Anda di halaman 1dari 15

64

dilakukan di 15 klinik yang ada, lengkap dengan dokter

spesialisnya, kecuali poli umum dan medikal check up.

Selain ditunjang dengan unit penunjang antara lain laboratorium,

radiologi, rehabilitasi medis dan farmasi serta instalasi gawat

darurat yang melayani 24 jam.

RSUD Blambangan sendiri mempunyai visi menjadi rumah sakit

andalan dan pusat rujukan spesialistik di Kabupaten Banyuwangi.

Karena setiap warga yang berada di wilayah Kabupaten

Banyuwangi berkeinginan untuk untuk mempunyai rumah sakit

yang menjadi andalan dan kebanggaannya, dimana rumah sakit

tersebut dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik,

bermutu dan memuaskan.

2) Data Umum

a. Luas Wilayah : 25.6402

b. Batas – Batas Wilayah

a) Sebelah Utara : Kelurahan Pengantigan

b) Sebelah Timur : Kelurahan Temenggungan

c) Sebelah Selatan : Kelurahan Penataban

d) Sebelah Barat : Kelurahan Panderejo

c. Kepegawaian dan SDM

a) Tenaga medis (Dokter) ada 42 orang yang terdiri dari :

1. Dokter Umum : 11 orang

2. Dokter Spesialis : 29 orang

1) Spesialis Kulit dan Kelamin : 1 orang


65

2) Spesialis Penyakit Dalam : 3 orang

3) Spesialis Obgyn : 2 orang

4) Spesialis Anak : 2 orang

5) Spesialis Paru : 1 orang

6) Spesialis mata : 1 orang

7) Spesialis Syaraf : 1 orang

8) Spesialis THT : 1 orang

9) Spesialis psikiatrik : 1 orang

10) Spesialis rehabilitasi medik : 1 orang

11) Spesialis bedah : 3 orang

12) Spesialis bedah syaraf : 1 orang

13) Spesialis jantung : 1 orang

14) Spesialis patologi klinik : 1 orang

15) Spesialis patologi anatomi : 1 orang

16) Spesialis patologi anatomi : 1 orang

17) Spesialis bedah tulang : 1 orang

18) Spesialis anastesi : 2 orang

19) Spesialis radiologi : 2 orang

3. Dokter Gigi : 2 orang

b) Tenaga medis lainnya

1. Bidan terdiri dari 30 orang, diantaranya yaitu :

1) D3 Kebidanan : 12 orang

2) D4 Kebidanan : 18 orang

2. Perawat : 148 orang


66

1) Ners : 50 orang

2) Ahli Madya : 62 orang

3) Perawat gigi : 12 orang

3. Tenaga kefarmasian terdiri dari 24 orang,

diantaranya yaitu :

1) Apoteker : 20 orang

2) Asisten apoteker: 4 orang

4. Tenaga kesehatan masyarakat terdiri dari 6 orang

diantaranya yaitu :

1) Sanitasi : 2 orang

2) Entomolongi : 1 orang

3) Kesehatan lingkungan : 2 orang

4) Admin kesehatan : 1 orang

5) Tenaga gizi : 3 orang

6) Tenaga ketarapian fisik : 2 orang

7) Tenaga keteknisan medis : 23 orang

c) Sarana Kesehatan

1. Sarana ruang rawat inap

Jumlah tempat tidur yang tersedia di RSUD

Blambangan adalah 216 tempat tidur yang terbagi

dalam kelas perawatan, yaitu :

1) Ruang Agung Wilis : 24 TT

2) Ruang Perawatan Paviliun : 11 TT

3) Ruang Kelas 1 : 14 TT
67

4) Ruang Anak Mas Alit : 24 TT

5) Ruang Bedah Kecelakaan : 37 TT

6) Ruang Intensif Care Unit : 7 TT

7) Ruang Perinatologi : 22 TT

8) Ruang Penyakit Kandungan : 22 TT

9) Ruang Penyakit Dalam I : 26 TT

10) Ruang Penyakit Dalam II : 32 TT

2. Karakteristik responden

1) Karakteristik responden berdasarkan usia

berdasarkan usia

7 responden
11 25% 3 thn
responden
39% 4 responden 4 thn
14%
6 responden 5 thn
22%
6 thn

Diagram 5.1 Distribusi responden berdasarkan usia di Ruang


Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun
2017

Berdasarkan diagram 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa

responden terbanyak responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi berumur 6 tahun responden (39%).

2) Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


68

berdasarkan Jenis Kelamin

12
responden 16
43% responden Laki-laki
57%
Perempuan

Diagram 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di


Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi
Juli – Agustus 2017.

Berdasarkan diagram 5.2 di atas, dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16

anak (57%).

3) Karakteristik responden berdasarkan pengalaman rawat inap

sebelumnya

pengalaman rawat inap

11
responden 17
39% responden ya
61%
tidak
69

Diagram 5.3 Distribusi responden berdasarkan pengalaman


rawat inap di Ruang Anak RSUD Blambangan
Banyuwangi Juli – Agustus 2017.
Berdasarkan diagram 5.3 di atas, dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD

Blambangan pernah memiliki pengalaman rawat inap

sebelumnya yaitu sebanyak 17 responden (61%).

5.1.2 Data Khusus

Data khusus adalah data yang terdapat dalam lembar

observasi yang dilakukan penelitian, data tersebut dapat

disajikan sesuai hasil pengumpulan data.

1. Karaktersistik responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum

diberi terapi bermain lego pada anak usia prasekolah ( 3 - 6 tahun)

di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan sebelum diberi


terapi bermain lego pada anak usia prasekolah ( 3-6 tahun) di
Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017.

Tingkat kecemasan
No. sebelum diterapi Frekuensi Prosentase
bermain lego
1. Ringan 10 36%

2. Sedang 12 43%

3. Berat 6 21%

4. Panik 0 0%

Jumlah 28 100%
70

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi sebelum diterapi bermain lego mengalami tingkat

kecemasan kategori sedang sebanyak 12 responden (43%).

2. Karaktersistik responden berdasarkan tingkat kecemasan setelah

diberi terapi bermain lego pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di

Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan setelah diberi


terapi bermain lego pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di
Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017

Tingkat kecemasan
No. setelah diterapi Frekuensi Prosentase
bermain lego
1. Ringan 22 79%

2. Sedang 4 14%

3. Berat 2 7%

4. Panik 0 0%

Jumlah 28 100%

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD Blambangan

Banyuwangi setelah diterapi bermain lego mengalami tingkat

kecemasan kategori ringan sebanyak 22 responden (79%).

3. Pengaruh terapi bermain lego terhadap penurunan tingkat

kecemasan sebelum dan sesudah diberi terapi bermain lego pada


71

anak usia prasekolah ( 3-6 tahun) di Ruang Anak RSUD

Blambangan Banyuwangi Tahun 2017.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan sebelum dan


sesudah diberi terapi bermain lego pada anak usia prasekolah ( 73-
6 tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun
2017

No. Tingkat Sebelum Sesudah


Kecemasan
Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

1 Ringan 10 36% 22 79%

2 Sedang 12 43% 4 14%

3 Berat 6 21% 2 7%

4. Panik 0 0% 0 0%

Jumlah 28 100% 28 100%

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dilihat bahwa terjadi

perubahan tingkat kecemasan pada responden dengan kategori

sedang yang sebelumnya 12 responden (43%) turun menjadi 4

responden (14%).

4. Hasil perhitungan dengan SPSS 22 dengan uji Wilcoxon

Tabel 5.4 Distribusi hasil perhitungan dengan uji wilcoxon

menggunakan SPSS 22 pengaruh terapi bermain lego terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6

tahun) di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun

2017.
72

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
postest - pretest Negative Ranks 16 8,50 136,00
Positive Ranks 0b ,00 ,00
c
Ties 12
Total 28
a. postest < pretest
b. postest > pretest
c. postest = pretest

Test Statisticsa
postest -
pretest
Z -4,000b
Asymp. Sig. (2-
,000
tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh perhitungan menggunakan

SPSS 22 didapatkan bahwa nilai Asymp sig 2 tailed sebesar 0,000.

Sedangkan nilai alpha yang digunakan adalah 5% (0,05). Jadi

Asymp Sig 2 tailed < nilai alpha, sehingga Ho ditolak dan Ha

diterima.

Artinya ada pengaruh terapi bermain lego terhadap penurunan

tingkat kecemasa hospitalisasi pada anak usia prasekolah 3-6 tahun

di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi 2017.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tingkat kecemasan sebelum diberi terapi bermain lego

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 di atas, dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar responden di Ruang Anak RSUD


73

Blambangan Banyuwangi sebelum diterapi bermain lego mengalami

tingkat kecemasan kategori sedang sebanyak 12 responden (43%).

Hospitalisasi merupakan proses yang menyebabkan seorang anak

dirawat di rumah sakit. Baik secara terencana akibat kegawatan atau

trauma, dimana kondisi tersebut membuat anak pada semua usia dan

keluarganya mengalami kecemasan dan melakukan proses adaptasi

terhadap lingkungan yang baru (Hockenberry & Wilson, 2007).

Hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat

menimbulkan ganguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi

kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit

(Posted, 2009). Faktor – faktor yang menyebabkan stress bagi anak dan

orangtuanya yaitu lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau

ruang rawat, alat – alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan

maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi

dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Kondisi ini merupakan sumber

stressor yang dapat mempengaruhi kondisi psikolgis anak, yang pada

tingkat tertentu dapat menyebabkan seorang anak jatuh pada kondisi

kecemasan baik cemas sedang, berat, maupun panik (Keliat, 2006).

Menurut Tsai (2007), dalam penelitiannya menyatakan terdapat

hubungan antara kecemasan dan karakteristik personal yang meliputi

umur, jenis kelamin, dan pengalaman hospitalisasi sebelumnya. Dari data

yang didapatkan usia 6 tahun sebanyak 11 responden (39%). Sedangkan

menurut (Bringuier, 2009), Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat

kecemasan dan hospitalisasi anak, dimana anak perempuan yang


74

menjalani hospitalisasi memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi dibanding

anak laki – laki (Stubbe, 2008). Namun pada hasil penelitian responden

laki-laki lebih besar daripada perempuan, hal ini dikarenakan dapat terjadi

akibat beberapa faktor yang lain seperti faktor predisposisi, potensi

stressor, usia, dan juga lingkungan anak itu sendiri.

Faktor kecemasan anak dipengaruhi oleh persepsi anak terhadap

rumah sakit mengenai suasana di rumah sakit, alat – alat medis di rumah

sakit dan para petugas kesehatan yang ada. Tingkat kecemasan pada anak

usia prasekolah timbul karena psikologis anak menghadapi suatu yang

baru dan belum pernah dialami sebelumnya, yaitu anak berpisah dengan

teman bermain dan keluarga yang ia sayangi dan harus tinggal di

lingkungan baru, yaitu lingkungan rumah sakit. Bagi mereka lingkungan

Rumah Sakit merupakan tempat yang aneh dan menakutkan, dengan

penampilan yang serba putih. Hal ini membuat kondisi kejiwaannya tidak

stabil. Dan saat harus dilakukan prosedur yang menyakitkan seperti

pengambilan darah, injeksi, infus, dan prosedur invasif lainnya.

5.2.2 Tingkat kecemasan anak setelah diberi terapi bermain lego

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi setelah

diterapi bermain lego responden menunjukkan perubahan yaitu tingkat

kecemasan kategori ringan sebanyak 22 responden (79%).

Bermain lego merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan

spontan sehingga dapat memberikan rasa aman secara psikologis pada

anak. Dalam suasana bermain aktif, anak dapat memperoleh kesempatan


75

yang luas untuk mengeksplorasi sesuatu agar mampu memenuhi rasa

keingintahuannya terhadap permainan, anak dapat mengekspresikan ide

cemerlang yang dimilikinya melalui imajinasi, membongkar pasang dalam

bermain konstruktif (Hidayat,2007)

Bermain sebagai terapi karena pada saat hospitalisasi, anak akan

mengalami perasaan yang tidak menyenangkan misalnya marah, takut,

sedih, nyeri, dan cemas. Dengan melakukan permainan anak akan terlepas

dari ketegangan dan cemas saat menjalani hospitalisasi, karena permainan

dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainan (Supartini, 2008).

Terapi bermain pada anak usia prasekolah 3-6 tahun menekankan

pada pengembangan bahasa, mengasah motorik halus, dan mengontrol

emosi. Lego sebagai salah satu permainan edukatif karena dapat berperan

dalam kecerdasan dan motorik halus anak usia prasekolah melalui

permainan konstruktif atau bangun membangun. Salah satu faktor yang

mampu menurunkan tingkat kecemasan pada anak melalui teknik distraksi

relaksasi diantaranya yaitu, terapi yang menyenangkan dan edukatif yang

dapat mengalihkan perhatian anak terhadap respon kecemasan yang

dideritanya dengan cara bermain lego. Terapi bermain lego secara

psikologis memberikan peluang untuk meningkatkan ekspresi emosional

anak , memberikan rasa senang, karena pada dasarnya anak sudah sangat

aktif dan imajinatif, serta perkembangan motorik halus dapat terasah

meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi memungkinkan

mengalami stres. Stress hospitalisasi ini akan menimbulkan ancaman


76

terhadap integritas fisik dan sistem diri. Ancaman ini akan menstimulasi

syaraf otonom untuk meningkatkan pelepasan adrenalin (epineprin)

sehingga menimbulkan respon kecemasan fisiologis dan psikologis, Sistem

saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa disadari atau tanpa

perintah sistem saraf pusat, saat anak menghadapi prosedur yang

menimbulkan nyeri maka secara alami anak akan menunjukkan perasaan

khawatir, gugup, tegang, gelisah, marah, merengek merintih dan

kebingungan (Hockenberry dan Wilson, 2007).

Hal ini karena reaksi fisiologis dan psikologis kecemasan pada anak

hanya bisa dikurangi namun tidak bisa dihilangkan pada anak karena

perkembangan psikologis anak kurang memiliki koping yang baik dan

beberapa anak kurang mampu mengkomunikasikan stress secara terbuka,

respon kecemasan akan tetap terjadi saat anak menghadapi prosedur yang

menimbulkan stress sebagai akibat dari respon alamiah syaraf otonom pada

anak.

Ini menunjukkan bahwa faktor pengalihan kecemasan dengan

bermain dapat meningkatkan kemampuan anak untuk berimajinatif dan

berkreasi. Dengan demikian anak tidak lagi mudah menangis, ketakutan,

gelisah, berontak, meronta, memeluk orang tua karena kondisi psikologis

anak yang menjadi relatif stabil. Begitu kompleksnya tindakan keperawatan,

kecemasan pada anak pun muncul saat dihospitalisasi di rumah sakit,

biasanya anak protes dengan menangis, mencoba mencari orangtua dan

secara fisik memaksa orang tua untuk selalu bersamanya. Terapi bermain
77

lego termasuk permainan konstruktif atau bangun membangun yang

meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas anak.

5.2.3 Pengaruh terapi bermain lego pada tingkat kecemasan anak di

Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2017

Pada uji bertingkat Wilcoxon Signed Rank Test dengan SPSS 22

diperoleh nilai Asymp sig 2 tailed 0,000, sedangkan nilai alpha sebesar 5%

(0,05). Jadi nilai Asymp sig 2 tailed < nilai alpha. Hal ini menunjukkan Ho

ditolak Ha diterima. Artinya ada pengaruh terapi bermain lego terhadap

penurunan tingkat kecemasan hospitalisasi pada anak usia prasekolah 3-6

tahun di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2017.

Bermain merupakan media persiapan untuk melakukan prosedur

medis maupun tindakan keperawatan, hal tersebut dilakukan agar dapat

meminimalisasi stress hospitalisasi dengan pemberian terapi bermain.

Bermain lego juga dapat mengalihkan konsentrasi anak yang sebelumnya

terfokus pada rasa cemas dan takut akibat sakitnya, kemudian konsentrasi

anak akan dapat beralih ke susunan lego tersebut (Pramono,2012).

Para perawat yang memberikan perawatan yang komprehensif di

rumah sakit harus memberikan pelayanan yang komprehensif yang

menunjang kebutuhan personal anak dan kebutuhan tumbuh kembang anak

(Stubbe, 2008). Menurut Stubbe (2008) dengan berkurangnya ancaman

integritas fisik maka akan menstimulasi syaraf otonom mengeluarkan

aderenalin sehingga pada respon fisik dan psikologis kecemasan akan

menurun. Apabila tingkat kecemasan pada anak yang menjalani


78

hospitalisasi menurun, maka anak menjadi lebih kooperatif dalam menjalani

proses perawatan, dan anak menjadi lebih nyaman sehingga diharapkan

akan mempercepat penyembuhan pasien anak dan mengurangi lama rawat

di rumah sakit. Ada beberapa penelitian yang mendukung tentang

keberhasilan terapi bermain lego dalam menurunkan tingkat kecemasan

yang menyatakan bahwa terapi bermain lego berdampak positif dalam

mengatasi gangguan kecemasan (Alfiyanti,2005).

Melihat fakta diatas setelah dilakukan terapi bermain lego terhadap

tingkat kecemasan pada anak mengalami penurunan. Terapi bermain lego

sangat penting bagi anak agar anak tidak selalu menunjukkan permusuhan

dan berpikir negatif tentang perawatan di rumah sakit, dan lingkungan di

rumah sakit, anak lebih kooperatif dengan orangtua dan petugas kesehatan.

selain itu, perkembangan dapat berkembang dengan optimal karena terapi

bermain lego yang diberikan tidak hanya menawarkan kesenangan tapi juga

terdapat unsur edukatif dan melatih kemampuan motorik halus. Hal lain

yaitu kondisi anak yang memungkinkan untuk bermain lego misalnya

kesadaran anak dalam keadaan compos mentis/ kesadaran penuh, dan anak

menyukainya tanpa ada unsur pemaksaan untuk bermain.Terapi bermain

lego yang dilakukan bersama dengan orang tuanya atau perawat akan

mengakrabkan hubungan dan sekaligus memberi kesempatan kepada orang

tua dan perawat mengetahui apa yang dirasakan anak. Terapi bermain lego

diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak

dalam memahami perbedaan antara lingkungan rumah dan lingkungan

rumah sakit selama proses hospitalisasi.

Anda mungkin juga menyukai