Anda di halaman 1dari 3

Asal Rumus Interval Kontur pada Peta Topografi

Diceritakan oleh Tricahyo Abadi pada Sunday, March 31, 2013 | 1:30 PM
Guru Geografi tentu familiar dengan rumus interval kontur. Tapi ketika ditanya dari mana rumus ini
berasal, masih ada yang bingung menjawabnya.

Di buku-buku pelajaran seperti DI SINI hanya disebutkan rumus ini adalah yang berlaku untuk peta
topografi di Indonesia. Pertanyaan ini pernah disampaikan oleh Pak Muhammad Isa, seorang Guru
Geografi dari Sampit. Beliau bertanya bagaimanakah cara mengonversi dan asal usul rumus
Ci=1:2000 X PS? Hal ini pernah ditanyakan oleh dosen penguji PPLG Sertifikasi. Dua tahun yang
lalu pernah dibahas, tapi nggak tuntas. Demikian pula Arry, seorang anggota milis di forum Remote
Sensing dan Geographic Information System (GIS) pernah mengajukan pertanyaan serupa:

Salam hormat,
Yang ingin saya tanyakan adalah tentang rumus interval kontur pada peta topografi yang umum
digunakan, pelajaran dasar saat mempelajari matakuliah Ilmu Ukur Tanah saat di kampus.
Saya bertanya di forum ini karena sepertinya banyak yang background-nya Geodesi, maupun
geografi. Sejauh yang saya ketahui rumus interval kontur ada 3, yaitu:

1. Interval Kontur = 1/2000 x penyebut skala (dalam meter)


Contoh: Peta kontur yang dikehendaki skalanya 1 : 5.000, berarti interval konturnya : 1/2000
x 5.000 (m) = 2,5 m.
2. interval kontur = (25 / jumlah cm dalam 1 km) meter
Contoh: Peta dibuat pada skala 1 : 5 000, sehingga 20 cm = 1 km, maka Interval Kontur = 25
/ 20 = 1.5 meter.
3. Interval Kontur = n log n tan a , dengan n = (0.01 S + 1)1/2 meter.
Contoh: Peta dibuat skala S = 1 : 5 000 dan a = 45°, maka Interval Kontur = 6.0 meter.

Yang ingin saya tanyakan adalah:


1. Selain rumus di atas, apakah ada rumus interval kontur yang lain?
2. Skala Peta yg ingin dibuat sama (1:5000), tapi kenapa interval konturnya berbeda-beda?
3. Pada rumus no.3 ada a = 45°, nilai a tersebut sebagai apa? Dan kenapa bernilai a = 45° ?
bagaimana dengan skala lain (misal: 1:2000), apakah nilai a-nya berubah?

Jawaban yang didapat kurang memuaskan. Misalnya, karena rumus yang pertama itu sudah umum
dan digunakan oleh Jawatan Topografi (Jantop) maupun Rupabumi Indonesia (RBI) dari
BAKOSURTANAL, maka kita tak perlu lagi meragukannya. Ini adalah jawaban yang tidak menjawab
pertanyaan.

Lalu dari mana rumus Interval Kontur Berasal?

Jawabannya mungkin dapat kita temukan di buku Eduard Imhof: Cartographic Relief Presentation .
Mengapa saya jawab mungkin? Karena saya bukan orang geografi (nanti yang dari jurusan geografi
silahkan mengklarifikasi). Menurut saya, buku ini sangat detail menguraikan dari mana rumus
interval kontur itu berasal, mengapa dipakai, apa pertimbangan geografis, matematis, dan
praktisnya. Hal ini bisa kita temukan dalam bab 8 Garis Kontur bagian B mengenai Interval Vertikal
di antara Garis Kontur yang saya cuplik berikut ini:
Pertama, kita perlu rumus interval yang sederhana walaupun hal ini sulit dilakukan karena akan
tergantung pada skala, ketebalan garis, dan terutama jenis medan yang beragam pada sebagian
besar wilayah peta. Oleh karena itu, untuk menentukan rumusnya, jenis medan yang mendominasi
maupun lereng tercuram harus terwakili.

Kedua, perlu memilih kontur interval terkecil yang mungkin ada, untuk menghasilkan reproduksi
bentuk yang lebih akurat dan lebih kaya-rincian dan gambar yang lebih tiga-dimensi. Masalahnya,
semakin kecil interval kontur, semakin rumit dan padat map hingga susah kita baca. Oleh karenanya
perlu dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk dapat memilih interval kontur
berupa angka sederhana, gampang ditambah dan dibagi, dan dapat menghasilkan nilai numerik
yang sederhana saat dibagi menjadi empaat atau lima (kontur indeks), atau dipecah menjadi
tengahan, atau perempatan (kontur intermediate).

Untuk memperoleh kontur interval yang paling sesuai, bisa dilakukan dua pendekatan, melalui
perhitungan atau pengalaman. Pendekatan perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan
ketebalan garis dan kemiringan sudut sedangkan pendekatan pengalaman dilakukan dengan praktik
langsung dalam kartografi. Dalam pendekatan perhitungan, hubungan di wilayah pegununungan
dipertimbangkan terlebih dahulu, dengan catatan harus mengabaikan sejenak wilayah bebatuan
yang terjal karena jika ikut dipakai pertimbangan interval yang pas tidak bisa didapatkan. Bebatuan
terjal membutuhkan pendekatan tersendiri.

Pertama, kita cari interval kontur terkecil yang mungkin. Ini tergantung pada:

1. The skala peta 1 / M


2. Kemiringan lereng yang harus terwakili oleh kontur. Kemiringannya = α°
3. Ketebalan dan jarak antar garis yang dapat terbaca minimal harus mudah dibedakan
dengan mata telanjang. Lebar 1 milimeter pada peta skala 1 / M sama dengan M/1000
meter pada realitanya.
Dengan kemiringan α°, jarak ini mewakili perbedaan elevasi H = M/1000 x tan α meter

Jumlah kontur terbesar yang mungkin ada dan masih bisa dilihat atau dibaca per 1 milimeter interval
horizontal ditunjukkan dengan k. Oleh karena itu, perbedaan terkecil yang mungkin ada pada
ketinggian antar kontur adalah sebesar: A = M x tan x α/1000 k meter
Untuk mendapatkan A, pertama-tama kita membuat asumsi yang masuk akal berikut untuk
hubungan di wilayah pegunungan tinggi pada peta: α = 45°, k = 2

Asumsi α = 45° barangkali terlihat agak ekstrim, tetapi memang ada lereng bebas karang yang
sangat curam yang kemiringannya sebesar 45°, dinding lembah berbentuk U, misalnya. sedangkan
dinding sirku (depresi berbentuk amfiteater pada hulu lembah glasial yang terbentuk oleh erosi
gletser) yang tertutup salju bahkan lebih terjal.

Waduh capek juga harus translate, padahal sudah minta bantuan Mbah, hehehe. Saya tidak akan
meneruskannya di sini karena sekali lagi latar belakang saya bukan Geografi, kecuali jika ada yang
minta penerjemahannya. Sebab saya hanya belajar menerjemahkan walau salah-salah. Langsung
saja deh beli bukunya dengan klik link buku di atas. Sekian mudah-mudahan bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai