Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT

Disusun oleh:
Tiara Naviera Putri Siviila
030.14.193

Pembimbing:
dr. Ade Amelia, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 4 JUNI 2018 – 25 AGUSTUS 2018
KARAWANG, JULI 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:


“Diare Akut”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Anak RS Umum Daerah Karawang
Periode 4 Juni 2018 – 25 Agustus 2018

Yang disusun oleh:


Tiara Naviera Putri Sivila
030.14.193

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Ade Amelia, Sp.A selaku dokter
pembimbing Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang

Karawang, Juli 2018

(dr. Ade Amelia, Sp.A)

2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan yang penting di dunia


hingga saat ini. Di negara-negara berkembang, angka kematian akibat diare pada
umumnya masih tinggi. Sementara itu, di negara-negara maju, angka kematiannya
rendah tetapi angka morbiditas akibat penyakit ini cukup tinggi, sehingga
mengganggu produktivitas dan membutuhkan biaya yang besar untuk
penanganannya.(1)
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, angka insiden diare terbanyak
berdasarkan kelompok umur terjadi pada balita yakni sebesar 6,7%, provinsi
tertinggi angka insiden diare balita adalah Aceh (10,2%) dan Papua (9,6%).
Provinsi Riau memiliki angka insiden diare balita sebesar 5,2%.(2) Menurut data
dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, diare merupakan penyebab kedua terbanyak
kematian balita sebesar 17,2% setelah masalah neonatal (asfiksia, BBLR, infeksi)
sebesar 36%.(3)
Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada
beberapa kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat
berupa obat-obatan, alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti,
inflammatory bowel disease, atau berbagai penyakit sistemik seperti,
tirotoksikosis dan sindrom karsinoid. Penyebab infeksi dapat berupa bakteri,
virus, ataupun parasit.(4)
Anak dengan diare akut mengeluarkan tinja cair yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
meningkat bila disertai muntah dan panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan
kematian.(5,6) Gejala tambahan yang berhubungan dengan diare akut yakni nyeri
perut, demam, dan muntah. Anak dengan gastroenteritis atau penyakit lain yang
menyebabkan muntah, diare, atau asupan makanan yang rendah berisiko
mengalami dehidrasi. Evaluasi klinis pada umumnya difokuskan pada penilaian
keparahan dehidrasi serta identifikasi penyebab berdasarkan riwayat dan temuan
klinis.(7,8)

1
Salah satu yang harus diperhatikan dalam penanganan awal dari diare pada
anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan
pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan)
maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian
akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare.(9,10)

2
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KARAWANG

STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa: Tiara Naviera P.S Penguji: dr. Ade Amelia, Sp.A
NIM : 030.14.193 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN
Nama : FL Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 8 bulan 26 hari Suku Bangsa : Jawa-Sunda
Tempat/Tanggal Lahir : Linggasari, 16/10/2018 Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah Anak ke- : 1 dari 1
Alamat : Ciampel Sindang Mulya, No. RM : 00.73.07.67
Kutawaluya, Karawang

Orang Tua / Wali


Profil Ayah Ibu
Nama Tn. CA Ny. Y
Umur 30 tahun 29 tahun
Alamat Ciampel Sindang Mulya, Kutawaluya, Karawang
Pekerjaan Nelayan Ibu rumah tangga (IRT)
Pendidikan SMP SMP
Suku Jawa Sunda
Agama Islam Islam
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.

3
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu kandung pasien.
Lokasi : Rawamerta R. 155, RSUD Karawang
Tanggal/Waktu : 11 Juni 2018 (12.00 WIB)
Tanggal masuk : 9 Juni 2018 (13.35 WIB)

Keluhan utama : Mencret 9x/hari sejak 2 hari SMRS


Keluhan tambahan : Demam sejak 1 hari SMRS naik turun dan muntah
sebanyak 8x sejak 2 hari SMRS

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh kedua orangtua ke IGD RSUD Karawang
dengan keluhan BAB sebanyak 9x dalam waktu 24 jam sejak 2 hari SMRS.
Konsistensi BAB cair, berwarna kuning kehijauan, dengan ampas, tanpa lendir
dan juga darah. Keluhan disertai dengan muntah sebanyak 7-8x sejak 2 hari
SMRS setiap diberikan ASI atau makanan pendamping ASI dalam jumlah
sedikit dan tidak bersifat proyektil. Namun pasien masih menyusu dengan
kuat dan tampak rewel karena selalu merasa haus. Pasien juga dikeluhkan
demam sejak 1 hari SMRS yang bersifat terus menerus dan dapat turun
dengan pemberian obat penurun panas. Demam dirasakan perlahan, tidak
menggigil maupun disusul dengan kejang. Nafsu makan pasien menurun
namun tidak terjadi penurunan berat badan. Ibu pasien mengatakan BAK
dalam batas normal. Keluhan lain seperti batuk, pilek, sesak, kejang dan nyeri
pada perut disangkal.

B. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Kehamilan Morbiditas Ibu pasien tidak pernah mengalami
kehamilan keguguran.
Anemia (-), Hipertensi (-), DM (-), penyakit
jantung (-), penyakit paru (-), ISK (-),
merokok (-)
Perawatan antenatal Rutin cek ke bidan
Kelahiran Tempat persalinan Puskesmas

4
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan (38 minggu)
Keadaan bayi Berat lahir: 3500 gram
Panjang lahir: 49 cm
Lingkar kepala: Ibu pasien tidak ingat
Langsung menangis: (+)
Kemerahan : (+)
Nilai APGAR : Ibu pasien tidak mengetahui
Kelainan bawaan : (-)
Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Pasien lahir pervaginam,
ditolong oleh bidan, cukup bulan dengan berat badan lahir normal

C. Riwayat Perkembangan
Motorik halus Sosial-Personal
Memegang benda : 6 bulan Mengikuti objek : 3 bulan
Motorik kasar Bahasa-Adaptif
Tengkurap : 6 bulan Senyum: : 2 bulan
Duduk : 5 bulan Menggumam : 6 bulan
Kesimpulan riwayat perkembangan: Tidak terdapat keterlambatan pada
pertumbuhan dan perkembangan pasien

D. Riwayat Makanan
Usia (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-6 bulan ASI (-) (-) (-)
6-12 bulan ASI (+) 8 bulan (+) 8 bulan (-)
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI hingga saat ini dan
makanan pendamping ASI sejak usia 8 bulan.

5
E. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 1 bulan
DPT / PT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak -
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai usia.

F. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abor- Mati Keterangan
lahir (umur) kelamin mati tus (sebab) kesehatan
1 12/09/2017 Perempuan YA - - - Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama C Y
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 28 tahun 27 tahun
Pendidikan terakhir SMP SMP
Suku Jawa Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas (-) (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak terdapat riwayat penyakit seperti hipertensi, DM,
penyakit jantung, penyakit paru, penyakit infeksi lain.
d. Riwayat Kebiasaan Keluarga: Keluarga pasien sering membeli makanan di
warung pinggir jalan.
Kesimpulan riwayat keluarga : Ayah dan ibu pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik atau infeksi. Keluarga pasien memiliki
kebiasaan membeli makanan di warung pinggir jalan.

6
G. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare 7 bulan Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien sebelumnya


pernah menderita diare pada usia 7 bulan.

H. Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya di rumah kontrakan. Menurut ibu
pasien, lingkungan rumah pasien termasuk daerah padat penduduk, ventilasi
udara dan pencahayaan cukup. Toilet berada di dalam rumah. Sumber air
minum berasal dari air galon isi ulang dan air mandi serta air untuk masak
berasal dari PAM.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan padat penduduk, keadaan
rumah cukup baik. Sumber air minum kurang baik.

I. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan yang tidak tetap, namun
penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Kesimpulan sosial ekonomi: Penghasilan orang tua pasien cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

J. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah diberikan obat penurun panas yang dibeli oleh ibu pasien di
warung.
Kesimpulan pengobatan: Pasien pernah diberi obat penurun panas.

7
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi normal
Keadaan lain : Tangis kuat, gerak aktif, dispnoe (-), sianosis (-), ikterik (-)

Data antropometri
Berat badan : 7,5 kg
Panjang badan : 69 cm

Status Gizi (WHO) Status Gizi (CDC)


BB/U: diantara 0 dan -2 SD BB/U: 7,5/8,5 x 100% = 88%
TB/U: 0 SD TB/U: 69/70 x 100% = 98%
BB/TB: diantara 0 dan -1 SD BB/TB: 7,5/8,2 x 100% = 91%
Kesan gizi :
BB/U  Berat badan normal
TB/U  Perawakan baik
BB/TB  Gizi cukup

Tanda vital
Nadi : 141x/menit
Nafas : 44x/menit
Suhu : 38°C
SpO2 : 98%

Kepala : Normosefali, ubun-ubun datar


Rambut : Hitam, tipis, distribusi merata
Wajah : Wajah simetris, tidak ada dismorfik wajah, tidak ada
pembengkakan pada daerah wajah, tidak tampak sianosis
Mata
Oedem palpebra : (-/-) Visus : Tidak diperiksa
Ptosis : (-/-) Lagoftalmos : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-) Cekung : (+/+)

8
Enoftalmus : (-/-) Injeksi : (-/-)
Eksoftalmos : (-/-) Konjungtiva anemis : (-/-)
Strabismus : (-/-) Pupil : Bulat, isokor
Refleks cahaya : (-/-) Air mata : (+/+)

Telinga
Bentuk : Normotia
Nyeri tarik/tekan : (-)
Liang telinga : Lapang, hiperemis (-), sekret (-), oedem (-)

Hidung
Bentuk : Deformitas (-) Napas cuping hidung : (-)
Sekret : (-/-) Deviasi septum : (-)
Mukosa hiperemis : (-/-)

Bibir : Labio-palato-gnatoskisis (-), sianosis (-)

Mulut : Trismus (-), Hipersalivasi (-), palatoskisis (-), ulkus


palatum mole (-), mukosa bsedikit kering & pucat

Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, atrofi papil


(-), tremor (-), lidah kotor (-)

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula


terletak ditengah, tidak terdapat detritus

Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak
tampak dan tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB.

Thoraks : Simetris fusiformis, retraksi (-)


 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat di ICS V line midclavicularis sinistra
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

9
 Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding thoraks simetris, pola nafas abdomino-thorakal,
iga dapat terlihat dengan jelas, pelebaran sela iga (-)
Palpasi : Massa (-), gerak nafas simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, reguler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen normal, gerak dinding perut saat pernapasan
simetris,
Auskultasi : Bising usus 2x/menit
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi : Supel, turgor kulit kembali lambat, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba

Genitalia : Perempuan, dalam batas normal

Kelenjar getah bening


Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Superior cervical : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

Ekstremitas
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta
sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat
ekstremitas, sianosis (-), capillary refill time = 2 detik.

10
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Laboratorium, 9 Juni 2018 (pukul 09.52 WIB)
Parameter Hasil Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,9 10.5 – 14.0 g/dL
Eritrosit 4,03 3,6 - 5,2 x 106/ µL
Leukosit 12,99 6,3 - 14,0 x 103/ µL
Trombosit 363 150 - 400 x 103/µL
Hematokrit 30,1 35 - 53 %
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1.0-3.0%
Neutrofil 29 54-62%
Limfosit 54 25-33%
Monosit 17 3-7%
MCV 75 57 – 88 fL
MCH 25 24 – 30 pg
MCHC 33 32 - 36 g/dL
RDW-CV 14,5 12,2 - 15,3 %
Gula Darah Sewaktu 71 50-90 mg/dL
URINALISIS FISIK/KIMIAWI
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen
1. Epitel +1 / LPK
2. Leukosit 1-2 / LPB <6
3. Eritrosit 1-2 / LPB <1
4. Kristal Negatif
5. Silinder Negatif
6. Bakteri Negatif

Berat Jenis 1,005 1,010 – 1,025


pH 7,0 4,80 – 7,50
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Positif 2 Negatif

11
Darah / Hb Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 0,2 0,2 – 1,0 E.U/dL
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif Negatif

IV. RESUME
Seorang anak perempuan, bernama F, berusia 8 bulan 26 hari, Berat
Badan 7,5 kg, panjang badan 69 cm, dengan status gizi baik, datang ke IGD
RSUD Karawang dengan keluhan BAB sebanyak 9x dalam waktu 24 jam sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit berkonsistensi cair, berwarna kuning kehijauan,
tanpa adanya lendir dan darah. BAB dengan konsistensi cair dirasakan memberat
dengan keluhan tambahan seperti muntah sebanyak 7-8x sehari setiap diberikan
ASI atau MPASI dengan jumlah sedikit dan tidak bersifat proyektil. Meskipun
selalu muntah pasien selalu rewel minta menyusu pada ibunya. Pada saat menyusu
daya hisap pasien cukup kuat karena selalu merasa haus. Keluhan ini disertai
dengan demam ringan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang bersifat terus
menerus dan turun kembali normal saat diberi obat penurun panas. Demam secara
perlahan, tidak menyebabkan menggigil ataupun kejang. Saat ini pasien hanya
mau diberi ASI tanpa MPASI karena adanya penurunan nafsu makan namun tidak
terjadi penurunan berat badan. Ibu pasien mengatakan frekuensi dan banyaknya
BAK pasien masih dalam batas wajar. Keluhan lain seperti batuk, sesak, pilek,
kejang atau nyeri pada perut tidak dikeluhkan.
Riwayat kehamilan dan persalinan ibu tidak ditemukan kelainan, dan tidak
terdapat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada pasien. Saat ini
pasien masih mendapatkan ASI dan telah diberikan MPASI sejak memasuki usia
8 bulan. Pasien belum pernah mendapatkan susu formula karena pemberian ASI
masih dianggap cukup oleh ibu pasien. Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai
usia. Ayah dan ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan juga
infeksi. Pasien juga tidak pernah menderita keluhan serupa atau penyakit infeksi
lain sebelumnya. Keluarga pasien memiliki kebiasan kurang baik karena suka
membeli makanan yang dijual di pinggir jalan. Keadaan rumah pasien layak huni,
tetapi sumber air minum pasien kurang baik karena berasal dari air minum isi
ulang.

12
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran
composmentis, status gizi berdasar WHO BB/U diantara 0 dan -2 SD (Berat
badan normal), TB/U berada di 0 SD (Perawakan baik), dan BB/TB diantara 0
dan -1 SD (Gizi cukup). Pada tanda vital didapatkan nadi 141x/menit, frekuensi
nafas 44x, dan suhu 38º C.
Status generalis
Kepala : normosefali, ubun-ubun besar terbuka mendatar
Rambut : hitam, tipis, distribusi merata
Wajah : dismorfik wajah (-), pembengkakan (-)
Mata : Tampak mata cekung, tidak tampak konjungtiva anemis,
tidak tampak sklera ikterik
Bibir : tidak tampak deformitas, tidak tampak sianosis
Mulut : tidak terdapat trismus, mukosa sedikit kering dan pucat
Lidah : normoglotia, tidak tampak atrofi papil, tidak tampak lidah
kotor
Leher : kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : simetris fusiformis, BJ I & II reguler, tidak terdengar
murmur dan gallop.
Paru: gerak dinding dada simetris, tidak tampak retraksi
dada, suara nafas vesikuler dikedua lapang paru, tida terdapat
suara tambahan seperti rhoni dan wheezing.
Abdomen : Supel, gerak dinding perut saat pernapasan simetris, bising
usus 2x/menit, tidak didapatkan nyeri tekan. Turgor kulit
kembali lambat, hepar dan lien tidak teraba
Genitalia : perempuan, dalam batas normal
KGB : tidak teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak terdapat
edema pada keempat ekstremitas. Capillary refill time = 2
detik

Pada pemeriksaan laboratorium darah 9 Juni 2018 pukul 09.52


didapatkan hasil: Neutrofil 29%, Limfosit 54%, Monosit 17%
Pemeriksaan urinalisis pada tanggal 9 Juni 2018 pukul 09.52 : Leukosit 1-
2/LPB, Eritrosit 1-2/LPB.

13
V. DIAGNOSIS KERJA
- Diare Akut Dehidrasi Ringan/Sedang
- Gizi cukup
- Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

VI. DIAGNOSIS BANDING


(-)

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Pemeriksaan Elektrolit
- Pemeriksaan Tinja Rutin
- Kultur feses

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medika mentosa
 IVFD KA-EN 2A 10 tpm makro
 Oralit 565 ml selama 3 jam pertama.
 Zinc tablet 20mg  1 x 1 tab po
 Parasetamol i.v  75 mg

2. Non medika mentosa


 Tirah baring
 Edukasi kepada orang tua pasien untuk tetap memberikan oralit
dan memberikan ASI & MPASI kepada pasien, serta menjaga
kebersihan.
 Observasi tanda-tanda vital.

14
IX. Follow up
TANGGAL PEMERIKSAAN
10 Juni 2018 11 Juni 2018 12 Juni 2018
S
Mencret 7x cair, ampas (-) warna 3x cair + ampas, warna BAB 2x sudah tidak cair,
kekuningan, lendir (-), kekuningan, lendir (-), warna kuning, lendir (-),
darah (-) darah (-) darah (-)
Batuk - - -
Pilek - - -
Demam + - -
Mual - - -
Muntah - - -
Napsu makan Baik Baik Baik
Menyusui Kuat Kuat Kuat
BAK Normal Normal Normal
O
Berat badan 7,5 kg 7,5 kg 7,5 kg
Keadaan umum compos mentis compos mentis compos mentis
sakit sedang sakit ringan sakit ringan

RR/HR 42/144 40/140 49/140


Suhu 37,6°C 37°C 37,1°C

Kepala Normosefali, mata Normosefali, mata Normosefali, mata tidak


tampak cekung, tidak tampak cekung, tidak tampak cekung, tidak
tampak konjuntiva tampak konjuntiva tampak konjuntiva
anemis, tidak tampak anemis, tidak tampak anemis, tidak tampak
sklera ikterik, mukosa sklera ikterik, mukosa sklera ikterik, mukosa
bibir tidak tampak bibir tidak tampak bibir tidak tampak
pucat, mukosa mulut pucat, mukosa mulut pucat, mukosa mulut
tidak tampak kering tidak tampak kering tidak tampak kering

Thorax Paru: simetris fusiformis, Paru: simetris Paru: simetris fusiformis,


rh -/-, wh -/- fusiformis, rh -/-, wh -/- rh -/-, wh -/-
Jantung: BJ I/II reguler. Jantung: BJ I/II reguler. Jantung: BJ I/II reguler.

15
Gallop (-) murmur (-) Gallop (-) murmur (-) Gallop (-) murmur (-)

Abdomen Supel, gerak dinding Supel, gerak dinding Supel, gerak dinding perut
perut saat pernapasan perut saat pernapasan saat pernapasan simetris,
simetris, bising usus simetris, bising usus bising usus 4x/menit,
3x/menit, timpani pada 3x/menit, timpani pada timpani pada seluruh
seluruh lapang perut, seluruh lapang perut, lapang perut, turgor kulit
turgor kulit kembali turgor kulit kembali kembali cepat, hepar dan
sedikit lambat, hepar cepat, hepar dan lien lien tidak teraba
dan lien tidak teraba tidak teraba

Extremitas atas akral hangat (+), tidak akral hangat (+), tidak akral hangat (+), tidak
dan bawah tampak edema, tidak tampak edema, tidak tampak edema, tidak
tampak sianosis, tampak sianosis, CRT tampak sianosis, CRT
CRT < 2’’ <2’’ <2’’
A Diare Akut Terhidrasi Diare Akut Terhidrasi Diare Akut Terhidrasi
P IVFD KA-EN 2A 10 tpm IVFD KA-EN 2A 10 Oralit oral/cairan
makro tpm makro tambahan 100ml setiap
Parasetamol i.v  70 mg Oralit oral/cairan pasien BAB
Oralit oral/cairan tambahan 100ml setiap Zinc Tablet 20mg  1x1
tambahan 100ml setiap pasien BAB tab po
pasien BAB Zinc Tablet 20mg  Terus berikan ASI
Zinc Tablet 20mg  1x1 1x1 tab po dan/atau MPASI
tab po Terus berikan ASI
Lanjutkan pemberian dan/atau MPASI
ASI dan MPASI

X. DIAGNOSIS AKHIR
- Diare Akut Terhidrasi
- Gizi cukup
- Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

XI. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

16
BAB III
ANALISIS KASUS

Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan


konsistensi cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila diare
berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare
berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat
dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual,
muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda dehidrasi.5
Pada pasien ini didapatkan BAB dengan konsistensi cair sebanyak 9x/hari
tanpa lendir dan darah yang berlangsung sejak 2 hari SMRS. Serta gejala
penyerta lainnya didapatkan demam, muntah. Dan juga terdapat tanda
tanda dehidrasi berupa mata cekung, rewel, dan haus.

Berdasarkan kelompok umur, prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak


balita (6 bulan - 4 tahun) yaitu 16,7%. Prevalensi laki-laki dan perempuan hampir
sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.2 Prevalensi diare lebih
banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di perdesaan dan
7,4 % di perkotaan.

Pasien ini berusia 8 bulan 26 hari serta tinggal didaerah perdesaan.

Di Indonesia Rotavirus merupakan penyebab diare akut terbanyak pada


anak (54%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus
serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe
40, 41), Small bowel structured virus, Cytomegalovirus.9 Berdasarkan Kajian
ARSN (Asian Rotavirus Surveillance Networks) kedua yang dilakukan di
beberapa negara di Asia salah satunya Indonesia. Selain itu, diare sering dikaitkan
dengan sanitasi lingkungan yang buruk, dan tingkat pembangunan. Enteropatogen
yang sering menginfeksi usus halus (Shigella, enterohemorrhagic Escherichia
coli, Campylobacter jejuni, norovirus, rotavirus, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica) dapat ditularkan melalui
berkontak antara sesama atau melalui makanan dan minuman, sedangkan yang
lain seperti cholera kebanyakan hanya ditularkan melalui makanan dan
minuman.3

17
Pasien ini berlokasi di daerah endemis, dan penyebab paling sering
pada daerah endemis terutama Indonesia adalah virus. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa diare akut yang dialami pasien disebabkan
oleh bakteri, karena berdasarkan hasil anamnesis didapatkan adanya
riwayat kebiasaan keluarga pasien yang suka membeli makanan yang
berada diwarung pinggir jalan serta penggunaan air minum isi ulang. Bisa
juga kita lihat berdasarkan temuan dari klinis, pemeriksaan fisik, dan hasil
lab dari pasien.

Patogenesis dan prognosis dari penyakit ini tergantung dari organisme


yang membentuk toxin (S. aureus, Bacillus cereus), menghasilkan sekretorik
(cholera, E. coli, Salmonella, Shigella) atau cytotoxic (Shigella, S. aureus, Vibrio
parahaemolyticus, C. difficile, E. coli, C. jejuni).3 Dan pada diare akut
entorepatogen pada dasarnya bisa menyebabkan respon non inflammatory dan
inflammatory.3

Gambar 1. Patogenesis of rotavirus infection and diarrhea


Enteropatogen menimbulkan non-inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh

18
parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin yang bersifat invasif.
Secara umum diare osmotik atau gangguan absorpsi dapat terjadi pada
diare karena adanya bahan yang tidak dapat diserap dengan sempurna sehingga
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut
bersifat hipertonis dan hiperosmolaritas. Diare osmotik paling sering disebabkan
oleh malabsorbsi karbohidrat, dimana laktosa akan diubah menjadi glukosa dan
galaktosa oleh enzim laktose namun pada keadaan malabsorbsi ini akan terjadi
defisiensi enzim laktosa. Sehingga, laktosa akan terakumulasi pada lumen usus
dan terjadi peningkatan tekanan osmotik pada lumen usus.11 Perbedaan tekanan
osmotik antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak
terkumpul di dalam lumen usus. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi
kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan
yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen
illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-
bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol
dalam jumlah berlebihan, juga memberikan dampak yang sama.6
Sedangkan pada diare sekretorik terjadi karena adanya Toksin penyebab
diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP,
cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di
sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen
usus bersama Cl-.6
Manifestasi klinis pada diare akut menimbulkan tanda dan gejala
gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal
termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa nyeri perut
dan muntah. Sedangkan manifestasi dehidrasi dapat dilihat berdasar klinis serta
derajatnya.

19
Table 1. Gejala Ekstraintestinal

20
Table 2. Pembagian Derajat Dehidrasi

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung


sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.3 Pada pasien
gejala yang ditimbulkan berupa diare, mual muntah, nyeri perut. Dan
terdapat tanda tanda dehidrasi ringan sedang berupa rewel, dan rasa ingin
minum terus atau haus. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya mata
tampak sedikit cukung, mukosa bibir kering dengan turgor kulit kembali
lambat.

21
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan urinalisis, elektrolit dan
kultur feses. Pada pasien ini didapat hasil dari darah rutin yaitu Neutrofil
29%, Limfosit 54%, Monosit 17%. Meskipun tidak diketahui secara pasti
penyebabnya dengan tidak ada hasil kultur tapi dengan peningkatan
leukosit, limfosit dan monosit dapat menunjukan bahwa infeksi yang terjadi
diakibatkan oleh bakteri.

Ikatan Dokter Anak Indonesia telah merujuk pada panduan WHO


menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:

1. Rehirdrasi dengan mengunakan oralit


2. Zink diberikan selama 10 hari
3. ASI dan Makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik bila ada indikasi
5. Edukasi pada orangtua

Rencana pengobatan didasarkan dari derajat dehidrasinya yang dialami oleh


balita yaitu,

Pada Pasien ini diberikan tatalaksana sesuai dengan Rencana B,


karena berdasarkan hasil anamnesis dan klinis pasien mengarah ke derajat
dehidrasi ringan sidang.

22
23
24
25
Sedangkan pada pemberian antibiotik dapat diberikan jika ada indikasi
tertentu, maka berdasarkan WHO diberikan antibiotik sebagai berikut.

Tabel 3. Pemberian Antibiotik9

Komplikasi beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan


rehidrasi. Beberapa diataranya membutuhkan pengobatan khusus.

1. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat enimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman.

26
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma
setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya
lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam.
Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5% dektrosa, perhitungkan untuk
24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah
pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai
diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai
diare berhenti.
2. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai
Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 –
kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan.
Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
3. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam
5 – 10 menit dengan monitor detak jantung.
4. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip
(tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K
terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam,
kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 +
1/6 x 2 mEq x BB).

27
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan
memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.3,6

Pasien ini tidak didapatkan adanya tanda-tanda komplikasi


seperti yang telah disebutkan diatas karena kurangnya pemeriksaan
pernunjang seperti pemeriksaan elektrolit.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Appy. Diare Akut. Medicinus Probiotics: September-November


2009:22(3);91-98
2. Riskesdas RI, (2013). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan
kementrian kesehatan RI.
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson
eds. Nelson Textbook of Pediatrics 20 ed. Saunders;2016;2700-6
4. Aman MC, Manoppo JI, Wilar R. Gambaran Gejala dan Tanda Klinis
Diare Akut pada Anak Karena Blastocystis hominis. J e-Clinic.
2015:3(1);503-9
5. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. In: Jufrie M, Soenarto SSY, Oswasi
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Badan Penerbit
IDAI; 2012. h. 87-102.
6. Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I, Salazar-Lindo E, et
al. Acute diarrhea in adults and children: A global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines. J Clin Gastroenterol.
2013; 47(1): 12-20
7. Manoppo JI. Profil Diare Akut dengan Dehidrasi Berat di Ruang
Perawatan Intensif Anak. Sari Pediatri. 2010:12(3);157-161
8. Nweze EI. Properties of Diarrheagenic E. coli and Etiology of Diarrhea in
Infants, Young Children and Other Age Groups in Southeast, Nigeria.
American-Eurasian Journal of Scientific Research. 2009; 4 (3): 173-179.
9. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. Medical Education: CDK-230.
2015:42(7);504-8
10. Farida. Hubungan Pengetahuan tentang Diare dengan Sikap Ibu Balita
dalam Penanganan Diare di Posyandu Desa Kalibatur Kecamatan
Kalidawir. J Nurseline: 2016;1(1);11-17
11. Garna H, Ermaya YS. Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak: Diare
Akut. Edisi 5. Bandung: Badan Penerbit Universitas Padjajaran. 2014;
288-297.

29

Anda mungkin juga menyukai