Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH TAMAN NARMADA BALI RAJA TAMAN BALI BANGLI

Sejarah berdirinya pura ini.

Di Desa Taman Bali terdapat sebuah Taman yang merupakan peninggalan Kerajaan Taman Bali.
Taman ini dilengkapi kolam dan tempat pemujaan berupa bangunan Pura Kawitan Maha Gotra Tirta
Harum Tamanbali sehingga tempat ini dijadikan tempat rekreasi oleh raja Tamanbali. Taman
Narmada Baliraja luasnya sekitar 50 are dikelilingi oleh areal persawahan. Kerama subak
mendirikan bangunan Pura Subak yang berada di sebelah Barat Pura Kawitan Maha Gotra Tirta
Harum Tamanbali. Disamping itu terdapat pula peninggalan berupa Jempeng Raja (WC) yang
berbentuk lembu dan Bangunan Bale Emas (tempat penyimpanan kekayaan raja) yang berada di
lingkungan SD No. 1 Tamanbali. Bale emas itu sudah direnovasi pada tahun 1986 oleh warga Desa
Tamanbali. Peninggalan ini tentunya mempunyai daya tarik dan sekaligus potensial dikembangkan
sebagai obyek wisata, khususnya wisata memancing yang bisa dikaitkan dengan olah raga sepeda
gayung dan lari lintas alam

Berdirinya Kerajaan Tamanbali erat sekali kaitannya dengan Pura Tirta Harum yang ada di Desa
Tegal Wangi Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung. Berdasarkan monografi Desa Tamanbali
yang dikutif dari babad Satria Tamanbali diceritakan bahwa Sang Hyang Subali bersaudara denga
Sanghyang Sekar Angsana, Sang Hyang Aji Rembat dan Ida Mas Kuning. Sang Hyang Subali
tinggal di Gunung Tohlangkir (Gunung Agung), Sang Hyang Sekar Angsana di Gelgel, Sang Hyang
Aji Jaya Rembat di Kentel Gumi dan Ida Mas Kuning di Guliang Kangin Tamanbali. Dalam kaitan ini
Pedanda Wawu Rauh dalam kedatangannya ke Bali sempat berkunjung bertemu dengan Sang
Hyang Subali. Sekembalinya dari Gunung Agung dalam menempuh perjalanan panjang beliau
merasa sangat haus maka turunlah ke sungai Melangit untuk mendapatkan air. Akhirnya beliau
menancapkan tongkatnya pada batu karang di tebing sungai Melangit sehingga keluarlah air yang
harum dan seorang gadis cantik dari belahan batu karang . Karena air ini sangat harum maka mata
air dinamai Tirta Harum dan bahkan bau harumnya sampai ke tegal sekitarnya hingga dinamakan
tegal wangi. Kemudian Pedanda Wawu Rauh melanjutkan perjalanan, sedangkan Dewi Nyung Asti
masih tetap berada di dalam goa. Dan pada akhirnya Dewi Nyung Asti melahirkan seorang anak
laki-laki yang diberi nama I Dewa Anga Tirta. Setelah menginjak dewasa diganti namanya dengan
sebutan Sang Anom/Sang Anom Bagus, sesuai dengan ajaran Sang Hyang Subali. Kemudian Sang
Anom Bagus mendirikan kerajaan di sebelah barat laut dari Tirta Harum yaitu di Narmada dengan
nama lain Tamanbali. Tamanbali diuraikan menjadi ta artinya sejati, ma artinya lebih dan Bali artinya
asli yang dibuat oleh Sang Hyang Subali. Jadi Tamanbali diciptakan oleh Sang Hyang Subali
dengan keahlian yang sejati dan tidak ternodai oleh apapun. I Dewa Anga Tirta/Sang Anom Bagus
diangkat menjadi raja oleh Sang Hyang Aji Jaya Rembat. Sang Anom Bagus kawin dengan Dewi
Ayu Emas, putri dari Sang Hyang Sekar Angsana yang tinggal di Gelgel Klungkung. Pada
pemerintahan Sang Anom Bagus Raja Kerajaan Tamanbali mendirikan tempat pemujaan dan
sebuah taman yang indah untuk dijadikan tempat rekreasi. Pemujaan berupa Pura Kawitan Maha
Gotra Tirta Harum

PROSESI NGEREH

Ngereh biasanya berhubungan dengan Upacara Sakral berupa : Pasupati, Ngatep dan Mintonin.
Ngereh artinya memusatkan pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai dengan
tujuan yang bersangkutan. Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa. Ngatep artinya
mempertemukan dan Mintonin adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya menampakkan diri.

Dalam prosesi Ngereh Petapakan Ida Betara diperlukan tiga tingkatan upakara seperti ;
Prayascita dan Mlaspas, Ngatep dan Pasupati, Masuci dan Ngerehin

Pengertian ketiga tingkatan upacara sakralisasi proses Ngereh Petapakan Betara diatas adalah
sebagai berikut : Tingkat Prayacitta dan Melaspas.

PURA DIBALI

Berdasarkan karakternya, pura dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu:

Pura kahyangan jagad dan pura dang kahyangan Pura kahyangan desa Pura kawitan Pura
swagina Pura kahyangan jagad dan pura dang kahyangan

Pura Kahyangan jagat tergolong pura untuk umum, sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang
Widi Wasa - Tuhan Yang Maha Esa dalam segala prabhawa-Nya atau manifestasi-
Nya. Sedangkan Pura Dang Kahyangan dibangun untuk menghormati jasa-jasa pandita (guru
suci). Singkat Babad Ksatria Taman Bali Sejarah terbentuknya puri agung bangli dan puri agung
taman bali sangat erat kaitannya dengan babad ksatria taman bali. Tersebut bahwa Bhatara
Subali bersaudara dengan Dalem Bhatara Sekar Angsana, Bhatara Subali berasrama di
Tolangkir. Bhatara Sekar Angsana berasrama di Pura Dasar Gelgel, Adalagi saudaranya,
bernama Sang Hyang Aji Rembat (penawing) berasrama di Kentelgumi, Sang Hyang Aji Rembat
berputra Ida Mas Kuning berasrama di Guliang, berasrama di bukit Pangelengan. Tersebut
seorang pendeta Sang Pandia Wawu Rawuh, bertemu dengan Bhatara Subali di Tolangkir, Sang
Pandia Wawu Rawuh hilir mudik menyusur tepi sungai Melangit. Tetapi, tidak menemukan mata
air. Lalu beliau menancapkan tongkat pada-batu padas hingga keluar air yang jernih mengalir.
Bersama dengan keluarnya air itu, muncul pula seorang wanita. Sang Pandia Wawu Rawuh
menanyai wanita itu, dan memberi nama Ni Dewi Njung Asti. Air itu diberi nama Tirta Harum.
Ni Dewi Njung Asti disuruh menunggui air itu dan Sang Pandia Wawu Rawuh kembali pulang.
Bau harum itu sampai ke udara. Tercium oleh Hyang Wisnu dan segera bercengkrama di Tirta
Harum. Di sana di sebuah gua tampak oleh Bhatara Wisnu seorang gadis, tetapi sang gadis tidak
melihat. Bhatara Wisnu mandi dan keluar air mani, karena tak tahan melihat gadis itu. Bhatara
Wisnu kembali ke Wisnuloka. Ni Dewi Njung Asti keluar dari gua, melihat air mani Bhatara
Wisnu di atas batu, lalu diambil dan dimakannya. Dewi Njung Asti, akhirnya hamil . Dalam
keadaan hamil Ni Dewi Njung Asti berkunjung pula Hyang Wisnu, serta bertanya asal usul
dirinya. Setelah diceriterakan dengan jelas, maka Ni Dewi Njung Asti, diajak ke Wisnu Bhuana.
Bhatara Subali memaklumi air suci (Tirta Harum)itu. Disuruhnya Sang Hyang Aji Rembat
menjaganya dan membersihkan pancuran setiap hari. Bhatara Subali membuat telaga meniru di
Majapahit, maka diberi nama Taman Bali. Lama kelamaan mereka masing- masing mempunyai
putra, Sang Hyang Aji Jayarembat berputra Sira Dukuh Suladri. Ida Mas Kuning berputra dua
orang, Ida Tapadhana dan Ida Nagapuspa. Bhatara Dalem Sekar Angsana berputra Ni Dewi Ayu
Mas. Bhatara Subali memohon kepada Hyang Wisnu. Permohonannya terkabul, yaitu putra yang
lahir dari Dewi Njung Asti bernama Sang Gangga Tirta. Anak itu dibawa oleh Bhatara Subali ke
Tirta Harum. Bhatara Subali kembali ke Tolangkir . Keesokan harinya, Sang Hyang Aji
Jayarembat mendapatkan bayi itu pada pancuran di Tirta Harum. Segera datang Bhatara Subali
menegaskan bahwa anak itu adalah putranya yang diperoleh dari Bhatara Wisnu. Berkat Restu
Bhatara Subali, anak itu diasuh oleh Sang Aji Rembat, semula bernama Sang Angga Tirta lalu
diganti dengan nama Sang Anom, dalam waktu singkat, anak tersebut sangat rupawan dan telah
remaja putra, kemudian pindah ke Rewataka Singasara. Tersebut bahwa Ni Dewi Ayu Mas di
Gelgel sakit keras, Dipindahkan ke Taman Bali . Diobati oleh Sang Hyang Aji Jayarembat.
Dalam waktu singkat telah sembuh. Diajak kembali ke Gelgel, kemudian penyakitnya kambuh
lagi. Demikian berulang-ulang akhirnya tinggal di Taman Bali sampai dewasa. Terjalinlah
hubungan antara Sang Anom dengan Dewi Ayu Mas hingga hamil, Dalem Sekar Angsana amat
marah, dan memerintahkan untuk membunuh Sang Anom, dan Sang Hyang Aji. Rembat agar
diantarkan ke Gelgel, Namun Dalem mengirim utusan rahasia untuk menyuruh Sang Anom
menyingkir , Maka Sang Anom tiba di Tianyar luput dari serangan musuh. Lama kelamaan Sang
Anom melawat ke desanya kembali, sambil memikat burung di tengah hutan Jarak Bang. Sang
Anom bertanya dijawab dengan kelakar berkali-kali. Sang Anom marah dan mengutuk tempat
itu agar bernama Bangli, orang-orang dusun itu melaporkan ke Gelgel. Dalem memerintahkan
untuk menangkap pemuda tersebut dan diantarkan ke istana Gelgel. Sang Anom tertangkap dan
diantar ke Gelgel. Mereka yang melihat pada bersedih menyaksikannya. Setelah tiba di Gelgel,
Dalem memerintahkan untuk menangkap Sang Hyang Aji Jayarembat, dalam waktu singkat telah
berhasil diserahkan kepada Dalem. Bhatara Subali dari Tolangkir menghadap ke Gelgel
melarang Dalem untuk membunuhnya serta menceriterakan riwayat kelahiran Sang Anom dan
meminta agar Sang Anom bersuami istri dengan Dewi Ayu Mas serta kembali ke Taman Bali.
Dalem dapat menyetujui dan kemudian sangat menyayangi sebagai menantu. Restu Bhatara
Subali kepada Sang Anom sebagai cikal- bakal Ksatria Taman Bali lahir dari Tirta Harum. Juga
upacara dan upakara pembakaran jenasah sesuai dengan seorang Ksatria. Tidak boleh lupa turun-
temurun agar nyawi ke Tirta Harum. Sang Anom dan Ni Dewi Ayu Mas sedang hamil berada di
Taman Bali, Sang Anom meninggalkan istrinya untuk bertapa, dengan pesan bila lahir anaknya
nanti agar diberi nama I Dewa Garba Jata. Dan disediakan sebilah keris yang bernama Ki Lobar
untuk senjatanya di kemudian hari, bila Dalem meminta jangan diberikan. Pada saatnya I Dewa
Garba Jata pun lahir. Setelah dewasa menanyakan perihal ayahnya. Sang ibu menceriterakan
tengah bersemadi di hutan Dawa, serta ciri-cirinya yang khas, Kemudian I Dewa Garba Jata
menjumpai ayahnya, tetapi tidak berkenan kembali pulang, Putranya disuruh kembali dan
menjadi raja di Taman Bali. Dan tetap nyawi ke Tirta Harum serta Ki Lobar. Sang Anom pun
wafat, I Dewa Garba Jata -kembali ke Taman Bali dan menceriterakan semuanya kepada ibunya.
Dalem amat cinta kepada I Dewa Garba Jata dan menganugrahkan seorang putri beliau untuk
menjadi istrinya. Langsung upacara wiwaha menurut tata cara Ksatria. I Dewa Garba Jata
memperoleh seorang putra bernama Cokorda Den Bancingah, Setelah dewasa beristri putri
Kyayi Jambe Pule. Melahirkan putra bernama Cokorda Pemecutan, Cokorda Pamecutan berputra
I Dewa Gde Den Bancingah. I Dewa Gde Den Bancingah berputra I Dewa Kanea Den
Bancingah. I Dewa Kanea Den Bancingah berputra I Dewa Gede Tangkeban. I Dewa Gede
Tangkeban banyak putranya: I Dewa Pering I Dewa Pindi I Dewa Prasi I Dewa Kaler I Dewa
Batan Wani I Dewa Pulesari I Dewa Mundung I Dewi Kliki I Dewa Gde Anom Teka Tak
tercatat yang wanita. Perpindahan putra-putra I Dewa Gede Tangkeban I Dewa Pering ke Brasika
(Nyalian) I Dewa Prasi ke Gaga I Dewa Pindi ke Telagasura I Dewa Kaler tetap di Taman Bali.
Keris pusaka Ki Lobar dimohon oleh I Dewa Gde Pering kepada I Dewa Gde Tangkeban di
Taman Bali. Keris dibawa ke Desa Nyalian. Tersebut seorang raja di Bangli bernama Kyayi
Anglurah Prawupan (keturunan Arya Batan Jeruk). Raja Taman Bali mengutus dua orang
pesakitan untuk membunuh raja Bangli. Namun gagal, Kemudian raja Bangli mengutus kembali
dua pesakitan itu untuk membunuh raja Taman Bali dengan janji bila berhasil diberikan hadiah
kekuasaan di daerah itu, Pesakitan itu berusaha membunuh I Dewa Taman Bali, namun pesakitan
itu dapat dibunuhnya. I Dewa Taman Bali hanya menderita luka berat dan lama belum pulih.
Sedang dalam penderitaan luka parah, istri I Dewa Taman Bali digauli oleh putranya sendiri
yang bernama I Dewa Kaler. I Dewa Kaler diusir dari Taman Bali kemudian bernama Pungakan
Kedisan karena dalam perjalanannya disambar burung gagak, juga disebut Pungakan Don Yeh
karena waktu berangkatnya mengarungi hujan lebat dan banjir. Setelah raja Taman Bali wafat,
diganti oleh putranya bernama I Dewa Anom Teka hendak menuntut balas atas wafat ayahnya
yang direncanakan oleh Anglurah Paraupan di Bangli. Hal itu didukung oleh sanak keluarga dan
pejabat- pejabat bawahannya. Segera mereka menyerang Bangli di bawah pimpinan I Dewa
Anom Teka. Terjadi peperangan sengit antara Taman Bali dengan Bangli yang dipimpin oleh
Kyayi Paraupan dan putranya Kyayi Anglurah Dawuh Bahingin. Kyayi (Pamamoran) tewas,
Kyayi Dawuh Bahingin tewas pula. Kyayi Paraupan tampil sebagai pimpinan perang. Beliau pun
gugur pula. Akhirnya Bangli mengalami kekalahan. Setelah Bangli kalah para putra Taman Bali
beralih tempat. I Dewa Gede Perasi di Bangli, I Dewa Gede Pindi di Gaga. Di Taman Bali
bertahta I Dewa Anom Teka menggantikan ayahnya. Berdiri tiga kerajaan, Bangli, Taman Bali,
Nyalian. I Dewa Gde Prasi Raja Bangli, mempunyai seorang putri bernama I Dewa Ayu Den
Bancingah. Tanpa keturunan. I Dewa Kanea (ipar Dalem Linggarsapura) amat disayang oleh
Dalem, diberi pangkat Kanea, diam di Utara Bancingah bergelar I Dewa Kanea Den Bancingah.
Mempunyai seorang putra bernama I Dewa Gede Tangkeban, sebab pada waktu lahirnya tanpa
sengaja ditutup kasur tempat duduk raja oleh Ki Arya Jambe Pule. Pada saat terjadi
pemberontakan Kyayi Anglurah Agung di Gelgel, Dalem Dimade mengungsi ke Guliang. I
Dewa Kanea Den Bancingah kembali ke Brasika membawa keris Ki Lobar. Taman Bali
dikalahkan oleh Kyayi Anglurah Made dari Karangasem. Putra-putra raja Taman Bali
diungsikan, ke Gianyar oleh I Dewa Manggis, Kemudian I Dewa Agung Gde diam di Taman
Bali karena Taman Bali diserahkan oleh Kyayi Anglurah Made Karangasem. I Dewa Agung Gde
menyerahkan desa-desa: Cegeng, Tembaga, Tohjiwa, Sangkan Aji, Margayu, Pamubugan,
Sukahet, Lebu, kepada Anglurah Made Karangasem, I Dewa Agung Gde berputra dua orang di
Taman Bali, pria-wanita. Yang pria bernama, I Dewa Agung Gde Taman Bali. I Dewa Gde
Taman Bali menggempur Taman Bali atas bantuan I Dewa Manggis, Taman Bali dikuasai
kembali. I Dewa Agung Gde mengungsi ke Puri Kanginan (Klungkung) I Dewa Manggis ingin
melihat warna Ki Lobar. Tak diijinkan oleh Dalem. Namun niatnya tak kunjung padam. Lama
kelamaan Dalem meminjamkan keris Ki Lobar. I Dewa Gede Tangkeban menjadi salah paham, I
Dewa Taman Bali dan I Dewa di Bangli menyarankan agar dipertahankan meskipun apa terjadi.
Didukung oleh sanak keluarga dan rakyatnya. I Dewa Agung Putra mendengar hal itu maka
baginda minta bantuan ke Karangasem dan Gianyar untuk menggempur Nyalian. Terjadi perang
sengit, I Dewa Gede Tangkeban minta bantuan Taman Bali dan Bangli, namun belum diberikan.
Ternyata I dewa Gede Tangkeban tetap mengadakan perlawanan bersama sanak keluarganya.
Banyak jatuh korban. I Dewa Gede Tangkeban tampil ke depan dengan menghunus Ki Lobar,
hingga musuh- musuhnya lari tunggang-langgang. Kemudian pasukan Dalem maju lagi. I Dewa
Gede Tangkeban tertembak, namun tidak gugur. Terpikir olehnya, kekecewaan dirinya, sehingga
timbul kemarahannya pada sanak keluarganya di Bangli dan Taman Bali, beliau pun mengutuk
agar selalu cekcok sesama keluarganya. Lalu ujung Ki Lobar dipotongnya. I Dewa Gde
Tangkeban gugur dalam peperangan, Nyalian dikuasai oleh Klungkung. I Dewa Gede
Tangkeban meninggalkan seorang putra dilarikan ke Bangli oleh ibunya. Kemudian diasuh
sebaik baiknya oleh I Dewa Ayu Den Bancingah, seperti putra kandung karena I Dewa Ayu Den
Bancingah tidak berputra selama bersuami istri dengan I Dewa Anon Rai. I Dewa Anom Rai
mempunyai seekor kuda bernama Gandawesi dan mempunyai keahlian dapat melihat apa yang
terjadi. I Dewa Anom Rai kawin dengan seorang kasta sudra, sehingga I Dewa Den Bancingah
tidak diperhatikan lagi, timbul sakit hatinya dan menyidangkan bawahannya. I Dewa Ayu Den
Bancingah berkat bantuan seorang dukun Ida Waneng Pati berhasil membunuh I Dewa Anom
Rai di tempat tidurnya. Kemudian I Dewa Ayu Den Bancingah menjadi Ratu. Keamanan pulih
kembali. Putra I Dewa Gede Tangkeban yang diasuh di Puri Bangli telah dewasa. Belum beristri.
Senang tari- tarian antara lain, gambuh, legong, mencari guru tari ke Sukawati. Kesenangannya
itu sama dengan kesenangan raja Taman Bali. Sering saling sabot guru tari, timbul cekcok antara
Bangli dan Taman Bali. Taman Bali hendak menyerang Bangli, maka minta bantuan pada Dalem
di Klungkung. Dalem tak berkenan karena tak pernah cekcok dengan raja Bangli. I Dewa Taman
Bali merasa kecewa. Kemudian I Dewa Gede Raka Taman Bali mengumpulkan sanak saudara
antara lain; I Dewa Gede Mundung, I Dewa Pulesari, I Dewa Batan Wani, I Dewa Jelepung, I
Dewa Pindi, I Dewa Rendang, I Dewa Guliangan, I Dewa Pasalakan. Semua setuju menggempur
Bangli tetapi agar minta bantuan ke Gianyar. Hal itu disetujui oleh I Dewa Taman. Bali, lalu
minta bantuan kepada I Dewa Manggis dengan catatan bila Bangli kalah agar dibagi dua.
Pasukan Gianyar dipimpin oleh Cokorda Mas. Bangli kalah dikuasai oleh Taman Bali dan
Gianyar. Raja Bangli bersembunyi di Kehen. Raja Taman Bali mengepung Kehen, dan raja
Gianyar menunggu di Taman Bali. I Dewa Ayu Den Bancingah setelah memperoleh wahyu di
Pura Kehen, hendak berhadapan dengan I Dewa Taman Bali. Namun bersimpang jalan,
perjalanannya langsung ke selatan hingga ke Taman Bali, maka berhadapan dengan I Dewa
Manggis, pasukan I Dewa Manggis kalah, mereka kembali ke Gianyar. I Dewa Taman Bali tiba
di Kehen, tidak berjumpa dengan siapa pun juga. Melihat asap mengepul di arah selatan.
Disangka raja Gianyar berbuat buruk. Segera beliau hendak menghadapi raja Gianyar. Tiba di
Taman Bali, ternyata sunyi-senyap. Dugaannya semula semakin tebal dan kuat I Dewa Taman
Bali menerima laporan dari Guliang, bahwasanya ada serangan pasukan Klungkung. Pasukan
Klungkung dihadapinya, pasukan Klungkung ketakutan, sebab tujuannya bukan untuk berperang,
melainkan Cokorda Dewagung Putra ingin bertemu dengan I Dewa Manggis. Karena serbuan
pasukan Taman Bali, maka baginda kembali melalui jembatan darurat. Jembatan itu patah
menimbulkan banyak korban, Dewagung Putra wafat di Blahpane. Bhatara Dalem Sakti (ayah
Dewata di Blahpane) amat murka dan memerintahkan agar Gianyar dan Bangli menyerang
Taman Bali, Terjadi pertempuran sengit sasih ke 5, rah 9, tenggek 3, titi tanggal 13 Isaka 1809.
Taman Bali kalah, dibumihanguskan oleh Bangli. Dan kekayaan Taman Bali dibawa ke Bangli,
Raja Bangli tetap I Dewa Ayu Den Bancingah.

SEJARAH TAMAN NARMADA BALI RAJA TAMAN BALI BANGLI

Sejarah berdirinya pura ini. Di Desa Taman Bali terdapat sebuah Taman yang merupakan
peninggalan Kerajaan Taman Bali. Taman ini dilengkapi kolam dan tempat pemujaan berupa
bangunan Pura Kawitan Maha Gotra Tirta Harum Tamanbali sehingga tempat ini dijadikan
tempat rekreasi oleh raja Tamanbali. Taman Narmada Baliraja luasnya sekitar 50 are dikelilingi
oleh areal persawahan. Kerama subak mendirikan bangunan Pura Subak yang berada di sebelah
Barat Pura Kawitan Maha Gotra Tirta Harum Tamanbali.

SEJARAH PURI DIBALI

Berakhirnya zaman prasejarah diIndonesia ditandai dengan datangnya bangsa dan


pengaruh Hindu. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni
dengan lenyapnya Kerajaan Majapahitmerupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan adanya
pengaruh-pengaruh dariIndia itu berakhirlah zaman prasejarahIndonesia karena didapatkannya
keterangan tertulis yang memasukkan bangsa Indonesia ke dalam zaman sejarah.

Anda mungkin juga menyukai