Anda di halaman 1dari 4

GANGGUAN SOMATISASI

I. Pendahuluan – Gangguan Somatoform

Kata somatoform diambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti tubuh. Dalam gangguan
somatoform (somatoform disorder), orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya.
Lebih dari itu, ada bukti atau beberapa alasan yang dapat dipercaya, bahwa simptom tersebut
merefleksikan faktor atau konflik psikologis. Contohnya kesulitan bernafas atau menelan. Kadang
kala sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan
atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem syaraf. Dalam kasus tertentu orang berfokus pada
keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius namun tidak ada bukti abnormalitas fisik.
Beberapa bentuk gangguan somatoform antara lain gangguan konversi, hipokondriasis, dan
gangguan somatisasi.

II. Faktor – Faktor Penyebab Gangguan Somatoform

Ø Faktor-faktor Biologis: Kemungkinan pengaruh genetis (gangguan somatisasi)

Ø Faktor Lingkungan Sosial: Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti
“peran sakit”, yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform

Ø Faktor Perilaku:

· Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak
nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder)

· Adanya reinforcement untuk menampilkan “peran sakit”

· Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh
dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada
kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan

Ø Faktor Emosi dan Kognitif:

· Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit
serius (hipokondriasis)

· Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak
dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi)

· Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self handicapping (hipokondriasis)

III. Pendekatan Penanganan Gangguan Somatoform

Ø Penanganan Biomedis: Penggunaan antidepresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis

Ø Terapi Kognitif – Behavioral: dapat berfokus pada menghilangkan sumber-


sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan
keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlenihan atau
terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang

Ø Terapi Psikodinamika: terapi psikodinamika atau yang berorientasi terhadap pemahaman dapat
ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengenali konflik-konflik tidak sadar yang mendasarinya

IV. Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi (somatization disorder) merupakan suatu tipe gangguan somatoform


yang melibatkan berbagai keluhan yang muncul berulang-ulang, yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab fisik apa pun. Gangguan somatisasi sebelumnya dikenal sebagai sindrom Briquet, dicirikan
dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun
biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara
menuntut perhatian medis atau mengalami ketidakmampuan yang berarti dalam memenuhi peran
sosial atau pekerjaan.

Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan
pelayanan medis (G. R. Smith, 1994). Orang tersebut sering mengeluhkan gangguan-gangguannya
meski keluhan tersebut tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi dari suatu masalah
fisik yang diketahui. Keluhan itupun tampak meragukan atau dibesar-besarkan.

Gangguan somatisasi biasanya bermula pada masa remaja atau dewasa muda dan tampaknya
merupakan gangguan yang kronis bahkan yang berlangsung sepanjang hidup ( Kirmayer, Robbins, &
Paris, 1994; Smith, 1994). Gangguan somatisasi biasanya muncul dalam konteks gangguan psikologis
lain, terutama gangguan kecemasan dan gangguan depresi (Swartz dkk. 1991). Ciri-ciri dari gangguan
somatisasi adalah symptom menimbulkan kunjungan medis yang sering atau menyebabkan
ketidakmampuan yang signifikan dalam fungsi.

V. Faktor Penyebab Gangguan Somatisasi

Ø Faktor Psikososial

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu.
Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe
komunikasi sosial. Hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan. Faktor sosial, kultural dan juga etnik mungkin
juga terlibat dalam perkembangan gangguan somatisasi.

Ø Faktor Biologis

Faktor Hereditas, yaitu penurunan genetik, dan memungkinkan adanya penurunan metabolisme.
Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa
gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi.

VI. Pedoman Diagnostik Ganguan Somatisasi (F 45.0 - PPDGJ)

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas
dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun;
b) Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan
fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya;

c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat
keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

VII. Gangguan Somatisasi (DSM - V)

Kriteria Diagnostik:

a) Satu atau lebih gejala somatik kesukaran atau hasil dari gangguan signifikan dalam kehidupan
sehari-hari

b) Pikiran, perasaan, perilaku yang berlebihan atau terlalu banyak terkait dengan gejala somatik
atau terkait masalah kesehatan seperti yang diwujudkan paling tidak satu dari dibawah ini:

1. Pikiran yang terus menerus menetap dan tidak seimbang tentang keseriusan dari suatu gejala.

2. Kecemasan yang menetap dalam level tinggi tentang kesehatan atau gejala-gejala.

3. Energi dan waktu berlebihan yang dicurahkan untuk gejala-gejala tersebut atau kekhawatiran
tentang kesehatan.

c) Meskipun beberapa gejala somatik tidak muncul berkelanjutan, keadaan saat mengalami gejala
muncul menetap (biasanya lebih dari 6 bulan).

300.82 (45.1) : Gejala Gangguan Somatik

Ditentukan jika: dengan sakit yang dominan; menetap; keparahan saat ini: ringan, sedang, berat.

VIII. Contoh Kasus

Helen seorang wanita berusia 29 tahun, sedang mencari treatment karena dokter
mengatakan bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan untuk Helen. Ketika ditanyakan mengenai
masalah kesehatannya, Helen menceritakan serangkaian keluhan, termasuk seringnya ia tidak dapat
mengingat tentang peristiwa yang telah terjadi padanya dan pada waktu yang lain penglihatannya
menjadi kabur, sehingga ia tidak dapat membaca huruf pada halaman cetak. Helen sangat suka
membaca dan melakukan pekerjaan lain di sekitar rumahnya, tetapi ia merasa mudah lelah dan
susah bernafas karena alasan yang tidak jelas. Ia sering kali tidak bisa memakan makanan yang telah
ia siapkan karena ia akan merasa mual dan ingin muntah dengan makanan apa pun, bahkan hanya
dengan mencicipi bumbunya. Menurut suami Helen, Helen telah kehilangan minat untuk melakukan
hubungan intim dan mereka hanya melakukan hubungan seksual sebanyak satu kali dalam jangka
waktu beberapa bulan sekali, biasanya atas desakan suami Helen. Helen mengeluhkan kram yang
sangat menyakitkan saat periode menstruasi dan pada saat yang lain, ia merasa bahwa “dalam
dirinya merasa terbakar”. Karena sakit yang dirasakan dipunggung, kaki, dan dadanya, Helen ingin
tetap berada di tempat tidur sepanjang hari. Helen tinggal di sebuah rumah besar bergaya Victoria
yang jarang sekali ia kelilingi “karena saya harus berbaring pada saat kaki saya sakit”.

Aksis I : F45.0 Gangguan Somatisasi

Aksis II : Z03.2 tidak ada diagnosis


Aksis III : Tidak ada (none)

Aksis IV : Masalah berkaitan dengan psikososial dan lingkungan lain

Aksis V : GAF 60 – 51 = Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang

IX. Pendekatan Penanganan Gangguan Somatisasi

Dari contoh kasus Ibu Helen, kami akan mencoba memberikan penanganan yang mungkin diberikan.

- Penanganan pertama adalah dengan menggunakan pendekatan psikodinamika untuk


mengungkap permasalahan yang menyebabkan timbulnya gangguan somatisasi. Ibu Helen dapat
diminta untuk berbaring rileks sambil menutup mata dan menyebutkan secara spontan apa saja hal
yang muncul dalam pikirannya.

- Penanganan selanjutnya adalah dengan menggunakan pendekatan kognitif-behavioral. Ibu


Helen diminta untuk mencoba melakukan pekerjaan rumah seperti biasa, seperti bersih-bersih
rumah, memasak, dan lain-lain sambil kita memberikan motivasi dan dukungan kalau sebenarnya
ibu Helen bisa dan mampu melakukan pekerjaannya. Selain itu, kita tidak
memberikan reinforcement sekunder yang mendukung beliau untuk melanjutkan keluhan fisiknya.
Kita dapat mengganti reinforcement tersebut dengan kata-kata ‘pasti bisa’, ‘Ibu tidak sakit’, dan ‘Ibu
sehat – sehat saja dan mampu’. Intinya, kita memberikan pengertian bahwa ibu Helen percaya pada
kemampuan beliau sendiri.

Anda mungkin juga menyukai