Anda di halaman 1dari 24

Metodologi Penelitian dalam

Sebuah “Multi-Paradigm Science”

Dedy N. Hidayat

ABSTRAK

Ketidakjelasan paradigma serta posisi metodologi dapat mempersulit peneliti sewaktu


melakukan penelitian. Selain akan menyulitkan peneliti dalam menetapkan “goodness” atau
“quality criteria” dalam melakukan penelitian, juga akan menyebabkan hasil riset menjadi
amat terbuka terhadap kritik dari berbagai perspektif yang berbeda. Dalam ilmu-ilmu sosial,
termasuk ilmu komunikasi, terdapat beragam paradigma atau perspekstif sebagai fondasi
filosofis yang dapat digunakan dalam penelitian, dan masing-masing memiliki quality criteria
berbeda. Di antara paradigma itu adalah paradigma klasik, kritis, dan konstruktivis. Dalam
hal ini, isu pokok yang sebenarnya bukanlah pembedaan antara penelitian kuantitatif dengan
kualitatif, tetapi perbedaan epistemologi, ontologi, dan aksiologi antarparadigma yang ada.
Seorang periset komunikasi bebas memilih akan melandaskan kajiannya dari perspektif mana
pun. Namun, dari beragam hal yang menentukan kualitas penelitian—seperti kerangka
pemikiran dan signifikansi penelitian—pemahaman peneliti mengenai paradigma penelitian
yang diplihnya, tampaknya, merupakan yang terpenting

Pendahuluan nior, justru menilai temuan yang diperoleh sang


kandidat tersebut sebagai suatu temuan yang
Seorang kandidat doktor, dalam rangka benar-benar merupakan refleksi otentik dari realitas
penyusunan disertasinya, telah melakukan studi kehidupan para tunawisma yang diteliti. Menurut
kualitatif mengenai kehidupan tunawisma di Chi- sang profesor, masalah apakah temuan penelitian
cago. Untuk itu, selama musin panas, ia tersebut merupakan kebenaran yang berlaku umum
menempatkan diri sebagai participant observer, (the truth) yang bisa digeneralisasi ke populasi
hidup bersama sekelompok tunawisma, melakukan atau konteks kehidupan tunawisma yang lebih
depth-interview dan observasi. Tetapi, salah umum bukanlah suatu tolok ukur untuk menilai
seorang anggota komisi disertasinya telah menilai kualitas dan signifikansi penelitian sang kandidat.
bahwa temuan penelitian sang kandidat tidak Sebab, dalam penelitian semacam itu, yang lebih
objektif atau bias. Sebab, oleh sang kandidat, dipentingkan adalah penemuan suatu kebenaran
dinilai telah menggunakan sudut pandang subjektif (a truth) dalam suatu konteks spesifik.
dari kelompok subjek yang diteliti; selain itu, Dalam kasus semacam itu, tentu akan muncul
“sampel” atau kasus tunawisma yang diteliti pertanyaan: “Siapakah yang salah? Anggota
dianggap kurang representatif dalam komisi disertasi yang pertama atau yang kedua?”
menggambarkan realitas kehidupan tunawisma di Jawabnya: yang paling bersalah adalah si kandidat
Amerika pada umumnya, bahkan di Chicago doktor itu sendiri. Sebab, ia tidak secara tegas
sendiri. Sebaliknya, seorang anggota komisi menjelaskan posisi metodologi penelitian yang ia
disertasi lainnya, seorang profesor yang lebih se- lakukan. Ketidakmampuan menjelaskan posisi

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 197


metodologi itu sendiri disebabkan yang suatu keseluruhan landasan nilai-nilai (khususnya
bersangkutan tidak tahu perspektif atau paradigma yang menyangkut filsafat keilmuan), asumsi-
keilmuan yang mendasari konsep-konsep serta asumsi, etika, dan norma yang menjadi aturan-
kerangka teori yang ditelitinya. aturan standar yang digunakan untuk menafsirkan
Kasus-kasus serupa banyak sekali ditemui, serta menyimpulkan data penelitian; di dalamnya,
terlebih lagi di tanah air. Dalam sejumlah kasus, termasuk juga kriteria untuk menilai kualitas hasil
mahasiswa menjadi “korban” penilaian para penelitian. Pembedaan antara metode dan
penguji skripsi yang masing-masing menggunakan metodologi tersebut dikemukakan oleh Bailey
quality criteria berbeda. Di samping karena (1987: 32-33) sebagai berikut: By “method” we sim-
mahasiswa yang bersangkutan tidak mampu sejak ply mean the research technique or tool used to
awal menentukan posisi metodologinya, para gather data . . . By “methodology” we mean the
dosen pembimbing dan penguji juga cenderung philosophy of the research process. This include
memberikan penilaian sesuai dengan perspektif the assumptions and values that serve as a ratio-
mereka sendiri, atau beranggapan bahwa nale for research and the standards or criteria
perspektif yang ia gunakan sebagai satu-satunya the researcher uses for interpreting data and
perspektif, bahkan yang paling superior di antara reaching conclusions.
perspektif lain. Di banyak perguruan tinggi, baik Metodologi penelitian, dengan demikian,
di dalam negeri ataupun di luar, Metodologi sebenarnya tidak terlepas dari suatu paradigma
Penelitian yang diajarkan memang hanya versi keilmuan tertentu. Lebih spesifik lagi, metodologi
tertentu, yang berpijak atas perspektif atau penelitian merupakan implikasi atau konsekuensi
paradigma tertentu, dan itu seringkali kemudian logis dari nilai-nilai, asumsi-asumsi, aturan-aturan
diperlakukan seolah-olah sebagai satu-satunya serta kriteria yang menjadi bagian integral dari
metodologi penelitian. suatu paradigma.1
Ketidakjelasan paradigma serta posisi Berbeda dengan ilmu-ilmu alam serta fisika
metodologi jelas akan mempersulit mahasiswa yang pada era tertentu hanya memiliki satu
sewaktu melakukan penelitian. Kesulitan yang paradigma – seperti paradigma Newtonian, yang
muncul, antara lain, yang bersangkutan tidak kemudian digantikan oleh paradigma relativitas-
mempunyai pegangan jelas tentang apa yang nya Einstein – maka ilmu-ilmu sosial merupakan
harus dilakukan dan apa yang tidak selayaknya suatu multi-paradigm science, di mana berbagai
dilakukan. Misalnya, apakah ia harus membuat paradigma bisa tampil bersama-sama dalam suatu
argumentasi bahwa kasus yang diteliti mewakili era.
suatu populasi? Apakah metode pengumpulan Usaha untuk mengelompokkan teori-teori
data dan metode analisis yang dilakukan memenuhi dan pendekatan ke dalam sejumlah paradigma yang
syarat? Apa kelemahan dan keterbatasan dilakukan sejauh ini telah menghasilkan
penelitian yang ia lakukan? Pertanyaan semacam pengelompokan yang amat bervariasi. Kinloch
itu sulit dijawab bila tidak tahu persis posisi (1977), contohnya, mengidentifikasi sekurangnya
metodologi penelitian yang digunakan. Selain akan enam paradigma atau perspektif teoretikal (Organic
menyulitkan si mahasiswa dalam menetapkan good- Paradigm, Conflict Paradigm, Social Behavior-
ness atau quality criteria dalam melakukan ism, Structure Functionalism, Modern Conflict
penelitian, juga akan menyebabkan hasilnya amat Theory, dan Social-Psychological Paradigm).
terbuka terhadap kritik dari berbagai perspektif Tetapi, Crotty (1994) mengelompokkan teori-teori
yang berbeda. sosial, antara lain, ke dalam Positivism,
Interpretivism, Critical Inquiry, Feminism, dan
Beberapa Pengelompokan Paradigma Postmodernism. Burrel dan Morgan (1979)
mengelompokkan teori-teori dan pendekatan dalam
Metodologi penelitian bukan hanya sekadar
ilmu-ilmu sosial kedalam empat paradigma (lihat
kumpulan metode atau teknik penelitian, melainkan

198 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


Skema 1): Radical Humanist Paradigm, Radical Structuralist Paradigm, Interpretive Paradigm, dan
Functionalist Paradigm. Namun, bahasan mereka tidak secara jelas menunjukkan implikasi metodologi
dari masing-masing paradigma.

Skema 1a
PEMETAAN TEORI-TEORI SOSIAL
(Burrel and Morgan, dalam Rosengreen, 1979)

The Sociology of Radical Change

RADICAL HUMANISM RADICAL STRUCTURALISM

 Contemporary
Mediteranian
 Anarchistic
Marxism
individualism
 French  Russian
existentialism  Critical social
theory theory

 Conflict
theory

SUBJECTIVE OBJECTIVE

 Phenomenology
 Integrative
 Hermeneutics theory

 Phenomenological  Social system


sociology theory

 Interactionismand Social action theory

INTERPRETIVE SOCIOLOGY FUNCTIONALIST SOCIOLOGY

The Sociology of Regulation

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 199


Skema 1b
PEMETAAN TEORI-TEORI MEDIA DALAM EMPAT PARADIGMA
McQuail, Denis (1988). Mass Communication

Dominance
Radical Humanism Radical Structuralism
centrifugal(-)
- Marxist centrifugal(-)
critical theory
- Marxist - Mass Sociey
- Hegemony theory materialist theory
(Gramsci)

- Frankfurt school
(Adorno) - Political-economic theory
- Social-cultural
technology approach social
Media centered Society centered
content material / behavioral

- Individual
functionalism - Structural
Functionalism

centrifugal (+)
centrifugal (+)

Interpretive Sociology Functionalism

Pluralism

Sementara itu, Guba dan Lincoln (1994) jauh berbeda. Karena itu pula, untuk kepentingan
mengajukan tipologi yang mencakup empat mempermudah bahasan tentang implikasi
paradigma: Positivism, Postpositivism, Critical metodologi dari suatu paradigma, maka teori-teori
Theories et al., dan Constructivism, masing- dan penelitian ilmiah komunikasi cukup
masing dengan implikasi metodologi tersendiri. dikelompokkan ke dalam tiga paradigma, yakni:
Tetapi sejumlah ilmuwan sosial lain melihat 1. Classical paradigm (yang mencakup positiv-
positivism dan postpositivism bisa disatukan ism dan postpositivism),
sebagai classical paradigm karena dalam 2. Critical paradigm, dan
prakteknya implikasi metodologi keduanya tidak 3. Constructivism paradigm.

200 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


Terlepas dari variasi pemetaan paradigma yang ada, pada intinya setiap paradigma dapat dibedakan
dari paradigma lainnya atas dasar sejumlah hal, antara lain konsepsi tentang ilmu-ilmu sosial, ataupun
asumsi-asumsi tentang masyarakat, manusia, realitas sosial, keberpihakkan moral, dan juga commitment
terhadap nilai-nilai tertentu.

Tabel 1
TIGA PERSPEKTIF/PARADIGMA ILMU SOSIAL

PARADIGMA PARADIGMA
PARADIGMAKLASIK KONSTRUKTIVISME TEORI-TEORI KRITIS

Menempatkan ilmu sosial Memandang ilmu sosial Mendefinisikan ilmu


seperti halnya ilmu-ilmu alam sebagai analisis sistematis sosial sebagai suatu
dan fisika, dan sebagai terhadap socially meaning- proses yang secara kritis
metode yang terorganisir ful action melalui berusaha mengungkap
untuk meng-kombinasikan pengamatan langsung dan “the real structures”
deductive logic dengan rinci terhadap pelaku sosial dibalik ilusi, false needs,
pengamatan empiris, guna dalam setting keseharian yang dinampakkan dunia
secara probabilistik yang alamiah, agar mampu materi, dengan tujuan
menemukan — atau memahami dan menafsirkan membantu membentuk
memperoleh konfirmasi bagaimana para pelaku suatu kesadaran sosial
tentang – hukum sebab- sosial yang bersangkutan agar memperbaiki dan
akibat yang bisa digunakan menciptakan dan mengubah kondisi
memprediksi pola-pola umum memelihara / mengelola kehidupan manusia
gejala sosial tertentu. dunia sosial mereka.

Asumsi-asumsi Epistemologi, Ontologi, dan Metodologi dalam Paradigma

Berhubung metodologi penelitian merupakan implikasi dari suatu paradigma, dan karena dalam
bidang ilmu-ilmu sosial terdapat sejumlah paradigma, maka metodologi penelitian dalam ilmu-ilmu sosial
bukanlah suatu kesatuan disiplin yang monolitik.
Terdapat berbagai varian atau perspektif metodologi ilmu-ilmu sosial. Masing-masing varian
metodologi, selain didasarkan atas paradigma atau perspektif teoretik serta epistemologi yang berbeda
(dan banyak di antaranya bahkan saling bertolak-belakang), mereka pun memiliki pilihan metode-metode
penelitian yang berbeda pula.
Keterkaitan antara paradigma dengan metodologi dan metode penelitian tersebut bisa disimpulkan
melalui gambaran Crotty (1998), yang antara lain bisa dijelaskan melalui bantuan Tabel 2a.

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 201


Tabel 2a
EPISTEMOLOGI - PERSPEKTIF TEORETIKAL - METODOLOGI - METODE
(lihat Crotty, 1998:5)

EPISTEMOLOGY THEORETICAL METHODOLOGY METHODS


PERSPECTIVE

1. Objektivism Positivism - Experimental - Measurement, scaling·


(and post-positivism) research - Sampling
- Survey research - Questionaire

2. Constructivism Interpretivism: - Ethnography - Observation


Symbolic - Phenomenological - Participant Observation
Interactionism research - Interview
Phenomenology - Grounded theory - Focus group
Hermeneutics - Heuristic Inquiry - Case study
- Life history

3. Subjectivism Critical Inquiry - Action research - Comparative analysis


(and their variants) - Discourse analysis - Document analysis·
- Interpretative methods
- Content analysis

Tabel 2b
DIMENSI-DIMENSI PARADIGMA
( lihat Guba, 1990 )

ONTOLOGY EPISTEMOLOGY METHODOLOGY

Asumsi tentang Asumsi tentang hubungan antara Asumsi metodologis tentang


“realitas” peneliti dan yang diteliti. bagaimana peneliti
memperoleh pengetahuan

What is the nature of “real- What is the nature of the relation- How should the inquirer go
ity”? ship between the inquirer and the about finding out knowl-
knowable? edge?

202 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


Dalam Tabel 2a, secara tak langsung Crotty satu (incommensurable) berdasarkan sistem nilai
telah mengidentifikasi 3 paradigma, yang kurang independen tertentu: “… paradigms are incom-
lebih identik dengan pengelompokkan paradigma mensurable. That is the assumptions and expla-
dalam Tabel 1 (Paradigma 1 dalam Tabel 2 kurang nations of two or more paradigms within a given
lebih adalah paradigma Klasik sebagaimana discipline are so different that they cannot be
dikemukakan dalam Tabel 1; sedangkan paradigma compared by means of an independent value sys-
2 adalah paradigma Konstruktivisme, dan tem. Thus adherence to one paradigm forecloses
paradigma 3 adalah paradigma Teori-teori Kritis). the possibility of the acceptance of a competing
Masing-masing paradigma didasarkan atas one” (Lindlof, 1995: 29).
epistemologi dan perspektif teoretikal tersendiri. Bila Denzin dan Lincoln menilai “A para-
Selain itu, masing-masing epistemologi dan digm encompasses three elements: epistemology,
perspektif teoretikal juga membawa implikasi berupa ontology, dan methodology (lihat Denzin dan Lin-
penentuan varian metodologi mana yang harus coln, 1994: 99), maka perbedaan antarparadigma
diterapkan. Akhirnya, setiap varian metodologi bisa meliputi perbedaan yang mendasar dari segi
memiliki preferensi metode-metode tertentu yang ontologi, epistemologi, dan metodologi.
dinilai tepat untuk digunakan dalam suatu Perbedaan yang paradigmatik antara dua peneliti
penelitian, dan juga tolok-ukur tersendiri dalam – atau perbedaan yang mencakup dimensi
menilai apakah suatu hasil penelitian menjawab epistemologi, ontologi, dan metodologi – akan
permasalahan yang diajukan, atau apakah suatu menyebabkan keduanya tidak bisa dipertemukan
penelitian “berkualitas” atau tidak. Keseluruhan dan bekerjasama.
epistemologi, perspektif teoretikal, metodologi, dan Empat paradigma yang dikemukakan Burrel
metode-metode itu bisa kita sebut sebagai suatu dan Morgan (dalam Rosengreen,1979; lihat Skema
paradigma.2 1a), sebagai contoh, sebenarnya berangkat dari
Sebagai contoh, perspektif teoretikal symbolic pengutuban teori-teori sosial dalam sebuah
interactionism didasarkan atas epistemologi yang kontinum antara konsepsi yang menekankan
disebut sebagai constructivism. Epistemologi subjektivitas di kutub yang satu dengan
sendiri bisa didefinisikan sebagai . . . the theory of objektivitas di kutub yang lain. Dalam kontinum
knowledge embedded in the theoretical perspec- objektif-subjektif tersebut, sekurangnya terdapat
tive and thereby in the methodology (Crotty, pengutuban menyangkut empat asumsi mengenai
1998:3). Perspektif teoretikal symbolic ilmu-ilmu sosial.
interactionism yang didasarkan atas epistemologi Pertama, dari segi ontologi, pengutuban antara
yang disebut constructivism juga tidak terlepas realisme - nominalisme; dari segi epistemologi,
dari penerapan metodologi tertentu sebagai pengkutuban antara positivism-antipositivism;
implikasi, antara lain, penerapan metodologi eth- dari segi metodologi, antara nomothetic-ideo-
nography. Metodologi ethnography memiliki graphic; kemudian dari segi asumsi tentang
kecenderungan atau preferensi untuk menerapkan manusia, kutub objektivis berangkat dari asumsi
metode-metode tertentu pula yang dinilai tepat, yang deterministik, sedangkan kutub subjektivis
seperti metode pengumpulan data participant berpijak pada asumsi voluntaristik (Rosengreen,
observation. 1979: 186-187).
Tiap paradigma—sebagai suatu mental win- Di luar dimensi-dimensi epistemologi,
dow atau world view yang digunakan oleh suatu ontologi, dan metodologi, sejumlah pakar lain
komunitas ilmuwan tertentu untuk mempelajari secara implisit ataupun eksplisit menilai sebuah
objek keilmuan mereka—mungkin bertolak- paradigma juga memuat elemen axiology (lihat a.l.,
belakang satu sama lain dan sulit dipertemukan. Littlejohn, 1992: 30-34), yang berkaitan dengan
Sebab, masing-masing paradigma memiliki asumsi- posisi value judgments, etika, atau pilihan moral
asumsi serta penjelasan mengenai realitas sosial peneliti dalam melakukan suatu penelitian dan
tersendiri, yang sulit untuk dibandingkan satu per kegiatan ilmiah.
Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 203
Oleh karena itu, perbedaan antar paradigma pengetahuan mengenai suatu objek
tersebut juga bisa dibahas dari empat dimensi, pengetahuan.
yakni: 4. Aksiologis, yang berkaitan dengan posisi
1. Epistemologis, yang antara lain menyangkut value judgments, etika, dan pilihan moral
asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan peneliti dalam suatu penelitian.
yang diteliti dalam proses untuk memperoleh
pengetahuan mengenai objek yang Tabel 3a - 3d merupakan identifikasi perbedaan
diteliti.Kesemuanya menyangkut teori antara paradigma klasik, kritis, dan konstruktivis,
pengetahuan (theory of knowledge) yang berdasarkan empat elemen yang dimiliki setiap
melekat dalam perspektif teori dan metodologi. paradigma (epistemologi, ontologi, metodologi,
2. Ontologis, yang berkaitan dengan asumsi dan aksiologi), yang merupakan rangkuman atau
mengenai objek atau realitas sosial yang penyimpulan dari sejumlah kepustakaan (a.i., Guba,
diteliti. 1994; Denzin and Lincoln, 1994; Crotty, 1998).
3. Metodologis, yang berisi asumsi-asumsi Tabel 4 merupakan ilustrasi tambahan untuk
mengenai bagaimana cara memperoleh menggambarkan perbedaan antara penelitian

Tabel 3a
PERBEDAAN ONTOLOGIS

KLASIK KRITIS KONSTRUKTIVIS

Critical realism: Historical realism: Relativism:


Ada realitas yang “real” yang Realitas yang teramati Realitas merupakan
diatur oleh kaidah2 tertentu merupakan realitas “semu” konstruksi sosial
yang berlaku universal; (virtual reality) yang telah Kebenaran suatu realitas
walaupun kebenaran terbentuk oleh proses sejarah bersifat relatif, berlaku
pengetahuan tsb. mungkin dan kekuatan-kekuatan sesuai konteks spesifik
hanya bisa diperoleh secara sosial, budaya, dan ekonomi- yang dinilai relevan oleh
probabilistik politik pelaku sosial.

Tabel 3b
PERBEDAAN EPISTEMOLOGIS

KLASIK KRITIS KONSTRUKTIVIS

Dualist/objectivist: Transactionalist/subjectivist· Transactionalist/subjectivist·

Ada realitas objektif, sebagai Hubungan peneliti dengan yang Pemahaman suatu realitas, atau
suatu realitas yg external di diteliti selalu dijembatani nilai- temuan suatu penelitian
luar diri peneliti Peneliti nilai tertentu. Pemahaman merupakan produk interaksi
harus sejauh mungkin tentang suatu realitas meru- peneliti dengan yang diteliti.
membuat jarak dengan objek pakan value mediated findings
penelitian.

204 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


Tabel 3c
PERBEDAAN AKSIOLOGIS

KLASIK KRITIS KONSTRUKTIVIS

Observer Activist Facilitator


- Nilai, etika dan pilihan - Nilai, etika dan pilihan - Nilai, etika dan pilihan
moral harus berada di luar moral merupakan bagian moral merupakan bagian
proses penelitian tak terpisah-kan dari tak terpisah-kan dari
penelitian penelitian
- Peneliti berperan sebagai - Peneliti menempatkan diri - Peneliti sebagai passion-
disinterested scientist sebagai transformative in- ate participant,
tellectual, advokat dan fasilitator yang
- Tujuan penelitian: aktivis menjembatani
Eksplanasi, prediksi dan
- Tujuan penelitian: kritik keragaman subjektivitas
kontrol realitas sosial
sosial, transformasi, pelaku sosial
emansipasi dan social em- - Tujuan penelitian:
powerment rekonstruksi realitas
sosial secara dialektis
antara peneliti dan yang
diteliti.

Tabel 3d
PERBEDAAN METODOLOGIS

KLASIK K RITIS KONSTRUKTIVIS

Interventionist: Participative: Re fl e c t i ve / Di al e c t i cal :


Pengujian hipotesis dalam Mengutamakan analisis Menekankan empati, dan
struktur hypothetico-deduc- komprehensif, kontekstual, interaksi dialektis antara
tive method; melalui lab. dan multi-level analysis yang peneliti-responden untuk
eksperimen atau survey bisa dilakukan melalui merekontruksi realitas yang
eksplanatif, dengan analisis penempatan diri sebagai diteliti, melalui metode-
kuantitatif aktivis/partisipan dalam metode kualitatif seperti par-
proses transformasi sosial ticipant observation

Kriteria kualitas penelitian: Kriteria kualitas penelitian: Kriteria kualitas penelitian:


Objectivity, Reliability and Va- Historical situatedness: Authenticity dan reflectivity:
lidity (internal dan external va- sejauhmana penelitian Sejauh mana temuan
lidity) memperhatikan konteks merupakan refleksi otentik
historis, sosial, buidaya, dari realitas yang dihayati
ekonomi dan politik oleh para pelaku sosial

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 205


paradigma klasik dan paradigma konstruktivis Beberapa hal yang perlu digarisbawahi
dalam suatu kontinum (didasarkan atas uraian mengenai perbedaan ketiga paradigma tersebut
Guba, 1994). adalah:

Tabel 4a
KONTINUM PERBEDAAN PARADIGMATIK
antara Peneliti Positivist (Kuantitatif) dan Peneliti Constructivist (Kualitatif)
(Berdasarkan uraian Guba, The Paradigm Dialog, 1990)

POSITIVIST CONSTRUCTIVIST

ONTOLOGY
Realist Relativist

Realitas ada “diluar sana” dan diatur oleh Realitas tampil sebagai konstruksi mental,
hukum-hukum dan mekanisme alamiah dipahami secara beragam berdasarkan
(seperti cause-effect laws) yang berlaku pengalaman serta konteks lokal dan spesifik
universal (time and context free gener- para individu yang bersangkutan.
alizations

EPISTEMOLOGY
Dualist/Objectivist Subjectivist

Peneliti bisa dan perlu membuat jarak Peneliti dan realitas/fenomena yang diteliti
dengan objek/realitas yang diteliti. menyatu sebagai satu entitas. Temuan
Penilaian subjektif danbias pribadi harus penelitian merupakan hasil interaksi antara
bisa dipisahkan dari temuan penelitian peneliti dengan yang diteliti.

METHODOLOGY
Experimental/ manipulative Dialectic/hermeneutic,

Pertanyaan penelitian atau hipotesis Konstruksi mental individu digali dan


dinyatakan pada awal penelitian, untuk dibentuk dalam setting alamiah, secara
kemudian diuji secara empiris dalam hermeunetik, serta diperbandingkan secara
kondisi yang terkontrol dialektik.

206 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


Tabel 4b
PENGELOMPOKKAN BEBERAPA TEORI / PENDEKATAN
DALAM BIDANG ILMU KOMUNIKASI

TEORI / PARADIGMA
PENDEKATAN KLASIK KRITIS KONSTRUKTIVIS

Theories of Message
 Theories of Discourse X X X
 Theories Sign and Language X X

Interpersonal Communication
 Symbolic Interactionism X X
Iowa school Chicago school
 Social Judgment theory X
 Cognitive Dissonance theory X
 Theories of Experience and X
Interpretation
 Theories of Info Reception and X
Processing

Group/Public Communication
 Information System Approach in X
Organization
 Social Exchange Theories X
 Theories of Communication Network X

Mass Communication and Society


 Structural-Functionalism Theories of X X
Mass Media Mattelart,
Schiller etc.
 Agenda-Setting Theory X
 Cultivation Theory X
 Uses and Gratifications X
 Political-Economy Theories of Mass X X X
Media liberal instrumentalism culturalism /
political & structuralism constructivism
economy (Chomsky, (Golding & Murdoch)
Schudson)
 Mass Media and Social Construction of X
Reality
 Media and Cultural Studies X X
 Theories of Message Production X
 Theories of Mass Media and
Persuasion, Effectiveness of Ads and X
Communication Program.

Pengelompokkan Teori didasarkan atas pembagian isi dalam buku Littlejohn (1994)

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 207


Pertama, Peneliti dari kubu paradigma klasik tidak selayaknya, kita menggunakan kriteria yang
merasa harus menempatkan diri sebagai value free berlaku dalam paradigma klasik untuk menilai
researcher, yang harus senantiasa membuat kualitas sebuah penelitian yang berpijak atas
pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang asumsi-asumsi epistemologis, ontologis dan
dimilikinya dengan fakta objektif yang diteliti. aksiologis dari paradigma lain, demikian pula
Sebaliknya, peneliti dari kubu kritis dan sebaliknya.
konstruktivis melihat hal tersebut merupakan Paradigma klasik hingga saat ini masih tetap
sesuatu yang tidak mungkin dan tidak perlu tampil lebih dominan dibanding dua paradigma
dilakukan. Sebab, setiap penelitian selalu lainnya. Secara umum, penilaian mengenai
melibatkan value judgments dan keberpihakan pada dominasi paradigma klasik tersebut, khususnya di
nilai-nilai tertentu. Pemilihan apa yang akan diteliti Tanah Air, didasarkan atas sejumlah pengamatan,
(misalnya, efektivitas iklan rokok ataukah akibat a.l.:
negatif iklan rokok) didasarkan atas suatu penilaian Pertama, jumlah penelitian, jumlah publikasi
subjektif. Lebih dari itu, dalam sebuah ilmu yang hasil penelitian, besarnya pendanaan yang
menjadikan manusia sebagai pokok perhatian, diperoleh, jumlah ilmuwan, dan profesional yang
usaha untuk secara “objektif” menempatkan terserap pasaran tenaga kerja sektor ekonomi
manusia sebagaimana halnya objek-objek ilmu lainnya (lihat a.l., Guba and Lincoln, 1994: 112).
alam jelas telah merupakan suatu value judgment Kedua, besarnya kecenderungan di kalangan
juga. ilmuwan sosial sendiri untuk menilai metodologi
Kedua, Penelitian paradigma klasik berangkat paradigma klasik sebagai satu-satunya metodologi
dari asumsi adanya suatu realitas sosial yang penelitian. Di banyak perguruan tinggi, metodologi
objektif. Karena itu, suatu penelitian juga harus penelitian yang diajarkan hanyalah metodologi
harus objektif, yakni untuk memperoleh penelitian klasik; dan itu kemudian dipersepsikan
pengetahuan tentang suatu objek atau realitas sebagai satu-satunya metodologi. Dengan
sosial sebagaimana adanya. Untuk itu, seorang demikian kriteria penilaian kualitas penelitian
peneliti harus menjaga jarak dengan objek yang paradigma klasik (seperti objektivitas, reliabilitas,
diteliti, mencegah agar tidak terjadi interaksi antara validitas internal dan eksternal) juga dinilai sebagai
subjektivitas dirinya dengan objek yang diteliti. kriteria untuk menilai kualitas setiap penelitian,
Sebaliknya, peneliti paradigma kritis justru termasuk menilai kualitas penelitian-penelitian
melihat bahwa objek atau realitas sosial yang yang berpijak pada paradigma kritis ataupun
mereka amati merupakan penampakan realitas semu paradigma konstruktivis.
(virtual reality) atau sekedar ekspresi kesadaran Penting untuk dicatat, bahwa meskipun fokus
palsu (false consciousness) yang dimiliki manusia, kajian dalam metodologi penelitian ini memang
bukan merupakan suatu realitas objektif, atau bertumpu pada metodologi penelitian klasik,
realitas yang sesuai dengan “esensi sebenarnya” namun itu sama sekali tidak berarti bahwa
– yang diyakini oleh para peneliti dari kubu kritis paradigma tersebut merupakan yang terbaik, atau
seharusnya dimiliki manusia dan dunianya. lebih superior dibanding paradigma lainnya.
Tujuannya antara lain untuk memperoleh temuan Pertimbangan untuk itu hanyalah didasarkan atas
yang memiliki signifikansi sosial. asumsi bahwa, pertama, metodologi klasik tersebut
Sementara itu, varian tertentu dalam tradisi hingga kini paling banyak digunakan dan
penelitian konstruktivis merupakan penelitian dimengerti; kedua, untuk bisa memahami
refleksif, yang ingin merefleksikan suatu realitas metodologi dari perspektif lain, dan juga untuk
sosial sesuai dengan penghayatan subjek-subjek mampu bersikap kritis terhadap metodologi klasik,
terkait dalam realitas itu sendiri. maka pertama-tama metodologi klasik itu sendiri
Ketiga, Setiap paradigma memiliki sendiri harus benar-benar dikuasai atau dimengerti.
kriteria penilaian kualitas suatu penelitian (good- Peneliti kualitatif dalam kelompok kritis dan
ness criteria). Oleh karena itu, sulit, atau bahkan konstruktivis yang berkualitas umumnya adalah
208 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002
peneliti yang benar-benar menguasai metode- dalam menarik kesimpulan (lihat Tabel 5a).
metode kuantitatif dalam tradisi klasik. Sebaliknya, Penelitian yang semata-mata hanya menggunakan
peneliti kualitatif banyak yang melakukan studi data kuantitatif tetapi menggunakan tolok-ukur
kualitatif semata-mata hanya karena tidak kualitatif seringkali tidak dinilai sebagai suatu
menguasai sama sekali kaidah-kaidah, metode penelitian kuantitatif. Sebaliknya, seringkali pula
serta teknik dalam perspektif kritis dan dijumpai penelitian kualiatif yang menggunakan
konstruktivis. data kuantitatif.
Lebih dari itu, perbedaan antara penelitian
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif kuantitatif dan kualitatif tidak hanya menyangkut
jenis data yang dipergunakan, tetapi lebih dari itu.
dalam Konstelasi Paradigma Perbedaan tersebut, antara lain, mencakup
Penelitian kuantitatif dan kualitatif seringkali konsepsi yang dimiliki si peneliti tentang realitas
hanya dibedakan dari data yang digunakan. Tetapi sosial, penempatan diri peneliti dalam
sebenarnya penelitian kuantitatif itu sendiri hubungannya dengan realitas yang diteliti, dan
merupakan suatu jenjang, yakni dari penelitian sebagainya. Sejumlah kepustakaan membahas
yang sekedar menggunakan data kuantitatif hingga perbedaan dan persamaan antara penelitian
penelitian yang menggunakan kriteria kuantitatif kuantitatif dan kualitatif (lihat a.l. Bryman, 1988;

Tabel 5a
PENELITIAN KUANTITATIF:
PENGUKURAN FENOMENA SOSIAL

Pengukuran (measurement):
“. . . the assignment of numeral symbols to objects or events according to
rules.” (Stevens, 1987) Kuantifikasi fenomena sosial, berdasarkan aturan dan
kriteria kuantitatif

Kuantifikasi: skoring var.


Deskripsi kuantitatif Bagaimanakah Tingkat Partisipasi Politik Partisipasi Politik: rata-
fenomena sosial mahasiswa Universitas Indonesia rata skor

Kuantifikasi: kuat-lemahnya
Kuantifikasi hubungan Bagaimanakah hubungan Partisipasi hubungan statistik antara
antar fenomena sosial Politik dengan SES? Partisipasi Politik dan SES (bi-
variate & multivariate analysis)

Kuantifikasi kriteria Apakah Partisipasi Politik sampel mewakili


pengambilan kondisi Partisipasi Pol. dalam populasi? Kriteria kuantitatif: e.g.,
keputusan sampling error

Apakah pengukuran Partisipasi Politik Kriteria kuantitatif: e.g.,


validdan reliable? validity and reliability coef-
ficients, etc.

Apakah hubungan statistik antara


Partisipasi Politik dengan SES benar- Kriteria kuantitatif: statis-
benar signifikan? tical significance level

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 209


Denzin and Lincoln, 1994). Beberapa di antaranya Dalam kasus-kasus tertentu, perbedaan antara
mengemukakan sejumlah skenario penelitian yang penelitian kualitatif dan kuantitatif mungkin
mengkombinasikan metode kuantitatif dan hanyalah perbedaan dalam penggunaan metode
kualitatif; antara lain penelitian kualitatif sebagai serta data yang digunakan, atau perbedaan tahap
penelitian awal yang bersifat eksploratif sebelum penelitian (tahap eksploratif, deskriptif, dan
dilakukan penelitian kuantitatif dalam skala besar, eksplanatif). Dalam kasus seperti itu, keduanya
ataupun justru sebagai penelitian yang mungkin berangkat dari paradigma serta struktur
memperdalam temuan-temuan penelitian kuantitatif logika yang sama. Penelitian mengenai pengaruh
(lihat: a.l., Bryman, 1988). televisi terhadap anak, contohnya, bisa diawali oleh
Meskipun demikian, isu pokok yang sebuah penelitian kualitatif, menggunakan metode
sebenarnya bukanlah pembedaan antara penelitian studi kasus, yang bertujuan untuk melakukan
kuantitatif dengan kualitatif, tetapi perbedaan eksplorasi terhadap variabel-variabel yang perlu
epistemologi, ontologi, dan aksiologi diteliti dalam skala penelitian lebih luas secara
antarparadigma yang ada, sebagaimana yang kita kuantitatif, dengan menggunakan metode survai.
bahas sekilas dalam bagian terdahulu. Sebab, Kombinasi antara penelitian kualitatif dan
penelitian kualitatif atau kuantitatif, lebih khusus kuantitatif juga dimungkinkan bila keduanya
lagi metode kuantitatif dan metode kualitatif, berpijak pada paradigma yang sama. Sebaliknya,
hanyalah implikasi dari paradigma yang penelitian kualitatif dan kuantitatif sulit
mendasarinya. Memang benar paradigma klasik dipertemukan bila keduanya berangkat dari
(post-positivism), contohnya, atas dasar asumsi- paradigma yang berbeda, yang memiliki asumsi-
asumsi epistemologis dan ontologis yang asumsi epistemologi berbeda, serta goodness cri-
digunakannya, berorientasi pada suatu metodologi teria berbeda pula.
dengan goodness criteria yang lebih Bila penelitian kualitatif dan kuantitatif telah
memungkinkan dicapai melalui aplikasi metode- sampai pada perbedaan sebagaimana yang
metode kuantitatif. digambarkan oleh Bryman (1988) dalam Tabel 5d,
Tetapi perlu dicatat, penelitian dalam maka sebenarnya kedua jenis penelitian tersebut
paradigma klasik tidak semuanya merupakan berangkat dari paradigma yang berbeda, yang
penelitian kuantitatif; banyak peneliti klasik yang masing-masing memiliki asumsi-asumsi
juga menerapkan penelitian kualitatif. Dengan kata epistemologi, ontologis dan metodologis yang
lain, penelitian kualitatif bukanlah monopoli berbeda pula – bukan sekedar perbedaan dalam
paradigma konstruktivis ataupun kritis. Suatu metode serta analisis data yang digunakan.
penelitian kualitatif bisa juga didasarkan atas Perbedaan menyangkut hubungan antara
paradigma post-positivism, menggunakan struktur peneliti dengan objek yang diteliti, sebagaimana
logika yang sama dengan penelitian-penelitian digambarkan dalam Tabel 5d, tak lain merupakan
positivistik pada umumnya. Mengenai hal tersebut perbedaan epistemologi. Peneliti kuantitatif,
Guba dan Lincoln menyatakan: “From our per- menurut penggambaran Bryman tersebut, harus
spective, both qualitative and quantitative meth- berusaha menempatkan diri sebagai the outsider,
ods may be used appropriately with any research menjaga jarak sejauh mungkin dengan objek yang
paradigm. Questions of method are secondary to diteliti. Ini bisa diartikan bahwa dalam survai,
questions of paradigm, which we define as the contohnya, hubungan antara peneliti dengan objek
basic belief system or world view that guides the yang diteliti (kelompok responden) hanya
investigator, not only in choices of method but in dijembatani oleh daftar pertanyaan berstruktur,
ontologically and epistemologically fundamen- peneliti juga tidak memiliki keterlibatan situasional
tal ways” (Guba dan Lincoln, dalam Denzin dan dengan objek yang diteliti, serta tidak pula
Lincoln, 1994: 105) menggunakan penilaian, persepsi, nilai-nilai serta

210 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


Tabel 5b
PERSAMAAN ANTARA
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF
(Berdasarkan Neumann, 1997).

INFERENSI Melibatkan inferensi dari detil-detil pengamatan empiris ke suatu


kesimpulan umum . . . to infer means to pass a judgment, to use reasoning
process, to reach a conclusion based on evidence

KETERBUKAAN Menerapkan suatu metode atau proses pengumpulan data yang sistematis
dan terbuka, agar pihak lain bisa memberikan penilaian (public method/
process of data gathering).

PERBANDINGAN Memperbandingkan data, mencari kesamaan dan perbedaan, untuk


menemukan pola-pola tertentu dalam data.

KOREKSI Mempergunakan prosedur atau mekanisme yang bertujuan menghindari


kesalahan analisis dan penarikan inferensi.

Tabel 5c
PERBEDAAN ANTARA
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF
(Berdasarkan a.l.,Neumann, 1997).

KUANTITATIF KUALITATIF

Klasifikasi dan kuantifikasi fenomena sosial (e.g. Klasifikasi fenomena sosial (nominal dan or-
interval variable, kekuatan korelasi antar dinal variable tanpa pengukuran korelasi
variabel, dsb.) statistik).

Kriteria kuantitatif dalam pengambilan Kriteria kualitatif (e.g., inter-subjectivity agree-


kesimpulan (e.g., sample represent-ativeness, ment, face validity).
significance level, dsb.)

Analisis data dimulai setelah proses Analisis data dilakukan sepanjang proses
pengumpulan data. penelitian.

Memiliki teknik-teknik standar pengukuran dan Belum/tidak memiliki teknik-teknik standar


analisis data (hypothesis testing, reliability and yang diakui bersama.
validity assessment, etc.)

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 211


Tabel 5d
PERBEDAANANTARAPENELITIAN KUANTITATIFDAN KUALITATIF
((lihat: Bryman, Quantity and Quality in Social Research, 1988; hal. 94)

QUANTITATIVE QUALITATIVE
”objective” “reflective”

1. Kedudukan suatu penelitian kualitatif studi awal penggalian


interpretasi subjek

2. Hubungan peneliti dan yang diteliti jauh (peneliti - dekat ( empati )


objek penelitian) outsider insider

3. Hubungan teori/konsep dengan confirmatory: data empirik emergent: teori


data empirik untuk memberi konfirmasi dimunculkan atas
bagi teori dasar data empirik.

4. Strategi penelitian berstruktur tidak berstruktur

5. Lingkup/klaim temuan nomothetic 3 ideographic 4


mencari “the truth” mencari “a truth”

6. Konsepsi tentang realitas sosial statis dan eksternal prosesual, dan realitas
merupakan produk
konstruksi sosial

sikap objek yang diteliti dalam melakukan analisis Sebaliknya peneliti kualitatif cenderung
dan pengumpulan data. Sebaliknya, peneliti berasumsi bahwa realitas sosial selalu berubah,
kualitatif digambarkan sebagai peneliti yang justru dan merupakan hasil konstruksi sosial yang
menempatkan diri sebagai the insider, yang berlangsung antara para pelaku dan institusi
berusaha sejauh mungkin melakukan empati (atau sosial.
memproyeksikan diri dalam peran dan persepsi Perbedaan mengenai strategi penelitian,
objek yang diteliti), agar bisa sebaik mungkin ataupun lingkup penelitian, adalah perbedaan
merefleksikan penghayatan subjektif objek yang metodologi. Peneliti kuantitatif cenderung
diteliti. menerapkan strategi yang berstruktur, baik dalam
Sedangkan perbedaan konsepsi mengenai pentahapan proses penelitian maupun instrumen
realitas sosial sebagaimana digambarkan Bryman, pengumpulan data yang digunakan (Contoh,
merupakan perbedaan dari segi ontologi. Peneliti proses penelitian selalu berangkat dari perumusan
kuantitatif cenderung melihat realitas sosial konseptual permasalahan, operasionalisasi konsep,
sebagai suatu wujud statis, yang telah jadi, dan pengumpulan data, dan kemudian analisis data);
bisa diamati pada satu titik waktu tertentu. instrumen pengumpulan data biasanya juga daftar

212 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


pertanyaan yang telah terstruktur; peneliti memproyeksikan diri ke dalam posisi atau
kuantitatif juga cenderung terfokus dalam usaha perspektif subjek penelitian) tersebut merupakan
penemuan “kebenaran”, atau the truth, yang kriteria penting untuk menilai kualitas suatu
berlaku umum untuk fenomena yang diteliti (no- penelitian sosial. Penelitian-penelitian kuantitatif,
mothetic). terlebih lagi survai yang menggunakan instrumen
Di lain pihak peneliti kualitatif cenderung tidak pengumpulan data semacam kuesioner terstruktur
berstruktur, konsep-konsep yang digunakan bisa dan dilakukan melalui pos, dinilai hanya akan
merupakan konsep yang belum memperoleh menghasilkan gambaran atau temuan yang trivial,
definisi dan dijabarkan secara ketat (tak jarang dangkal, atau semu.
menggunakan sensitizing concepts, yang
berfungsi hanya sebagai gambaran konseptual Paradigma dan Kriteria Penilaian
umum dan awal); perumusan permasalahan yang Kualitas Penelitian
akan diteliti mungkin juga baru “ditemukan” setelah
melakukan pengumpulan data di lapangan; Seperti telah dikemukakan pada bagian
instrumen penelitian biasanya juga tidak terdahulu, setiap paradigma membawa implikasi
berstruktur (hanya berupa petunjuk umum untuk metodologis tersendiri. Salah satu implikasi
depth interview, yang bisa dikembangkan sesuai metodologi itu adalah kriteria yang digunakan oleh
dengan kondisi di mana interview dilakukan); tahap masing-masing paradigma untuk menilai kualitas
pengumpulan data dan analisis tidak selalu suatu penelitian, yang satu sama lain sulit untuk
dipisahkan secara ketat. Di samping itu, penelitian dipertemukan. Tabel 6 berusaha menggambarkan
kualitatif berkepentingan untuk menemukan “suatu secara ringkas perbedaan kriteria penilaian yang
kebenaran” atau a truth mengenai fenomena dalam dimiliki oleh masing-masing paradigma.
konteks dimana penelitian dilakukan (ideo- Dalam perspektif paradigma klasik, kualitas
graphic). penelitian suatu penelitian (dari segi metodologi)
Dengan demikian, perbedaan antara penelitian ditentukan oleh validitas internal dan validitas
kualitatif dan kuantitatif dalam kasus tertentu, eksternal dalam penelitian. Validitas Internal
seperti yang digambarkan dalam Tabel 5 tadi, bisa mencakup 2 segi, yakni (a) reliabilitas dan validitas
merupakan perbedaan yang paradigmatik, yang pengukuran, dan (b) validitas disain serta analisis.
amat mendasar karena menyangkut perbedaan Sedangkan validitas eksternal mencakup (a)
dalam elemen-elemen epistemologi, ontologi, dan generalisasi empiris atau deskriptif, dan (b)
metodologi dari masing-masing paradigma. generalisasi konteks atau setting (lihat Skema 2).
Karenanya, dalam kasus tersebut, penelitian Di lain pihak, penelitian dalam tradisi teori-
kuantitatif dan kualitatif sulit untuk dilakukan teori kritis menilai kualitas suatu penelitian dari segi
sebagai suatu kombinasi. Sebagai contoh, peneliti sejauh mana penelitian tersebut merupakan suatu
kuantitatif yang melakukan survai dan analisis data studi yang memiliki kejelasan apa yang disebut
statistik, mungkin akan menilai hasil penelitian historical situatedness: tidak mengabaikan konteks
kualitatif yang dilakukan rekannya sebagai suatu historis, politik-ekonomi serta sosial-budaya yang
hasil yang “bias”, atau “tidak objektif”, antara lain melatar-belakangi fenomena yang diteliti. Dengan
karena penelitian kualitatif tersebut ditempuh kata lain, penelitian dalam tradisi teori-teori kritis
dengan menggunakan pengamatan terlibat yang tidak selalu bertujuan untuk memperoleh external
sedemikian rupa sehingga si peneliti mengamati validity (atau generalizability) sebagaimana
realitas sosial yang diteliti berdasarkan perspektif halnya studi-studi yang bersifat nomothetic,
individu-individu yang terlibat di dalamnya. melainkan lebih bertujuan untuk memperoleh
Sebaliknya, rekannya yang melakukan pemahaman mengenai suatu realitas dalam
penelitian kualitatif tersebut akan mengemukakan konteksnya yang spesifik, seperti halnya studi-
bahwa justru emphaty (kemampuan untuk studi yang bersifat ideographic. Perspektif teori-

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 213


Tabel 6
PERBANDINGAN KRITERIAPENILAIAN KUALITAS PENELITIAN
YANG DIGUNAKAN PARADIGMAKLASIK, KRITIS, DAN KONSTRUKTIVIS

PARADIGMA INTERNAL VALIDITY Isomorphism of findings


KLASIK EXTERNAL VALIDITY Generalizability
RELIABILITY Stability/consistency of measurement
OBJECTIVITY Distanced - neutral observer ( for post-
positivism: probabilistics and inter- subjetivity).

PARADIGMA KRITIS HISTORICAL SITUATEDNESS I.e., that it takes account of the social, political,
OF THE INQUIRY cultural, economic, ethnic and gender anteced-
ents of the studied situation.
“CONSCIENTIZATION”* The extent to which the inquiry acts to erode
ignorance and misapprehension.
“UNITY OF THEORY AND PRAXIS”** The extent to which it provides a stimulus
to action, i.e., to the transformation of the
existing structure.

PARADIGMA TRUSTWORTHINESS Credibility (paralleling internal validity)·


KONSTRUKTIVIS Transferability (paralleling external validity)·
Confirmability (“objectivity”)
AUTHENTICITY Ontological authenticity (enlarges personal
construction)
Educative authenticity (leads to improved
understanding of others)
Catalytic authenticity (stimulates to action)
Tactical authenticity (empowers action)

Diadopsi dari: Guba and Lincoln (1994), “Competing Paradigms in Qualitative Research”, in Denzin and
Lincoln (Eds.). Handbook of Qualitative Research. London: SAGE Publications.

teori kritis juga menekankan sifat holistik dari suatu pendidikan, akses ke sumber-sumber ekonomi, dan
penelitian. Oleh karena itu, pada umumnya, studi sebagainya), maka itu akan dinilai sebagai suatu
yang dilakukan merupakan suatu multi-level analy- studi yang kurang holistik. Demikian pula bila kita
sis, tidak terbatas hanya pada satu jenjang analisis melakukan analisis teks isi media tanpa
tertentu saja. Dari perspektif teori-teori kritis, memperhatikan konteks struktural tempat proses-
khususnya yang menggunakan analisis proses memproduksi dan mengkonsumsi teks
strukturalisme, suatu studi yang terfokus hanya berlangsung.
pada analisis pada jenjang individu tentu akan Pendekatan konstruktivis, dalam hal quality
dinilai kurang. Sebagai contoh, bila dalam criteria yang digunakan, sebenarnya terpecah
melakukan analisis tentang faktor-faktor penyebab menjadi 2 (dua) varian. Di satu pihak adalah
kemiskinan kita hanya menggunakan variabel- kelompok peneliti kualitatif yang berusaha
variabel pada jenjang individu (seperti rendahnya mengadopsi quality criteria para peneliti klasik
nAch atau kebutuhan untuk berprestasi, fatalisme, dalam melakukan penelitian kuantitatif. Ini terlihat
dan sebagainya), tanpa memperhatikan faktor- dengan penggunaan kriteria-kriteria seperti cred-
faktor struktural (seperti kesenjangan akses ibility (sebagai kriteria yang dimaksudkan sejajar

214 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


dengan internal validity dalam penelitian klasik); penelitian-penelitian dalam paradigma klasik.
kemudian kriteria transferability (sejajar dengan Kriteria itu pun sebenarnya hanya menyangkut
external validity), serta confirmability (sejajar kualitas dari segi metodologi.
dengan objectivity). Di lain pihak adalah kelompok Sudah barang tentu, idealnya, suatu penelitian
yang menolak sama sekali kriteria penelitian klasik memenuhi semua kriteria internal validity ataupun
ataupun usaha-usaha untuk mengadopsi kriteria external validity. Namun, dalam prakteknya, hal
penelitian klasik dalam penelitian konstruktivis itu sulit dipenuhi dalam satu penelitian. Akan
yang menggunakan metode kualitatif. Kelompok selalu terjadi trade-off antara internal dan exter-
ini lebih melihat kualitas suatu penelitian dari nal validity. Kebutuhan untuk memperoleh suatu
kemampuan untuk hal-hal seperti pemberdayaan hasil penelitian yang memiliki internal validity
tindakan subjek yang diteliti (tactical authencity) (yang bisa ditingkatkan dengan menerapkan
dan sebagainya. Perspektif teori di bawah metode eksperimen) akan mengurangi external
perspektif konstruktivisme itu sendiri memang validity hasil penelitian (yang umumnya bisa
banyak yang bukan merupakan suatu perspektif ditingkatkan melalui metode survai). Masalah ini
monolitik. Kita kenal adanya aliran Chicago dan akan dibahas dalam bagian analisis perbandingan
aliran Iowa dalam perspektif symbolic antar berbagai metode penelitian (survai,
interactionism—yang terakhir ini lebih cenderung eksperimen, dan studi kasus).
untuk mengadopsi kriteria klasik. Perlu pula digarisbawahi bahwa suatu
Kriteria kualitas penelitian yang kita bahas penelitian yang dari segi metodologis sempurna,
berdasarkan Skema 2 adalah yang berlaku bagi belum tentu secara keseluruhan bisa dinilai sebagai

Skema 2
KRITERIAKUALITAS PENELITIAN DARI SEGI METODOLOGI
DALAM PARADIGMA KLASIK

KUALITAS PENELITIAN

VALIDITAS INTERNAL VALIDITAS EKSTERNAL

VALIDITAS AN GENERALISASI
RELIABILITAS VALIDITAS DISAIN DESKRIPTIF/ GENERALISASI
PENGUKURAN DAN ANALISIS EMPIRIS KONTEKSTUAL

· Apakah pengukuran · Apakah konsep-konsep · Apakah temuan dalam · Apakah temuan yang
konsep-konsep reliable? yang diteliti berhubungan sampel bisa dianggap diperoleh dalam setting/
reliable dalam sebagaimana yang telah mewakili keadaan konteks dimana
pengertian apa? Stabil, dihipotesakan? apakah alat sebenarnya dalam penelitian telah
equivalent, statistik yang dipakai benar? populasi dan apakah dilakukan bisa
homogen? · Apakah hubungan antar bisa ditarik inferensi digeneralisasi ke
· Apakah pengukuran konsep bisa ditafsirkan yang secara statistik konteks/setting yang
konsep-konsep bisa sebagai hubungan kausal? signifikan? lebih umum dan
dinilai valid? Dan valid Sejauhmana variabel lain berlaku sehari-hari?
dalam arti bagaimana? telah dikontrol?

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 215


penelitian berkualitas tinggi. Di luar kualitas sebagainya), serta apakah proposisi-proposisi
metodologis yang dibahas tersebut di atas, ada tersebut semata-mata hasil spekulasi si peneliti
sejumlah hal lain yang akan menentukan kualitas ataukah merupakan postulat yang telah pernah
penelitian (lihat Skema 3). terbuktikan secara empiris; dan juga sejauh mana
Pertama, kualitas kerangka teori yang kerangka teori yang bersangkutan mengikuti
digunakan. Kualitas suatu kerangka teori, antara perkembangan mutakhir (state of the art) dalam
lain, menyangkut pertanyaan mengenai kuat bidang ilmu yang diteliti dsb.
lemahnya kerangka teori yang digunakan atau Kedua, kualitas suatu penelitian juga tidak
yang disusun oleh peneliti (contohnya: apakah terlepas dari signifikansi penelitian itu sendiri, baik
teorema atau theoretic hypothesis yang ada signifikansi akademis, praktis dan metodologis.
dibangun berdasarkan proposisi-proposisi yang Suatu penelitian mungkin memiliki kualitas tinggi
jelas, apakah terjadi fallacies atau reasoning er- dari segi metodologi, artinya memiliki validitas in-
rors, yakni kesalahan dalam menalar, dan ternal dan eksternal yang tinggi; selain itu,

Skema 3
KUALITAS STUDI EMPIRIK
DALAM PERSPEKTIF DOMINANT METHODOLOGY

SIGNIFIKANSI STUDI:AKADEMIK, PRAKTIS, TEKNIS, SOSIAL

KUALITAS KERANGKA TEORI, PROPOSISI

VALIDITAS INTERNAL VALIDITAS EKSTERNAL

VALIDITAS DAN GENERALISASI


RELIABILITAS DESKRIPTIF
PENGUKURAN /EMPIRIK (i.e., dari sampel kepopulasi)

VALIDITAS DISAIN GENERALISASI


DAN ANALISIS KONTEKS/SETTING

216 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


penelitian tersebut mungkin juga didasarkan atas diterapkan untuk menilai kualitas suatu penelitian
suatu kerangka teori yang dibangun dari sejumlah klasik.
proposisi yang kuat. Tetapi, mungkin penelitian Karena itu, isu yang seringkali ditampilkan
tersebut tidak memiliki signifikansi akademis yang dalam perdebatan di antara para peneliti
tinggi (misalnya karena sudah banyak diteliti), menyangkut kemungkinan penyusunan atau
tidak memiliki signifikansi praktis, dan tidak pula pembuatan suatu kriteria yang berlaku bagi semua
memiliki signifikansi metodologi karena tidak penelitian dari paradigma berbeda. Mungkinkah?
menggunakan metode yang lebih baik dibanding Sebagian peneliti menilai kriteria yang berlaku
yang telah digunakan peneliti lain. untuk semua paradigma seperti itu merupakan
Kriteria yang kita bahas tadi, seperti telah suatu hal yang tidak mungkin, bahkan tidak
dikemukakan pada bagian terdahulu, hanyalah diperlukan.
berlaku untuk penelitian-penelitian dalam Tetapi, Marshall (dalam Guba, 1990: 192-194))
paradigma klasik, dan tidak sepenuhnya berlaku mengemukakan ada sejumlah kriteria untuk menilai
bagi penelitian-penelitian yang berangkat dari baik buruknya suatu penelitian kualitatif yang bisa
paradigma lain. Sebaliknya pula, kriteria yang disepakati oleh peneliti dari kubu paradigma apa
dimiliki oleh paradigma lain, tidak pula bisa pun juga—meskipun masing-masing paradigma

Skema 4
SIGNIFIKANSI PENELITIAN

Signifikansi
Penelitian

AKADEMIS PRAKTIS TEKNIS SOSIAL

Jawaban yang Jawaban yang Usaha untuk Jawaban yang


d i p e r o l e h diperoleh dapat menjawab masalah d i p er ol eh
m enyum ba n g d i m a n fa a t ka n penelitian bermanfaat bagi
pemahaman ilmiah, untuk tujuan dan melahirkan tehnik/ pemben tukan
pembentukan kepen t in ga n metode penelitian, kesadaran,
konsep atau teori p r a k t i s pengukuran, pengetahuan
baru, perbaikan pemecahan pengamatan dsb. serta sikap
atau modifikasi suatu masalah yang lebih valid masyarakat atau
teori yang telah dan reliable. kelompok sosial
ada, mengisi gap tertentu.
dalam suatu teori,
dsb.

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 217


mungkin akan memberi bobot yang berbeda dan ada usaha untuk mencari penjelasan
terhadap dimensi-dimensi tertentu dalam kriteria alternatif, atau menggunakan metode yang
tersebut. Kriteria penilaian yang berlaku untuk beragam dalam mengecek temuan (triangula-
menilai kualitas penelitian kualitatif (the goodness tion).
of qualitative studies) dari semua paradigma 8. Data mentah tersedia bagi peneliti lain yang
tersebut, menurut Marshall, antara lain adalah ingin melakukan analisis ulang.
sebagai berikut: 9. Menerapkan metode-metode untuk melakukan
1. Metode yang digunakan dijelaskan secara pengecekan kualitas data (misalnya, teknik
mencukupi agar siapa pun juga bisa menilai untuk menilai informant’s knowledgeability,
apakah metode yang digunakan tersebut kejujuran informan, dsb.)
memadai. Sebagai contoh, alasan penggunaan 10. Orang yang dilibatkan dalam penelitian
metode dikemukakan, selain itu metode memperoleh keuntungan tertentu, tidak
ataupun prosedur entry dan exit dalam dirugikan.
pengumpulan data, kesemuanya metode 11. Studi yang dilakukan dikaitkan dengan the big
pengumpulan dan analisis data diuraikan picture. Peneliti melihat fenomena yang diteliti
secara rinci; catatan prosedur yang digunakan secara holistik.
dalam pengumpulan data, ataupun data
Kriteria yang dinilai Marshall berlaku untuk
lapangan, disertakan (dilampirkan), dan
penelitian kualitatif dari paradigma apa pun,
sebagainya.
sebenarnya sebagian lebih berkaitan dengan kode
2. Asumsi-asumsi yang digunakan dinyatakan
etik penelitian, yang tidak secara langsung
secara eksplisit; dilakukan semacam self-analy-
mempengaruhi kualitas penelitian itu sendiri
sis terhadap kemungkinan terjadinya personal
(seperti kriteria bahwa objek penelitian harus
bias.
memperoleh keuntungan dari penelitian yang
3. Peneliti mengambil langkah-langkah untuk
dilakukan).
mencegah masuknya penilaian subjektif (value
Di samping itu, mungkin tidak seluruh dimensi
judgments) dalam pengumpulan dan analisis
dalam kriteria yang dikemukakan Marshall tersebut
data.
di atas bisa diterima oleh penganut dari tiap
4. Memiliki cukup bukti berupa data mentah
paradigma. Sebagai contoh, peneliti dari kubu
untuk menunjukkan hubungan antara temuan
penelitian kritis mungkin tidak melihat relevansi
yang disajikan dengan realitas empiris yang
usaha pencegahan masuknya value judgments
diteliti; dan data disajikan dalam bentuk yang
dalam analisis data. Sebab, bagi peneliti di kubu
mudah dimengerti.
teori-teori kritis ini, nilai, etika, dan pilihan moral
5. Pertanyaan penelitian dinyatakan secara jelas
merupakan bagian tak terpisahkan dari penelitian.
dan eksplisit, kemudian temuan studi secara
Para peneliti kubu ini juga menempatkan diri sebagai
jelas juga menjawab pertanyaan tersebut .
transformative intellectual, advokat, dan aktivis.
6. Keterkaitan dengan studi terdahulu dinyatakan
M
secara eksplisit. Definisi dari fenomena yang
diteliti dinyatakan secara jelas, dan secara
eksplisit merujuk pada fenomena yang Catatan Kaki:
sebelumnya telah diidentifikasi (dalam studi 1)
Paradigma bisa didefinisikan sebagai “ . . . a set of basic
terdahulu) – tetapi studi yang dilakukan beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first
principles . . . a world view that defines, for its holder, the
menggunakan framework yang berbeda, yang nature of the ‘world’ . . .” (Guba, dalam Denzin dan
merupakan alternatif dari yang telah pernah Lincoln, 1994: 107).
digunakan. 2)
Dalam tulisan ini, apa ya ng disebut Crotty sebagai
7. Semua pembuktian yang dikemukakan, metodologi dinilai hanya sebagai metode penelitian,
termasuk pembuktian yang tidak menunjang, sedangkan yang ia kemukakan sebagai metode dilihat

218 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002


sebagai tehnik-tehnik penelitian (khususnya tehnik Crotty, Michael. 1998. The Foundations of Social Re-
pengumpulan dan pengukuran data). Pengertian search. Meaning and Perspective in the Research
metodologi, dalam tulisan ini, lebih luas lagi, baik Process. St. Leonards: Allen & Unwinn.
menyangkut metode penelitian, tehnik penelitian
ataupun kesemua asumsi-asumsi serta kriteria penilaian Denzin, Norman K. 1988. The Research Act. Revised
yang diperghunakan, sebagaimana didefinisikan oleh edition. New York: McGraw-Hill.
Bailey yang dikutip pada tulisan ini.
Denzin, Norman K. and Yvonna S. Lincoln. 1994. Hand-
3)
Pendekatan nomothetic berusaha memperoleh temuan- book of Qualitative Research. Thousand Oaks,
temuan yang berlaku umum, baik untuk semua konteks
London, New Delhi: SAGE Publications.
sosial, konteks waktu dan sejarah, ataupun tempat.
4)
Pendekatan ideographic menempatkan temuan penelitian Guba, Egon G. Ed. 1990. The Paradigm Dialog.
dalam konteks sosial-budaya serta konteks waktu dan Newbury Park, London, New Delhi: SAGE Publi-
konteks historis, yang spesifik, dimana penelitian telah cations.
dilakukan.
Lindlof, Tomas R. 1995. Qualitative Communication
Research Methods. Thousand Oaks, London, New
Delhi: SAGE Publications.
Neuman, Lawrence W. 1997. Social Research Methods:
Daftar Pustaka Quantitative and Qualitative Approaches. Boston:
Allyn and Bacon.
Singleton, Royce, et. al. 1988. Approaches to Social
Babbie, Earl. 1992. The Practice of Social Research. Research. New York, Oxford: Oxford University
Sixth Edition. Belmont, CA.: Wadsworth Publish- Press.
ing Company.
Stempel, Guido H., and Bruce H. Westley. Eds. 1981.
Bailey, Kenneth D. 1987. Methods of Social Research. Research Methods in Mass Communication.
New York: The Free Press. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Bryman, Alan. 1988. Quantity and Quality in Social Wallace, Walter. 1979. The Logic of Science in Sociol-
Research. London: Unwin Hyman. ogy. New York: Aldine Publishing Company.

Deddy N. Hidayat. Metodologi Penelitian dalam Sebuah Multi-Paradigm Science 219


220 M EDIATOR, Vol. 3 No.2 2002

Anda mungkin juga menyukai