Anda di halaman 1dari 20

1

PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA

Kelompok 10 (2E) :
Muti Laras Ariani
Intan Widiyarti
Lely Oktaviani
Hafnitah

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN GURU


SEKOLAH DASAR (S1)
TAHUN 2010
2

Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan ke Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan

berbagai anugrah kepada kami, di antaranya adalah berupa kesempatan dan kemampuan

untuk menyelesaikan penulisan makalah ini. Pada hakikatnya karena izin-Nyalah kami

dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah Perkembangan Sosial Remaja dibuat dalam rangka memenuhi tuntutan

tugas mata kuliah Perkembangan Belajar Peserta Didik (PBPD). Dengan Makalah

Perkembangan Sosial Remaja ini diharapkan dapat membantu para calon guru untuk

memahami perkembangan sosial remaja dan bagaimana cara mengatasi perilaku-perilaku

yang menyimpang di sekolah. Serta bermanfaat dalam menyiapkan para calon guru yang

berkualitas. Dan para calon guru serta mampu mengimplikasikannya dalam

menyelenggarakan pendidikan di sekolah.

Dan harapan kami semoga Makalah Perkembangan Sosial Remaja ini bermanfaat

bagi semua pihak yang melihat dan membaca Makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya Makalah Perkembangan Sosial Remaja ini jauh dari

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami

harapkan. Semoga Allah SWT selalu memberikan Hidayah dan Inayah-NYa Amin

Jakarta, 07 Mei 2010

Penyusun
3

Pendahuluan

Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan


tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga
proses yaitu :
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya
harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat
atau lingkungan sosial tersebut.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat
memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
3. Perkembangan sikap sosial
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia
berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok
sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling
berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi
individu.

Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, Anda diharapkan memahami perkembangan
sosial remaja serta mampu mengimplikasikannya dalam menyelenggarakan pendidikan di
sekolah.
4

PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA

A. Perkembangan Sosial Remaja


1. Remaja
Masa remaja merupakan salah satu fase dari perkembangan
individu yang terentang sejak anak masih dalam kandungan
sampai dengan meninggal. Masa remaja memiliki ciri yang
berbeda dengan masa sebelum atau sesudahnya, sehingga
masa remaja menjadi menarik untuk dibicarakan. Usia masa
remaja dimulai pada usia 12 /13 tahun sampai dengan 21/22
tahun. Usia 12-17 sering disebut remaja awal dan usia 18-21
disebut remaja akhir.
a. Remaja Awal
Manakala usia seseorang telah genap 12/13 tahun, maka
ia telah mulai menginjak suatu masa kehidupan yang
disebut masa remaja awal. Masa ini berakhir pada usia
17/18 tahun. Istilah yang biasa diberikan bagi si remaja
awal adalah “Teenagers” (anak usia belasan tahun).
Dalam parohan akhir periode pubertas atau parohan awal
masa remaja awal, terdapat gejala-gejala yang disebut
gejala-gejal “negative phase”. Itulah sebabnya sehingga perode
pubertas khususnya sering disebut sebagai “negative phase”. Hurlock
menguraikan cukup lengkap tentang gejala gejala negative phase ini yang
pokok-pokok sebagai berikut :
• Keinginan untuk menyendiri
• Berkurang kemauan untuk bekerja
• Kurang koordinasi fungsi-fungsi tubuh
• Kejemuan
• Kegelisahan
• Pertentangan sosial
5

• Panantangan terhadap kewibawaan orang dewasa


• Kepekaan perasaan
• Kurangnya percaya diri
• Mulai timbul minat pada lawan jenis
• Kepekaan perasaan susila
• Kesukaan berkhayal
Di samping ciri-ciri dan gejala-gejala negative phase yang dimiliki
bersama (pubertas dan remaja awal) tersebut diatas, terdapat pula ciri-ciri
khas masa remaja awal. Ciri-ciri khas tersebut adalah:

1. Kestabilan keadaan perasaan dan emosi


Granville Stanley Hall menyebut masa ini sebagai perasaan yang
sangat peka: remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan
perasan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkannya sebagai
“storm dan stress”. Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau
yang melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah sangat
dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak
bertukar rasa sedih yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri
yang berlebihan. Termasuk dalam ciri ini adalah ketaktentuan cita-cita.
Lebih-lebih dalam persahabatan dan cinta, rasa bersahabat sering
bertukar menjadi senang, ketertarikan pada lain jenis suka “loncat-
loncatan” atau “cinta-monyet”.

2. Hal sikap dan moral, terutama menonjol menjelang akhir remaj


awal (15-17 tahun)
Organ-organ seks yang telah matang. Ada dorongan-dorongan seks
dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang
dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula, ada keberanian
mereka menonjolkan “sex appeal” serta keberanian dalam pergaulan
dan menyerempet bahaya. Dari keadaan tersebut itulah kemudian
sering timbul masalah dengan orang tuanya atau orang dewasa lainya
6

3. Hal kecerdasan atau kemampuan mental


Kemampuan mental atau kemampuan berfikir remaja awal, mulai
sempurna. Keadaan ini terjadi dalam usia antara 12-16 tahun. Pada
usia 12 tahun kemampuan anak untuk mengerti informasi abstrak, baru
sempurna. Dan kesempurnaan mengambil kesimpulan informasi
abstrak dimulai pada usia 14 tahun. Akibatnya si remaja awal sering
suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal. Penentangan pendapat
orang tua atau orang dewasa yang kurang rasional sering terjadi. Dan
remaja cenderung mengikuti pendapat orang dewasa.

4. Hal status remaja awal sangat sulit ditentukan


Satatus remaja awal tidak saja sulit ditentukan, bahkan
mambingungkan. Perlakuan yang diberikan oleh orang dewasa
terhadap remaja awal sering berganti. Ada keraguan orang dewasa
untuk memberi tanggungjawab kepada remaja dengan dalih “mereka
masih kanak-kanak:. Tetapi pada lain kesempatan, si remaja awal
sering mendapat teguran sebagai orang yang sudah besar. Jika remaja
bertingkah laku yang kekanak-kanakan. Akibatnya, si remaja awal pun
mendapat sumber kebingungan dan menambah masalahnya.

5. Walhasil, remaja awal banyak masalah yang dihadapinya


Antara lain tersebab ciri-ciri tersebut di atas, menjadikan remaja
awal sebagai individu yang banyak masalah yang dihadapinya. Sebab-
sebab lain adalah sifat emosional remaja awal. Kemampuan berfikir
lebih di kuasai oleh emosionalitasnya sehingga kurang mampu
mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain yang bertentangan
dengan pendapatnya. Akibatnya, masalah yang menonjol adalah
pertentangan sosial. Penyebab lain banyaknya masalah bagi remaja
awal ini adalah berkurangnya bantuan dari orang tua atau orang
dewasa lain dalam memecahkan masalahnya, bukan karena orang
7

dewasa mengabaikannya melinkan remaja tersebut yang menolak. Hal


ini disebabkan karena mereka manganggap bahwa dirinya lebih
mampu, serta menurut mereka, orang dewasa di sekitarnya terlalu tua
untuk dapat mengerti dan memahami perasaan, emosi, sikap,
kemampuan piker dan status mereka

6. Masa awal adalah masa yang kritis


Dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan
dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan
masalahnya atau tidak. Keadaan remaja yang dapat menghadapi
masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam menghadapi
masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa. Ketidak mampuan
menghadapi masalahnya dalam masa ini akan menjadikannya orang
“dewasa” yang bergantung.

b. Remaja Akhir
Rentangan usia yang biasanya terjadi dalam masa ini (untuk remaja
Indonesia) adalah antara 17 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 18
sampai 22 tahun bagi pria. Dalam rentang masa itu terjadi proses
penyempurnaan perumbukan pisik, aspek-aspek psikis dan perkembangan
sosial hingga masa dewasa awal. Sepanjang garis masa remaja akhir,
mereka secara gradual menjadi pria muda secara penuh “Young men” atau
menjadi wanita muda secara penuh “Young women”.
Cirri-ciri pokok penting dalam masa ini dan dengan jelas membedakannya
dengan remaja awal, mengenai pola-pola sikap, pola perasaan, pola piker
dan pola perilaku nampak. Di antara cirri-ciri khas tersebut adalah:

1. Stabilitas mulai timbul dan meningkat


Para “young men” dan “yaoung women” ini menunjukan ada dan
meningkatnya kestabilan dalam asperk-aspek pisik dan psikis.
Pertumbuhan jasmani yang sempurna bentuknya, embedakannya
8

dengan parohan awal remaja awal. Dalam masa remaja akhir ini terjadi
keseimbangan tubuh dan anggota badan, panjang dan besar yang
berimbang. Demikian pula stabil dan minat-minatnya: pemilihan
sekolah, jabatan, pakaian, pergaulan, dengan sesame ataupun lain
jenis. Demikian pula dengan soal sikap pandangan mereka. Akibat
positiv dari keadaan ini, adalah si remaja akhir lebih ”well adjusted”,
lebih dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian dalam banyak
aspek kehidupannya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.

2. Citra-diri dan sikap pandangan yang lebih realities


Pada masa sebelumnya (remaja awal), remaja sangat sering
memndang dirinya lebih tinggi ataupun lebih rendah dari keadaan
yang sesungguhnya. Wajah yang sedang-sedang saja, misalnya,
dipandangnya sebagai seperti bintang film. Sebaliknya, ada pula yang
wajah dirinya yang cukup “ayu” atau “cakep”, dipandangnya jelek.
Demikian pula sikap pandang terhadap keluarga, teman-teman, benda-
benda, pakaiannya, dan sebagainya. Kebanyakan yang terjadi dalam
masa remaja awal itu adalah pandangan yang negativ taiu rendah,
kurang, jelek dari keadaan sesungguhnya. Hal yang demikian itu
merupakan refleksi dari rasa tidak puas mereka terhadap yang mereka
miliki. Tetapi dalam masa remaja akhir, keadaan yang semacam itu
telah berkurang. Remaja telah mulai menilai sebagaimana keadaan
dirinya, menghargai miliknya, keluarganya, orang-orang lain seperti
sesungguhnya.
Akibat yang sangat positif dari keadaan remaja akhir seperti itu
adalah timbulnya perasaan puas, menjauhkan mereka dari rasa kecewa.
Perasaan puas itu merupakan sebagian prasarat penting mencapai
kebahagiaan bagi remaja.

3. Menghadapi masalahnya secara lebih matang


9

Masalah-masalah “wajar” yang dihadapi remaja pada masa ini


relative sama dengan masalah remaja awal. Perbedaannya terletak pad
acara mereka manghadapi masalah yang dimaksud. Kalau masa remaja
awal mereka menghadapi nya dengan sikap bingung dan perilaku yang
tidak efektif, maka dalam masa remaja akhir ini mereka
menghadapinya dengan lebih matang. Kematangan itu ditunjukkan
dengan usaha pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, baik
dengan cara sendiri-sendiri maupun dengan diskusi-diskusi dengan
teman sebaya mereka. Langkah-langkah pemecahan masalah itu,
mengarahkan remaja akhir pada tingkah laku yang lebih “well
adjusted”, lebih dapat menyesuaikan diri dalam banyak situasi
lingkungan dan situasi perasaan-perasaan sendiri.
Adanya usaha-usaha pemecahan masalah secara lebih matang dan
realistis itu merupakan produk dari kemampuan piker remaja akhir
yang telah lebih sempurna dan ditunjang oleh sikap pendangan yang
lebih realistis. Akibat selanjutnya adalah diperolehnya perasaan yang
lebih matang.

4. Perasaan menjadi lebih tenang


Pada parohan awal masa remaja akhir, sering kali mereka masih
manampakkan gejala-gejala “strom and stress”. Namun dalam proses
lebih lanjut, bebrapa remaja dengan cepat menunjukkan adanya rasa
tenang. Dalam parohan akhir masa remaja akhir umumnya remaja
lebih tenang dalam menghadapi masalah-masalahnya. Kalu pada masa
remaja awal mereka sering memperlihatkan kemarah-marahannya,
sering sangat sedih dan kecewa, maka remaja ahkir hal yang demikian
itu tidak lagi sering nampak. Ketenangan perasaan dalam menghadapi
kekecewaan-kekecewaan atau hal-hal lain yang mengakibatkan
kemarahan mereka, ditunjang oleh adanya kemampuan pikir dan dapat
menguasai/mendominasi perasaan-perasaannya. Keadaan yang
realistis dalam menentukan sikap, minat, cita-cita mengakibatkan
10

mereka tidaklah terlalu kecewa dengan adanya kegagalan-kegagalan


kecil yang dijumpai.
Akibat dari keadaan yang positiv ini, menambah rasa bahagia bagi
remaja akhir. Kebahagiaan akan semakin kuat jika mereka mendapat
respek dari orang dewasa yaitu orang tua, guru, dan konselor mereka
di sekolah, teradap diri dan usaha-usaha mereka.
Penting artinya badi proses pendewasaan diri bagi remaja akhir ini
adalah “subyek-model”, orang dewasa yang dikaguminya, yang
disenagi sifat-sifat dan perilakunya. Terhadap orang dewasa
semcamini si remaja akhir beridentifikasi tentang berbagai hal yang
dikagumunya seperti : sikap, sifat, cara-cara berpakaian, cara-cara
bergaul, terutama sekali cara-cara berfikir orang dewasa. Proses
identifikasi itu turu membentuk pribadi dewasa bagi remaja.

2. Pengaruh Keluarga Dalam Perkembangan Sosial Remaja


Sesungguhnya, tingkat perkembangan sosial remaja, sangat tergantung pada
pengarahan orangtua dan pada iklim psikologi serta sosial yang mewarnai
keluarga. Iklim keluarga itu tidak sama. Artinya, satu dengan yang lainnya
berbeda-beda. Ada keluarga yang kondusif untuk memelihara anak-anak, dan juga
ada yang sebaliknya.
Beikut contoh-contoh yang berbeda-beda dari keluarga tersebut, agar kita
mengetahui sejauh mana dapak bagi perkembangan sosial remaja:
Keluarga yang Otoriter
Bebagai kajian menetapkan, bahwa ada sebuah rumah tangga yang
otoriter. Menurut istilah boldwin, keluarga yang ditaktor disebut sebagai keluarga
yang tidak ada adaptasi. Menurutnya, keluarga seperti itu diwarnai pertentangan,
pergumulan, dan perselisihan antara ayah dan anak-anaknya, yang sebenarnya
sangat membutuhkan hubungan-hubungan sosial yang bagus, baik antarsesama
individu keluarga yang bersangkutan atau dengan dunia luar.
Dalam kehidupan keluarga seperti ini seorang remaja merasakan bahwa
kepentingan dan kegemaran-kegemarannya diabaikan, atau dianggap tidak
11

penting. Dan ketika ia berusaha membangkitkan perhatian kedua orangtuanya,


atau berjuang mengukuhkan dirinya, ia menghadapi sosok otoriter dan lalim
(tidak adil). Bahkan terkadang ia harus menerima sanksi hukuman. Dalam pada
waktu itu, si ayah sama sekali tidak mau memahami anaknya yang sudah remaja.
Ia sudah tidak menaruh rasa kasihan kepadanya, karena si ayah memang tidak
menyukainya.
Mengenai sikap otoriter kaum ayah ini di bagi menjadi dua. Pertama, bentuk
otoriter yang mungkin memng sudah ada sejak awal. Seorang ayah mempunyai
sikap otoriter seperti ini ia tidak punya rasa cinta kepada anak-anaknya. Dan
menurut istilah boldwin, otoriter seperti itu disebut “otoriter permanen”. Upaya
menunduhkan sikap seperti ini berarti menunduhkan kaidah-kaidah perilaku yang
sangat ekstrim dan radikal. Kedua, bentuk otoriter yang tidak mau kompromi
dengan keinginan-keinginan anak. Di sana ada contoh kaum ayah yang tidak
mempedulikan dan tidak mau bekerja sama sedikit pun dengan anak-anaknya.
Seorang remaja yang hidup di lungkungan keluarga seperti ini, biasanya ia
mempunyai hasrat yang besar unutk bebeas dan merdeka. Ia tidak mau terus-
terusan menjadi benalu atau membebani kedua orangtuanya. Jika ia berasal dari
keluarga yang kaya, biasanya sang ayah akan memasukannya ke sekolah khusus
supaya sang ayah merasa tenang karena jauh darinya. Tetapi kalau ia berasal dari
keluarga yang kurang perhatian, si remaja tadi sengaja menghabiskan sisa
waktunya di luar rumah dan memilih pulang terlambat. Ia merasa perlu mencari
ketenangan dengan berkumpul bersama teman-temannya yang biasanya berusia
lebih tua dari dirinya.
Dari keluarga yang sama-sama otoriter tersebut, akan menghasilkan seorang
remaja yang tidak bisa beradaptasi, yang cenderung menghabiskan waktunya di
luar rumah. Dan jika si remaja tadi seorang perempuan, munkin ia akan menikah
dalam usia yang sangat muda dan dengan pasangan suaminya yang tidak sepadan,
karena ia yakin, bahwa rumah yang akan ia tempati nanti nati jauh lebih baik dari
pada rumahnya yang sekarang.

Keluarga yang Demokratis


12

Model keluarga seperti ini dianggap sebagai salah satu factor bagi terciptanya
adaptasi yang bagus. Aturan keluarga seperti ini berdasarkan pada kebebasan dan
demokrasi. Kedua orangtua sama-sama mau menghormati anaknya yang sudah
remaja senagai individu yang utuh lahir batin. Dalam mengarahkan anaknya,
mereka tidak bersikap otoriter sedikit pun, orangtua yang demokratis, sedapat
mungkun mereka akan berusaha memberikan semua yang ingin diketahui dan
dibutuhkan oleh anak mereka yang sudah remajs, supaya ia bisa mengambil
keputusan setelah cukup mengetahui berbagai kemungkinan dan hasilnya. Cara-
cara ini sengaja memberikan kepada seorang remaja kebebeasan yang terus
bertambah, pilihan yang luas, dan penetahuan-pengetahuan yang banyak.
Seorang remaja yang hidup di lingkungan keluarga yang demokratis ini, ia
memiliki kesempatan sangat baik mengupayakan kemerdekannya. Pada
prinsipnya keluarga yang demokratis bias terwujud dengan cara sebagai berikut:
1. Menghormati pribadi remaja dalam keluarga.
2. Berusaha mengembangkan kepribadiannya, menganggapnya sebagai
pribadi unggulan yang memiliki kemampuan dan kecenderungan-
kecenderungan tersendiri, dan harus memberinya kesempatan untuk
berkembang sejauh mungkin
3. Memberikan kepada si remaja kebebasan berfikir, berekspresi dan
memilih jenis pekerjaan.
Warna sistem yang ada di dalam keluarga yang demikratis ini sangat berbeda
dengan warna aturan keluarga yang otoriter yang kental dengan kekrasan,
ketakutan, dan pelarangan. Sementara di dalam keluarga yang demikratis terdapat
warna yang bersamaan dinamika yang positif dan terus bergerak, kasing sayang,
serta saling membantu.
Diantara dua model keluarga adalah keluarga demikratis yang manjadikan
remaja yang matang dan mampu berdaptasi secara sosial dan pribadi.
Pola-pola yang diterapkan dalam keluarga yang demokratis kan mendorong
lahirnya sosok-sosok remaja yang sanggup memikul beban dan tanggung jawab
kehidupan, remaja-remaja ideal yang mampu berfikir secara sehat, mau saling
menolong, dan bangkit bersama-sama dengan masyarakat. Tujuan-tujuan
13

tersebutu mulai akan terwujud oleh iklim keluarga yang demokratis yang sehat,
dan didukung oleh rasa pengertian individu-individu yang mendambakan
kehidupan sosial yang harmonis.

Keluarga yangTerlalu Toleran


Para pakar juga menjelaskan, bahwa keluarga yang menerapkan pola-pola
yang didasarkan pada sikap toleran yang berlebihan, bisa menyulitkan seorang
remaja baik laki-laki maupun perempuan untuk mengembangkan perilaku
kebebasannya. Para remaja yang mendapat perhatian berlebihan di rumah,
perilaku mereka akan seperti perilaku anak-anak.
Seorang remaja yang diperlakukan seperti, ia akan menemukan banyak
kesulitan dalam beradaptasi dengan dunia luar. Perhatian orang tua yang
berlebihan akan mendorong remaja mencari perhatian dan bantuan kepada orang
lain. Dan jika hal itu sudah menjadi kebiasaan, tanpa sadar ia akan merasa itu
adalah haknya. Akibatnya, kita lihat ia jadi sering keluar rumah untuk keperluan
tersebut.
Seorang remaja putrid yang di dalam rumah perlu diperlakukan secara
berlebihan, biasanya ia akan menemukan kesulitan untuk memisahkan diri dari
yanhnya. Ketika sudah menikah, ia tidak suka ditemani suaminya saat berada di
luar kota di rumah orang tuanya, walaupun itu sudah menjadi tugas sang suami.
Bahkan terkadang ia memilih tinggal terus di rumah orangtuanya tersebut. Ia
sudah bergantung dan mengandalkan mereka, sehingga semua urusan ia mintakan
pertimbangan kepada mereka, bukan kepada suaminya.

3. Pengaruh Pendidikan Sekolah Dalam Perkembangan Sosial Remaja


Sekolah merupakan lingkungan yang menengahi antara lingkungan keluarga
dan lingkungan masyarakat luas dimana sesorang hidup, bergerak, dan melakukan
interaksi dengan orang lain untuk saling mempengaruhi.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada kaum Ayah,
“Perhatikan anak-anakmu, dan didiklah mereka dengan baik”, itu berarti, semua
14

pihak seharusnya merasa berkewajiban memikul tanggung jawab bersama kaum


ayah untuk mengarahkan anak-anak agar bias memiliki akhlak yang baik.

Pendidikan Hati yang Beragama


Sekolah islam dalam mendidik hati supaya kental dengan nuansa religius,
tidak hanya sekedar menargetkan supaya bias selamat dari siksa neraka saja.
Lebih dari itu juga menargetkan pahala yang agung dan melimpah dari Allah.
Itulah sebagian yang bias dipahami dari firman Allah Ta`ala,
“ Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah
tempat tinggalnya.” (An-Nazi`at:40-41)
Dan firman-Nya.
“Dan bagi orang yang takut pada saat menghadap Tuhan-Nya, ada dua
surga.” (Ar-Rahman:46)
Apabila seorang pemuda semenjak kecil membiasakan dirinya senantiasa
diawasi oleh Alloh dalam setiap gerak-geriknya dan perbuatan yang ia
lakukan seraya yakin bahwa Allah akan membalas meridhai yang mau taat
kepadanya dan memurkai orang yang durhaka kepada-Nya. Apabila ia digoda
nafsu untuk berbuat maksiat, ia menolak dan berpaling darinya. Ia ingat akan
keperkasaan dan keagungan Allah. Ia yakin bahwa Allah kuasa menyiksanya.
Allah Maha Melihat lagi Maha Mendengar.
Salah satu pola pendidikan yang sangat bagus untuk mendidik hati ialah
membiasakan seorang remaja agar mau intopeksi diri. Ini adalah proses yang
dilakukan si remaja terjadap dirinya sendiri yang menyangkut semua
perilakunya, baik yang positif maupun yang negative, yang baik maupun yang
buruk. Dengan intropeksi diri ia berada pada posisi yang jernih untuk melihat
nilai-nilai kemanusiaan secara obyektif yang ingin ia miliki. Ia akan
mengukur perbuatan-perbuatannya dengan ukuran akhlak yang islami untuk
15

memperbaiki diri dan mengembangkan kepribadiannya kea rah kesempurnaan


yang didambakan.
Cara mendidik soerang remaja agar mau intropeksi diri sendiri harus
berdasarkan pada kesadaran. Aritinya, apabila ia melakukan suatu kesalahan,
kita dorong ia agar secara sadar mau mengakui kesalahannya itu lalu berusaha
memperbaikinya. Jadi, bukan karena tekanan atau unsure paksaan.
Bardasarkan pengalaman Doktor Douba, seorang peneliti perkembangan
jiwa berkebangsaan prancis, memimpin Sekolah Angkatan Udara di Mesir,
diperoleh data bahwa mendidik seorang remaja untuk mau melakukan
intropeksi diri membuahkan beberapa hasil positif sebagai berikut:
1. Membuat hati si remaja menjadi bersih
2. Tertanam sifat keberanian moral yang tinggi
3. Hasrat yang tinggi untuk berlaku lurus, dan tidak mau melakukan
kesalahan-kesalahan lagi
4. Mau menerima nasehat dan pengarahan dengan lapang dada
5. Mau menerima sanksi hukuman yang proposional dan sesuai dengan
kesalahannya.
Intropeksi diri adalah sesuatu yang positif dan berguna pada fase
kehidupan secara umum, terutama pada fase remaja, sebab pada fase ini,
seorang remaja biasanya sedang gemar-gemarnya melalukan konfirmasi diri
dan cenderung melawan otoritas apapun. Bahkan nasehat orang tua atau guru
ia anggap sebagai upaya intervensi atau campur tangan ke dalam urusannya
yang menghalang-halangi kebebasan serta kemerdekaannya.
Karena itulah, upaya orang tua atau seorang guru memperbaiki perilaku
seorang remaja dengan cara membiasakannya mau intropeksi diri akan
mendukung kecenderungan tersebut. Dan itu pada gilirannya akan membentuk
kepribadian serta kemampuan untuk membedakan mana yang salah dan mana
yang benar dengan petunjuk pikirannya sendiri.
Upaya itu sangat positif, karena dinilai tidak membenturkan kepribadian si
remaja dengan nasehat. Sehingga dengan demikian, tidak muncul darinya
16

kekuatan melawan dan tidak pula menimbulkan terjadinya problem


emosional.

Perilaku yang Menyimpang dan Faktor Perilaku yang Menyimpang di


Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar
anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak
didik untuk berperilaku menyimpang.

Periaku yang Menyimpang Faktor Perilaku yang Menyimpang


1. Terlambat pelajaran 1. Lingkungan rumah tangga
2. Kabur dari sekolah 2. Teman yan buruk
3. Absen dari sekolah 3. Kondisi emosi
4. Berontak terhadap aturan 4. Problem waktu luang
sekolah 5. Faktor-faktor eksternal lain
5. Berbohong 6. Lemahnya kepribadian lain
6. Berlagak seperti lawan jenis 7. Faktor-faktor kesehatan
7. Perilaku-perilaku anarkis 8. Nyanyian dan cerita cabul
8. Berbuat cabul 9. Sempitnya ruang kelas
9. Problem gender 10. Kurang tertariknya pada salah satu mata
10. Merokok pelajaran
11. Memusuhi teman-teman 11. Kurangnya sarana-sarana pemeliharaan
12. Membuat gank individual di sekolah
13. Tidak mau taat kepada 12. Tidak efektifnya metode-metode yang
orangtua diterapkan
14. Mencuri 13. Tidak terpenuhinya praktik-praktik kondisi
15. Memusuhi guru sosial
14. Kurangnya iklim-iklim yang kondusif bagi
kecenderungan siswa
17

Cara-Cara Mengatasi Perilaku Menyimpang di Sekolah


1. Memperkokoh hubungan sekolah dan keluarga
2. Melatih untuk memikul tanggungjawab
3. Adanya sosok panutan yang baik di rumah dan si sekolah
4. Adanya perhatian terhadap pendidikan agama di rumah dan di sekolah
5. Memilih guru yang ideal dan memenuhi waktu sebagai mana mestinya
6. Mengarahkan siswa dengan baik pada jenis mata pelajaran yang sesuai dengan
kecenderungan mereka
7. Memberi perhatian terhadap problem yang bersifat pribadi
8. Menghindari upaya menjauhkan siswa dari sekolah sebagai suatu hukuman
9. Mananmkan jiwa sosial kepada siswa
10. Mengancam akan menjatuhkan sanksi hukuman kepada para siswa yang
berprilaku menyimpang
11. Mengatur pengawasan yang ketat terhadap film, majalah, dan alat-alat hiburan
lainnya
12. Memberi imbalan hadiah bagi siswa-siswi yang berprestasi baik dari segi
akhlak

4. Pengaruh Lingkungan Masyarakat Dalam Perkembangan Sosial Remaja


Masyarakat tempat para remaja hidup dan bergaul dengan remaja lain dan
orang dewasa lainnya merupakan lingkungan perkembangan yang memiliki peran
dan pengaruh tertentu dalam pembentukan kepribadian dan prilaku remaja. Di
sana mereka bergaul, di sana mereka melihat orang-orang berprilaku, di sana
mereka melihat menyaksikan berbagai peristiwa, dan di sana pula mereka
menemukan sejumlah aturan dan tuntutan yang seyogyanya dipenuhi oleh yang
bersangkutan. Pengalaman-pengalaman interaksional remaja pada masyarakat ini
akan memberi kontribusi tersendiri dalam pembentukan prilaku dan
perkembangan pribadi remaja.
Kalau dihubungkan dengan lingkungan rumah dan sekolah, lingkungan
masyarakat itu bias mendukung apa yang dikembangkan di rumah dan di sekolah,
tetapi bisa pula sebaliknya. Sebagai missal, lingkungan masyarakat pesantren
18

yang pada masyarakat itu dijunjung tinggi nilai-nilai agama merupakan suatu
lahan yang subur bagi keluarga dan remaja untuk membina kehidupan berprilaku
agama, lingkungan masyarakat akademik merupakan lahan yang subur untuk
meumbuhkan minat akademik remaja, begitu pula masyarakat bisnis merupakan
lingkungan yang subur untuk menimbuhkan minat bisnis remaja. Dengan
demikian, jika rumah dan sekolah mengembangkan suatu budaya atau nilai
tertentu yang relevan dengan apa yang berkembang di masyarakat, maka
kecenderungan pengaruhnya akan saling mendukung sehingga peluang
pencapaiannya akan sangat besar.
A. Kelompok Teman Sebaya
Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan
pemasakan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam
perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak sudah
mampu menjalin hubungan yang erat dengan teman sebaya. Seiring dengan
itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain bersama atau membuat
rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas adalah
bahwa kelompok tadi terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan
sex ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan yang
berhubungan dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan pengalaman
identitasnya. Sedangkan pada masa puber anak sudah mulai berani untuk
melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki
keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga
seringkali adalah anggota kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih
heterogen daripada kelompok teman sebaya. Misalnya kelompok teman
sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-
individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens
menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesi
yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma kelompok
tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya.
Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai anggota
19

kelompok daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya


paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan
diri.

B. KESIMPULAN
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial,
memenuhi tuntutan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang
positif terhadap kelompok sosialnya.
Perkembangan sosial akhir masa kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke
kelas satu SD. Pada masa ini biasanya orang tua akan memberikan hanya sedikit
waktunya untuk berinteraksi dengan anak, sosialisasi di sekolah pada umumnya
terjadi atas dasar interest dan aktvitas bersama, lebih banyak meluangkan waktu
untuk teman sebaya dan mulai membentuk hub. peer group (geng) lebih cenderung
dengan teman perempuan.
Perkembangan sosial pada masa remaja (pudertas) merupakan masa yang unik,
masa pencarian identitas diri dan ditandai dengan perkembangan fisik dan psikis
anak. Pada masa ini sosialisasi anak lebih luas dan berkembang, mereka mulai
menjalin hubungan dengan teman-teman laki-lakinya dan mengadakan kencan-
kencan (dating). Anak lebih mementingkan teman dari pada keluarga dan mulai
timbul banyak pertentangan dengan orang tua. Mereka umumnya belum bekerja dan
masih belum mampu menafkahi dirinya sendiri.
Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar memperhatikan perkembangan anak
sampai ia mampu untuk membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk untuk
dirinya (dewasa). Tetapi tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, supaya anak
merasa lebih nyaman dan tidak takut untuk menceritakan konflik-konflik yang terjadi
selama masa perkembangannya.
20

Daftar Pustaka

Hurlock, Elizabeth, B., Perkembangan Anak Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1988

Hurlock, Elizabeth, B., Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta, 2006.

Hurlock, Elizabeth, B., Perkembangan Anak, Erlangga, Jakarta, 1993.

Mappiare, Andi., Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya, 1982

Semiawan, Conny, R., Perkembangan dan Belajar Peserta Didik,

Departemen Pendidikan, 1999

Mahfuzh, Syaikh M. Jamaludin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim,

Pustaka Al-kautsar, 2001

Novinasuprobo.wordpress.com, Perkembangan Sosial Pada Masa Anak-

anak Akhir dan Remaja

Suhadianto.blogspot.com, Perkembangan Sosial Remaja

Anda mungkin juga menyukai