Anda di halaman 1dari 28

MATERI I

GERBANG LOGIKA

A. Pengertian Gerbang Logika

Gerbang Logika (Logic Gate) adalah komponen pembentuk rangkaian


elektronika digital. Gerbang logika berfungsi untuk mengubah satu atau
beberapa Input (masukan) menjadi sebuah sinyal Output (Keluaran).
Rangkaian beroperasi berdasarkan nilai logik Input dan Output mengunakan
sistem bilangan biner dengan kode 0 dan 1.

B. Jenis Gerbang Logika

Rangkaian elektronika digital dapat dibentuk dari tujuh jenis gerbang logika.

1. Gerbang Logika NOT


Gerban Logika NOT disebut juga dengan Inverter. Nilai logika
pada output rangkaian selalu berlawanan dengan nilai logika inputnya.
Saat nilai inputnya berlogika 0, pada output akan berlogika 1. Sebaliknya
saat nilai inputnya berlogika 1, pada outputnya akan berlogika 0. Gerbang
Logika NOT dalam rangkaian memiliki simbol:

input output

Tabel Kebenaran Gerbang Logika NOT


INPUT OUTPUT
0 1
1 0

2. Gerbang Logika AND


Gerbang Logika AND memiliki nilai output berlogika 1 jika
semua inputnya berlogika 1. Salah satu atau kedua inputnya berlogika 0
pada outputnya akan berlogika 0. Gerbang Logika AND dalam rangkaian
memiliki simbol:
input A
output

input B

Tabel Kebenaran Gerbang Logika AND


INPUT
OUTPUT
A B
0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1

3. Gerbang Logika OR
Gerbang Logika OR memiliki Output berlogika 0 pada saat semua
inputnya berlogika 0. Untuk kondisi yang lain (salah satu atau kedua
inputnya berlogika 1) pada output akan berlogika 1. Gerbang Logika OR
dalam rangkaian memiliki simbol:
input A
output

input B

Tabel Kebenaran Gerbang Logika OR


INPUT
OUTPUT
A B
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

4. Gerbang Logika NAND


Gerbang Logika NAND dibentuk dari hasil kombinasi gerbang logika
AND dan NOT. Output akan berlogika 0 pada saat semua inputnya
berlogika 1. Untuk kondisi yang lain (salah satu input berlogika 1 atau 0)
pada output akan berlogika 1. Gerbang Logika NAND dalam rangkaian
memiliki simbol:
input A input A
output output
disederhanakan menjadi
input B input B

Tabel Kebenaran Gerbang Logika NAND


INPUT
OUTPUT
A B
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0
5. Gerbang Logika NOR
Gerbang Logika NOR dibentuk dari hasil kombinasi gerbang logika OR
dan NOT. Output akan berlogika 1 pada saat semua inputnya berlogika 0.
Untuk kondisi yang lain (salah satu atau kedua inputnya berlogika 1) pada
output akan berlogika 0. Gerbang Logika NOR dalam rangkaian memiliki
simbol:

input A input A
output output
disederhanakan menjadi
input B input B

Tabel Kebenaran Gerbang Logika NOR


INPUT
OUTPUT
A B
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0

6. Gerbang Logika X-OR


X-OR adalah singkatan dari Exclusive OR. Gerbang logika ini memiliki
dua input dan satu Output. Keluaran Gerbang logika X-OR akan memiliki
nilai berlogika 1 pada saat semua input mempunyai nilai logika yang
berbeda. Saat kedua input memiliki nilai yang sama, pada output akan
memberikan nilai logika 0. Gerbang Logika X-OR dalam rangkaian
memiliki simbol:
input A
output

input B

Tabel Kebenaran Gerbang Logika X-OR


INPUT
OUTPUT
A B
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0

7. Gerbang Logika X-NOR


X-NOR adalah singkatan dari Exclusive NOR. Rangkaian dibentuk dari
hasil kombinasi gerbang logika NOR dan NOT. Gerbang logika ini
memiliki dua input dan satu Output. Keluaran Gerbang logika X-NOR
akan memiliki nilai berlogika 1 pada saat semua input mempunyai nilai
logika yang sama. Saat kedua input memiliki nilai yang sama, pada output
akan memberikan nilai logika 1. Gerbang Logika X-NOR dalam rangkaian
memiliki simbol:
input A input A
output output
disederhanakan menjadi
input B input B

Tabel Kebenaran Gerbang Logika X-NOR


INPUT
OUTPUT
A B
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 1

TUGAS

Buat tabel kebenaran untuk menentukan keluaran rangkaian logika di bawah


ini.
input

A B C
D
H
J

I
G

Tabel kebenaran
INPUT OUTPUT
A B C D E F G H I J
0 0 0
0 0 0
0 1 0
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
1 1 1
MATERI II
KONSEP DAN KARAKTERISTIK ALJABAR BOOLEAN

A. Pengantar Aljabar Boole

Aristoteles membedakan proposisi kategorik berdasarkan kualitas, kuantitas


dan distribusi. Kualitas adalah suatu proposisi yang menyatakan ada-tidaknya
hubungan antara subjek (S) dan predikat (P). Jika terdapat hubungan disebut
proposisi afirmatif: 𝑆 = 𝑃, dan tidak ada hubungan disebut proposisi negatif :
𝑆 ≠ 𝑃. Kuantitas merupakan konsep inti dalam sistem logika dan digunakan
untuk menemukan bermacam-macam syarat penalaran. Kumpulan dari
bermacam syarat yang memiliki ciri yang sama disebut kelas.

Distribusi adalah sebuah sebaran term atau penggunaan term yang meliputi
semua anggota secara individual satu demi satu dan tidak sebagai kelompok.

Term yang berdistribusi disebut term universal, dan term yang berdistribusi
sebagian dari semua anggota, satu atau lebih disebut term parsial.

Konsep kualitas, kuantitas dan distribusi menghasilkan empat macam


proposisi, yang dikenal dengan nama proposisi 𝐴, 𝐸, 𝐼, dan 𝑂.
Proposisi A = proposisi afirmatif universal, semua S adalah P ,
Proposisi E = proposisi negatif universal, semua S adalah bukan P ,
Proposisi I = proposisi afirmatif parsial, sebagian S adalah P ,
Proposisi O = proposisi negatif parsial, sebagian S adalah bukan P ,

Term subjek dalam proposisi universal ( A dan E ) berdistribusi, sedangkan


dalam proposisi parsial ( I dan O ) term subjeknya tidak berdistribusi.

B. Konsep Aljabar Boole

George Boole seorang ahli matematika Inggris (1815-1864),


mengembangkan konsep logika Aristoteles menjadi sebuah struktur aljabar
dengan menggunakan lambang-lambang non bahasa. Konsep sentral dari
Aljabar Boole adalah konsep "kelas kosong", yaitu suatu kelas yang tidak
mempunyai anggota dan dilambangkan dengan 0 . Dua huruf berturut-turut
(SP) melambangkan suatu kelas yang memiliki ciri-ciri kelas S dan kelas P
bersama-sama dan ditambah dengan penggunaan tanda = dan , proposisi A ,
E , I dan O . Bentuk konsep sentral Aljabar Boole adalah sebagai berikut:
A : Semua S adalah P , berarti proposisi S yang bukan P adalah kelas
kosong, bentuk simbolik S P = 0 ,
E : Semua S adalah bukan P , berarti proposisi S yang P adalah
kelas kosong, bentuk simbolik SP = 0 ,
I : Sebagian S adalah P , berarti proposisi S yang P adalah bukan kelas
kosong, bentuk simbolik SP  0 ,
O : Sebagian S adalah bukan P , berarti proposisi S yang bukan P
adalah bukan kelas kosong, bentuk simbolik S P  0 .

C. Karakteristik Aljabar Boole

Karakteristik Aljabar Boole dikembangkan oleh John Venn (1834-1923)


dengan menvisualisasi konsep Boole dengan menggunakan diagram Venn.
Kelas kosong divisualisasikan dengan lingkaran yang diberi warna hitam, dan
kelas yang mempunyai anggota diberi tanda () dalam lingkaran.
S S

S=0 S0
Kelas S = kosong Kelas S tidak kosong

Dalam proposisi kategorik terdapat dua kelas yang saling berhubungan


dengan yang lain dengan cara tertentu,

S P

SP SP SP

S P : adalah kelas S yang tidak menjadi anggota kelas P ,


SP : adalah anggota bersama kelas S dan kelas P .
S P : adalah kelas P yang tidak menjadi anggota kelas S ,
Dengan dasar ini, semua proposisi A , E , I dan O dapat divisualisasikan
seperi gambar berikut:
A : Semua S adalah P , atau S P = 0 , bagian S P diberi warna hitam.
S P

SP SP SP

E : Semua S adalah bukan P , atau SP = 0 , bagian SP diberi warna


hitam.
S P

SP SP SP

I : Sebagian S adalah P , atau SP  0 , bagian SP diberi tanda (),


berarti tidak kosong.

S P

SP SP SP

O : Sebagian S adalah bukan P , atau S P  0 , bagian S P diberi tanda


(), berarti tidak kosong.

S P

SP SP SP

Perkembangan konsep Aljabar Boole sebagai bagian dari matematika


mendasari munculnya komputer digital. Aljabar Boole adalah dasar
matematis teori switcing fungtion yang digunakan untuk merancang
rangkaian logika (rangkaian digital) sebagai bagian pembentuk komputer
digital.
MATERI III
STRUKTUR ALJABAR BOOLE

A. Pengantar Struktur Aljabar Boole

Struktur Aljabar Boole dikembangkan berdasarkan postulat, aksioma,


definisi, lemma dan teorema. Pengertian untuk postulat, aksioma, definisi,
lemma dan teorema dijelaskan pada uraian berikut.

Postulat adalah sebuah pernyataan matematika yang disepakati benar tanpa


perlu adanya pembuktian. Suatu pernyataan yang telah disepakati
kebenarannya disebut Aksioma.

Aksioma adalah sebuah pernyataan yang dapat diterima sebagai suatu


kebenaran dan bersifat umum dengan kebenaran yang pasti (mutlak) tanpa
adanya pembuktian.

Definisi merupakan sebuah pernyataan yang dibuat dengan menggunakan


konsep yang tak terdefinisi atau konsep yang telah terdefinisi sebelumnya.

Lemma adalah suatu teorema sederhana dan dipergunakan sebagai hasil-


antara dalam pembuktian teorema yang lain.

Teorema adalah suatu pernyataan matematika yang masih memerlukan


pembuktian dan pernyataanya dapat ditunjukkan nilai kebenarannya atau
bernilai benar.

B. Definisi Aljabar Boolean

Secara simbolik struktur Aljabar Boole ditulis dengan bentuk B, , +, , 0, 1 .

Himpunan B memiliki anggota paling sedikit terdiri dari dua elemen 0 dan
1 . Simbol (.), (+), dan (ˉ) masing-masing menyatakan operasi AND
(perkalian Boolean), operasi OR (jumlah Boolean) dan operasi NOT
(Komplemen). Untuk setiap a dan b dari B , maka a  b (perkalian a dan b),
a + b (jumlah a dan b ) dan a (komplemen a ) ada dalam B . Operasi a  b
dan a + b bukan merupakan operasi aljabar biasa, elemen 0 dan 1 tidak
berarti nol dan satu dalam aljabar biasa. Berdasarkan bentuk struktur, Aljabar
Boole dapat didefenisikan sebagai suatu himpunan yang memiliki tiga macam
operasi menggunakan elemen 0 dan 1 serta memenuhi sifat “postulat” (suatu
kebenaran yang mutlak dan tidak memerlukan pembuktian) yang
dikemukakan oleh Huntington (1904). Secara terpadu, definisi Aljabar
Boolean adalah sistem aljabar yang berisi set B dengan memiliki dua operasi
biner yakni penjumlahan (+) dan perkalian (.), sebuah operator uner
(komplemen) (¯) dan dituliskan dengan notasi (B, +, , ¯, 0,1), sehingga
setiap elemen a, b, dan c dari B memenuhi aksioma-aksioma atau postulat
Huntington.

B. Aksioma, dan Teorema Aljabar Boolean

1. Aksioma

Aksioma Aljabar Boole dikemukakan Huntington, diantaranya meliputi:

P1a : Setiap elemen 0 ada dalam B sehingga sedemikian setiap a


dalam B berlaku a + 0 = a ,

P1b : Setiap elemen 1 ada dalam B sehingga sedemikian setiap a


dalam B berlaku a 1 = a ,

P2a : a + b = b + a 
 hukum komutatif
P2b : a  b = b  a 

P3a : a + (b  c ) = (a + b)  (a + c )
hukum distributi f
P3b : a  (b + c ) = (a  b) + (a  c ) 
P4 : Untuk setiap a dan a ada dalam B sehingga sedemikian
berlaku:
aa = 0
a+a = 1
P5 : Dua elemen x dan y paling sedikit ada dalam B sedemikian
sehingga x  y
Contoh sederhana dari Aljabar Boole yang konsisten memenuhi ketentuan
yang telah ditetapkan hanya dua elemen, 0 dan 1 :

1= 0 0 =1
11 = 1 +1 = 1 + 0 = 0 +1 = 1
dan

0 + 0 = 0  0 = 1 0 = 0 1 = 0

Ketentuan ini dipenuhi oleh Postulat P1 dan P5, seperti dapat dilihat pada
P1b, jika a = 1 , maka :

a 1 = 11 = 1
dan jika a = 0 , maka :

a 1 = 0 1 = 0 .

Sifat-sifat dari ketentuan yang telah ditetapkan juga dipenuhi oleh Postulat
P4 dalam bentuk hukum komutatif untuk pertukaran huruf a dengan
angka 1 dan 0 :

jika a = 1 , maka:

aa = 1 1 = 1 0 = 0
a + a = 1+1 = 1+ 0 = 1
dan jika a = 0 :

aa = 00 = 0 1 = 0
a + a = 0 + 0 = 0 +1 = 1

2. Dualitas

Dalam Postulat Huntington yang telah dikemukakan pada bagian


sebelumnya terdapat bentuk kasus “pertukaran tanda dari “+” ke bentuk
“·” dan pertukaran nilai biner dari 0 ke nilai 1 untuk seluruh aturan-aturan
dalam Aljabar Boole, maka hasilnya juga berlaku sebagai suatu Aljabar
Boole”. Prinsip pergantian tanda dan pergantian nilai biner setelah tanda
disebut dualitas.
Contoh :
a + 0 = a
 
a  1 = a
dan
a + (b  c ) = ( a + b)  (a + c)
    
a  (b + c) = (a  b) + ( a  c)

3. Sifat dan Hukum Aljabar Boole


Berdasarkan aksioma ditemukan sifat dan hukum-hukum Aljabar Boole
untuk setiap a, b, dan c anggota B berlaku:

a. Sifat tertutup: a + b ∈ B dan a . b ∈ B

b. Hukum Komutatif
1) 𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎
2) 𝑎 ∙ 𝑏 = 𝑏 ∙ 𝑎

c. Hukum Asosiatif
1) a + (b + c) = (a + b) + c
2) a ∙ (b ∙ c) = (a ∙ b) ∙ c

d. Hukum Distributif
1) a + (b ∙ c) = (a + b) ∙ (a + c)
2) a ∙ (b + c) = (a ∙ b) + (𝑎 ∙ 𝑐)

e. Hukum Identitas
1) Jika 0 ∈ 𝐵 maka setiap 𝑎 ∈ 𝐵 berlaku 𝑎 + 0 = 0 + 𝑎 = 𝑎
2) Jika 1 ∈ 𝐵 maka setiap 𝑎 ∈ 𝐵 berlaku 𝑎 ∙ 1 = 1 ∙ 𝑎 = 𝑎

f. Hukum komplemen
1) Untuk setiap a ∈ B dan a̅ ∈ B berlaku a + a̅ = a̅ + a = 1
2) Untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐵 dan 𝑎′ ∈ 𝐵 berlaku 𝑎 ∙ 𝑎′ = 𝑎′ ∙ 𝑎 = 0

g. Hukum Absorsi (Penyerapan)


Untuk setiap a dan b berlaku:
1) a + a ∙ b = a
2) a ∙ (𝑎 + 𝑏) = 𝑎
h. Hukum idempoten
1) a + a = a
2) a  a = a

i. Hukum dominansi
1) a  0 = 0
2) a + 1 = 1

j. Hukum involusi: (a̿) = a

k. Hukum De Morgan:
1) ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑎 + 𝑏) = 𝑎̅ ∙ 𝑏̅
2) ̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑎 ∙ 𝑏) = 𝑎̅ + 𝑏̅

4. Teorema Aljabar Boole


Teori Aljabar Boole berlandaskan pada beberapa Postulat dan Lemma
(keterikatan beberapa elemen). Gabungan Postulat dan Lemma
menghasilkan suatu temuan disebut sebagai teori Aljabar Boole.

a. Lemma (L)

L1 : Elemen 1 dan 0 unik


Bukti
Melalui kontradiksi, asumsi bahwa dua buah elemen 01 dan 0 2
untuk setiap a1 dan a2 dalam B , dapat diperoleh :
a1 + 01 = a1 dan a2 + 02 = a2 (P1a)
Misalkan a1 = 02 dan a2 = 01
02 + 01 = 02 dan 01 + 02 = 01
Dengan menggunakan hukum komutatif dan sifat persamaan
transitif, diperoleh :
01 = 02

a1 + 01 = a1 a2 + 02 = a2

Dualitas     dan  
a  1 = a  = a2
 1 1 1 a2 12

dan
02 + 01 = 02 01 + 0 2 = 01

Dualitas      dan   
1
 2  11 = 12 11  12 = 11

dan
01 = 0 2
 
11 = 12

L2 : Untuk setiap elemen a dalam B , maka a + a = a dan a  a = a


Bukti

a + a = ( a + a ) 1 (P1b)
a + a = (a + a)  (a + a) (P4)
a + a = a + aa (P3a)
a+a = a+0 (P4)
a+a=a (P1a)

a + a = a

Dualitas   
a  a = a

L3 : Untuk setiap elemen a dalam B , maka a +1= 1 dan a  0 = 0


Bukti

a + 1 = 1 (a + 1) (P1b)
a + 1 = (a + a)  (a + 1) (P4)
a + 1 = a + a 1 (P3a)
a +1 = a + a (P1b)
a +1= 1 (P4)

a + 1 = 1

Dualitas    
a  1 = 0

L4 : Elemen 1 dan 0 adalah berbeda dan 1= 0
Bukti
Misalkan setiap elemen a dalam B :
a 1 = a (P1b)
a0 = 0 (L3)
L5 : Untuk setiap bagian elemen a dan b dalam B ,
a + ab = a dan a(a + b) = a
Bukti

a + ab = a 1 + ab (P1b)
a + ab = a (1 + b) (P3b)
a + ab = a 1 (L3)
a + ab = a (P1b)

a + (a  b) = a

Dualitas    
a  (a + b) = a

L6 : Melalui P4 ditetapkan a untuk setiap a dalam B adalah unik


Bukti

Dengan kontradiksi, asumsi bahwa a1 dan a2 adalah dua elemen


yang berbeda memenuhi P4. Asumsi bahwa :
a + a1 = 1 a + a2 = 1 a a1 = 0 a a2 = 0

a2 = 1  a2 (P1b)
a2 = (a + a1 )  a2 (asumsi)
a2 = a  a2 + a1  a2 (P3b)
a2 = 0 + a1  a2 (asumsi)
a2 = a  a1 + a1  a2 (asumsi)
a2 = (a + a2 )  a1 (P3b)
a2 = 1  a1 (asumsi)

a2 = a1 (P1b)

L7 : Untuk setiap elemen a dalam B , maka a = a


Bukti

Misalkan a = x , selanjutnya :
ax = 0 dan a + x =1
tetapi
aa = 0 dan a + a =1
Kedua elemen x dan a memenuhi P4 sebagai komplemen a . Oleh
karena itu dengan L6 : x = a

L8 : a[( a + b) + c] = [( a + b) + c]a = a
Bukti

a[( a + b) + c] = a(a + b) + ac (P3b)


a[( a + b) + c] = a + ac (L5)
a[( a + b) + c] = a = [( a + b) + c]a (P2b, L5)

b. Teorema (T)

T1 : Untuk masing-masing elemen a, b dan c dalam B,


a + (b + c) = (a + b) + c
Bukti

Misalkan : Z = [( a + b) + c]  [a + (b + c)]

Z = [( a + b) + c]  a + [( a + b) + c]  (b + c)
Z = a + [( a + b) + c]  (b + c) (L8)
Z = a + {[( a + b) + c]  b + [( a + b) + c]  c} (P3b)
Z = a + (b + [( a + b) + c]  c) (L8,P2b)
Z = a + (b + c) (L5) ….. (1)
Selanjutnya, Z juga dapat ditulis sebagai :
Z = [( a + b) + c]  [a + (b + c)]
Z = (a + b)  [a + (b + c)] + c  [a + (b + c)] (P3b)
Z = (a + b)  [a + (b + c)] + c (L8)
Z = {a  [a + (b + c)] + b  [a + (b + c)]} + c (P3b)
Z = {a  [a + (b + c)] + b)} + c (L8)
Z = ( a + b) + c (L5) ….. (2)
Terlihat (1) = (2) dan dengan transitif, diperoleh :
a + (b + c) = (a + b) + c
dan
(a  b)  c = a  (b  c) (Dualitas)

Uraian pembuktian yang telah dilakukan membuktikan kebenaran


dari Hukum asosiatif. Beberapa pernyataan dapat disederhanakan
dengan mengabaikan tanda kurung sebagai berikut :
( a + b) + c = a + b + c
(a  b)  c = abc
Penyederhanan ini memberikan bentuk penjumlahan dan perkalian
Boolean pada setiap jumlah variabel.

T2 : Untuk masing-masing bagian elemen a dan b dalam B , maka :

a + ab = a + b dan a (a + b) = ab
Bukti

a + ab = (a + a)( a + b) (P3a)
a + ab = a + b (P4,P1b)
a  ( a + b) = a  b (Dualitas)

T3 : Untuk setiap bagian elemen a dan b dalam B , maka : a + b = a  b


dan a  b = a + b .
Bukti

Pernyataan T3 adalah dua bentuk dari hukum DeMorgan. Bentuk


yang kedua merupakan dual dari bentuk yang pertama :

(a + b) + a  b = [( a + b) + a]  [( a + b) + b] (P3a)
(a + b) + a  b = [a + (a + b)]  [b + (b + a)] (P2b)
( a + b) + a  b = 1  1 = 1 (T1,L3)
(a + b)  (a  b) = a  (a  b) + b  (b  a) (P3b,P2b)
( a + b)  ( a  b) = 0 + 0 = 0 (T1,L3)
Kedua persyaratan P4 dapat dipenuhi, juga a + b adalah komplemen
unik dari a  b . Selanjutnya dapat ditulis :

a + b = a b atau a + b = a b
Persamaan yang diperoleh dapat dinyatakan dalam bentuk elemen a
dan b dalam kedudukan a dan b :

a + b = a  b = a  b atau a + b = a + b

T4 : Untuk setiap elemen a , b dan c dalam B , maka :


a b + a c + bc = a b + a c
dan
(a + b)( a + c)(b + c) = (a + b)( a + c)
Bukti

a  b + a  c + b  c = a  b + a  c + b  c(a + a )

a b + a c + bc = a b + a bc + a c + a c b

a  b + a  c + b  c = a  b(1 + c) + a  c(1 + b)

a b + a c + bc = a b + a c

(a + b)  (a + c)  (b + c) = (a + b)  (a + c) (Dualitas)
LATIHAN :

Gunakan postulat, lemma dan teori aljabar Boole untuk menyederhanakan


pernyataan berikut :

a. A = y z ( z + zx) + ( x + z )( x y + xz )

b. B = x + xyz + yz x + wx + wx + x y

c. C = ( x + y )[ xyz + y ( z + x)] + xy z ( x + x y )

d. D = ( x + y x)[ xz + x z ( y + y )]

e. E = x z y + ( x z y + z x)[ y ( z + x) + yz + yxz]
MATERI IV
FUNGSI BOOLEAN

A. Pengantar Fungsi Boolean


Fungsi Boolean adalah pemetaan dari Bn ke B melalui ekspresi boolean dan
diberi notasi:
𝑓: 𝐵 𝑛 → 𝐵
yang dalam hal ini Bn adalah himpunan yang beranggotakan pasangan terurut
ganda-n di dalam daerah asal B.

Dalam Aljabar Boolean, variable input disebut peubah Boolean. Fungsi


Boolean adalah ekspresi yang dibentuk dari peubah Boolean melalui
operasi penjumlahan, perkalian, atau komplemen.

Setiap peubah di dalam fungsi Boolean, termasuk dalam bentuk


komplemennya disebut literal. Fungsi ℎ(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥𝑦𝑧̅ terdiri dari 3 literal
yaitu 𝑥, 𝑦, 𝑧̅.

Selain secara aljabar, fungsi boolean juga dapat dinyatakan dalam bentuk
tabel kebenaran dan rangkaian logika.

Tabel kebenaran berisi nilai-nilai fungsi untuk semua kombinasi nilai-nilai


peubah. Fungsi boolean dengan n buah peubah bila dinyatakan dalam tabel
kebenaran, terdapat jumlah kombinasi dari nilai peubah sebanyak 2n baris
tabel. Untuk peubah n = 3, terdapat 23 baris tabel.

Pembuatan kombinasi input dengan jumlah peubah n = 3, dapat dilakukan


dengan cara mengkonversikan urutan bilangan desimal dari 0 sampai 7 dalam
bentuk bilangan biner, seperti tabel berikut.

Urutan Kombinasi Peubah Input Fungsi Boolean


Desimal x y z 𝑓(𝑤, 𝑥, 𝑦, 𝑧)
0 0 0 0
1 0 0 1
2 0 1 0
3 0 1 1
4 1 0 0
5 1 0 1
6 1 1 0
7 1 1 1
Fungsi Boolean tidak unik (tunggal), artinya dua fungsi yang ekspresinya
berbeda dikatakan sama jika keduanya mempunyai nilai yang sama pada tabel
kebenaran untuk setiap kombinasi peubahnya.
Contoh.
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 + 𝑥̅ 𝑦𝑧 + 𝑥𝑦̅ memiliki nilai keluaran yang sama dengan
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ 𝑧 + 𝑥𝑦̅, seperti diperlihatkan pada tabel kebenaran berikut.
Kombinasi
Fungsi Boolean
Urutan Peubah
𝑓(𝑤, 𝑥, 𝑦, 𝑧)
Desimal Input
x y z 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 + 𝑥̅ 𝑦𝑧 + 𝑥𝑦̅ 𝑥̅ 𝑧 + 𝑥𝑦̅
0 0 0 0 0 0
1 0 0 1 1 1
2 0 1 0 0 0
3 0 1 1 1 1
4 1 0 0 1 1
5 1 0 1 1 1
6 1 1 0 0 0
7 1 1 1 0 0

B. Fungsi Komplemen Boolean


Fungsi komplemen berguna untuk melakukan penyederhanaan fungsi
boolean. Fungsi ini dapat diperoleh dengan cara mengkomplemenkan fungsi
boolean. Fungsi komplemen dari suatu fungsi f diberi notasi f ', dapat
diperoleh dengan menggunakan hukum De Morgan. Untuk dua peubah x dan
y dari 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 → 𝑓 ′(𝑥,𝑦) = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
(𝑥 + 𝑦) = 𝑥̅ ∙ 𝑦̅
Contoh.
Temukan komplemen dari fungsi 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ (𝑦𝑧̅ + 𝑦̅𝑧)
Penyelesaian :
Cara menggunakan Hukum De Morgan
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ (𝑦𝑧̅ + 𝑦̅𝑧) → 𝑓′(𝑥, 𝑦, 𝑧) = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑥̅ (𝑦𝑧̅ + 𝑦̅𝑧)
𝑓 ′ (𝑥, ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑦, 𝑧) = 𝑥̿ + (𝑦𝑧̅ + 𝑦̅𝑧) = 𝑥 + (𝑦𝑧̅)(𝑦̅𝑧)
𝑓 ′ (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 + (𝑦̅ + 𝑧̿)(𝑦̿ + 𝑧̅)
𝑓 ′ (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 + (𝑦̅ + 𝑧)(𝑦 + 𝑧̅)

C. Bentuk Kanonik
Ada dua macam bentuk kanonik:
1. Penjumlahan dari hasil kali (sum-of-product atau SOP)
Contoh fungsi: 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 + 𝑥̅ 𝑦𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧
Setiap suku (term) disebut minterm.Untuk minterm, setiap peubah yang
bernilai 0 dinyatakan dalam bentuk komplemen, sedangkan peubah yang
bernilai 1 dinyatakan tanpa komplemen

2. Perkalian dari hasil jumlah (product-of-sum atau POS)


𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑥 + 𝑦 + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧̅)(𝑥̅ + 𝑦̅ + 𝑧)
Setiap suku (term) disebut maxterm. Untuk maxterm, setiap peubah yang
bernilai 0 dinyatakan tanpa komplemen, sedangkan peubah yang bernilai 1
dinyatakan dalam bentuk komplemen.

Tabel berikut diperlihatkan cara membentuk minterm dan maxterm:


a. Dua peubah
Peubah Minterm Maxterm
x y Suku Lambang Suku Lambang
0 0 𝑥̅ 𝑦̅ m0 x+y M0
0 1 𝑥̅ 𝑦 m1 𝑥 + 𝑦̅ M1
1 0 𝑥𝑦̅ m2 𝑥̅ + 𝑦 M2
1 1 𝑥𝑦 m3 𝑥̅ + 𝑦̅ M3

b. Tiga peubah
Peubah Minterm Maxterm
x y z Suku Lambang Suku Lambang
0 0 0 𝑥̅ 𝑦̅𝑧̅ m0 𝑥+𝑦+𝑧 M0
0 0 1 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 m1 𝑥 + 𝑦 + 𝑧̅ M1
0 1 0 𝑥̅ 𝑦𝑧̅ m2 𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧 M2
0 1 1 𝑥̅ 𝑦𝑧 m3 𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧̅ M3
1 0 0 𝑥𝑦̅𝑧̅ m4 𝑥̅ + 𝑦 + 𝑧 M4
1 0 1 𝑥𝑦̅𝑧 m5 𝑥̅ + 𝑦 + 𝑧̅ M5
1 1 0 𝑥𝑦𝑧̅ m6 𝑥̅ + 𝑦̅ + 𝑧 M6
1 1 1 𝑥𝑦𝑧 m7 𝑥̅ + 𝑦̅ + 𝑧̅ M7

Jika diberikan sebuah tabel kebenaran, dapat dibentuk fungsi boolean


dalam bentuk kanonik (SOP atau POS) dari tabel tersebut dengan cara
mengambil minterm atau maxterm dari setiap nilai fungsi yang bernilai 1
(untuk SOP) atau 0 (untuk POS).
Untuk membentuk fungsi dalam bentuk SOP, tinjau kombinasi nilai-nilai
peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 1. Misalkan kombinasi
nilai-nilai peubah yang memeberikan nilai fungsi sama dengan 1 adalah
001, 100, dan 111. Bentuk SOP fungsi tersebut adalah:
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧̅ + 𝑥𝑦𝑧

Untuk membentuk fungsi dalam bentuk POS, tinjau kombinasi nilai-nilai


peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 0. Misalkan kombinasi
nilai-nilai peubah yang memberikan nilai fungsi sama dengan 000, 010,
101, dan 110. Bentuk POS fungsi tersebut adalah:
𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑥 + 𝑦 + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)(𝑥̅ + 𝑦 + 𝑧̅)(𝑥̅ + 𝑦̅ + 𝑧)

Contoh 1.
Nyatakan tabel kebenaran di bawah ini dalam bentuk kanonik SOP dan
POS.
x y z f(x, y, z)
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1

Penyelesaian:

a. SOP
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi sama
dengan 1 adalah 001, 100, dan 111. Bentuk fungsi Boolean dalam
bentuk kanonik SOP;
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧̅ + 𝑥𝑦𝑧
Dengan menggunakan lambang minterm,
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚2 = (1, 4, 7)
b. POS
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi sama
dengan 0 adalah 000, 010, 011, dan 101. Bentuk fungsi Boolean dalam
bentuk kanonik POS adalah;
𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑥 + 𝑦 + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧̅)(𝑥̅ + 𝑦 + 𝑧̅)
Dengan menggunakan lambang maxterm,
𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑀0 𝑀2 𝑀3 𝑀5 = (0, 2, 3, 5)

Contoh 2.
Nyatakan fungsi Boolean 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 + 𝑦̅𝑧 dalam bentuk kanonik SOP
dan POS.

Penyelesaian:
a. SOP
𝑥 = 𝑥(𝑥 + 𝑦̅)
𝑥 = 𝑥𝑦 + 𝑥𝑦̅
𝑥 = 𝑥𝑦(𝑧 + 𝑧̅) + 𝑥𝑦̅(𝑧 + 𝑧̅)
𝑥 = 𝑥𝑦𝑧 + 𝑥𝑦𝑧̅ + 𝑥𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧̅

𝑦̅𝑧 = 𝑦̅𝑧(𝑥 + 𝑥̅ ) = 𝑥𝑦̅𝑧 + 𝑥̅ 𝑦̅𝑧

Bentuk SOP dari fungsi 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 + 𝑦̅𝑧


𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = ⏟
𝑥𝑦𝑧 + 𝑥𝑦𝑧̅ + 𝑥𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧̅ + ⏟
𝑥𝑦̅𝑧 + 𝑥̅ 𝑦̅𝑧
=𝑥 =𝑦̅𝑧

𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥𝑦𝑧 + 𝑥𝑦𝑧̅ + 𝑥𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧̅ + 𝑥̅ 𝑦̅𝑧


𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥̅ 𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦̅𝑧̅ + 𝑥𝑦̅𝑧 + 𝑥𝑦𝑧̅ + +𝑥𝑦𝑧
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑚1 + 𝑚4 + 𝑚5 + 𝑚6 + 𝑚7 =  (1,4,5,6,7)

b. POS
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 + 𝑦̅𝑧 = (𝑥 + 𝑦̅)(𝑥 + 𝑧)
Untuk (𝑥 + 𝑦̅) = 𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧𝑧̅
(𝑥 + 𝑦̅) = (𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧̅)
Untuk (𝑥 + 𝑧) = 𝑥 + 𝑧 + 𝑦𝑦̅
(𝑥 + 𝑧) = (𝑥 + 𝑦 + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)
Bentuk POS dari fungsi 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 + 𝑦̅𝑧 = (𝑥 + 𝑦̅)(𝑥 + 𝑧)
𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑥
⏟ + 𝑦̅ + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧̅) (𝑥
⏟ + 𝑦 + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)
=(𝑥+𝑦̅) =(𝑥+𝑧)

𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑥 + 𝑦 + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧)(𝑥 + 𝑦̅ + 𝑧̅)


𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑀0 𝑀2 𝑀3 = (0, 2, 3)
MATERI V
SISTEM BILANGAN

A. Sistem Bilangan Elektronika Digital


Bilangan adalah objek matematika yang digunakan untuk pengukuran,
penghitungan dan pelabelan. Maksud dibentuknya sistem bilangan adalah
untuk mengekspresikan cara penulisan bilangan. Sistem Bilangan juga dapat
didefinisikan sebagai cara yang digunakan untuk mewakili besaran suatu item
fisik. Setiap sistem bilangan menggunakan bilangan dasar atau basis tertentu.
Dalam bahasa Inggris biasanya disebut dengan “Base” atau “Radix”.
Pengertian Base atau Radix dari sistem bilangan adalah jumlah total digit atau
jumlah suku angka yang digunakan dalam suatu sistem bilangan. Contohnya
pada sistem bilangan Desimal, Radix dari sistem bilangan Desimal adalah 10,
yang artinya adalah memiliki 10 suku angka yakni 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.

Dalam sistem elektronika digital, pengetahuan sistem bilangan merupakan


pengetahuan dasar yang wajib dipelajari. Semua rangkaian digital atau
perangkat digital yang dirancang menggunakan konsep sistem bilangan.
Sistem Bilangan dalam elektronika digital digunakan untuk mewakili
informasi yang akan diolah dalam pemrosesan hingga diperoleh hasil olahan
yang mengandung informasi.

Sistem Bilangan yang umumnya digunakan dalam teknik elektronika digital


diantaranya adalah Sistem Bilangan Desimal (basis 10), Biner (basis 2), Oktal
(basis 8) dan Heksadesimal (basis 16). Hubungan masing-masing sistem
bilangan diperlihatkan pada tabel berikut.
Desimal Biner Oktal Heksadesimal
0 0000 0 0
1 0001 1 1
2 0010 2 2
3 0011 3 3
4 0100 4 4
5 0101 5 5
6 0110 6 6
7 0111 7 7
8 1000 10 8
9 1001 11 9
10 1010 12 A
11 1011 13 B
12 1100 14 C
13 1101 15 D
14 1110 16 E
15 1111 17 F
1. Sistem Bilangan Desimal (Decimal)
Bilangan Desimal memiliki Basis atau Radix 10. Susunan angka dimulai
dari 0 sampai angka 9 (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9). Digit atau angka yang
terletak di sebelah kiri koma desimal disebut dengan bilangan bulat
sedangkan digit atau angka yang terletak di sebelah kanan titik desimal
disebut dengan bilangan pecahan. Sistem Bilangan Desimal merupakan
sistem bilangan yang dipergunakan pada kehidupan sehari-hari. Indonesia
menggunakan koma untuk menunjukan separator (pemisah) antara
bilangan bulat dengan bilangan pecahan dan negara-negara lain
menggunakan tanda titik sebagai separator pecahan.

Digit atau angka yang berada pada posisi sebelah kiri koma desimal 100,
101, 102, 103, 104 dan seterusnya. Digit atau angka yang berada pada posisi
di sebelah kanan koma desimal memiliki bobot 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan
seterusnya. Setiap posisi digit yang ditempati memiliki bobot masing-
masing dengan pangkat bilangan yang berbasis 10. Bilangan (1962,2)10
dapat ditulis dengan bentuk;
(1962,2)10 = (1×103)+(9×102) )+(6×101) )+(2×100) )+(2×10-1)

2. Sistem Bilangan Biner (Binary)


Sistem Bilangan Biner atau Binary Numbering System adalah sistem
bilangan memiliki Basis atau Radix 2. Sistem bilangan ini pada semua
rangkaian elektronika yang berbasis sistem digital. Basis atau Radix dari
sistem bilangan Biner dibentuk dari angka 0 dan 1. Setiap angka atau digit
memiliki bobot 20, 21, 22, 23, 24 dan seterusnya. Bilangan 1101102 dapat
ditulis dengan bentuk;
1101102 = (1×25)+(1×24) +(0×23) +(1×22) +(1×21) +(0×20) = (54)10

3. Sistem Bilangan Oktal (Octal)


Sistem Bilangan Oktal atau Octal Numbering system adalah sistem
bilangan memiliki Basis atau Radix 8. Angka yang digunakan dimulai dari
0 sampai angka 7 (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7). Setiap angka atau digit memiliki
bobot 80, 81, 82, 83, 84 dan seterusnya. Bilangan 72148 dapat ditulis dengan
bentuk;
72148 = (7×83)+(2×82)+(1×81)+(4×80) = (3724)10
4. Sistem Bilangan Heksadesimal (Hexadecimal)
Sistem Bilangan Heksadesimal atau Hexadecimal Numbering System
adalah sistem bilangan yang berbasis 16. Sistem Bilangan Heksadesimal
menggunakan angka atau digit 0 hingga 9 dan huruf A sampai F (0, 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, F). Huruf A hingga F ekivalen dengan 10
hingga 16. Sistem bilangan Heksadesimal merupakan gabungan angka dan
huruf. Setiap angka atau digit memiliki bobot 160, 161, 162, 163, 164 dan
seterusnya. Bilangan 7A1C16 dapat ditulis dengan bentuk;
7A1C16 = (7×163)+(10×162)+(1×161)+(2×160) = 3126010

B. Konversi Sistem Bilangan


Konversi bilangan adalah sebuah proses untuk mengubah bentuk bilangan
yang satu ke bentuk bilangan lain dengan memiliki nilai yang sama. Konversi
bilangan desimal ke bilangan biner, oktal dan heksadesima berarti mengubah
bentuk bilangan desimal menjadi bentuk bilangan biner, oktal dan
heksadesimal yang hasilnya tetap masih memiliki nilai yang sama.
Konversi bilangan desimal ke bilangan biner, oktal dan heksadesimal
dilakukan dengan membagi bilangan desimal ke basis bilangan biner, oktal
dan heksadesimal. Hasil pembagian dibulatkan kebawah dan sisa hasil
pembagian disimpan atau dicatat. Pembulatan kebawah dilakukan hingga
nilainya mencapai nol. Sisa pembagian tersebut kemudian diurutkan dari
yang paling akhir hingga yang paling awal. Susunan sisa yang diurutkan dari
bawah ke atas merupakan hasil konversi bilangan desimal menjadi bilangan
biner, oktal dan heksadesimal. Sebagai contoh, konversikan bilangan desimal
745 ke bentuk bilangan biner, oktal dan heksadesimal.

Konversi desimal ke biner Konversi desimal ke oktal


745/2=372 sisa 1 745/8=93 sisa 1
372/2=186 sisa 0 93/8 =11 sisa 5
186/2= 93 sisa 0 11/8 = 1 sisa 3
93/2 = 46 sisa 1 1/8 = 0 sisa 1
46/2 = 23 sisa 0 (745)10=(1351)8
23/2 = 11 sisa 1
11/2 = 5 sisa 1 Konversi desimal ke
5/2 = 2 sisa 1 heksadesimal
2/2 = 1 sisa 0 745/16=46 sisa 9
1/2 = 0 sisa 1 46/16 = 2 sisa E
(745)10=(1011101001)2 2/16 = 0 sisa 2
(745)10=(2E9)16
RANGKUMAN
1. Rangkaian elektronika digital merupakan sebuah sistem yang dibentuk dari
gerbang logika dan bekerja berdasarkan nilai logik biner dengan kode 0 dan
1.
2. Rangkaian elektronika digital dibentuk dari tujuh jenis gerbang logika;
Gerbang Logika NOT, AND, OR, NAND, NOR, X-OR, dan X-NOR.
3. Aljabar Boole dikembangkan oleh George Boole seorang ahli matematika
Inggris (1815-1864), berdasarkan konsep logika Aristoteles menjadi sebuah
struktur aljabar dengan menggunakan lambang-lambang non bahasa.
4. Visualisasi konsep dan karakteristik Aljabar Boole dikembangkan oleh John
Venn (1834-1923) dengan menggunakan diagram Venn.
5. Aljabar Boole sebagai dasar matematis teori switcing fungtion, digunakan
dalam perancangan rangkaian logika (rangkaian digital) sebagai bagian
pembentuk komputer digital.
6. Struktur Aljabar Boole dikembangkan berdasarkan postulat, aksioma,
definisi, lemma dan teorema, secara simbolik ditulis dengan bentuk

B, , +, , 0, 1 .

7. Teori Aljabar Boole berlandaskan pada Postulat Huntington (1904) dan


keterikatan beberapa elemen yang memenuhi sifat dan hukum logika (Lema).
Gabungan Postulat dan Lemma menghasilkan suatu temuan disebut sebagai
teori Aljabar Boole.
8. Fungsi Boolean dibentuk dari ekspresi peubah Boolean dengan tiga bentuk
operasi; penjumlahan, perkalian dan komplemen.
9. Fungsi Boolean tidak unik (tunggal), dua fungsi dengan ekspresi yang
berbeda untuk setiap kombinasi peubah pada input menghasilkan nilai yang
sama pada output.

Anda mungkin juga menyukai