Studi Penentuan Lokasi Pelabuhan CPO Eks PDF
Studi Penentuan Lokasi Pelabuhan CPO Eks PDF
Studi Penentuan Lokasi Pelabuhan CPO Eks PDF
Abstrak
Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah merupakan salah satu komoditi
ekspor utama non migas Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Tengah (Sumatera Barat,
Riau, dan Jambi). Selain untuk ekspor, CPO yang dihasilkan di wilayah Sumatera Tengah
juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng untuk konsumsi dalam negeri.
Selama ini pengangkutan CPO dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur darat dengan
menggunakan truk tangki pengangut CPO dan jalur laut yang menggunakan kapal-kapal
pengangkut CPO. Untuk jalur darat biasanya menggunakan jalan Lintas Sumatera, sedangkan
jalur laut dengan memanfaatkan beberapa pelabuhan utama di kawasan Sumatera Tengah,
antara lain Pelabuhan Dumai dan Pelabuhan Teluk Bayur sebagai pintu keluar untuk
pengiriman CPO. Untuk pengangkutan antar pulau diarahkan ke beberapa kota di Pulau Jawa,
sedangkan tujuan ekspor ke India, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Afrika, Jerman, Belanda,
Singapura,dan Cina, dengan jumlah permintaan yang cukup tinggi.
Penelitian ini dilakukan untuk memilih lokasi pelabuhan yang optimal dalam melayani
pengangkutan CPO untuk ekspor dari wilayah Sumatera Tengah (Sumatera Barat, Riau, dan
Jambi).
Kata kunci: CPO, pelabuhan CPO yang optimal, Wilayah Sumatera Tengah
Pendahuluan
Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya merupakan salah satu komoditas strategis
dalam perekonomian Indonesia. Pertama, sebagai bahan utama minyak goreng yang
dikonsumsi masyarakat, CPO memainkan peran penting dalam menentukan tingkat inflasi.
Kedua, industri palm oil menyerap lebih dari dua juta orang tenaga kerja. Ketiga, ekspor CPO
merupakan sumber devisa negara yang telah menghasilkan lebih dari satu juta USD sejak
tahun 1997 hingga kini.
Peringkat
dunia 2 1
Wilayah Sumatera Tengah (Sumatera Barat, Riau, dan Jambi) sebagai sentra
penghasil CPO di Pulau Sumatera melakukan pengangkutan CPO baik untuk tujuan
antar pulau maupun tujuan ekspor dengan menggunakan dua jalur transportasi, yaitu
darat dan laut. Jalur darat digunakan untuk pengangkutan CPO dari produsen ke
pabrik pembuatan minyak goreng yang terdapat dalam satu pulau dan juga sebagai
jalur pengangkutan CPO ke pelabuhan. Jalur darat yang digunakan adalah jalan Lintas
Sumatera yang menghubungkan keempat provinsi tersebut. Sedangkan pelabuhan
yang digunakan sebagai pintu keluar CPO baik untuk tujuan antar pulau maupun untuk
tujuan ekspor adalah Pelabuhan Teluk Bayur dan Pelabuhan Dumai.
Tujuan utama ekspor CPO dari Pelabuhan Teluk Bayur dan Pelabuhan Dumai
adalah ke Malaysia, Afrika, Jerman, Belanda, Singapura, Thailand dan India. Hal ini
menyebabkan kegiatan ekspor melalui Pelabuhan Teluk Bayur dan Pelabuhan Dumai
didominasi produk CPO.
Curah hujan > 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan
periode bulan kering (< 100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan.
Temperatur siang hari ratarata 29-33oC dan malam hari 22-24oC.
Ketinggian tempat dari permukaan laut <500 m.
Matahari bersinar sepanjang tahunj, minimal 5 jam per hari.
Zona iklim yang sesuai untuk kelapa sawit dapat diklasifikasikan berdasarkan
kondisi pertumbuhan yang dikembangkan oleh FAO, yaitu pada variabel temperatur
dan periode pertumbuhan. Varibel temperatur mencakup 14 iklim utama yang
digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu tropis, subtropics, dan temperate. Peta yang
dipublikasikan oleh FAO menunjukkan daerah iklim utama dan isoline yang berbeda
untuk masing-masing periode pertumbuhan sehingga memberikan indikasi yang jelas
tentang kecocokan lahan untuk tanaman budidaya berdasarkan pembagian wilayah
(fungsi dari iklim).
Kebutuhan tanaman kelapa sawit dalam system yang dikembangkan FAO yaitu
daerah tropis yangpanas dengan temperature harian selama 24 jam lebih dari 20oC dan
peride pertumbuhan > 270 hari per tahun. Kondisi tersebut terdapat pada daerah
sebagai berikut:
Secara geografis
Pelabuhan dinyatakan tepat secara geografis jika pelabuhan tersebut
didukung oleh potensi daerah hinterland yang akan menggunakan jasa
pelabuhan tersebut. Misalnya, suatu pelabuhan yang difokuskan untuk
melayani kapal – kapal pengangkut CPO, maka pelabuhan tersebut
sebaiknya dibangun di sekitar wilayang yang mempunyai pabrik
pengolahan kelapa sawit.
Secara teknis
Pelabuhan dinyatakan tepat secara teknis jika pelabuhan tersebut mampu
melayani kapal dan muatan yang akan menggunakan jasa pelabuhan
tersebut. Dalam hal ini juga berkaitan dengan maslah geografis di atas,
misalnya gelobang, kedalaman draft pelabuhan, panjang dermaga, tempat
penampungan muatan, dan sarana pendukung lainnya.
Variabel utama dalam model ini adalah besarnya biaya angkut rata-rata per
unit muatan CPO untuk moda angkutan jalan raya dengan truk tangki dan angkutan
laut dengan kapal.
Dalam perhitungan ini, biaya trasnportasi total yang meliputi biaya angkut dari
pabrik pengolahan kelapa sawit ke palabuhan muat (hinterland trasnport) dan
angkutan laut dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan. Dalam biaya ini juga harus
diperhitungkan biaya muat di pelabuhan muat yang bersangkutan.
Tabel Error! No text of specified style in document.-2 Luas Areal Perkebunan
Kelapa Sawit Indonesia Menurut Provinsi Pada Tahun 2004
Minyak CPO terdiri dari fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh
(miristat 1%; palmitat 45%; stearat 4%) serta fraksi cair merupakan asam lemak tidak
jenuh (oleat 39%; linoleat 11%). CPO Indonesia mempunyai kualitas rendah karena
hampir 90% tidak mengandungβ karoten (C40H56 BM:536,85) yang larut dalam
minyak dan menyebabkan warna kuning/jingga.
CPO diekstrak dari daging buah (mesokarp). Sifat fisik CPO adalah warna
orange/jingga, bau khas, bentuk pasta, kadar air: 3,7589x10-3 mL/g CPO, indeks bias
1,4692, massa jenis 0 863 kg/m3 dengan kelarutan pada eter dan cukup larut dalam
aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau akan mengalami
proses adaptasi dengan lingkungan estuarin.
Pengapalan CPO
Proses pengapalan CPO tergantung pada sistem perdagangan yang dipakai
dalam transakasi perdagangan CPO tersebut. Ada dua bagian utama yang berkaitan
dengan pengapalan CPO, yaitu para pelaku dalam subsitem pengapalan CPO dan
kapal yang akan digunakan dalam mengangkut CPO.
Surveyor adalah agen yang ditunjuk oleh pemilik kapal dan pengirim atau
pembeli yang bertujuan untuk menjamin bahwa kargo ditangani dengan baik. Untuk
itu, surveyor melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas penanganan dan penyimpanan,
baik di darat atau di kapal. Surveyor juga mengukur kuantitas dan kualitas barang
maupun fasilitas penanganan dan penyimpanan yang tersedia.
b. Kapal Pengangkut CPO
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap kapal yang akan disewa,
diantaranya adalah kelaikan kapal. Unsur-unsur dalam kelaikan kapal ini antara lain:
Cost, Insurance, and Freight (CIF) artinya bahwa segala resiko atas kerusakan
atau kehilangan barang serta segala macam biaya yang timbul setelah barang melewati
rail kapal beralih dari penjual kepada pembeli. Namun berdasarkan terminologi ini
maka penjual berkewajiban untuk menanggung segala biaya pengangkutan yang
dibutuhkan agar barang sampai pada pelabuhan tujuan yang disebutkan termasuk
menyediakan asuransi pengangkutan laut (marine insurance) untuk menanggung
resiko pembeli atas kehilangan atau kerusakan barang selama masa pengangkutan laut
tersebut. Perlu dicatat bahwa penjual hanya berkewajiban membayarkan premi
asuransi dengan perlindungan minimal saja. Jika pembeli menginginkan perlindungan
asuransi yang lebih besar, maka pembeli harus mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dengan penjual karena memang penjual yang harus membayarkannya. Namun
jika penjual tidak setuju, maka pembeli harus membayar asuransi tambahan sendiri
untuk memberikan perlindungan yang lebih besar. CIF mempersyaratkan penjual
untuk mengurus prosedur ekspor. Terminologi ini hanya berlaku untuk alat
transportasi laut dan perairan pedalaman.
Fasilitas Tambatan
Jumlah tambatan pelabuhan / dermaga yang diperlukan untuk menangani
volume barang yang melalui pelabuhan itu sendiri.
Metodologi Penelitian
Start
Studi Literatur
Pemilihan Lokasi
Pelabuhan Yang
Baru
Evaluasi Salah
Benar
Kesimpulan
& Saran
End
Total panjang dermaga yang dimiliki Pelabuhan Teluk Bayur adalah 1.583
meter. Pelabuhan Teluk Bayur juga telah memiliki dermaga khusus yang melayani
bongkar muat CPO, namun sampai saat ini dermaga tersebut masih beluk berfungsi
secara optimal dikarenakan belum lengkapnya fasilitas perpipaan untuk menyalurkan
CPO dari tangki timbun ke kapal. Fasilitas penunjang bongkar muat CPO yang
terdapat di Pelabuhan Teluk Bayur adalah tangki timbun untuk CPO sebanyak 51
tangki dengan kapasitas rata-rata masing-masing tangki sebesar 5.000 ton.
PT. Agromuko
Ekspor CPO yang dilayani Pelabuhan Teluk Bayur selama beberapa tahun
terakhir ini dapat dilihat pada tabel berikut:
2003 508,885
2004 781,333
2005 1,022,267
2006 1,205,681
2007 1,101,145
2008 1,356,776
1,600,000
1,400,000
1,200,000
Volume (ton)
1,000,000
Series1
800,000
Linear (Series1)
600,000
400,000 y = 153780x + 611564
200,000 R2 = 0.882
0
2002 2004 2006 2008 2010
Tahun
Pelabuhan Dumai
Pelabuhan Dumai merupakan salah satu Pelabuhan Utama di Propinsi Riau
mempunyai letak geografis yang menguntungkan karena merupakan pelabuhan
alam yang dilindungi oleh beberapa pulau antara lain Pulau Rupat , Pulau Payung dan
Pulau Rampang sehingga mempunyai perairan yang cukup dalam dan tenang dari
terpaan ombak serta iklim yang cukup meunjang sepanjang tahun.
PT. INTIBENUA
PERKASATAMA
Berikut disajikan data ekspor CPO yang melalui Pelabuhan Dumai selama
beberapa tahun terakhir:
2003 3,051,735
2004 3,313,087
2005 3,639,312
2006 3,939,261
2007 4,252,348
2008 4,612,344
Sumber: PT (Persero). Pelindo I Cab. Dumai
5,000,000
4,000,000
Volume (ton)
3,000,000 Series1
Optimasi model dilakukan untuk memperoleh biaya ekspor CPO yang paling
minimal (dilihat dari sisi eksportir). Jadi biaya yang harus diperhatikan di sini adalah
biaya transportasi di darat dan biaya muat CPO ke kapal. Sedangkan biaya-biaya yang
terjadi setelah muatan naik ke atas kapal sampai dengan sampai di pelabuhan tujuan
tidak perlu dihitung, sebab tanggung jawab penjual atau eksportir dalam sistem
transaksi FOB (free on board)hanya sampai muatan naik ke atas kapal. Setelah muatan
(CPO) sampai ke atas kapal, maka semua yang tibul menjadi tanggung jawab pembeli
atau importir.
Sesuai dengan sistem ekspor CPO yang dilakukan oleh eksportir CPO dari
Indonesia yang menggunakan sistem FOB, maka model optimasi pengangkutan CPO
ekspor dari Indoensia adalah sebagai berikut:
ostmin ∑ ∑ [( )] ..................(4.3)
Subject to:
∑ ..............................................................................(4.5)
..............................................................................(4.6)
..............................................................................(4.7)
Keterangan :
(pelabuhan) ke kapal
Dengan menggunakan Ms. Excel maka dilakukan simulasi dengan tiga model
pengangkutan CPO ekspor dari wilayah Sumatera Tengah. Model pertama merupakan
model yang dioptimasi dengan menggunakan solver. Model kedua merupakan model
dengan memfokuskan pengangkutan CPO ekspor dari wilayah Sumatera Tengah
melalui Pelabuhan Dumai. Sedangkan model ketiga disimulasikan dengan
memfokuskan pengangkutan CPO ekspor dari wilayah Sumatera Tengah melalui
Pelabuhan Teluk Bayur.
Pelabuhan
PT. INTIBENUA
PERKASATAMA 0 912142
PT. EKADURA
INDONESIA 0 239339
PT. INTIBENUA
PERKASATAMA Rp0 Rp262,697,032
PT. EKADURA
INDONESIA Rp0 Rp112,815,558,281
Pelabuhan
PT. INTIBENUA
PERKASATAMA 912142 0
TOTAl 5960869 0
Pelabuhan
PT. INTIBENUA
PERKASATAMA 0 912142
TOTAl 0 5960869
Teluk
Bayur Dumai
PT. INTIBENUA
PERKASATAMA Rp0 Rp262,697,032
Selain model optimasi biaya eskpor CPO di atas, dalam penelitian juga mebuat
model angkutan laut akibat perpindahan pelabuhan muat (loading port) CPO dari
Pelabuhan Dumai ke Pelabuhan Teluk Bayur. Model angkutan laut akibat perpindahan
pelabuhan muat adalah:
CostST = VC + CHC ..........................................................................................(4.8)
*( ) + *( ) +
..................(4.9)
Keterangan :
v = kecepatan kapal
k = kapasitas kapal
(pelabuhan) ke kapal
Pa = jasa pandu
Tu = jasa tambat
La = jasa labuh
Ta = jasa tambat
Kesimpulan
Saran
Setelah dilakukan penelitian dan analisa kasus, maka untuk optimalisasi pola
distribusi CPO untuk ekspor di wilayah Sumatera Tengah, maka penulis memberikan
beberapa masukan , antara lain:
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi, 2008. Jambi Dalam Angka Tahun 2007, Jambi:
BPS
Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi, 2009. Jambi Dalam Angka Tahun 2008, Jambi:
BPS.
Badan Pusat Statistik Propinsi Riau, 2008. Riau Dalam Angka Tahun 2007,
Pekanbaru: BPS.
Badan Pusat Statistik Propinsi Riau, 2009. Riau Dalam Angka Tahun 2008,
Pekanbaru: BPS.
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2008. Sumatera Barat Dalam Angka
Tahun 2007, Padang: BPS.
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2009. Sumatera Barat Dalam Angka
Tahun 2008, Padang: BPS.