tersering adalah sindrom inguinal, sindrom tersebut
berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal
medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi,
kemudian akan mengalami perlunakan yang serentak.
LGV terjadi di seluruh dunia dengan beberapa gejala klinis, gejala
yang tersering berupa papula atau ulkus dengan limfadenopati inguinal,
diikuti dengan proktitis. Meskipun LGV secara klasik merupakan proses
infeksi yang sangat invasif, namun pasien kadang tidak memiliki gejala klinis
limfadenopati yang signifikan atau memiliki gejala kilinis yang sedang.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa LGV sangat responsif
terhadap terapi antibakterial golongan siklin seperti doksisklin atau
tetrasiklin. Namun jika LGV tidak diterapi, akan terjadi kerusakan jaringan
yang luas yang berlanjut menjadi abses jaringan yang dalam, kronik fisura,
striktur, dan abdominal pain yang berat.

a. Morfologi
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat
berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam
koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia
membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma. C. trachomatis
berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu
25 |
siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa
Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan
Inisial. Badan elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak
ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan
retikulat lebih besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius.
Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen di
dalamnya. C. trachomatis peka terhadap sulfonamida, memiliki plasmid,
dan jumlah serovarnya adalah 15. Morfologi inklusinya adalah bulat dan
terdapat glikogen di dalamnya. Chlamydia trachomatis peka terhadap
sulfonamida, memiliki plasmid, dan jumlah immune typenya adalah 15
yaitu A-C menyebabkan trachoma, D-K menyebabkan infeksi saluran
genital, dan L1-L3 menyebabkan lymphogranuloma venerum (Debra, 2008;
CDC, 2006; Karmila, 2001).

b. Epidemiologi

LGV endemik pada beberapa area, seperti Afrika, Asia Tenggara,


Amerika Selatan, dan Carribean. Secara historis angka kejadian LGV
sangat rendah pada negara-negara industri sejak pertengahan tahun 1960.
Sejak tahun 2003 terjadi wabah LGV pada beberapa kota di Eropa, terutama
diantara kaum laki-laki dengan HIV positif yang berhubungan seksual
dengan sesama jenis (kaum homoseksual). Mayoritas kasus (> 75%) telah
terdiagnosis positif HIV, dan beberapa pasien memiliki infeksi menular
seksual yang menyertai seperti gonore atau hepatitis C. Penyakit ini dapat
timbul secara endemik di seluruh dunia. Paling banyak dijumpai di daerah
yang beriklim panas, jarang pada daerah yang beriklim dingin. Angka
prevalensi yang tinggi terutama terjadi pada orang Negro dan kulit
berwarna, yang diperkirakan ada hubungannya dengan keadaan higiene
yang rendah. Insiden terbesar terjadi pada usia dengan kegiatan seksual

26 |
yang masih aktif. Pria lebih banyak dijumpai dari pada wanita (Mulyono,
1986).

c. Siklus Perkembangan dan Patogenesis

Chlamydia memiliki siklus hidup yang mirip dengan virus tetapi


pada bakteri ini pembelahan terjadi secara binary fission sedangkan pada
virus akan menjadi banyak begitu pula dengan proses pembiakannya yang
memerlukan kultur media hidup. Chlamydia masuk sebagai EB kedalam sel
secara endositosis, lalu EB akan berubah menjadi RB dan berkembang biak.
Selanjutnya akan terjadi reorganisasi EB menjadi RB yang memiliki
infektifitas rendah, selanjutnya akan membentuk badan inklusi yang berisis
EB dan RB dan lisis mengeluarkan EB sebagai stadium infeksius.

Siklus Hidup Chlamydia tracchomatis

Chlamydia berkembang melalui beberapa stadium. Mulai dengan


badan elementer yang infeksius, berbentuk sferis dengan garis tengah 0,2 –
0,4 mikron, mempunyai satu inti dan sejumlah ribosom yang diliputi oleh
dinding sel yang terdiri dari beberapa lapis. Badan elementer masuk ke

27 |
dalam sel dengan cara fagositosis. Di sekelilingnya terbentuk vakuola.
Dalam waktu 8 jam badan elementer berkembang menjadi badan inisial
yang berukuran 0,8 – 1,5 mikron. Bentuk ini juga disebut sebagai badan
retikuler, isi sel kurang padat jika dibandingkan badan elementer, kadar
RNA 4x lebih banyak dari DNA, dan tidak bersifat infeksius.

Empat jam berikutnya badan inisial membelah secara biner,


membentuk badan intermedier dan kemudian badan elementer. Badan
intermedier merupakan bentuk transisi antara badan inisial dan badan
elementer. Badan inisial, badan intermedier, dan badan elementer
terkumpul dalan vakuol di dalam sel, bentuk demikian disebut sebagai
badan inklusi. Badan inklusi merupakan mikrokoloni kuman di dalam sel
hospes. Di dalam sel hospes dapat terbentuk beberapa mikrokoloni kuman
jika terjadi fagositosis terhadap lebih dari satu badan elementer.
Pematangan badan inisial menjadi badan elementer disertai dengan
meningkatnya sintesis DNA sehingga kadar DNA dan RNA berimbang.
Pada waktu sel hospes pecah, badan elementer tersebut keluar dan
menimbulkan infeksi pada sel-sel hospes baru. Siklus perkembangan
Chlamydia memakan waktu 24 – 48 jam.

d. Mekanisme Patogenesis Mikroorganisme LGV

Chlamydia tidak dapat menembus kulit, tapi dapat masuk melalui


laserasi atau abrasi pada kulit. Proses patofisiologis melalui
trombolimfangitis dan perilimfangitis dengan penyebaran proses inflamasi
dari limfe nodus yang terinfeksi ke jaringan sekitar. Limfangitis ditandai
dengan adanya proliferasi sel endotel pada pembuluh limfe dan saluran
limfe di dalam limfe nodus. Tempat terjadinya infeksi primer pada saluran
nodus limfatikus cepat memperbesar dan membentuk area kecil, yang
dipisahkan dari jaringan yang nekrosis oleh sel endotelial yang rapat. Area
yang nekrotik menarik leukosit polimorfonuklear dan membesar sehingga

28 |
terbentuk suatu bangunan yang khas yang berbentuk segitiga atau bentuk
segi empat yang lebih dikenal dengan ‘stellate abses’.
Proses inflamasi berlangsung beberapa minggu sampai bulan.
Proses penyembuhan melalui fibrosis, dimana struktur normal dari nodus
limfe akan dirusak terjadi obstruksi pembuluh limfe. Edema kronik dan
fibrosis menyebabkan indurasi dan pembesaran daerah yang
terkena.Fibrosis juga mengganggu suplai darah ke kulit dan mukosa
didaerah tersebut sehingga terjadi ulkus. LGV dapat mengenai satu atau dua
limfe nodes, organisme menyebar secara hematogen. Tapi penyebaran
bergantung dari imunitas hospes.

e. Gejala Klinis Limfogranuloma Venereum

Gejala klinis LGV dibagi menjadi 3 stadium. Stadium primer terjadi


pada tempat inokulasi bakteri, stadium sekunder terjadi pada limfo nodi dan
kadang pada anorektal, dan stadium tersier merupakan manifestasi lanjut
yang terjadi pada genital dan rektal.

29 |
 Stadium primer
Setelah masa inkubasi selama 3-30 hari, infeksi primer LGV
memberikan gejala klinis berupa erosi yang dangkal, vesikel, pustul,
papul yang kecil atau ulkus yang tidak nyeri, muncul pada tempat
inokulasi bakteri (biasanya pada prepusium atau glans penis, uretra,
vulva, vagina, rektum, perineum, dan pada serviks). Lesi ekstra genital
bisa terjadi pada kavum oris (tonsil) dan ekstra genital limfo nodi. Lesi
biasanya soliter dan cepat hilang tanpa meninggalkan jaringan parut.
Karena itu penderita biasanya tidak datang pada waktu timbul stadium
primer.

 Stadium sekunder
Stadium sekunder terjadi 2-6 minggu setelah infeksi primer.
Stadium ini berlangsung sistemik dan menyerang limfo nodi inguinal,
anus, dan rektum. Jika lesi primer terletak pada penis, vulva, atau
perianal, maka akan tampak limfadenopati inguinal atau femoral.
Limfadenopati ingunal lebih sering terjadi pada pria jika lesi primernya
terletak pada genitalia eksterna. Sedangkan pada wanita terjadi, jika lesi
primernya terletak pada genitalia eksterna dan vagina 1/3 bawah. Itulah
sebabnya limfadenopati lebih sering terdapat pada pria dari pada wanita,
karena pada umumnya lesi primer pada wanita terjadi pada tempat yg
lebih dalam, yakni di vagina 2/3 atas dan serviks. Jika lesi primernya
pada tempat tersebut, maka yang mengalami peradangan adalah
kelenjar Gerota. Pada stadium ini, yang terserang adalah kelenjar getah
bening inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan kelenjar
regional bagi genitalia eksternal.
Pada stadium ini, yang terserang adalah kelenjar getah bening
inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan kelenjar regional
bagi genitalia eksterna. Kelenjar yang dikenal adalah beberapa dan
dapat diketahui karena permukaannya berbenjol-benjol. Kemudian akan

30 |
berkonfluensi. Karena LGV merupakan penyakit sub akut, maka akan
tampak kelima tanda radang, yakni dolor, rubor, kalor, tumor, dan
fungsio lesa. Selain limfadenitis, terjadi pula periadenitis yang
menyebabkan perlekatan dengan jaringan sekitarnya

 Stadium tersier
Pada LGV kronik yang tidak diterapi, kelenjar limfo nodi akan
mengalami fibrosis sehingga aliran limfe terbendung yang
menyebabkan terjadinya edema dan elefantiasis pada genitalia.
Elefantiasis tersebut dapat bersifat vegetatif, dapat terbentuk fistel-fistel
dan ulkus-ulkus. Pada pria, elefantiasis dapat terjadi di penis dan
skrotum, sedangkan pada wanita di labia dan klitoris, yang disebut
“Sindrom Esthiomen” dengan genitalia eksterna yang mengalami
destruksi luas. Jika meluas akan terbentuk elefantiasis genito-
anorektalis yang disebut “Sindrom Jersild”.

f. Penularan Infeksi LGV

LGV merupakan penyakit menular seksual yang dapat ditularkan


melalui hubungan seksual baik secara oral, anal dan vagina dengan
pasangan yang terinfeksi serta penularan dariseorang ibu kepada bayinya
saat persalinan.

g. Metode Pemeriksaan Chlamydia trachomatis


Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh Chlamydia
trachomatis bahan pemeriksaan harus diambil dari uretra atau serviks
dengan menggunakan swab kapas dengan tangkai metal.Pada
wanita,Chlamydia trachomatis lebih sering dapat diisolasi di serviks dari
pada uretra.

31 |
 Biakan
Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis
terutama berdasarkan pada isolasi organisme dalam biakan sel jaringan. Ini
merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap
sebagai metode pilihan untuk specimen medikolegal
dimanasensitivitasdiperkirakan 80-90% dan spesifitasnya 100%.
Tes dengan biakan Sedikit pus bubo dibiakkan dalam ‘yolk sac’
embrio ayam. Koloni yang terjadi diambil untuk preparat Giemsa.
Perbenihan ‘irradecatedMc coy cell’ digunakan untuk membedakan
‘subgroup A Chlamydia’ terhadap ‘subgroup B pittacosis’. Koloni sejenis
virus tadi diambil dan diwarnai dengan PAS (Periodic Acid Schiff). Pada
pemeriksaan dengan mikroskop tampak inklusi yang mengandung glikogen
pada subgroup A Chlamydia Prosedur ini membutuhkan mikroskop
fluorescens.(Mulyono, 1986).

 Pemeriksaan Mikroskopik
Chlamydia trachomatis mempunyai sifat pewarnaan yang dapat
dibedakan (sama seperti riketsia). EB berwarna ungu dengan pewarnaan
Giemsa, berlawanan dan berwarna biru pada sitoplasma sel pejamu. RB
noninfektif yang lebih besar berwarna biru dengan pewarnaan Giemsa.
Reaksi Gram klamidia adalah negative atau bervariasi dan tidak
memberikan manfaat dalam mengidentifikasi bakteri tersebut. Partikel
klamidia dan inklusi berwarna 26 terang dengan imunofluresens, dengan
antibody yang spesifik-grup, spesifik spesies, atau spesifik serovar. Jika
telah terbentuk dengan sempurna, inklusi Chlamydia trachomatis
intraseluler yang matang berupa massa padat dekat nucleus yang berwarna
ungu gelap jika diwarnai dengan Giemsa. Jika diwarnai dengan larutan
Lugol iodine yang diencerkan, beberapa inklusiChlamydia trachomatis
tampak coklat karena matriks glikogen yang melingkari partikel tersebut
(Jawetz et al, 2008).

32 |
Hasil Pewarnaan dengan Giemsa

Sel yang terinfeksi Chlamydia trachomatis

33 |
h. Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit ini
adalah abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual dengan mitra
seksual yang diketahui menderita penyakit ini). Untuk mengurangi resiko
tertular oleh penyakit ini, sebaiknya menjalani prilaku seksual yang aman,
tidak berganti-ganti pasangan seksual.Penggunaan kondom yang benar,
baik pada pria maupun wanita, dapat sangat menurunkan resiko terinfeksi
penyakit menular seksual. Kondom perlu digunakan sejak awal hingga
akhir aktivitas seksual.

i. Pengobatan
Infeksi Chlamydia trachomatis dapat disembuhkan dengan
antibiotik secara efektif setelah terdeteksi. Centers for Disease Control
(CDC – US) menyediakan pedoman untuk perawatan berikut:
 Azitromisin 1 gram oral sebagai dosis tunggal, atau
 Doxycycline 100 mg dua kali sehari selama tujuh hingga empat
belas hari.
 Tetrasiklin
 Eritromisin

34 |
2.2.4. Ulkus Mole Chancroid

Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Ordo : Pasteurellales

Family : Pasteurellaceae

Genus : Haemophilus

Species : Haemophilus ducreyi

Haemophillus.Sp pada pewarnan Gram

35 |
a. Defenisi ulkus mole (chancroid)
Chancroid (ulkus mole) adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh
Haemophilus ducreyi (Streptobacillus ducreyi), dengan gejala klinis khas
berupa ulkus pada tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar
getah bening regional. bakteri tersebut mempunyai sifat mati pada suhu
500C selama 1 jam dan mati dengan antiseptik. Ulkus mole diketahui
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual. Sinonim
ulkus mole adalah chancroid, soft chancre, atau soft sore. Ulkus mole lebih
sering menyerang pria terutama yang sering melakukan prostitusi dibanding
wanita. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang berpotensi
adalah 10 : 1, dan lebih banyak pada laki-laki heterosexual, di dapat dari
penderita yang asimtomatik, biasanya pada wanita pekerja seksual.
Penyebaran infeksi ulkus mole dari kontak seksual dengan wanita
pekerja seks yang memiliki ulkus genital. Kemungkinan penyebaran ulkus
mole setelah seseorang berhubungan seksual adalah 0,35%, dan wanita
yang terinfeksi tanpa pengobatan tetap menularkan penyakit ini sampai 45
hari dimana gejala klinis berupa lesi mulai terlihat.

b. Ciri khas ulkus mole :


- Bentuk bulat / lonjong
- Kecil, multiple
- Dikelilingi halo eritematosa & edematous
- Berbentuk seperti cawan
- Tepi ulkus tidak teratur / tidak rata
- Dinding bergaung
- Dasar ulkus - jaringan granulasi - mudah berdarah, isi sekret
keruh, tertutup sekret kotor berwarna kuning, jaringan
nekrotik
- Perabaan ulkus - lunak, tanpa indurasi, mudah berdarah &
terasa nyeri.

36 |
Tempat predileksi lesi ulkus mole di daerah genital
Laki- laki Wanita

Permukaan mukosa preputium bagian dalam Labium mayus

Frenulum Vulva

Sulkus koronarius Klitoris

Batang penis Fourchette

Dalam uretra Vestibuli

Skrotum Uretra

Anus perineum Serviks

Anus

Tempat predileksi lesi di daerah ekstra genital


Lidah Umbilikus
Jari tangan Abdomen
Bibir Pubis
Payudara Paha
Konjungtiva Dada

c. Epidemiologi dari Chancroid (ulkus mole)


Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar di daerah tropik dan
subtropik, terutama dikota dan pelabuhan.Selain itu dapat terjadi di daerah
yang memiliki sarana kesehatan yang kurang misalnya di Afrika, Asia, dan
Karibia. Di Afrika bagian selatan dan timur, dimana yang melakukan
sirkumsisi agak rendah dan prevalensi HIV yang tinggi, menyebabkan
daerah iniendemik terhadap ulkus mole.

37 |
d. Penyebab dari Chancroid (ulkus mole)
Penyebabnya adalah Streptobacillus ducrey (Haemophilus ducreyi)
merupakan bakteri gram negative, anaerobic fakultatif, berbentuk batang
pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak memiliki motil, mereduksi
nitrat menjadi nitrit, dan berukuran sekitar 1,5 μm (panjang) da 0,2 μm
(lebar). Basil seringkali berkelompok, berderet membentuk rantai
(Streptobacillus) pada pewarnaan Gram.(buku kulit merah, habif, adrew,
Rook, Holmes, Filtzpatrick, Bolognia, ABC of STD, pediatric dermatology,
jurnal IJDVL, jurnal tropical medicine series, Bolognia, pediatric
dermatology, tropical dermatology, Tropical dermatopathology) tidak
membentuk spora dan memerlukan hemin untuk pertumbuhannnya.
Bassereau memisahkan ulkus mole dan sifilis tahun 1852. ‘Mix chancre’
dimana ulkus mole dan sifilis terjadi bersamaan dijelaskan pertama kali oleh
Rollet tahun 1859. Ducreyi mengidentifikasi bakteri H. ducreyi tahun 1889.
Penyakit ini hanya mengenai orang dewasa yang aktif serta mayoritas lebih
pada kaum pria.
H. ducreyi menghasilkan toksin sitoletal, faktor virulensi penting
pada patogenesis ulkus mole. Diduga toksin ini yang meyebabkan prognosis
ulkus pada genitalia sulit untuk sembuh.Penyebaran ulkus mole melalui
virus yang menyerang sistem imun manusia yang menurun. Reseptor
berupa simokin CCR5 dan CXCR4 yang termasuk kelas 7 transmembran
G-protein-reseptor, dan ikatan alami yang menyerang sel imun pada satu
tempat dan terbentuk inflamasi. CCR5 dan 2 co-reseptor penting, esensial
keluar menjadi HIV. Makrofag dalam lesi dari cancroid berpeluang besar
meningkatkan ekspresi dari CCR5 dan CXCR4 bersama dengan sel darah
perifer, sel CD4 T berpeluang menurunkan regulasi dari CCR5. Beta-
simokin RANTES (mengaktifkan regulasi, sel T normal dan sekretnya)
dalam ikatan yang penting untuk CCR5. RANTES menimbukan papul dan
pustul dari infeksi ulkus mole tetapi tidak menyebabkan infeksi pada kulit.
Bersama dengan mukosa dan barier kulit, muncul sel dengan regulasi yang

38 |
menurun dari HIV-1 co-reseptor dalam lesi infeksi H ducreyi dengan
lingkungan yang fasilitasnya buruk dan menyebabkan infeksi HIV-1.
Pengobatan yang mudah dan efektif dari ulserasi genital, dan ulkus mole
dari partikuler, bagian yang penting dari beberapa strategi untuk mengontrol
perkembangan dari infeksi HIV di negara-negara tropis
Pada pemeriksaan biopsi dari ulkus mole dikalsifikasikan menjadi 3
daerah inflamasi dibawah ulkus. Daerah pertama terdiri dari daerah yang
nekrotik, fibrin, dan neutropil. Daerah tengah adalah daerah dengan
jaringan granulasi dan zona yang paling bawah terdiri dari limfosit dan
plasma sel. Gram-negatif dari basil hanya daapt ditemukan dengan
menggunakan pewarnaan Gram atau Giemsa dan dapat dilhat baik dengan
Smears. Awalnya, mikroorganisme melakukan penetrasi pada defek
pertahanan epidermis. Bakteri yang masuk memberi rangsangan inflamasi
sehingga terjadi infiltrasi limfosit, makrofag, granulosit dengan mediator
utama TH-1 sebagai respon imun dan inflamasi pyogenik. Perkembangan
ulkus mole disertai juga limfadenitis akibat inflamasi pyogenik.

e. Diagnosis pada Chancroid (ulkus mole)


Jika pemeriksaan kultur tidak dapat atau sulit dilakukan, diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan eliminasi mikroorganisme lain
penyebab ulkus genitalia, seperti sifilis atau herpes genitalia. Juga dari data
epidemiologi dan respon terhadap terapi. Untuk diagnosis banding Etiologi
primer ulkus genitalia adalah H. Ducreyi, Treponema pallidum, dan Herpes
simpleks. Granuloma inguinale dan limfogranuloma venerum (LGV) sangat
jarang menyebabkan ulkus genitalia.

39 |
f. Gejala atau Gambaran klinis dari Chancroid (ulkus mole)
Setelah masa inkubasi satu hari hingga dua minggu, chancroid
menimbulkan benjolan kecil yang kemudian menjadi borok/lesi dalam satu
hari. Borok yang khas memiliki karakteristik:
1. Rentang ukuran 3-50 mm
2. Nyeri terlihat jelas tapi batasnya tidak jelas ditutupi oleh lapisan
berwarna abu-abu atau abu kekuning-kuningan jika tutupnya dilukai
atau dikikis misal dengan kuku maka akan keluar darah. Sekitar
setengah dari orang yang terinfeksi hanya memiliki satu borok.
Perempuan sering memiliki empat atau lebih bisul/borok. Bisul
yang muncul di lokasi tertentu, seperti pada kulit yang menutupi
kepala penis (kulit yang biasanya dihilangkan pada saat
khitan/sunat) atau di fourchette dan labia minora perempuan. Borok
pada orang yang terkena sipilis memiliki lapisan lebih keras
disbanding pada chancroid.

Gambaran klinis lain nya:


Masa inkubasi bakteri 3-10 hari.Setelah melewati masa inkubasi,
pasien mengeluh muncul papul eritematous yang nyeri pada daerah kontak
seks. Papul kemudian menjadi pustul kemudian ruptur dan mudah berdarah.
Biasanya terbentuk 1-3 ulkus yang nyeri. Pria cenderung memiliki gejala
nyeri pada lesi atau nyeri inguinal. Kebanyakan gejala pada wanita
asimtomatik walalupun kadang muncul gejala yang kurang jelas, seperti
disuria, dispareunia, sekret vagina, nyeri defekasi, atau perdarahan rektal.
Gejala konstitusi seperti malaise dan demam ringan kadang-kadang terlihat.
Pada pria, daerah yang paling sering terkena ulkus adalah prepusium, sulkus
koronalis, frenulum, dan jarang pada anus. Pada wanita, daerah yang paling
sering terkena ulkus adalah labia, frenulum labiorum pudendi, klitoris, atau
anus. Sangat jarang lesi terdapat pada orifisium vagina, serviks, atau

40 |
intrauretra. Ekstensi lokal terdapat pada abdomen, perineum, atau paha.
Ulkus ekstragenital dapat terjadi di tangan, dada, bibir, atau mulut.
Secara klinis, ulkus mole ditandai dengan ulserasi kronik dan nyeri,
dekstruktif yang dimulai di prepusium atau glans dan menyebar langsung
sepanjang penis. Sering kali menyerang skrotum atau pubis. Tepi yang
ulserasi cenderung meninggi dan tegang.Dasar granulasi yang gampang
berdarah ditutupi oleh jaringan nekrotik yang tipis, eksudat purulen dan
kotor.Jaringan disekitarnya bisa juga udem dan berwarna kemerahan serta
jaringan limpa dapat juga membengkak..Meskipun tidak khas untuk
menandai gamabaran klinisnya.

g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan gram (Gram stain). Spesimen diambil dari apusan
eksudat ulkus. Eksudat diperoleh dari dasar ulkus dengan cotton
swab. dapat memperlihatkan basil gram negatif, pendek, berantai,
yang disebut dengan tampilan “school of fish”, namun, H. ducreyi
sulit dilihat pada apusan gram dan spesimennya sering mengalami
kontaminasi polimikrobial. Sensitivitas metode ini < 50%.
2. Metode kultur. Ini merupakan metode diagnostik yang paling baik.
H. ducreyi tidak dapat dibiakkan pada medium rutin. Akan tetapi,
dapat dibiakkan pada media khusus yakni media yang diperkaya

41 |
gonococcal agar dan Mueller-Hinton chocolate agar atau Mueller-
Hinton agar dibagian dasar, kemudian dibagian atasnya ditambah
dengan chocolate horse blood and isovitale X (MH-HBC). Selain
itu, pada media ini ditambahkan vancomycin hydrochlorida untuk
menghambat pertumbuhan yang berlebihan dari bakteri
kontaminan. Organisme ini paling baik tumbuh pada suhu 33 oC –
35 oC dengan kelembaban tinggi. Koloni-koloninya berwarna
kuning keabu-abuan dan nonmukoid. Sensitivitas metode kultur
adalah < 80 %.
3. PCR adalah tes diagnostik yang mempunyai sensibilitas dan
spesifisitas paling tinggi. Teknik PCR ini disebut juga dengan M-
PCR (multiplex polymerase chain reaction) yang melibatkan
penambahan pasangan primer multipel ke campuan reaksi dalam
rangka memperbanyak sekuans DNA dari bahan lesi. PCR dianggap
merupakan tes gold-standar untuk diagnosis chancroid, hanya saja
harganya mahal dan tidak tersedia secara komersil.

4. Antigen detection assay (Immunofluorescence)


5. Deteksi antibodi monoklonal (MAb) terhadap outer membrane
protein (OMP) 29 kDa dari H. ducreyi. Metode ini sederhana, cepat,
dan sensitif tapi tidak kurang tersedia pada negara-negara
42 |
berkembang. Indirect IF, dengan menggunakan MAb terhadap
lipooligosakarida (LOS) H. ducreyi, dan lebih superior dari kultur
bakteri. Ini merupakan metode yang baik yang digunakan pada
populasi dengan prevalensi chancroid yang tinggi.
6. Tes serologis
7. Enzyme immuno assay (EIA) : Dengan menggunakan seluruh
antigen sel, LOS yang telah dimurnikan atau OMP H. ducreyi
sebagai antigen.
8. DOT Immunoblot
9. Compliment fixation test
10. Biopsi jaringan
Biopsi jaringan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
histopatologis mungkin membantu dalam mendiagnosis ulkus-ulkus
atipik atau ulkus yang tidak sembuh-sembuh. Pada pemeriksaan
histolopatologis pada ulkus menunjukkan tampilan 3 zona yang
berbeda :
- Zona A : Atau daerah superfisial pada dasar ulkus,
merupakan suatu zona sempit yang mengandung jaringan
nekrotik, fibrin, dan neutrofil.
- Zona B : Atau daerah tengah, merupakan zona luas yang
mengandung banyak kapiler yang berproliferasi, sel-sel
plasma, dan neutrofil, beberapa pembuluh darah ini mungkin
menunjukkan trombi.
- Zona C : Atau daerah sebelah dalam, terdiri dari pita padat
yang meruipakan sel-sel plasma dan limfosit.(buku kulit
merah, Tropical dermatology, Andrew, Pediatric
dermatology, clinical dermatology, ABC of STD, Habif,
Bolognia, jurnal IJDVL, jurnal tropical medicine series)

43 |
h. Pencegahan Chancroid (ulkus mole)
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang
menutupi kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan)
untuk mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan
jangan berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi
pada praktek-praktek prostitusi. Pemberantasan secara tindak lanjut :
1. Segera pergi dokter untuk di obati
2. Ikuti saran dokter
3. Jangan berhubunganseks selama dalam pengobatan IMS
4. Jangan hanya berobat sendiri saja tanpa melibatkan pasangan
seks (khususnya pasangan sah)

2.3. Pemeriksaan Bacillus.Sp


2.3.1. Cara Kerja

Hari 1:

 Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksan mikroskopis dengan pengecatan gram

44 |
Hasil sebagai berikut:

 Pembiakan
Pembernihan yang dipakai:
1. Agar darah
2. TSB
a. Sampel bakteri yang ditanam pada agar darah dan TSB
b. Diinkubasi pada suhu 37’C selama 24 jam didalam
inkubator
c. Keesokan harinya perhatikan hasilnya, koloni berupa
warna abu dan hemolysis beta pada pembernihan agar
darah. Hasil keruh pada pembernihan TSB.

Bacillus Cereus Pada Agar Darah

45 |
Hari ke 2:

 Pemeriksaan mikroskopis dengan pengecatan spora. Hasil:

Bacilus Subtilis Pada Pewarnaan Spora

 Pemeriksaan gula gula / uji biokimia meliputi:


a. Arabinosa
b. Manitol
c. Glukosa
d. Urea
e. Simon sitrat
f. Sukrosa

46 |
 Uji Motilitas
Dengan Media Semi Solid

2.3.2. Interpretasi Hasil Uji Biokimia

47 |
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual
(IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi. Infeksi Menular Seksual
(IMS) tersebut diantaranya ialah Gonore, Sifilis, Lymphogranuloma venereum (LGV), dan
Chancroid. Penyakit Gonor disebabkan oleh Neiserria gonorrhoeae (Gonococcus), Sifilis
disebabkan oleh Treponema pallidum, Lymphogranuloma venereum (LGV) disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis, dan Chancroid disebabkan oleh Haemophilus ducreyi.
Pencegahan dari setiap penyakit infeksi menular seksual ini ialah dengan
menghindari atau tidak melakukan hubungan seksual (heteroseksual) secara sembarangan
karena penyakit-penyakit tersebut ini banyak terjadi pada praktek-praktek prostitusi.
Sedangkan untuk mengobati penyakit menular seksual salah satunya adalah dengan
mengkonsumsi antibiotik yang sesuai dengan penyakitnya.

48 |
DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum Bakteriologi III

https://haeryn.wordpress.com/2012/05/30/makalah-bakteriologi-patogenesis/

http://zheebear151010.blogspot.co.id/2012/05/makalah-mikrobiologi-treponema-pallidum.html

http://bestpublichealth.blogspot.co.id/2015/11/makalah-mikrobiologi.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35135/Chapter%20II.pdf;jsessionid=3D1
AD0E7541398FAA746EDC31B8D1E23?sequence=4

https://blognyahana.wordpress.com/2010/11/11/chlamydia-trachomatis/

http://www.alodokter.com/penyakit-menular-seksual-pms

http://rian3260.blogspot.co.id/2011/01/infeksi-chlamydia-trachomatis.html

http://dokterz-jurnal.blogspot.co.id/2010/09/limfogranuloma-venereum.html

http://yuliasmindesofyana.blogspot.co.id/2014/09/isk-infeksi-saluran-kemih.html

49 |

Anda mungkin juga menyukai