Anda di halaman 1dari 3

Menulis Biografi Menafsir Hidup

In copywriting, jurnalisme, sastra on Februari 23, 2009 at 8:27 am

Biografi sesungguhnya adalah ikhtiar untuk menafsirkan sebuah kehidupan

Siang ini, saya mencoba mengirimkan anggaran biaya penulisan biograf


kepada cucu salah satu aktor S. Bono (orang tua dari aktris Rini S Bono).
Dalam budget biaya itu, saya lampirkan sebuah note: saya siap tidak dibayar
jika biograf ini minus sponsor.

Mengapa saya mau tidak dibayar?

Ada dua alasan mengapa saya mau tidak dibayar, jika kelak proyek penulisan
biograf aktor yang pernah main di 55 flm ini jadi dilaksanakan.

Pertama, sebagai seorang jurnalis-penulis, saya belum pernah sekalipun


menggarap proyek penulisan biograf. Sebagai seorang copywriter, saya telah
menulis beberapa buku–yang sebagian besar bertemakan tentang:
infrastruktur dan penataan ruang. Saya juga pernah berperan
sebagai ghoswriter bagi seorang politikus nasional di negeri ini. Tapi, saya
belum pernah menulis biograf.

Kedua, aktor S. Bono adalah salah satu aktor terkemuka di negeri ini pada
era 1960-an hingga 1980-an. Sungguh, sebuah kehormatan jika kemudian
saya diberi kepercayaan menuliskan biograf beliau.

Pemahaman Saya tentang Biografi

Berikut ini adalah beberapa pemahaman tentang biograf, yang saya kutip
dari sebuah situs Ruang Baca Tempo, terbitan sekitar setahun atau dua tahun
lalu.

Biograf menurut Lytton Stachey:


Peletak standar penulisan biografi modern, Lytton Strachey—seorang penulis
dan kritikus dari Inggris—berpendapat bahwa biografi adalah penafsiran
terhadap sebuah kehidupan, dan blak-blakan adalah syarat utamanya. Ia
mengibaratkan penulis biografi sebagai seseorang yang mengayuh perahu di
lautan fakta yang maha luas dan mencemplungkan ember kecil untuk
menciduk satu contoh kehidupan, lalu mengulitinya habis-habisan.

Biografi adalah “yang paling pelik dan manusiawi dari semua cabang seni
menulis”, sesuatu yang sangat relevan dalam hidup kita. Biografi, jika
disajikan dalam format sebagaimana yang dibayangkan Strachey, sangat
berpotensi memperkaya pemahaman dan pengalaman pembacanya
terhadap kondisi kemanusiaan—dengan memasuki kehidupan seseorang,
juga masa, ruang, dan mungkin budaya yang berbeda.

Biograf menurut Leon Edel:


Leon Edel, pendiri jurnal Biography mengumpamakan pekerjaan menulis
biografi seperti mencari “figur di bawah karpet”, pola yang terpapar di sisi
tersembunyinya kehidupan. Kata pemenang Pulitzer Price pada tahun 1963
ini, “Biografi terlihat tak relevan jika ia tak menemukan tumpang tindih
antara apa yang dilakukan oleh seseorang dan kehidupan, yang menjadikan
hal itu mungkin. Tanpa menemukan itu, Anda hanya punya kejadian-kejadian
tanpa bentuk dan gosip”.

Mengingat kehidupan adalah topik eksplorasi yang selalu menarik, karena


bisa berkaitan dengan diri siapa saja, maka menulis biografi sejatinya juga
merupakan sebuah tantangan yang penuh eksotisme. Format biografi, yakni
narasi, sebuah cerita, bukan hanya mudah dicerna oleh siapa saja tapi juga
serasi dengan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari: kita menghimpun
informasi, mengkajinya, menapis sebab dan akibat, mengkonstruksi
penjelasan dan makna, lalu mengekspresikannya dalam bahasa sehari-hari.

Semua itu menjadikan biograf semacam tempat pertemuan yang


memungkinkan timbulnya dialog dan perenungan. Oleh karena itu, penulis
biograf sering dipuji karena pergerakannya yang melampaui khalayak awam,
yang menguji atmosfer, mendeteksi kesalahan, ketidaknyataan dan konvensi
yang usang.

Pada akhirnya, biograf bisa menjadi cahaya di masa kegelapan; sebab


biograf merupakan contoh wajah kehidupan yang terbukti bisa dan pernah
menerangi dunia, atau sebaliknya membuat redup cahaya dunia. Biograf dan
Sastra Biograf seharusnya indah seperti sebuah novel. Tidak sedikit biograf
yang ditulis secara terselubung dalam kedok sebuah novel. Tapi, memang
sejatinya, biograf harus punya alur yang menarik seperti halnya sebuah
novel.

Biograf memang seperti sejarah yang sedang berjalan. Lantaran itulah, tidak
sedikit para penulisnya menemui kesukaran untuk menangkap esensi
kehidupan obyek yang ia tulis. Tidak sedikit dari mereka, yang kemudian
terjebak menulis tentang semua hal tentang obyek yang ditulisnya
ketimbang menulis tentang sari kehidupan itu sendiri. Terlebih, menulis
biograf tak ubahnya menghidupkan kembali kehidupan seseorang yang
sudah lewat, yang sejatinya suatu hal yang mustahil. Lantaran itulah, harus
ada bagian-bagian yang menarik dan menghibur pada biograf selayaknya
ditonjolkan agar menjadi lebih bernafas, seperti halnya sebuah novel. Jika
sebuah novel dibuat untuk dinikmati dan direguk keuntungannya, mengapa
tidak begitu pula halnya dengan biograf? Biograf terletak di antara sejarah
dan sastra. Oleh karena itu, sah-sah juga jika ada yang menulis “roman
biografs”, yang isinya semacam novel juga, atau “roman memoar”.
Namun yang jelas, apapun bentuknya, biograf juga merupakan bahan baku
sejarah yang punya kedudukan penting dalam penyusunan sejarah yang
jujur. Bahkan, ada yang berpendapat biograf merupakan salah satu corak
penulisan sejarah. Kejujuran menjadi kata kunci dari sebuah biograf yang
baik dan bermutu. Oleh karena itu, tokoh yang ditulis kisahnya harus
memberikan kesaksian yang jujur dan subyektif.

Antara Biografi, Otobiografi dan Memoar

Terdapat perbedaan antara biograf (ditulis orang lain), otobiograf dan


memoar. Memoar hanya memuat sepotong kehidupan tokoh atau tonggak
peristiwa yang dianggapnya penting. Namun, perbedaan itu tidak terlalu
tegas, terutama di Indonesia. Biograf ditulis bukan agar dapat menilai,
melainkan memahami pikiran dan tindakan tokohnya, yang notabene adalah
seorang pelaku sejarah. Ia harus ditulis untuk menguraikan jalan hidup
tokohnya secara apa adanya, bukan sebagaimana masyarakat ingin
melihatnya.

Selain itu, biograf juga bisa ditujukan untuk memberi baju “baru” kepada
tokohnya, dengan simbol yang ingin diperteguh masyarakat untuk
menjadikannya sebagai contoh. Atau, kadang-kadang personifkasi dari
simbol itu sendiri. Apa peran sesungguhnya dari sang tokoh dalam sejarah?
Apakah ia menentukan jalannya sejarah, atau ia tak lebih dari fgur yang
kebetulan berada dalam kedudukan strategis.

Oleh karena itu, jangan sampai si penulis biograf “memberi baju baru” yang
tidak pas, misalnya terlalu “kebesaran” atau sebaliknya “kekecilan” bagi
tokoh yang dituliskan kisah hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai