Anda di halaman 1dari 41

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab III penulis akan memaparkan tentang metodologi penelitian yang

dilakukan dalam mengkaji berbagai permasalahan yang berkaitan dengan skripsi

yang berjudul Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan

Sosial Budaya Tahun 1970-1995 (Kajian Historis Nilai-Nilai Budaya Lokal).

Penulis mencoba untuk memaparkan berbagai langkah yang digunakan dalam

mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, analisis, dan cara penelitiannya.

Dalam melakukan analisis terhadap permasalahan yang menjadi kajian dalam

penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan konsep-konsep dari ilmu Seni,

ilmu Sosiologi, dan ilmu Antropologi. Konsep-konsep tersebut terdiri dari konsep

seni pertunjukan, seni tradisional, dan kebudayaan.

3.1 Metode dan Teknik Penelitian

3.1.1 Metode Penelitian

Metode berarti suatu prosedur, cara, atau teknik untuk mencapai atau

menggarap sesuatu secara efektif atau efisien. Metode merupakan salah satu ciri

kerja ilmiah. Berbeda dengan metodologi yang lebih mengarah kepada kerangka

referensi, maka metode lebih bersifat praktis. Yaitu memberikan petunjuk mengenai

cara, prosedur, dan teknik pelaksanaan secara sistematik. Metodologi yang

digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode historis dengan pendekatan

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
47

multidisipliner yang menggunakan bantuan ilmu sosial lainnya seperti disiplin ilmu

sosiologi dan antropologi. Teknik penelitiannya yaitu menggunakan teknik

wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Metode historis adalah

proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa

lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta yang telah diperoleh yang

disebut historiografi (Gottschalk, 1985: 32). Sedangkan metode sejarah menurut

Ismaun (2005: 35) adalah:

“Proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran rekaman dan


peninggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis
bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita
sejarah yang dapat dipercaya”.

Dari beberapa definisi tersebut, metode sejarah digunakan berdasarkan

pertimbangan bahwa data-data yang digunakan berasal dari masa lampau, sehingga

perlu dianalisis terhadap tingkat kebenarannya agar kondisi pada masa lampau dapat

digambarkan dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian sejarah,

metode historis merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengkaji suatu

peristiwa atau permasalahan pada masa lampau secara deskriptif dan analitis. Oleh

karena itu, penulis menggunakan metode ini karena data dan fakta yang dibutuhkan

sebagai sumber penelitian skripsi ini berasal dari masa lampau. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode historis sangat sesuai dengan data

dan fakta yang diperlukan yang berasal dari masa lampau khususnya mengenai asal-

usul Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
48

Secara ringkas Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89-90) mengemukakan ada

enam langkah dalam metode historis sebagai berikut:

1. Memilih topik yang sesuai

Dalam penelitian ini, topik tentang Kesenian Tanjidor dipilih peneliti karena

peneliti tertarik untuk mengangkat kesenian lokal yang masih dilestarikan

oleh masyarakat Kabupaten Bekasi.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

Mencari dan mengumpulkan data-data yang terkait dengan kesenian

Tanjidor atau teori-teori tentang kesenian Tanjidor. Mencari seniman yang

kompeten dengan masalah kesenian Tanjidor, adat istiadat masyarakat

Betawi, dan proses-proses seniman dalam melestarikan Kesenian Tanjidor.

Buku-buku tersebut penulis cari dibeberapa perpustakaan, diantaranya;

Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan Nasional

Indonesia, Perpustakaan STSI, Perpustakaan Daerah Kabupaten Bekasi, dan

beberapa toko buku. Selanjutnya penulis mencari data-data mengenai

kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Bekasi untuk mendapatkan data-

data yang mendukung terhadap penulisan skripsi ini.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan

dengan topik yang ditentukan ketika penelitian sedang berlangsung.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
49

Dalam langkah ini penulis membuat catatan-catatan penting terutama dari

hasil wawancara peneliti dengan narasumber. Hasil wawancara dengan para

narasumber yang kompeten dan ahli mengenai kesenian Tanjidor, kemudian

disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan penulis dalam proses

pengkajian penelitian mengenai Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi

Jawa Barat.

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan

(melakukan kritik sumber).

Kritik dilakukan terhadap semua sumber yang dihimpun peneliti tentang

kesenian Tanjidor untuk memperoleh data yang relevan. Setelah semua

sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan

dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta pengklasifikasian

terhadap sumber-sumber informasi, selain itu penulis pun membandingkan

hasil dari wawancara terhadap narasumber yakni para seniman Tanjidor di

Kabupaten Bekasi dengan buku-buku yang berkaitan dengan kesenian

Tanjidor. Dari perbandingan tersebut, bisa diperoleh sumber yang relevan

dengan masalah penelitian mengenai Kesenian Tanjidor di Kabupaten

Bekasi Jawa Barat.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
50

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola

yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan

sebelumnya.

Catatan fakta-fakta hasil penelitian disusun dalam sebuah sitematika yang

baku, dilakukan oleh civitas mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

dengan berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang

penulis dapatkan. Selanjutnya, penulis akan mencoba menuangkannya

dalam skripsi yag berjudul Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten

Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995 (Kajian Historis

Nilai-Nilai Budaya Lokal).

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti

sejelas mungkin.

Adapun beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menurut Ismaun (2005)

yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pengertian dari beberapa

langkah kegitan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Heuristik, yaitu mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber

sejarah yang relevan dengan pembahasan. Pada tahap ini akan dilakukan

pencarian sumber lisan melalui teknik wawancara kepada seniman-seniman

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
51

Kesenian Tanjidor Kabupaten Bekasi, masyarakat Kabupaten Bekasi dan

Pemerintah setempat. Pada tahap ini pula akan dilakukan pencarian sumber

tertulis yaitu untuk memperoleh data yang dianggap relevan dengan

pembahasan mengenai kesenian Tanjidor dan kebudayaan Betawi pada

umumnya.

2. Kritik Sumber, dilakukan terhadap sumber-sumber sejarah yang telah

diperoleh dalam langkah pertama, baik kritik terhadap sumber-sumber

primer maupun sekunder. Dari sini diharapkan akan diperoleh fakta-fakta

historis yang otentik. Ada dua macam kritik yang dilakukan pada tahap ini

yaitu kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal yaitu meneliti dari sumber

yang diperoleh. Sedangkan kritik internal digunakan untuk mengetahui

keaslian dari aspek materi.

3. Interpretasi yaitu proses penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah serta

penyusunan yang menyangkut seleksi sejarah. Tahap ini diawali dengan

melakukan penafsiran terhadap fakta yang berasal dari sumber tertulis

maupun lisan yang telah melaului fase kritik. Penulis menganalisis dan

mengkaji fakta-fakta tersebut, kemudian diinterpretasikan oleh penulis.

Penginterprestasian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam

penulisan skripsi ini.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
52

4. Historiografi, merupakan tahapan terakhir dari metode ilmiah sejarah dalam

penulisan skripsi. Dalam historiografi ini, fakta-fakta yang telah melalui

berbagai macam proses kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah

yang dituangkan dalam sebuah karya tulis.

Langkah-langkah penelitian yang diungkapkan oleh Ismaun (2005) dengan

Sjamsuddin (2007) mempunyai persamaan. Penelitian mengenai dinamika kesenian

Tanjidor ini mengacu pada tahapan penelitian yang diungkapkan oleh Sjamsuddin.

Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode historis

dengan pendekatan multidisipliner yang menggunakan bantuan ilmu sosial lainnya

seperti disiplin ilmu sosiologi dan antropologi. Pada tahap pengusutan evidensi,

penulis mengumpulkan data-data yang terkait dengan kesenian Tanjidor hal ini juga

disebutkan oleh Ismaun dalam tahapan heuristik. Begitu juga dengan tahapan kritik

dan interpretasi, evaluasi semua evidensi dihimpun penulis untuk memperoleh data

yang relevan.

3.1.2 Teknik Penelitian

Teknik penelitian dalam suatu penelitian penting untuk dilakukan, karena

teknik penelitian merupakan upaya mengumpulkan data dan informasi yang harus

diperoleh dalam penulisan karya ilmiah. Dalam upaya mengumpulkan bahan untuk

keperluan penelitian, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data yang dimaksud adalah cara-cara atau usaha yang

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
53

dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan yakni wawancara, studi

kepustakaan (literatur), dan studi dokumentasi yang akan dijelaskan pada uraian

berikut:

1. Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk

mendapatkan informasi berkenaan dengan pendapat, aspirasi harapan, persepsi,

keinginan dan lain-lain dari individu atau responden oleh peneliti. Pada tahapan

ini penulis mewawancarai beberapa narasumber yang berkaitan dengan kesenian

Tanjidor. Wawancara atau interview dalam suatu penelitian bertujuan

mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat

serta pendirian-pendirian mereka, merupakan suatu pembantu utama dari

metode observasi (Koentjaraningrat, 1997: 129).

Sebelum seorang peneliti memulai wawancara, ada beberapa masalah yang

harus dipecahkan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara diantaranya,

seleksi individu untuk diwawancara, pendekatan orang yang telah diseleksi

untuk diwawancara, dan pengembangan suasana lancar dalam wawancara serta

usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang

diwawancara.

2. Studi literatur, merupakan cara mempelajari sumber-sumber yang terkumpul

dalam bentuk tulisan atau sumber tertulis lainnya yang berhubungan dan

mendukung permasalahan dari kajian ini. Setelah literatur terkumpul, serta fakta

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
54

yang telah ditemukan dianggap memadai untuk penulisan ini, maka akan lebih

mempermudah dalam proses penulisannya. Studi literatur juga merupakan

teknik yang digunakan penulis dengan membaca berbagai sumber yang

berhubungan, dengan mengkaji sumber seperti dari buku yang membantu

penulis dalam menentukan landasan teori dan keterangan tentang permasalahan

yang akan dikaji. Khususnya studi literatur tentang sosial budaya dan

pendidikan karena penelitian ini dikaji dari sudut pandang sosial budaya dan

pendidikan.

3. Studi dokumentasi, yaitu teknik penelitian dengan cara melakukan kajian

terhadap data informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar,

suara, tulisan atau lain-lain. Studi dokumentasi ini mempunyai kelebihan, yaitu

apabila terdapat kekeliruan, sumber datanya masih tetap dan belum berubah. Hal

tersebut menjadikan penulis lebih yakin dalam melakukan penelitian karena

didukung dengan adanya bukti fisik dari studi dokumentasi tersebut.

3.2. Lokasi, Subjek dan Persiapan Penelitian

Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang ditentukan oleh penulis sebelum

melakukan penelitian, diantaranya sebagai berikut:

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian mengenai kesenian Tanjidor ini dilakukan di Desa

Kertarahayu Kecamatan Setu dan Desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya sebagai

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
55

pusat dari adanya Kesenian Tanjidor yang berada di Kabupaten Bekasi. Desa

Kertarahayu dan Segarajaya dipilih, menjadi lokasi penelitian utama, karena tempat

tersebut adalah tempat dimana grup Tanjidor Sinar Pusaka dan Pusaka Grup berada

dan narasumber pangkal yang diwawancarai peneliti adalah pemimpin grup dari

kesenian Tanjidor tersebut. Jarak dari pusat Kabupaten Bekasi ke lokasi penelitian

kurang lebih 35 km. Rute perjalanan menuju lokasi penelitian ditempuh sekitar 2

jam dengan menggunakan transportasi umum.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang menjadi sasaran penelitian atau

sumber yang dijadikan informasi yang dipilih secara selektif dan bertalian dengan

permasalahan yang dikaji. Subjek yang akan dijadikan sumber dipilih langsung

oleh penulis. Subjek penelitian ini dibagi atas tiga unsur, yaitu: Pertama, katagori

tokoh-tokoh atau pelaku utama dari kesenian Tanjidor. Kedua, masyarakat sebagai

saksi sejarah terhadap eksistensi Kesenian Tanjidor. Ketiga, lembaga terkait seperti

Pemerintah Desa Kertarahayu, Kecamatan Setu dan Kabupaten Bekasi.

3.2.3 Persiapan Penelitian

Dalam proses persiapan penelitian, ada beberapa hal atau langkah yang

harus dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian lebih lanjut. Langkah-

langkah yang harus dilakukan antara lain:

3.2.3.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
56

Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan penelitian yaitu menentukan

tema. Tema yang dipilih yaitu sejarah lokal mengenai kehidupan sosial budaya dan

pendidikan masyarakat Kabupaten Bekasi yang masih mempertahankan kesenian

Tanjidor. Sebelumnya, peneliti tertarik untuk menulis mengenai Pertamina yang ada

di Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi. Alasannya ketertarikannya karena

masyarakat di sekitar perusahaan masih merasa belum diperhatikan oleh perusahaan

tersebut dan banyak warga masyarakat yang mengeluh terhadap dampak dari

pencemaran limbah atau polusi yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Selain itu,

jalan banyak yang rusak akibat sering dilalui truk-truk besar yang mengangkut

minyak mentah.

Setelah konsultasi dengan Bapak Drs. Ayi Budi Santosa M.Si. memberikan

tanggapan bahwa skripsi-skripsi sebelumnya sudah banyak yang menulis mengenai

perusahaan minyak tersebut, karena perusahaan ini tersebar di seluruh daerah di

Jawa Barat dan mempunyai permasalahan yang sama.

Pada tanggal 20 November 2011, peneliti mengunjungi Desa Kertarahayu

Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi. Di tempat tersebut terdapat sebuah grup

Kesenian Tanjidor. Penelitipun merasa tertarik untuk lebih mangkaji mengenai

kesenian tersebut yang merupakan warisan kebudayaan lokal. Setelah melalui tahap

demi tahap, penulis memutuskan untuk mengajukan judul baru dan meminta

pendapat dari Bapak Ayi Budi Santosa yang sekaligus sebagai sekretaris TPPS (Tim

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
57

Pertimbangan Penulisan Skripsi). Bapak Ayi Budi Santosa memberikan respon

yang baik, mengingat kesenian yang akan peneliti tulis belum pernah ditulis di

Jurusan Pendidikan Sejarah. Atas saran dan masukan tersebut peneliti memilih judul

kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi dan masuk ke dalam tahapan penyusunan

rancangan penelitian.

3.2.3.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Pada tahap ini, penulis mulai melakukan pengumpulan berbagai data dan

fakta dari tema yang akan dikaji. Hal yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan

data dan fakta tersebut dengan cara melakukan wawancara kepada pemimpin

Kesenian Tanjidor di Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi dan membaca sumber-

sumber tertulis mengenai masalah yang akan dibahas. Setelah memperoleh data dan

fakta yang sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji, rancangan penelitian ini

kemudian dijabarkan dalam bentuk proposal skripsi yang memuat judul penelitian,

latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode, teknik penelitian, dan sistematika penelitian.

Proposal skripsi tersebut kemudian dipresentasikan dalam seminar proposal

yang dilakukan pada tanggal 09 Desember 2011. Rancangan tersebut kemudian

disetujui setelah ada perbaikan-perbaikan dalam hal judul maupun isi dari proposal

tersebut. Selanjutnya dikeluarkan surat keputusan TPPS jurusan Pendidikan Sejarah

FPIPS UPI dengan No. 062/TPPS/JPS/2011 sekaligus penentuan pembimbing I

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
58

yaitu kepada Bapak Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si dan pembimbing II yaitu kepada

Bapak Drs. Syarif Moeis.

3.2.3.3 Mengurus Perijinan Penelitian

Langkah awal perijinan penelitian yaitu menentukan instansi-instansi yang

memungkinkan data dan fakta yang terkait dengan masalah yang dikaji. Perijinan

dilakukan untuk mempelancar proses penelitian dalam mencari sumber-sumber

yang diperlukan. Adapun surat perjanjian tersebut diberikan kepada beberapa

instansi seperti kantor KESBANGPOLINMASDA Kabupaten Bekasi, kantor

Kecamatan Setu dan Tarumajaya, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi,

BPKS Kabupaten Bekasi, dan Pimpinan grup kesenian tradisional Tanjidor Sinar

Pustaka dan Pusaka Grup.

3.2.3.4. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melakukan kegiatan penelitian langsung ke lapangan, penulis

mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam menyediakan perlengkapan

yang akan dibutuhkan dalam penelitian. Hal pertama yang dilakukan oleh penulis

adalah membuat surat perijinan penelitian guna memperlancar penelitian yang akan

dilakukan. Selain itu, penulis juga mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan

dalam penelitian diantaranya sebagai berikut:

1. Jadwal kegiatan penelitian

2. Instrumen wawancara

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
59

3. Alat perekam dan kamera

4. Catatan lapangan

3.2.3.5 Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan penulis

selama penyusunan skripsi. Proses bimbingan ini dapat membantu penulis dalam

menentukan langkah yang tepat dari setiap kegiatan penelitian yang dilakukan. Pada

proses ini, penulis juga mendapat masukan dan arahan baik itu berupa komentar

atau perbaikan dari Pembimbing I dan Pembimbing II. Selama proses penyusunan

skripsi penulis melakukan proses bimbingan dengan Pembimbing I dan

Pembimbing II sesuai dengan waktu dan teknik bimbingan yang telah disepakati

bersama sehingga bimbingan dapat berjalan lancar dan diharapkan penyusunan

skripsi dapat memberikan hasil sesuai ketentuan.

3. 3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan utama dalam rangkaian

penelitian yang dilakukan. Langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam

pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

3. 3. 1 Heuristik

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis pada tahap ini yaitu melakukan

proses pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan dan berhubungan

dengan permasalahan penelitian baik yang berbentuk sumber tertulis, sumber lisan

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
60

maupun sumber benda (artefak). Heuristik merupakan sebuah kegiatan awal

mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah atau

evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Dalam proses pengumpulan sumber,

penulis mencarinya dari berbagai sumber-sumber sejarah yang dapat dibagi atas tiga

golongan besar, yaitu sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber benda (artefak) agar

mendapatkan informasi secara lengkap mengenai permasalahan yang dikaji, dengan

tujuan untuk memudahkan analisis dalam penulisan ini (Gottschalk, 1985: 35-36).

Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini.

3. 3. 1. 1 Pengumpulan Sumber Tertulis

Pada tahap ini peneliti mencoba mencari sumber-sumber tertulis berupa

buku-buku, skripsi dan dokumen-dokumen relevan yang sesuai dengan

permasalahan yang akan dikaji. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini:

1. UPT Perpustakaan UPI

Data yang didapatkan yaitu buku-buku umum yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti dalam mengerjakan skripsi. Terutama

yang berkaitan dengan ruang lingkup seni. Pencarian sumber tertulis di

Perpustakaan UPI dilakukan secara rutin. Peneliti menemukan beberapa buku yang

berkaitan dengan kebudayaan, sistem sosial, perubahan sosial dan budaya. Buku-

buku tersebut antara lain adalah Mosaik Budaya karya dari Kusman K. Mahmud,

Filsafat Seni karya Jacob Sumardjo, dan buku karya Kuntowijoyo yang berjudul

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
61

Budaya dan Masyarakat. Kemudian buku yang membahas tentang kesenian

tradisional dan seni pertunjukan antara lain buku karya R.M Soedarsono yang

berjudul Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi dan O.A Yoeti yang

berjudul Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah.

2. Perpustakaan STSI Bandung

Data yang didapatkan dari Perpustakaan STSI yaitu berupa buku-buku

umum yang sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan skripsi ini. Pencarian

sumber tertulis di perpustakaan tersebut dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan.

Peneliti menemukan beberapa buku mengenai kebudayaan. Buku-buku

tersebut di antaranya adalah Jangan Tangisi Tradisi karya Johanes Mardimin, buku

tersebut menjelaskan mengenai kondisi kesenian tradisional Indonesia yang pada

saat ini sudah sangat memprihatinkan karena sudah mulai jarang ditampilkan. Di

dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai upaya melestarikan kesenian

tradisional. Selanjutnya penulis memperoleh buku Seni Tradisi Masyarakat karya

Umar Kayam dan Pertumbuhan Seni Pertunjukan karya Edi Sedyawati. Buku-buku

tersebut membantu penulis dalam menganalisa beberapa seni budaya yang bersifat

tradisional yang terdapat dalam masyarakat.

3. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Data yang didapatkan dari Perpustakaan Nasional yaitu berupa buku-buku

umum yang sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan skripsi ini. Pencarian

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
62

sumber tertulis di perpustakaan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dalam

sebulan. Peneliti mendapatkan beberapa buku yang berkaitan dengan sejarah

Kesenian Tanjidor yaitu buku karya Fabricius yang berjudul Mayor Jantje: Cerita

Tuan Tanah Batavia Abad ke-19, karya Paramita R. Abdurrahchman yang berjudul

Keroncong Moresko, Tanjidor dan Ondel-ondel, Sebuah Dongengan Sejarah, buku

karya Yulianti Parani yang berjudul Sebuah Laporan Pengamatan Lapangan

Kesenian Tanjidor di Daerah Jakarta dan Sekitarnya Mei-Oktober 1979. Buku-

buku tersebut membantu penulis dalam menganalisa kesenian Tanjidor di

Kabupaten bekasi.

4. BPKS Kabupaten Bekasi

Sumber tertulis yang diperoleh dari BPKS Kabupaten Bekasi yaitu data-data

mengenai kondisi fisik Kabupaten Bekasi meliputi kuantitas jumlah penduduk, mata

pencaharian dan data-data lainnya yang mendukung peneliti selama melakukan

penelitian ini. Pencarian informasi di BPKS tersebut dilakukan pada tanggal 23

April 2012.

5. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi

Sumber yang diperoleh dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi

berupa data-data mengenai persebaran grup-grup Tanjidor yang ada di Kabupaten

Bekasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan informasi agar dapat

mengisi kekurangan dari sumber lainnya.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
63

3. 3. 1. 2 Pengumpulan Sumber Lisan

Sumber lisan kaitannya dengan heuristik yaitu sumber memiliki kemampuan

menyikapi peristiwa masa lalu, fungsinya sebagai sumber tentu menjadikan sumber

lisan sangat memberikan kontribusi yang luas dalam mencari data dan fakta yang

diperlukan. Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara,

yaitu mengajukan banyak pertanyaan yang relevan dengan permasalahan yang

dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi.

Sumber lisan diperoleh penulis dari kegiatan wawancara, dalam penelitian

ini narasumber dikatagorikan menjadi dua, yaitu pelaku dan saksi. Sebutan bagi

pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang

menjadi bahan kajian seperti para pelaksana Kesenian Tanjidor dan budayawan

yang bisa disebutkan sebagai pelaku sejarah yang mengikuti jalannya Kesenian

Tanjidor dari waktu ke waktu. Saksi sejarah adalah mereka yang melihat dan

mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, dalam hal ini adalah masyarakat

sebagai saksi serta instansi pemerintah sebagai lembaga terkait. Hal lain yang harus

menjadi perhatian bahwa narasumber yang bisa diwawancarai adalah mereka yang

dengan nyata dapat memberikan kesaksian peristiwa yang terjadi dengan melihat

dan mengalami pada waktu yang bersangkutan.

Teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi

secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap dari sumber tertulis (Kuntowijoyo,

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
64

2003: 23). Kedudukan sejarah lisan semakin menjadi penting, untuk mengetahui

keberadaan dan dinamika kesenian Tanjidor. Melalui wawancara, sumber-sumber

lisan dapat diungkapkan dari para pelaku-pelaku sejarah. Bahkan peristiwa-

peristiwa sejarah yang belum jelas persoalannya. Menurut Koentjaraningrat, teknik

wawancara dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Wawancara terstruktur atau berencana yang terdiri dari suatu daftar


pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua
responden yang diselidiki atau diwawancara, diajukan pertanyaan yang
sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam.
2. Wawancara tidak terstruktur atau tidak terencana adalah wawancara
yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar
pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipenuhi
peneliti (Koentjaraningrat, 1997: 138-139).
Dalam melakukan wawancara di lapangan, penulis menggunakan kedua

teknik wawancara tersebut. Hal ini digunakan agar informasi yang penulis dapatkan

bisa lebih lengkap dan mudah diolah. Selain itu, dengan penggabungan dua teknik

wawancara tersebut, penulis menjadi tidak kaku dalam bertanya dan narasumber

menjadi lebih bebas dalam mengungkapkan berbagai informasi yang

disampaikannya.

Sebelum wawancara dilakukan, disiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu.

Daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar, pada pelaksananya,

pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan, sehingga pembicaraan berjalan sesuai

dengan pokok permasalahannya. Apabila informasi yang diberikan oleh narasumber

kurang jelas, maka penulis mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
65

dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertanyaan diberikan dengan tujuan

untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga

informasi menjadi lebih lengkap, teknik wawancara ini berkaitan dengan

penggunaan sejarah lisan, seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo bahwa:

Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan


dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal, sejarah lisan
tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali
permasalahan sejarah bahkan jaman modern ini yang tidak tertangkap dalam
dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian
penting menurut kepentingan membuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak
melestarikan kejadian-kejadian individu dan yang unik yang dialami oleh
seseorang atau segolongan... selain sebagai metode, sejarah lisan juga
dipergunakan sebagai sumber sejarah (Kuntowijoyo, 2003: 26-28).

Dalam pemilihan narasumber, penulis melakukan pemilihan narasumber

yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Narasumber yang diwawancarai adalah mereka yang mengetahui keadaan pada saat

itu dan terlibat langsung maupun tidak langsung dengan peristiwa sejarah yang

terjadi, mereka berasal dari berbagai kalangan, baik seniman Tanjidor, pengamat

dan pemerhati seni di Kabupaten Bekasi, masyarakat umum dan pemerintah

setempat. Adapun narasumber yang pertama kali penulis wawancara adalah Bapak

Ir. Iswandi Ichsan (40 tahun), seorang pengusaha yang juga sebagai tokoh

budayawan di Kabupaten Bekasi tepatnya sebagai Ketua DKB (Dewan Kebudayaan

Bekasi). Alasan mengapa penulis memilih Bapak Iswandi sebagai narasumber

karena dianggap mengetahui perkembangan Kesenian Tanjidor di Kabupaten

Bekasi.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
66

Narasumber selanjutnya yang penulis wawancara adalah ibu Tety Jumati (35

tahun), pegawai fungsional di Dinas Kebudayaan yang membawahi bidang

kesenian, sebagai perwakilan dari instansi pemerintah setempat. Alasan penulis

melakukan wawancara terhadap Ibu Tety adalah sebagai perwakilan dari instansi

atau pemerintah setempat tempat Kesenian Tanjidor tumbuh dan berkembang.

Setelah melakukan wawancara dengan narasumber Dinas Kebudayaan, kemudian

penulis mendapatkan informasi tentang siapa saja yang selanjutnya harus penulis

wawancarai guna mengetahui perkembangan Kesenian Tanjidor di Kabupaten

Bekasi.

Berdasarkan informasi dari pihak Dinas Kebudayaan kemudian penulis

melakukan wawancara dengan pihak seniman Tanjidor yaitu Bapak Enjin (75

tahun), meliputi bagaimana latar belakang munculnya Kesenian Tanjidor di

Kabupaten Bekasi terutama di Kampung Cisaat Desa Kertarahayu Kecamatan Setu,

alat-alat musik apa saja yang digunakan dalam pertunjukan, prestasi apa saja yang

pernah diraih, upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Kesenian Tanjidor dari

arus globalisasi selama pimpinannya sebagai pemimpin dari Kesenian Tanjidor ini.

Wawancara dengan beliau dilakukan 2 kali, yaitu setelah waktu Dzuhur, dari Bapak

Enjin penulis mendapat banyak masukan mengenai Kesenian Tanjidor dan siapa

saja yang layak dijadikan sebagai narasumber berikutnya.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
67

Wawancara yang lain dengan seniman Kesenian Tanjidor yaitu dilakukan

dengan Bapak Bekong (81 tahun), beliau adalah pelaku Kesenian Tanjidor. Alasan

penulis memilih beliau sebagai narasumber selain karena pelaku Tanjidor, beliau

juga merupakan pemain Tanjidor Kombinasi yaitu Kesenian Tanjidor yang sudah

dimodifikasi dengan alat musik gesek sebagai tambahan yaitu berupa biola dan

rebab yang disebut Tanji Godot. Hal ini yang membedakan kelompok Tanjidor

tersebut dengan yang lainnya. Wawancara dilakukan di rumah kediamannya setelah

Ashar, pertanyaan yang diajukan penulis seputar kondisi Kesenian Tanjidor

sebelum tahun kajian dan bagaimana bentuk pertunjukannya, pertanyaan yang sama

juga diajukan dengan Bapak Enjin yaitu upaya yang dilakukan untuk

mempertahankan Kesenian Tanjidor dari tantangan jaman yang semakin terbuka

dengan seni-seni pertunjukan modern.

Narasumber yang penulis wawancara selanjutnya adalah dari kalangan

masyarakat yang berperan sebagai penikmat Kesenian Tanjidor yaitu bapak

Samsudin (38 tahun), Bapak H. Karnata (48 tahun), dan Ibu Selvia Erviliani (31

tahun). Sebagai perwakilan dari generasi muda yang tidak begitu mengetahui

perkembangan Kesenian Tanjidor penulis mewawancarai Firda Anissa (16 tahun),

Muhamad Badrudin (16 tahun), dan Siti Noor Hakimah (17 tahun). Alasan penulis

mewawancarai dua generasi yang berbeda adalah agar penulis bisa mengetahui

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
68

pendapat dari dua generasi tersebut terkait dengan perkembangan Kesenian

Tanjidor.

Hasil wawancara dengan para narasumber tersebut kemudian disalin dalam

bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan

dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan

masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan

serta mengklasifikasikan terhadap sumber-sumber informasi, sehingga benar-benar

dapat diperoleh sumber relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.

3. 3. 1. 3. Pengumpulan Sumber Benda (artefak)

Sumber Benda kaitannya dengan heuristik yaitu benda yang memiliki

kemampuan menyikapi peristiwa masa lalu. Contoh-contoh sumber benda adalah;

candi, patung, potret, film dan lukisan. Sumber benda yang diperoleh penulis

didapatkan dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bekasi berupa foto-foto

dan video rekaman Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi. Selain itu juga sumber

benda lainnya adalah alat-alat musik Tanjidor yang rata-rata sudah berumur sangat

tua yaitu sekitar 60 tahun. Penulis melihatnya langsung di rumah salah satu

pimpinan Kesenian Tanjidor di Setu Kabupaten Bekasi. Sehingga dari benda-benda

tersebut penulis bisa mengetahui informasi lebih mengenai Kesenian Tanjidor di

Kabupaten Bekasi.

3. 3. 2. Kritik Sumber

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
69

Langkah kedua setelah melakukan Heuristik dalam penelitian, penulis tidak

lantas menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber

yang sudah dikumpulkan. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyaringan

secara kritis terhadap sumber yang diperoleh, terutama terhadap sumber-sumber

primer, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah-langkah inilah yang

disebut sebagai kritik sumber, baik terhadap bahan materi sumber maupun terhadap

isi sumber. Dalam tahap ini data-data yang telah dibuat berupa hasil tertulis maupun

sumber lisan, disaring dan dipilih untuk dinilai dan diselidiki kesesuain sumber,

keterkaitan dan keobjektifannya.

Kritik sumber dapat dilakukan terhadap sumber tertulis maupun sumber

lisan. Informasi berupa data atau fakta dari sumber tertulis disesuaikan dengan

tujuan penelitian. Sedangkan untuk sumber lisan kritik dilakukan dengan

memperhatikan beberapa hal seperti faktor usia, prilaku dalam arti apakah

narasumber mengatakan yang sebenarnya. Kemudian penulis mengadakan kaji

banding terhadap data lisan dari beberapa narasumber. Dalam metode sejarah

dikenal dengan cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal.

3.3.2.1. Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap

aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh

Sjamsuddin :

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
70

Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber,


suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk
mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah
pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-
orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 134).

Kritik eksternal bertujuan untuk menguji otentitas (keaslian) suatu sumber,

agar diperoleh sumber yang benar-benar asli dan bukan tiruan. Sumber yang asli

biasanya waktu dan tempatnya diketahui, erat hubungannya dengan historiografi,

otentitas suatu sumber mengacu kepada masalah sumber primer dan sumber

sekunder. Maka konsep otentitas (keaslian) memiliki tingkatan tertentu, dan

terdapat tiga kemungkinan otentitas (keaslian) suatu sumber, yaitu sepenuhnya asli,

sebagian asli, dan tidak asli. Dalam hubungan ini, dapat diinterpretasikan bahwa

sumber primer adalah sumber yang sepenuhnya asli, sedangkan sumber sekunder

memiliki derajat keaslian tertentu. Sumber kritik eksternal harus menerangkan fakta

dan kesaksian bahwa:

1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu

authenticity atau otentisitas.

2. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan,

atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang substansial, karena

memori manusia dalam menjelaskan peristiwa sejarah terkadang berbeda

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
71

setiap individu, malah ada yang ditambah ceritanya atau dikurangi,

tergantung pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah

yang sedang dikaji.

Menurut Sjamsuddin (2007: 135) kritik eksternal melakukan verifikasi atau

pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Selain itu dijelaskan juga

bahwa sebelum sumber-sumber dapat digunakan dengan aman, setidaknya ada lima

pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:

a. Siapa yang mengatakan itu?

b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?

c. Apa sebenarnya yang dimaksud orang itu melalui kesaksiannya tersebut?

d. Apakah yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang kompeten;

apakah ia mengetahui fakta itu?

e. Apakah orang tersebut memberikan informasi dengan sebenarnya?

Jadi pada dasarnya kritik eksternal merupakan upaya untuk menguji

otentitas dan integritas sumber sejarah.

Penulis melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis maupun sumber

lisan. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis, penulis

memperhatikan aspek akademis dari penulis buku yaitu dengan melihat latar

belakang penulis buku tersebut untuk melihat keontentitasanya, memperhatikan

aspek tahun penerbitan buku, penerbit buku, serta tempat buku diterbitkan.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
72

Berdasarkan kriteria tersebut, penulis menentukan apakah sumber-sumber tertulis

yang diperoleh itu layak atau tidak untuk digunakan sebagai bahan referensi dan

acuan dalam penulisan skripsi.

Buku-buku yang menjadi sumber tertulis sebagian besar ditulis dari tahun

1990 sampai 2000-an, sehingga tampilan bukunya masih baik dan mudah dibaca.

Adapun buku yang didapatkan penulis sebelum tahun 1990-an yaitu buku karya

Paramita R. Abdurrahchman yang berjudul Keroncong Moresko, Tanjidor dan

Ondel-ondel, Sebuah Dongengan Sejarah tahun 1977 salah satu buku utama yang

dijadikan bahan referensi oleh penulis ini dinilai cukup berkompeten hal ini dilihat

dari riwayat hidup penulis yang secara langsung pernah berkecimpung di dunia

kesenian dan sejarah, buku karya Paramita R. Abdurrahchman ini diterbitkan oleh

Budaya Jaya. Paramita R. Abdurrahchman tidak diragukan lagi kredibilitasnya

sebagai sejarawan. Namun satu kelemahan dari buku itu adalah ejaan yang

digunakan adalah ejaan yang lama. sehingga penulis agak kesulitan dalam

memahaminya selain itu, sistematika dan editornya dinilai masih kurang baik

karena penulis banyak menemukan kata-kata yang kurang tepat dalam penulisannya

akibatnya menyulitkan penulis dalam memaknai isi bukunya.

Penulis pun melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan yang

dilakukan penulis dengan cara mengidentifikasi narasumber. Kritik eksternal

terhadap sumber lisan, penulis lakukan dengan cara melihat usia narasumber,

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
73

kedudukan, kondisi fisik dan perilaku, pekerjaan, pendidikan, agama, dan

keberadaanya pada kurun waktu 1970-1995. Narasumber yang penulis kunjungi

rata-rata memiliki usia yang tidak terlalu muda namun juga tidak terlalu tua,

sehingga daya ingatnya masih cukup baik. Contohnya Bapak Bekong dan Bapak

Enjin dari kalangan seniman Tanjidor sebagai narasumber utama yang

diwawancarai walaupun secara umur mereka sudah tua akan tetapi ingatan mereka

masih baik dan secara jasmani mereka juga masih terlihat sehat. Dari kedua

narasumber tersebut penulis mendapatkan beberapa informasi yang penting

mengenai perkembangan Tanjidor.

3. 3. 2. 2. Kritik Internal

Kritik internal dilakukan untuk menguji kredibilitas dan reabilitas sumber-

sumber sejarah. Penulis melakukan kritik internal dengan cara mengkomparasikan

dan melakukan cross check di antara sumber yang diperoleh. Kritik internal

bertujuan untuk mengetahui kelayakan sumber yang telah diperoleh peneliti dari

hasil wawancara dengan narasumber sebagai sumber sejarah yang berhubungan

dengan peristiwa yang sedang diteliti.

Kritik internal menekankan kegiatannya dengan melakukan pengujian

terhadap aspek-aspek dalam dari setiap sumber. Kritik internal dilakukan untuk

mengetahui isi sumber sejarah tersebut atau tingkat kredibilitas isi informasi dari

narasumber. Kritik internal yang dilakukan penulis terhadap sumber tertulis

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
74

dilakukan dengan membandingkan antara sumber-sumber yang telah terkumpul dan

menentukan sumber relevan dan akurat dengan permasalahan yang dikaji. Setelah

penulis melakukan kaji banding, pendapat narasumber yang satu dan lainnya

kemudian membandingkan pendapat narasumber dengan sumber tertulis atau

dengan menggunakan pendekatan triangulasi. Kaji banding ini bertujuan untuk

memperoleh kebenaran fakta-fakta yang didapat dari sumber tertulis maupun

sumber lisan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Kritik internal untuk sumber lisan penulis melakukan kaji banding terhadap

hasil wawancara narasumber yang satu dengan yang lainnya karena tidak semua

orang memiliki pandangan yang sama terhadap suatu permasalahan. Contohnya

hasil wawancara antara bapak Enjin dengan Bapak Bekong yang merupakan

seniman yang menjaga dan melestarikan Kesenian Tanjidor, penulis melakukan kaji

banding antara narasumber yang satu dengan yang lainnya kemudian

membandingkan pendapat narasumber dengan sumber tertulis apakah terdapat

perbedaan-perbedaan dari jawaban yang dikemukakan oleh narasumber. Jika

kebanyakan isinya seragam, dengan demikian penulis menyimpulkan apa yang

dikatakan narasumber adalah benar. Hal ini untuk mencari kecocokan diantara

narasumber dan untuk meminimalisir subjektifitas narasumber tersebut. Namun

pada wawancara berikutnya penulis juga melakukan kaji banding antara narasumber

yang satu dengan yang lainnya dan mendapatkan jawaban yang berbeda isinya yaitu

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
75

antara Ibu Tety Jumiati dari instansi pemerintah dan Bapak Iswandi Ichsan

budayawan Bekasi dari pihak DKB (Dewan Kesenian Bekasi).

Penulis menanyakan beberapa pertanyaan yang sama namun jawabanya

berbeda yaitu pertama, mengenai ada berapa grup Kesenian Tanjidor yang ada di

Kabupaten Bekasi. Ibu Tety menjawabnya bahwa di Kabupaten Bekasi terdapat 10

grup Kesenian Tanjidor yang masih ada, sedangkan dari pihak DKB yang di wakili

oleh Bapak Iswandi Ichsan mengatakan hanya ada 5 grup Tanjidor yang masih ada.

Kedua, mengenai upaya pemerintah terhadap pelestarian Kesenian Tanjidor di

Kabupaten Bekasi. Ibu Tety menjawabnya bahwa pemerintah sudah melakukan

berbagai usaha untuk melestarikan Kesenian Tanjidor salah satunya dengan selalu

mempromosikan kesenian Tanjidor dikalangan remaja agar dikenal, sedangkan

menurut Bapak Iswandi mengatakan bahwa perhatian pemerintah sangatlah kurang

hal ini bisa dilihat dengan banyaknya grup Kesenian Tanjidor yang gulung tikar dan

kurang dikenalnya kesenian Tanjidor pada masyarakat Kabupaten Bekasi.

Setelah penulis melakukan kaji banding terhadap hasil wawancara

narasumber antara Ibu Tety dan Bapak Iswandi maka penulis menyimpulkan bahwa

tidak semua orang memiliki pandangan yang sama terhadap suatu permasalahan.

Oleh karena itu, untuk membuktikan kebenarannya maka penulis mencoba mencari

faktanya di lapangan yaitu; Pertama, penulis mencari grup Tanjidor yang masih ada

di Kabupaten Bekasi dan dari pencarian tersebut penulis menemukan 5 grup

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
76

Tanjidor yang masih ada. Kedua, penulis menanyakan langsung ke seniman

Tanjidor mengenai upaya pemerintah terhadap kesenian Tanjidor dan para seniman

tersebut menjawab bahwa perhatian pemerintah daerah terhadap Kesenian Tanjidor

dirasa masih kurang. Maka setelah penulis melakukan kaji banding, antara pendapat

narasumber yang satu dan lainnya, akhirnya penulis bisa menyimpulkan jawaban

dan memperoleh kebenaran fakta-fakta yang didapat dari sumber lisan yang

dibutuhkan dalam penelitian ini.

3. 3. 3. Penafsiran Sumber (Interpretasi)

Pada tahap ini penulis melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta yang

diperoleh baik dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Fakta-fakta tersebut

kemudian dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga setiap fakta tidak

berdiri sendiri dan menjadi rangkaian peristiwa yang saling berhubungan. Penelitian

dalam tahap ini berusaha memilih dan menafsirkan setiap fakta yang dianggap

sesuai dengan bahasan dalam penelitian, setiap fakta-fakta yang diperoleh penulis

dari sumber primer yang diwawancarai dibandingkan dan dihubungkan dengan

fakta lain yang diperoleh baik dari sumber tulisan maupun sumber lisan. Hal ini

dilakukan untuk mangantisipasi sebagian data yang diperoleh tidak mengalami

penyimpangan. Setelah fakta-fakta tersebut dapat diterima dan dihubungkan dengan

fakta lainnya maka rangkaian fakta tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah

rekontruksi yang menggambarkan keadaan sosial budaya dan pendidikan

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
77

masyarakat Kabupaten Bekasi yang masih melestarikan Kesenian Tanjidor tahun

1970-1995.

Mengkaji permasalahan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan

interdisipliner, yaitu pendekatan dalam penelitian sejarah yang menggunakan

bantuan disiplin ilmu lain (ilmu sosial) dalam mempertajam analisa kajian. Selain

menggunakan ilmu sejarah untuk mengkaji permasalahan yang terjadi di masa

lampau, penulis juga menggunakan konsep-konsep sosiologi dan antropologi.

Konsep-konsep yang dipinjam dari sosiologi seperti peranan sosial, perubahan

sosial serta yang lainnya. Secara metodologis pendekatan Sosiologi dalam kajian

sejarah, seperti yang dikemukakan oleh Weber (Abdurrahman, 2007: 23) adalah

sebagai berikut:

Secara metodologis, penggunaan sosiologi dalam kajian sejarah itu


adalah bertujuan memahami arti subjektif dari kelakuan sosial, bukan
semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Dari sini tampaklah bahwa
fungsionalisasi sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah pada pencarian arti
yang dituju oleh tindakan individual berkenaan dengan peristiwa-peristiwa
kolektif sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing
sejarawan dalam menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau faktor-
faktor dari suatu peristiwa.

Penelitian pergerakan sejarah atas bantuan sosiologi biasanya dapat pula

membantu mengungkapkan proses-proses sosial yang erat hubungannya dengan

upaya pemahaman kausalitas antara pergerakan sosial dan perubahan sosial.

Pendekatan sosiologi dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengkaji mengenai

perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Bekasi dan bertujuan

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
78

untuk memahami sejauh mana pengaruh perubahan sosial budaya pada masyarakat

tersebut terhadap perkembangan seni tradisional Tanjidor.

Antropologi sering kali sukar dibedakan dengan sosiologi, karena kedua

bidang ilmu tersebut sama-sama mempelajari masyarakat, terutama bentuk-bentuk

sosial dan strukturnya, baik yang berwujud perilaku individu maupun dalam

perilaku sosial atau kelompok. Hal utama yang membedakan antropologi dan

sosiologi adalah pendekatannya, sasaran utama kajiannya, dan sejarah

perkembangannya sebagai ilmu pengetahuan. Mengenai pendekatan misalnya,

antropologi seringkali dikembangkan dalam bidang kajian untuk mempelajari

masalah-masalah budaya. Karena kajian antropologi ini mencakup berbagai dimensi

kehidupan, maka antropologi dapat diklasifikasikan berdasarkan cabang-cabangnya,

seperti antropologi sosial, antropologi politik, dan antropologi budaya

(Abdurrahman, 2007: 27).

Titik singgung antara antropologi budaya dan sejarah sangatlah jelas,

keduanya mempelajari manusia sebagai objeknya. Apabila sejarah menggambarkan

kehidupan manusia dan masyarakat pada masa lampau, maka gambaran itu

mencakup unsur-unsur kebudayaannya sehingga tampak adanya tumpang tindih

antara bidang sejarah dan antropologi budaya. Oleh karena itu, sebagaimana halnya

sejarah dan sosiologi, perpaduan antara pandangan sinkronis dan diakronis

merupakan pendekatan yang bisa memadukan antara kedua disiplin itu.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
79

Hubungan antara antropologi dan sejarah dikemukakan oleh Sartono

Kartodirdjo (Supardan, 2008: 326) adalah sebagai berikut:

Hubungan ini dapat dilihat karena kedua disiplin ini memiliki


persamaan yang menempatkan manusia sebagai subjek dan objek kajiannya,
lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan. Dengan demikian, di
samping memiliki titik perbedaan, kedua disiplin itu pun memiliki
persamaan. Bila sejarah membatasi diri pada penggambaran suatu peristiwa
sebagai proses di masa lampau dalam bentuk cerita secara einmalig „sekali
terjadi‟, hal ini tidak termasuk bidang kajian antropologi. Namun, jika suatu
penggambaran sejarah menampilkan suatu masyarakat di masa lampau
dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, religi, dan
keseniannya maka gambaran tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan
masyarakat. Dalam hal itu ada persamaan bahkan tumpang tindih antara
sejarah dan antropologi.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa antropologi akan

selalu berfungsi dalam pengkajian sejarah. Terutama dalam mengkaji latar belakang

sosial budaya dari peristiwa-peristiwa sejarah. Demikian pula ketika ingin

mengetahui mengenai perubahan suatu kebudayaan, maka perubahan itu harus

dikaji dalam perspektif sejarahnya dengan menggunakan konsep dan teori

antropologi.

Konsep dalam ilmu antropologi yang dikaji dalam penelitian ini adalah

konsep mengenai religi dan kebudayaan masyarakat Betawi pada umumnya dan

masyarakat sekitar objek penelitian pada khususnya untuk mengetahui sejauh mana

nilai-nilai budaya dan agama berkembang dalam masyarakat tersebut. Penggunaan

berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini memungkinkan suatu masalah dapat

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
80

dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah yang akan

dibahas baik keluasan maupun kedalamannya semakin jelas.

3. 3. 4 Penulisan Hasil Penelitian (Historiografi)

Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah penulisan laporan penelitian.

Historiografi merupakan tahap akhir dalam penulisan karya ilmiah. Historiografi

merupakan hasil dari upaya penulis dalam mengerahkan kemampuan menganalisa

dan mengkritik sumber yang diperoleh dan kemudian dihasilkan sintesis dari

penelitiannya yang terwujud dalam penulisan skripsi dengan judul dinamika

kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi: suatu tinjauan sosial budaya tahun 1970-

1995 (kajian historis nilai-nilai budaya lokal).

Hasil penelitian mengenai Kesenian Tanjidor disusun dengan menggunakan

gaya bahasa sederhana, ilmiah dan menggunakan cara-cara penulis sesuai dengan

ejaan yang disempurnakan, sedangkan sistematika penulisan yang digunakan

mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah tahun 2011 yang dikeluarkan

oleh UPI. Adapun tujuan laporan hasil penelitian ini adalah selain untuk memenuhi

kebutuhan studi akademis tingkat serjana pada jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS

UPI juga bertujuan untuk mengkombinasikan hasil temuan atau penelitian kepada

umum sehingga temuan yang diperoleh dari hasil penelitian tidak saja memperkaya

wawasan sendiri.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
81

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan karangka tulisan yang

disesuaikan dengan buku pedoman karya tulis UPI, sehingga dalam penyusunannya

dilakukan secara sistematis atau bertahap yaitu terdiri dari Pendahuluan, Tinjauan

Pustaka, Metodologi Penelitian, Pembahasan Hasil Penelitian, dan Kesimpulan.

Dalam penyusunan laporan penelitian ini setiap bab memiliki fungsi dan kaitan

dengan bab lainnya, maka sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I yaitu pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian serta sistematika penulisan. Dalam bab pertama, peneliti menguraikan

mengenai alasan-alasan mengapa penelitian ini perlu dilakukan, kesenjangan antara

harapan dan kenyataan, kerugian-kerugian yang didapat seandainya penelitian ini

tidak dilakukan, serta fokus penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian guna

mempermudah dan mengarahkan penelitian yang dilakukan.

Adapun alasan-lasan mengapa pentingnya kesenian ini untuk diteliti

diantaranya yaitu kandungan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam kesenian

tradisi. Sebagai salah satu kesenian tradisional, Tanjidor adalah salah satu asset

kesenian yang berada di Kabupaten Bekasi dan seharusnya dipertahankan serta

dilestarikan karena mengandung nilai-nilai yang luhur dan diperlukan oleh

masyarakat saat ini dan dapat dijadikan sebagai salah satu media pendidikan yang

berpotensi untuk mengubah moralitas. Sebagaimana yang dikatakan oleh dewantara

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
82

(1962: 336), bahwa pendidikan kesenian itu menuju pada pendidikan intelektual dan

akhirnya sampai pada pendidikan watak, yaitu pendidikan moril atau budi pekerti.

Dalam bab II mengenai Kajian Pustaka, dalam bab ini peneliti akan

menguraikan mengenai tinjauan kepustakaan yang menunjang penelitian yang akan

dilakukan yaitu tentang “Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi: Suatu

Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995 (Kajian Historis Nilai-Nilai Budaya

Lokal)”. Kajian Pustaka memaparkan berbagai sumber literatur yang peneliti

anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji, didukung

dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam kajian

pustaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan

kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji kemudian dihubungakan dengan

masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar adanya keterkaitan antara

permasalahan dilapangan dengan teori-teori yang diperoleh dari buku, agar

keduanya bisa saling mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan

permasalahan yang diteliti bisa berkaitan. Sedangkan fungsi dari Kajian Pustaka

adalah sebagai landasan teoritik dalam analisis temuan.

Kemudian dalam bab III merupakan pembahasan tentang Metodologi

Penelitian. Dalam bab ini membahas metode dan teknik penelitian yang digunakan

oleh peneliti meliputi heuristik, kritik, Interpretasi dan historiografi. Semua

prosedur dalam penelitian akan dibahas dalam bab ini. Prosedur yang dimaksud

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
83

adalah langkah-langkah yang dilakukan peneliti selama melakukan penelitian

menganai masalah yang diajukan untuk mendapatkan serta menganalisis data yang

diperoleh. Adapun harapan dalam langkah-langkah penelitian ini diantaranya

perencanaan, pengajuan judul penelitian, persiapan penelitian, proses bimbingan

dan tahap pelaksanaan penelitian.

Selanjutnya dalam bab IV peneliti akan membahas permasalahan yang

selama ini peneliti kaji serta memaparkan dan menjelaskan tentang data-data yang

peneliti peroleh baik dari buku-buku sumber, internet wawancara, dan sumber

lainnya yang mendukung judul karya ilmiah ini. Sehingga pada bab keempat ini

peneliti akan berusaha untuk mendeskripsikan hasil penelitian dan mencoba untuk

menganalisisnya ke dalam bentuk penulisan sejarah secara sistematis.

Adapun pembahasan yang akan peneliti utarakan dalam bab ini dibagi ke

dalam tujuh subbab. Pada subbab pertama akan memaparkan mengenai gambaran

umum Kabupaten Bekasi. Pada subbab ini terdiri dari beberapa subbab yang

meliputi: sejarah Kabupaten Bekasi, kondisi geografis dan administratif Kabupaten

Bekasi, penduduk dan mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Bekasi, kondisi

sosial dan budaya masyarakat Kabupaten Bekasi. Subbab kedua akan memaparkan

mengenai latar belakang lahirnya kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi. Subbab

ketiga akan memaparkan mengenai struktur dan bentuk pertunjukan kesenian

Tanjidor yang mencakup persiapan sebelum pertunjukan Tanjidor. Pada subbab

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
84

bentuk dan jalannya pertunjukan kesenian Tanjidor dibagi ke dalam beberapa

subbab lagi yaitu: persiapan perlengkapan kesenian Tanjidor, pemain dan tempat

pertunjukan kesenian Tanjidor, pakaian pemain kesenian Tanjidor, waditra (alat

musik) kesenian Tanjidor dan yang terakhir lagu-lagu yang disajikan kesenian

Tanjidor.

Pada subbab keempat, peneliti akan menjelaskan mengenai dinamika

kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi tahun 1970-1995. Pada pembahasan ini

peneliti memfokuskan kajian dari tahun 1970-1995 yang dibagi ke dalam tiga

periode. Alasan pembagian kurun waktu dari tahun 1970-1995 ke dalam tiga

periode yaitu terdapatnya karekteristik yang hampir sama dan menonjol dari tiap

kurun waktu yang peneliti tetapkan. Pertama, kurun waktu dari tahun 1970 sampai

tahun 1980 yang merupakan fase awal berkembangnya kesenian Tanjidor. Pada

prase ini, baru muncul sebuah grup kesenian Tanjidor yang sudah mulai

terorganisasi secara terstruktur dan profesional.

Kedua, kurun waktu dari tahun 1980-1990 merupakan prase perkembangan

kesenian Tanjidor dan bisa dikatakan merupakan masa keemasan dari keberadaan

kesenian ini. Peneliti berpendapat masa ini sebagai masa keemasan kesenian

Tanjidor berdasarkan bukti-bukti yang dapat dilihat dilampiran mengenai frekuensi

pertunjukan yang dilakukan dalam acara-acara bergengsi serta penghargaan-

penghargaan yang diterima kesenian Tanjidor dalam mengikuti berbagai even

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
85

pagelaran seni. Selain itu, pada masa ini, kesenian Tanjidor tidak hanya dimainkan

oleh golongan tua saja tetapi didominasi pula oleh golongan muda. Ketiga, kurun

waktu dari tahun 1990-1995 bisa dikatakan sebagai prase mundurnya kesenian

Tanjidor. Pada fase ini kesenian Tanjidor bisa dikatakan mati segan hidup pun tak

mau dan kesenian Tanjidor jarang lagi dipentaskan oleh masyarakat di Kabupaten

Bekasi. Pementasan kesenian Tanjidor hanya dipentaskan oleh sekelompok orang

ketika adanya tawaran berbau ekonomi saja.

Pada subbab kelima, peneliti akan menjelaskan mengenai fungsi kesenian

Tanjidor bagi masyarakat Kabupaten Bekasi. Pada subbab ini terdiri dari beberapa

subbab lagi yaitu: fungsi seni Tanjidor sebagai hiburan, fungsi seni Tanjidor sebagai

media silaturahmi dan komunikasi, fungsi seni Tanjidor sebagai mata pencaharian,

fungsi seni Tanjidor sebagai media pendidikan, dan fungsi seni Tanjidor sebagai

sarana ritual bagi masyarakat Kabupaten Bekasi.

Pada subbab keenam, peneliti akan menjelaskan faktor pendorong dan

penghambat keberlangsungan kesenian Tanjidor, didukung oleh teori-teori yang

peneliti gunakan dalam penelitian ini untuk lebih menguatkan penelitian yang

dilakukan. Teori-teori yang digunakan dalam subbab ini khususnya menggunakan

teori sosiologi dan antropologi yang menjadi ilmu bantu dalam penelitian mengenai

kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi. Pada subbab ini terdiri dari beberapa

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
86

subbab lagi yaitu: faktor pendorong keberlangsungan kesenian Tanjidor dan faktor

penghambat keberlangsungan kesenian Tanjidor.

Pada subbab ketujuh atau yang terakhir, peneliti akan menjelaskan upaya

seniman dan pemerintah Kabupaten Bekasi dalam melestarikan kesenian Tanjidor.

Pada subbab ini terdiri dari beberapa subbab lagi yaitu: pelestarian kesenian

Tanjidor oleh seniman dan pelestarian kesenian Tanjidor oleh pemerintah daerah

Kabupaten Bekasi. Pada subbab ini juga didukung oleh teori-teori yang peneliti

gunakan dalam penelitian ini untuk lebih menguatkan penelitian yang dilakukan.

Teori-teori yang digunakan dalam subbab ini khususnya menggunakan teori

sosiologi dan antropologi yang menjadi ilmu bantu dalam penelitian mengenai

kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi.

Bab V merupakan bab penutup dalam karya ilmiah ini. Pada bagian ini,

peneliti akan membahas beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan

yang diajukan dan merupakan inti dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta

mengambil makna dari kajian yang telah peneliti bahas dalam bab sebelumnya.

Dalam bab ini pula peneliti menyampaikan saran dan kritik penulis atas penelitian

yang telah dilakukan sebagai bahan masukan agar penelitian yang akan datang bisa

lebih baik lagi.

Munzizen, 2013
Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai