Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN KARDIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2015


UNIVERSITAS HASANUDDIN

NON ST ELEVASI MYOCARDIAL INFARCTION

DISUSUN OLEH :

DEWI SHINTA

C111 09 879

SUPERVISOR :

Dr. Akhtar Fajar M, Sp.JP. FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KARDIOLOGI FAKULTASKEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Dewi Shinta

NIM : C 111 09 879

Judul Laporan Kasus : Non ST Elevation Myocardial Infraction. Telah menyelesaikan


tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiovaskular Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2015

Mengetahui :

Supervisor,

Dr. Akhtar Fajar M, Sp.JP. FIHA


BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AJ
RM : 718040
Umur : 55 tahun
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Ling Talangame, Ternate
Tanggal MRS : 05-07-2015

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri dada
2. Anamnesis Terpimpin :
Nyeri dada dialami secara tiba-tiba pada saat pasien sedang mengendarai
motor sejak 5 jam yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat dan menjalar ke punggung kiri
atas dengan durasi > 20 menit. Nyeri dirasakan tembus sampai ke
belakang dan disertai keringat dingin. Mual ada, muntah tidak ada. Sesak
tidak ada. Riwayat sesak sebelumnya tidak ada. Orthopneu tidak ada,
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) tidak ada. Riwayat dengan
keluhan yang sama ada, 5 tahun yang lalu. Pasien sempat di rawat di RS
Umum di Ternate dan didiagnosa dengan “Penyakit Jantung”.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat nyeri dada sebelumnya : Pernah
- Riwayat DM : Tidak ada
- Riwayat Hipertensi : Tidak ada
4. Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat Merokok : Ada, 1 bungkus per hari
- Riwayat Minum Alkohol : Disangkal

III. FAKTOR RISIKO :


 Dapat dimodifikasi : Merokok
 Tidak dapat dimodifikasi : Usia 55 tahun, Jenis kelamin laki-laki

IV. PEMERIKSAAN FISIS


 Status generalis
Sakit sedang / gizi baik / compos mentis

 Tanda vital
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi: 114 kali per menit
Pernapasan : 24 kali per menit
Suhu: 36,5° C

 Pemeriksaan Kepala dan Leher


Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP R+0 cm H2O

 Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4
kanan
Auskultasi : BP: vesikular, bunyi tambahan: ronchi -/-, wheezing -/-
 Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis jantung tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan batas
jantung kiri di linea midaksilaris kiri
Auskultasi : BJ: S I/II regular, Murmur tidak ada

 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani (+)

 Pemeriksaan Ekstremitas
Edema -/-

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 10.2 [10^3/mm3] 4.0 - 10.0
RBC 4.77 [10^6/mm3] 4.50 - 6.50
HGB 14.3 g/dL 14.0 – 18.0
HCT 42.8 % 40.0 – 54.0
PLT 356 [10^3/mm3] 150 - 400
PT 10.2 detik 10 - 14
INR 0.98 -
APTT 23.5 detik 22.0 – 30.0
Ureum 26 mg/dl 10 – 50
Creatinine 1.17 mg/dl < 1.3

SGOT 28 U/L < 38

SGPT 33 U/L < 41

CK 227.00 U/L < 190 U/L

CK-MB 24.8 U/L < 25

Troponin I 0.22 ng/ml < 0.01

Natrium 141 mmol/l 136 – 145

Kalium 4.7 mmol/l 3.5 – 5.1

Klorida 109 mmol/l 97 – 111

GDP 68 mg/dl 110

GD2PP 115 mg/dl <200

HBA 1c 2.8% 4–6

Kolesterol total 199 mg/dl 200

Kolesterol HDL 30 mg/dl >55

Kolesterol LDL 151 mg/dl <130

Trigliserida 145 mg/dl 200


b. Foto Thorax

Kesan :
Tidak tampak kelainan radiologik pada foto thorax ini
c. EKG
05/07/2015

Interpretasi
• Sinus Rhytm
• Heart rate : 68 bpm
• PR interval : 0,16 sec
• P Wave : 0,08 sec
• QRS interval : 0,08 sec
• ST segment : ST Elevasi pada V2-V3
• T wave : Normal
• Kesimpulan : Sinus Rhytm, HR 68 bpm, normoaksis, ST Elevasi pada V2-V3
05/07/2015

Interpretasi
• Sinus Rhytm
• Heart rate : 65 bpm
• PR interval : 0,16 sec
• P Wave : 0,12 sec
• QRS rate : 0,08 sec
• ST segment : Normal
• Kesimpulan : Sinus Rhytm HR 65 bpm, normoaxis ST Segment normal
06/07/2015

Interpretasi
• Sinus Rhytm
• Heart rate : 65 bpm
• PR interval : 166 ms
• P Wave : 0,08 sec
• QRS rate : 90 ms
• ST segment : ST Elevasi pada V2-V3
• T wave : Normal
Kesimpulan : Sinus Rhytm, HR 65 bpm, normoaksis, ST Elevasi pada V2-V3
07/07/2015

Interpretasi
• Sinus Rhytm
• Heart rate : 75 bpm
• PR interval : 0,16 second
• P Wave : Kesan Normal (0,08 sec)
• QRS rate : 0,08 second
• ST segment : ST Elevasi di V2- V3(early repolarization)
• T wave : Normal
• Kesimpulan : Sinus rhytm, HR 75 bpm, normoaksis, ST Eevasi di V2-V3
d. Echocardiography

Interpretasi :
- Fungsi sistolik LV normal, EF 56%
- Dimensi ruang jantung dalam batas normal
- Hipertrofi LV : Negatif (LVMI 67g/m2 , RWT)
- Pergerakan miokard : Global normokinetik
- Fungsi sistolik RV normal, tricuspid angular plane systolic excursion
2,1cm
- E/A >1 Pseudonormal
- Kesan : - Fungsi sistolik ventrikel kiri normal
-Disfungsi diastolik ventrikel kiri grade II

VI. DIAGNOSA
Non ST- Elevasi Myocardial Infarction
VII. TERAPI
- NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam
- Aspilet 80 mg/24 jam/oral
- Brilinta 90 mg/12 jam/oral
- Simvastatin 20 mg/24 jam/oral
- Farsorbid 10 mg/8 jam/oral
- Captopril 6,25 mg/8 jam/oral
- Arixtra 2,5 mg/24 jam/subcutan
- Alprazolam 0,5 mg/24 jam/oral (malam)
- Laxadyne syr 10 cc/24 jam/oral (malam)
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN
Sindrom Koroner Akut menunjukkan gejala Iskemik Miokard Akut. Akut iskemik
biasanya, tapi tidak selalu, disebabkan karena rupture dari plak aterosklerosis, retak,
erosi, atau kombinasi dari thrombosis intrakoroner, dan ini berhubungan dengan
meningkatnya risiko kematian atau nekrosis otot jantung. SKA terdiri dari NSTEMI,
Unstable Angina Pectoris, dan STEMI.(1)
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasi ST ( non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan
suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga
pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI
ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada yang menjadi salah satu
gejalan yang paling sering didapatkan pada pasien yang dating ke IGD, diperkirakan 53
juta kunjungan/tahun. Kir-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UA/NSTEMI, dan
merupakan penyebab tersering kunjungan ke Rumah Sakit pada penyakit jantung.
Angka kunjungan UA/NSTEMI semakin meningkat, sementara angka infark miokard
dengan elevasi ST (STEMI) menurun.
Penatalaksanaan UA/NSTEMI telah disusun dalam pedoman (guidelines) oleh
American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA).
Guidelines untuk tatalaksana UA/NSTEMI juga dibuat oleh European Society of
Cardiology daan memiliki kemiripan dengan guidelines Amerika. Perlu diingat bahwa
penatalaksanaan sangat tergantung kepada sarana/ prasarana yang tersedia di tempat
pelayanan masing-masing khususnya untuk tindakan intervensi koroner.(2)
B. DEFINISI
Angina pectoris ditandai dengan rasa tidak nyaman pada dada dan tangan yang tidak
dapat digambarkan sebagai nyeri tapi dihubungkan dengan aktivitas fisik atau stress dan
membaik dalam waktu 5-10 menit dengan istirahat dan/ atau nitrogliserin sublingual.
Unstable angina dapat dikatakan sebagai angina pectoris atau equivalent ischemic
discomfort jika terdapat satu dari ketiga kriteria :
1. Terjadi saat istirahat ( atau dengan aktivitas ringan), biasanya berakhir >10
menit
2. Severe atau serangan baru (terjadi 4-6 minggu) dan/ atau
3. Terjadi dengan crescendo angina
Diagnosis NSTEMI dapat ditentukan dengan gejala klinis dari Unstable Angina
dengan bukti adanya nekrosis otot jantung, yang ditandai dengan meningkatnya
biomarker jantung.(3)

C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan
oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh
oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi
yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia
dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami
SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus,
dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai
plak aterosklerosis.(4)

D. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif
dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian
nitrogliserin.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara
jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan
seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark
miokard transmural tipe STEMI.
Faktor Risiko :

1. Tidak dapat diubah


 Umur seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit jantung
akan meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya. Hal ini terkait
dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yangmakin besar, terkait
dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin menurun
seiring dengan bertambahnya umur.
 Jenis kelamin  lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah wanita
menopause, insidensi terjadinya hampir sama
 Genetik  terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria
brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan tunika media.
2. Dapat diubah
 Merokok  zat-zat yang terkandung di dalam rokok serta asap rokok itu
sendiri merupakan zat radikal bebas yang bersifat oksidatif dan dapat
merusak pembuluh darah. Hal ini akan memperbesar kemungkinan
terjadinya penurunan elastisitas maupun kesehatan dari jantung, yang bisa
juga menjadi premature tidak lagi mengacu pada umur.
 Hipertensi  dengan kondisi hipertensi, diketahui bahwa beban usaha serta
kontraksi jantung telah meningkat untuk mengompensasi kondisi di perifer
yang kemungkinan telah mengalami atherosclerosis. Dan tidaklah tidak
mungkin bahwa plak yang ada di perifer tersebut akan mengalami ruptur dan
menyumbat pembuluh darah koroner.
 Diabetes mellitus  individu dengan penyakit ini rentan menderita
atherosclerosis karena akan mengalami berbagai proses yang tidak lazim did
alam tubuhnya, terutama di tingkat seluler, yang nantinya akan
mempengaruhi pembuluh darah dan reaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya
 Dislipidemia  terkait dengan kadar lemak dan kolesterol yang tidak
terkontrol, yang kemungkinan akan menempel di pembuluh darah
 Dan lain-lain.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
 Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat
biasa.
 Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien dengan trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
 Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik
.Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein
dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin
light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan
kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.

EKG
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam,
bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau
pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di
V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi
segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi
segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah untuk mengontrol
simtom dan mencegah progresifitas dari NSTEMI, atau setidaknya mengurangi tingkat
kerusakan miokard. Terapi serta pencegahan untuk NSTEMI dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Terapi untuk mengurangi area infark pada miokard
Terapi ini bertujuan untuk mencegah meluasnya area infark pada miokard.
Terapi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan pemberian :
 Aspirin
Aspirin berfungsi sebagai penghambat aktivitas cyclooxygenase (COX) pada
platelets. Akibatnya platelet tidak dapat menghasilkan thromboxane A2
sehingga menghambat agregasi platelet. Selain itu aspirin juga berpengaruh
pada proses perjalanan penyakit unstable angina. Dosis yang diberikan
kepada pasien sekitar 75 – 300 mg/hari. Aspirin memiliki efek samping
berupa gangguan pada gastrointestinal.
 Clopidogrel
Clopidogrel merupakan thienooyridine yang menghambat adenosine
diphospate – mediated platelet activation. Obat anti platelet jenis ini
bersinergi dengan aspirin karena sama – sama bekerja pada jalur asam
arakhidonat. Clopidogrel kurang efektif dalam mencegah perdarahan,
sehingga kurang tepat diberikan pada pasien pasca operasi seperti CABG.
 Glikoprotein Iib/Iiia (Gp Iib/Iiia)
GP IIB/IIIA merupakan reseptor yang bekerja mengaktivasi membrane
platelet. GP IIB/IIIA juga menghambat agregasi platelet terutama setelah
dilakukan PCI.
 Heparin
Prinsip penghambatan oleh heparin terjadi pada tahap koagulasi. Dimana pada
saat itu terjadi penghambatan thrombin yang mengaktivasi factor V dan
VIII.
 Terapi Lainnya
Terapi lain yang dapat diberikan adalah menggunakan ani trombolitik. Selain
itu direkomendasikan juga pemberian antikoagulan warfarin untuk terapi
jangka panjang.

2. Terapi untuk tanda dan gejala iskemik yang muncul


Gejala iskemik yang muncul pada kasus NSTEMI sering berupa
unstable angina. Untuk mengurangi angina dapat diberikan beberapa obat
berikut :
 Nitrogliserin
 Beta blocker
 Calsium Channel Blocker
Selain kedua terapi diatas dapat juga diberikan terapi berupa Coronary
Artery Bypass Grafting (CABG) atau Percutaneus Coronary Intervention (PCI).

G. KOMPLIKASI

Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan STEMI, sehingga


menimbulkan komplikasi seperti :

 Aritmia
 Gagal jantung
 Komplikasi mekanik
 Shock kardiogenik
DAFTAR PUSTAKA

1. Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach STEMI and NSTEMI. Association oF Physicians
India. 2011;Vol 59.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Infark Miokard Akut
Tanpa Elevasi ST. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

3. Loscazlo J, Libby P, Braunwald E. Harrison's Principle of Internal Medicine Disorder of


the Cardiovascular System2010.

4. Indonesia PDSK. PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT. 2015;3.

5. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005;


147: 6-9
6. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. 2007.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
8. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
9. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A Textbook
of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008

Anda mungkin juga menyukai